"Aku tadi hanya mengatakan itu, tapi kak Jimin sudah tersulut emosi dan berakhir menantang kak Jennie." Rosé bercerita.
"Itu sudah jelas." sahut Jaehyun, "Tapi aku sudah lama sekali tidak melihat kak Jimin bermain baseball."
"Ya, kita dulu sering bermain bersama."
"Kenapa kamu tidak mencoba ikut tim baseball kampus?" kini Chaeyeon bertanya setelah mereka turun dari tangga.
Lalu berbelok ke arah pintu belakang rumah, dimana di sana ada lapangan olahraga pribadi gubernur Siwon yang akan menjadi tempat bermain baseball nanti.
"Kami tidak terlalu bagus. Hanya kak Jimin yang yakin dengan kemampuannya." Jaehyun tertawa.
"Aku menjadi penangkap (catcher). Rosé melempar (pitcher) lemparan yang sangat bagus. Dan kak Jimin sering menjadi pemukul bolanya."
"Tunggu." Rosé mengerutkan kening, "Aku jarang sekali bergantian untuk memukul bola."
"Kak Jimin?" Chaeyeon bertanya lagi, "Apa dia benar-benar pemain hebat?"
"Bodoh! Aku tidak mau itu!"
Percakapan ketiganya terputus saat mereka keluar dari pintu belakang rumah.
Teriakkan Jennie datang menyambut. Ada juga penampakan wajah Jimin yang berkerut dan wajah Jungkook yang baru saja bangun.
Ketiganya berdiri di tengah halaman yang luas di depan kebun sayur yang menjadi sumber makanan mereka sehari-hari. Ada juga pemandangan kandang ayam, sapi, dan babi milik Siwon.
Mina datang mendekati Rosé, Chaeyeon, dan Jaehyun yang masih berdiri di dekat pintu belakang rumah.
Mina melirik sejenak sebelum menghadap teman-temannya lagi, "Ku pikir kak Jennie dan kak Jimin akan saling membunuh."
"Jika-"
"Hei!"
Mereka langsung menoleh ke Mingyu yang tiba-tiba muncul di belakang Mina.
"-Jika Jungkook tidak membunuh mereka terlebih dahulu. Lihat, tongkat baseballnya akan memukul siapa saja yang mengganggunya."
Jaehyun, Chaeyeon, dan Mina tertawa, sementara Rosé masih mengerutkan keningnya sedari tadi.
"Yak! Koo Junhoe!" teriak Mina saat June mendorong mereka untuk membuka jalan dari depan pintu.
Dan mereka terkejut melihat June yang ternyata juga menarik Taehyung yang terlihat jelas masih mengantuk.
"Untuk kak Jim, ini dia!" seru June dengan kabar gembiranya setelah sampai di tengah lapangan.
Teman-temannya hanya saling tatap. Tapi Rosé mengangkat bahunya lalu menyusul June.
"Apa kita benar-benar akan bermain? Ya, kita punya tongkat baseball dan bola, tapi kita tidak punya--"
Jimin mengangkat tangan kirinya yang sedang mengenakan sarung tangan baseball.
"Sarung tangan. Tadinya aku mau bilang kita tidak punya sarung tangan. Tapi tuan dan nyonya... Park Jimin mengemas semuanya agar tidak dimakan zombie di rumah sana."
"Ha-ha, Rosé." Jimin tertawa sinis lalu menurunkan tangannya.
"Kalau begitu, Rosé adalah milik ku." Jennie menyilangkan lengannya.
"Rosé adalah pelempar (pitcher) ku!" Jimin berteriak tidak mau kalah, "Sudah seperti itu sejak kita kecil. Rosé ada di timku, Jaehyun juga."
"Aku kakaknya!" Jennie mengangkat dagunya sambil menyeringai.
"Kamu juga tidak bisa memanfaatkan Rosé, kak Jen." Semua orang menoleh ke Jaehyun yang mendekat. Chaeyeon, Mina, dan Mingyu mengikuti.
"Ya, kak Jen," Mina setuju, "Dia terluka."
"Tapi, dia juga bisa melempar dengan tangan kanannya."
"Bodoh, itu tidak membantu argumenmu." Jennie menggelengkan kepala, "Tapi, terima kasih. Jika Rosé bisa melempar dengan tangan kanannya, dia akan tetap menjadi aset yang bagus untuk timku."
"Mari kita lihat siapa di antara kalian berdua yang bisa menerbangkan bola lebih jauh, oke?" Rosé menyela untuk memberhentikan dirinya yang sedang diperebutkan.
"Tapi dia sudah menjadi pelempar tim ku sejak dulu." Jimin juga melipat kedua lengannya, "Pemukul hebat bisa memukul ke luar lapangan tidak peduli siapa pelemparnya."
"Dia tetap milikku." Jennie meraih tangan adiknya lalu memelototi Jimin, "Kau bisa memakai Jungkook."
"Aku pikir Rosé bukan pelempar yang baik jika dia tidak bersama kak Jimin." Jaehyun mengambil satu langkah lebih dekat untuk menarik perhatian yang lain.
