Selepas dari makam Dion tadi, Dian tidak langsung pulang, ia mengajak Gino untuk makan terlebih dahulu, mengingat waktu juga masih cukup lama sebelum akhirnya malam tiba.
"Berarti tadi, Gino orang pertama yang Acha ajak ke makam Bang Dion?" tanya Gino sembari memasukkan potongan bakso ke dalam mulutnya.
Dian yang posisi masuk mengunyah hanya mengangguk membalas ucapan Gino.
"Bang Langit belum pernah?"
"Belum."
"Aku tadi juga nggak bilang mau ke makam Dion sama kamu, dia taunya aku ke makam Dion sendiri," ucapnya.
"Kenapa Acha bawa Gino ke makam Bang Dion?" tanya Gino.
"Biar balikin mood kamu aja Gin," balas Dian.
"Kebetulan aku mau ke makam Dion, makanya aku ajak kamu sekalian. Tadinya kan cuma mau ngajak makan aja, tapi ya kenapa enggak kalau sebelumnya jenguk Dion dulu," lanjutnya.
Gino hanya mengangguk mendengar jawaban itu, ia kemudian menatap Dian yang masih sibuk dengan makanannya.
"Kalau Gino bilang, Gino suka sama Acha. Acha bakal gimana?"
Dian tertawa, "kamu ini becanda aja deh Gin, yakali kamu suka sam aku."
"Tapi emang kenyataannya gitu Cha," balas Gino yang membuat Dian seketika menjadi diam.
"Maaf kalau Gino lancang, tapi rasanya nggak nyaman kalau Gino mendam perasaan ini terus-terusan," ucap Gino yang sadar atas apa yang baru saja ia katakan.
"Gin, kamu kan tau kalau aku pacar Abang kamu sendiri," ucap Dian.
"Iya, aku tau, aku salah karena udah suka sama pacar Abang aku sendiri. Tapi aku ngerasa nyaman sama Acha," ucap Gino mulai menggenggam satu tangan Dian.
"Gin, kita beda umur, aku lebih tua dari kamu," ucap Dian.
"Umur itu bukan jadi penghalang cinta seseorang Cha."
"Tapi aku nggak bisa, aku nggak mungkin bikin Langit sakit hati, karena perlahan aku udah mulai terbiasa sama Langit," ucap Dian.
"Jujur sama Gino, Acha suka enggak sama Gino?" tanya Gino seraya menatap lekat manik mata Dian.
"Jawab Cha," tuntut Gino.
"Aku juga nyaman sama kamu, ta--."
"Oh jadi ini, yang kata kamu mau ke makam Dion, tapi nggak taunya malah disini. Selingkuh sama adek aku sendiri?" potong seseorang dengan nada marahnya.
Dian langsung menarik tangannya dari genggaman Gino begitu mengetahui kedatangan Langit.
"Langit, kok bisa ada disini?" tanya Dian panik.
"Kenapa? Kaget? Haha, aku lihat mobil kamu parkir di depan, tadinya aku pikir kamu lagi makan sendiri disini, makanya aku samperin tapi ternyata yang aku lihat malah kaya gini," balas Langit sinis.
"Aku bisa jelasin, kamu salah paham," ucap Dian berusaha menjelaskan yang sebenarnya terjadi.
"Nggak perlu Yan," tolak Langit.
"Bang, jangan marah sama Acha, ini bukan salah dia," ucap Gino berusaha untuk memberi penjelasan pada Langit.
"Lo! Bisa-bisanya lo nikung Abang sendiri, apa nggak ada cewek lain ha!?" ucap Langit dengan nada tinggi.
Bahkan sekarang, mereka sudah menjadi pusat perhatian orang.
"Gue kecewa sama lo," ucap Langit menunjuk wajah Gino.
Kini tatapannya kembali beralih pada Dian, ia menatap Dian sendu.
"Gue juga kecewa sama lo, Yan," ucapnya pelan sebelum meninggalkan warung bakso itu.
Dian segera bergegas mengejar Langit.
"Langit, Langit tunggu, aku bisa jelasin semuanya ke kamu. Please dengerin aku dulu," ucap Dian berusaha menahan tangan Langit.
Langit mengelus kepala Dian, tanpa sadar air matanya menetes. Sungguh, Langit benar-benar merasa dirinya sudah dikhianati oleh pacar juga adiknya sendiri.
"Kita putus aja, ya?"
Dian menggeleng, "enggak Lang, enggak," tolaknya.
Langit mengusap air matanya kasar, ia kemudian segera menepis tangan Dian darinya, lalu ia menuju motornya. Ia harus cepat-cepat pergi dari sana.
