Seorang pria berjas hitam berjalan di sebuah lorong dengan cahaya remang, membawa secangkir wine di tangan nya ia memasuki salah satu ruangan
Ruangan itu sangat besar, terdapat berbagai macam alat dan banyak monitor yang terhubung ke berbagai lokasi yang ada di Seoul
"Bagaimana rencana kita? Jika semuanya sudah siap maka kita akan melakukannya hari ini" kata pria itu pada rekan rekannya yang kini tengah duduk di sofa tepat di depannya
"Sesuai yang di rencanakan dari awal Jisoo, hari ini kita bisa melakukannya" ucap Chaeyeon sambil memberikan tab berisi semua hal tentang rencana mereka bahkan informasi rinci tentang musuh yang akan mereka basmi
"Bagus sekali dengan begini rencana kita akan selesai tepat waktu" ucap Jisoo dengan senyum menghiasi wajahnya
"Ya tapi berdoa saja semoga tidak ada halangan yang membuat rencana kita tersendat, apa lagi rencana gila seperti ini aishh...aku ingin semuanya cepat cepat selesai saja" ucap Chaeyeon membuat Jisoo terkekeh
"Hahaha...Ikuti alurnya kawan, ini akan menyenangkan" ucap Jisoo dengan smrik khas sambil menepuk pundak Chaeyeon sebentar membuat Chaeyeon berdecih, dia sungguh benci smrik jahat itu ada di wajah Jisoo
Yuri kini telah sampai di sebuah pemakaman di mana dia bisa menemukan adiknya atau lebih tepat makan adiknya. Dengan hati yang kuat, Yuri mulai melangkahkan kakinya menuju ke makam Yujin. Sangat berat bagi Yuri untuk menapakkan kaki di pemakaman itu karena dirinya juga masih belum begitu rela dengan kepergian Yujin tapi ya apa boleh buat dirinya rindu
Tak lama berjalan Yuri kini sudah sampai di makam sang adik. Makam itu selalu bersih dan terawat dengan baik karena Yuri menyewa seseorang untuk membersihkan makam Yujin setiap hari. Jika ditanya ada tau tidak orang yang mau mengambil pekerjaan seperti itu, tentu saja ada bahkan banyak yang mau menjadi tukang bersih-bersih makan Yujin karena gaji yang Yuri tawarkan itu bisa di bilang besar yaitu 10jt perbulan
"Yujin-ah annyeong, bagaimana kabarmu di sana? Apa kau sudah merasa lebih baik?" Tanya Yuri sembari mengusap batu nisan miliki sang adik dengan penuh kasih sayang
"Kau tau setelah kau pergi hidup noona banyak mengalami perubahan. 2 bulan terakhir noona menjalani terapi dengan psikiater karena mental noona sedikit terguncang juga mengalami kecemasan yang berlebih tapi noona baik baik saja sekarang karena semua orang mengurus dan berprilaku baik terhadap noona" ucap Yuri lembut di sertai senyum tipis
Yuri terdiam beberapa saat memandangi setiap inci dari batu nisan yang terdapat nama Yujin di sana. Rasa sakit kembali menyeruak saat janji masa kecil Yujin kembali muncul dalam ingatan nya
"Noona, Yujin janji akan terus bersama noona selamanya dan tidak akan membiarkan noona sendiri, main sendiri, makan eskrim sendiri pokoknya Yujin akan terus sama noona, ini janji tulus Yujin ke Yuri noona"
Yuri memejamkan matanya menahan sesak di dadanya dengan air mata yang kini mulai turun membasahi pipi mochi miliknya