"Karena kak Jimin yang mengajarinya?" tanya June.
Jaehyun menoleh ke Rosé dan membiarkan gadis itu menjawab.
"Yah.. Saya agak termotivasi dan lebih fokus ketika saya melihat wajah kak Jimin dan membayangkannya jika wajahnya yang akan saya lempar dengan batu."
Dalam sekejap semua orang tiba-tiba tertawa kecuali Jimin yang sedang tersenyum paksa dan Jungkook yang menguap.
Taehyung, di sisi lain, dia terkekeh dengan matanya yang masih menyipit.
"Terserah." Jimin menggelengkan kepala dan mengangkat kedua tangan untuk membungkam tawa.
"Aku benci itu tapi mungkin itu alasan yang cukup bagimu untuk memberikan Rosé kepada timku."
"Baiklah. Aku ingin melihat bola mengenai wajahmu lebih dari memenangkan taruhan ini." ucap Jennie yang masih menahan tawa.
"Bertaruh?" Rosé bertanya dengan heran, "Apa yang dipertaruhkan?"
Gadis itu bahkan lebih terkejut saat kakaknya tampak tersipu dan mengalihkan pandangannya. Bahkan yang lain juga menyadari jika situasi tiba-tiba menjadi canggung.
"K-Karena Rosé ada di timku, Jungkook juga milik ku." Jimin mengubah topik pembicaraan lalu menarik keduanya ke belakang tubuhnya.
Tidak ada orang lain yang berbicara dan hanya sekali lagi menatap keduanya dengan penuh arti.
"Tunggu! I-Itu tidak adil!" kata Jennie cepat sebelum ada yang menyambung lagi tentang taruhan mereka.
"Itu sebabnya aku juga membangunkan Taehyung." Jimin menjelaskan dengan santai.
Percakapan tampak kembali seperti biasa. Mereka melanjutkan percakapan seolah-olah tidak ada yang terjadi.
"Jungkook milikku, Taehyung milikmu. Keduanya dari Yonsei University. Adil."
"Tapi, aku bukan pemain tim kampus seperti dia." gumam Taehyung sebelum dia menguap lagi.
"Wah... Kamu pemain kampus?" Jaehyun bertanya pada Jungkook dengan rasa ingin tahu. la hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Aku pernah melihatnya bermain sebelumnya." kata Taehyung lalu menguap lagi.
Entah sudah berapa kali dia menguap setelah turun ke lapangan dan jelas dia kesulitan melawan rasa kantuknya.
"Kami tidak pernah menonton pertandingan baseball." komentar Chaeyeon.
"Karena kamu selalu melihatku bermain di lapangan basket." sahut June dengan percaya diri yang berakhir menerima pukulan ringan dari teman-temannya.
"Aku... tidak pernah menonton permainanmu." Rosé berbisik.
"Oh, tunggu! Sebelum kamu lupa." seru Jennie sambil tertawa. Dia menunjuk ke Taehyung dan Jungkook,"Kalian berdua menjadi pemain kampus, kalian tidak bisa berpihak satu sama lain."
"Rosé bisa menjadi pelempar untuk kalian berdua, kan?" saran Mina sekaligus menghentikan perdebatan yang akan dibuat lagi.
"Apa posisimu di lapangan, Jungkook?"
"Baseman pertama."
Mina mengangguk, "Dia hanya penangkap."
"Ya." Mingyu setuju sambil tersenyum, "Apa Rosé masih belum tertangkap?"
Rosé hanya terguncang oleh tatapan penuh arti yang diberikan semua orang padanya di tengah tawa.
"Kapan dimulainya?" tanya Taehyung, "Aku akan mengganti perban di tangan Rose dulu."
Jimin dan June membuat gundukan darurat sambil menunggu Taehyung dan Rosé kembali. Yang lain menyiapkan meja dan kursi untuk non-peserta untuk duduk.
Sementara semua orang bersiap-siap, empat anak laki-laki datang ke tengah lapangan.
"Apa kalian akan bermain baseball?" Beomgyu bertamya dengan tersenyum lucu.
"Ya." jawab Jimin lalu mengangkat tongkat baseball-nya.
"Aku mau! Aku mau!" Jisung mengangkat tangan kanannya, "Apa aku boleh ikut bermain?!"
"Aku juga ingin bermain!" Soobin juga mengangkat tangannya.
"Tapi kita tidak akan memainkan permainan yang sebenarnya." Jimin menggosok lehernya, bertanya-tanya bagaimana menjelaskan kepada anak-anak permainan yang akan mereka mainkan.
June yang mendengar tertawa, dia kemudian berjongkok untuk mencocokkan tingginya, "Tidak akan ada tim. Kak Jennie dan kak Jimin hanya akan memukul bola."
"Siapa yang akan lari?" Renjun bertanya dengan nada miring, "Bukankah mereka juga harus lari?"
"Tidak ada yang akan lari," jawab Jimin, "Kami--"
"Aku akan lari! Aku akan lari!" Jisung mengangkat tangan lagi sampai akhirnya Jimin mengangguk padanya.
"Baiklah. Setelah setiap pukulan, kamu akan berlari."