"Lang, Langit!" percuma, Langit sudah pergi.
Dian merosot, ia memegang kepalanya yang terasa pusing, Dian menangis. Sungguh, ia tidak menyangka jika hari ini menjadi hari yang buruk baginya.
"Acha, maafin Gino," ucap Gino merasa bersalah atas apa yang sudah ia lakukan.
"Gue mau pulang," hanya itu ucapan yang keluar dari mulut Dian.
"Iya, biar Gino aja ya yang nyetir," ucap Gino.
Dian tak menjawab, ia langsung menuju mobilnya. Gino merutuki dirinya sendiri, mengapa dirinya begitu bodoh.
‹›‹›‹›‹›
Bugh! Bugh!
"Lang, udah, lo jangan kaya orang kesetanan gini dong. Sadar!"
Emosi Langit benar-benar sedang memuncak sekarang, ia sedari tadi terus memukuli samsak di rumah temannya guna melampiaskan emosinya.
"LO NGGAK TAU GIMANA RASANYA DIPOSISI GUA!!!" teriak Langit lantang.
"Gue nggak tau apa yang lo hadapin sekarang, tapi yang jelas. Lo kontrol emosi lo," ucap Guntur.
Dia ini sahabat Langit sedari mereka SMP, hanya Guntur yang tahu banyak tentang Langit.
"Lo nggak lihat muka lo udah babak belur gitu?"
Ya, saat perjalanan menuju rumah Guntur tadi, Langit sempat menabrak mobil orang yang tengah berhenti di pinggir jalan, tanpa disangka pemilik mobil itu bertubuh besar. Jelas Langit kewalahan, ditambah saat itu Langit sedang emosi-emosinya.
"Gue nggak nyangka Tur," lirih Langit. Tubuhnya kini sudah tersungkur di lantai.
"Kok nangis anjir," ucap Guntur panik. Ia segera menghampiri Langit.
"Sebenernya ada apa sih?" tanya Guntur.
"Dian, dia selingkuh sama adek gue sendiri," balas Langit.
Guntur terkejud mendengar itu, pantas saja Langit menjadi kesetanan seperti ini.
"Lo tau dari mana?" tanyanya.
"Gue lihat sendiri, mereka pegangan tangan. Dian juga bilang kalau dia ada perasaan sama Gino," balas Langit.
Dadanya begitu nyeri bila mengingat hal itu.
"Pas lo tau itu, Dian kasih penjelasan ke lo nggak?"
"Tadinya mau, tapi gue nya nggak mau dengerin. Percuma juga kan," balas Langit sembari tertawa sinis.
"Bro, bisa jadi sekarang lo salah paham. Coba deh lo dengerin dulu penjelasan pacar lo, jangan gegabah gini," ucap Guntur.
Langit menggeleng, "gue udah terlanjur mutusin dia."
"Kok lo bego sih!? Kenapa langsung ngambil keputusan pas lo lagi emosi?"
"Lo kalau di posisi gue pasti bakal ngelakuin hal yang sama juga," ucap Langit.
"Gitu aja terus," ucap Guntur kesal.
"Terus lo mau gimana?" tanyanya.
"Gue mau disini dulu. Seenggaknya sampai gue tenang," balas Langit.
"Nggak mau pulang?" tanya Guntur.
"Lo nggak mau nampung gue dulu?" Langit balik bertanya.
"Bukannya nggak mau, gue cuma mikirin pacar lo aja. Dia bisa panik nyariin lo," balas Guntur.
"Biar, gue juga udah nggak peduli lagi sama dia," ucap Langit.
"Prettt, lo kan paling bucin kalau udah punya pacar, dulu sama Jessi juga gimana lo?" sindir Guntur.
"Bacod!"
"Buruan mandi sana, bersihin badan lo. Habis itu lo obatin lukanya. Biar tampilan lo nggak kaya gembel," ucap Guntur sarkas.
Langit tak menjawab, ia langsung pergi begitu saja dengan langkah sempoyongan, wajar, baru datang saja ia langsung memukuli samsak. Ngamuk tidak jelas, padahal tubuhnya penuh dengan luka lebam, bahkan sudut bibirnya berdarah.
"Langit, Langit. Kasihan gue, bucin banget lo jadi manusia."
Wajar, Guntur tidak pernah pacaran.
- B a t a s A k h i r -
Jadi gimana? Mau dibuat balikan, apa biar putus aja?
Vote comment jangan lupaa!
Big love♡
ApsariAlya