Keempat anak laki-laki itu melompat-lompat. Jimin dan June hanya tertawa gemas. Lalu pergi untuk membuat base untuk berlari di sekitar lapangan.
Saat Rosé dan Taehyung akhirnya kembali, semuanya sudah rapih. Jaehyun, Chaeyeon, Mina, dan Mingyu sudah duduk di kursi di sekitar meja panjang.
Bahkan Baekhyun, Wonwoo, Yerin, dan Sana juga ada di sana bersama Ryujin.
Di dekat pintu belakang rumah, Wendy dan Jisoo juga duduk di kursi yang tersedia di sana, masih menggendong Lia.
Sepertinya pagi yang normal sedang berlangsung dan seluruh keluarga berkumpul untuk bersenang-senang.
Jimin memegang tongkat baseball-nya sendiri, sementara Jennie membawa tongkat milik Jungkook.
Jungkook sudah mengenakan satu-satunya sarung tangan di tangannya.
Taehyung duduk menonton di sebelah Jaehyun.
Dan terakhir Rosé yang mendekati titik tengah lapangan yang telah dibuat.
"Saya wasitnya!" June mengumumkan.
Rosé terkejut menyadari ada empat anak-anak ditempatkan di dekat base, dan menunjuk sebagai isyarat untuk bertanya.
"Mereka secara sukarela berlari melalui base!"
"Wow, Rosé, kamu juga punya sarung tangan!" Rosé menurunkan pandangannya dan melihat tangannya yang terbungkus perban tebal.
Rosé menyipitkan matanya sinis, "Itu lucu?"
"Jangan memaksakan diri. Kamu seharusnya masih beristirahat sekarang, tapi aku tahu kamu ingin bermain. Kami akan berhenti jika tanganmu sakit."
Rosé mengangguk, "Okay.."
Jungkook tertawa kecil karena setelah diingatkan hanya itu yang dikatakannya dengan suara yang dibuat menjadi lucu.
"Yang pertama! Park Jimin!" teriak June.
Rosé m tertawa saat penonton berteriak saat Jimin berjalan mendekati tempat pemukul.
Jimin berdiri tetapi sebelum mengangkat tongkat baseball-nya, dia berteriak pada Rosé.
"Hei, bodoh! Kenai wajah tampan ku kalau bisa!"
Gadis itu menatap tangannya yang memegang bola sejenak sebelum melangkah mundur sedikit untuk melompat.
Sudah tiga kali lemparan, tapi Jimin tidak berhasil memukulnya satu pun.
Penonton tertawa dan menggoda
Jimin yang cemberut. Mereka semakin tertawa saat ke 4 anak laki-laki itu tampak marah kepada Jimin karena mereka tidak bisa lari.
Dan Jennie tertawa paling keras.
Sampai gadis itu berdiri ditempat pemukul, dia masih sempat tertawa.
Beberapa saat kemudian kesenangan di wajahnya menghilang untuk memfokuskan diri.
Keempat anak itu sudah mengerutkan kening dan tatapan jahat diberikan kepada Jimin karena mereka masih tidak bisa lari.
Jimin yang tidak terima menunjuk Rosé, "Dia yang harus disalahkan! Ini terlalu berlebihan!"
"Bukan salahku jika kamu tidak bisa memukul." Rosé menatapnya malas sebelum beralih ke depan lagi.
Beberapa ronde telah berlalu, dan semua orang bosan dengan pukulan-pukulan yang berulang-ulang.
Anak anak yang menunggu untuk berlari hampir menangis.
Penonton semakin bertambah dengan adanya Siwon, Taeyong, Johnny, Chanyeol, Heechul, dan Mason.
Bahkan ada Irene dan Yeri sedang menonton dengan mengintip ke luar jendela kamar tidur mereka.
Setelah sekian lama, akhirnya kali ini pukulan Jimin berhasil.
Semua orang terdiam dengan tatapan mengikuti bola yang terbang ke arah depan rumah.
Ketika bola itu menghilang dari pandangan mereka, para penonton berdiri dan berteriak.
Bahkan Siwon pun ikut bergembira meski bisa mendengar bola mengenai atap rumahnya.
Keempat anak laki-laki dengan gembira berlari mengelilingi lapangan.
Jimin berteriak sementara
Jennie menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
Di tengah sorakan semua orang, Ryujin juga berlari untuk mengambil bola. Dia menemukannya di dekat gerbang.
Gadis kecil itu tersenyum saat akhirnya dia bisa mengambil bola baseball dari semak-semak.
Dan saat hendak kembali ke belakang rumah, dia mendengar suara samar-samar karena sesuatu mengenai gerbang.
Suara itu diulang-ulang hingga mengusik telinganya.
Bertanya-tanya apa yang dia dengar, Ryujin mendekati gerbang lagi.
Dia berbaring di atas aspal untuk mengintip 'sesuatu' itu dari bawah gerbang tinggi yang terbuat dari baja yang kuat.
Ryujin semakin mendekat untuk melihat apa yang ada di luar dan matanya melebar saat melihat sepasang kaki manusia yang berlumuran berdarah.
"KYAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!"