Yuri sungguh merasa menjadi kakak yang buruk karena tak ada di saat masa masa sulit adiknya tapi malah Yujin yang selalu ada untuk dirinya kapanpun. Meskipun waktu itu mereka terpisah jarak tapi mata Yujin selalu ada mengawasi dirinya dan telinga Yujin selalu ada untuk mendengarkan setiap keluh kesahnya bahkan Yuri makin merasa buruk saat sadar bahwa Yujin selama ini tidak pernah sekalipun mengeluh pada dirinya tentang apapun
"Aku ini kakak yang buruk bukan? Aku sama sekali tidak pernah ada untuk mu, aku selalu merepotkan mu, maafkan aku, maafkan noona Yujin-ah" ucap Yuri sembari terisak
"Jangan merasa dirimu buruk nona, kau itu kakak yang hebat"
Yuri mengehentikan tangis nya saat mendengar suara seseorang di belakangnya. Yuri menoleh ke belakang dan mendongak ke atas untuk menatap siapa yang bicara padanya
Yuri tak dapat melihat jelas wajah itu karena cahaya matahari yang menghalangi pandangannya tapi Yuri dapat melihat ada senyum menghiasi wajah itu, senyum hangat yang membuat hati Yuri ikut menghangat juga
"Jadi nona mau pesan apa?" Tanya seorang pria pada Yuri yang kini tengah duduk manis di depannya
Pria itu memutuskan untuk mengajak Yuri minum kopi sebentar di kedai kopi yang ada di persimpangan jalan. Pria itu merasa kasihan melihat Yuri yang terus menangis merasa dirinya buruk dan dia tentunya merasa hatinya tersayat, ikut merasakan pedih yang di rasakan Yuri
Yuri belum menjawab dia malah menatap pria dihadapannya ini dengan penuh selidik yang jelas membuat pria itu merasa seperti seorang buronan tapi nyatanya tidak begitu kok
"Tidak perlu menatap ku begitu, perkenalkan namaku Han Leon aku baru pindah ke Korea sejak 2 bulan lalu setelah menyelesaikan studi ku di Swis" ucap pria bernama Leon itu sopan di sertai senyum tipis
"Ahh...Han Leon? Aku-"
"Jo Yuri, benar kan?"
Yuri terkesiap saat Leon menyebut namanya kan ini pertemuan pertama mereka. Tau sendiri kan keluarga Jo itu keluarga kalangan atas yang terkenal dan memiliki perusahaan juga kolega bisnis dimana mana, bahkan Yuri adalah CEO sekaligus putri tunggal keluarga Jo, jelas saja jika orang tau dia siapa tanpa perlu perkenalan apa Yuri lupa itu? Sepertinya iya
"Da-darimana kau tau namaku?"
"Ya! Pertanyaan macam apa itu? Kau tau bagaimana keluargamu. Jo bukan keluarga bisanya yang tak di kenal orang orang. Mereka King of Business" ucap Leon
"Ahh...ya, aku lupa maaf" ucap Yuri dengan senyum canggung dan tentu merutuki dirinya sendiri yang bisa lupa seberapa besar nama keluarganya
"Aishh...ini akibat dari terbiasa tinggal sederhana bersama Yena, aku jadi lupa status"
"Ada ya orang yang bisa lupa dengan nama keluarga sendiri?" Kata Leon menatap Yuri sambil menaikkan sebelah alisnya
"Jangan mengolok ku, aku lupa karena aku sudah terbiasa hidup sederhana sebagai Jo Yuri dari kalangan biasa bukan Jo Yuri dari kalangan atas yang namanya sangat besar di mana mana" ucap Yuri menjelaskan
"Menjelaskan sekaligus menyombongkan diri hm?"
"Cih! Aku tidak menyombong bodoh" ucap Yuri kesal dengan Leon yang nampak menjengkelkan
"Mengumpat pada orang yang baru kau kenal, wah...sesuatu yang mengesankan nona Jo" ucap Leon dengan wajah datar nya lalu menyeruput secangkir kopi yang baru dia pesan
Yuri menatap tajam Leon, mereka memang baru kenal tapi sifat Leon yang menyebalkan membuat Yuri rasanya ingin mengubur Leon hidup hidup
"Lantas kau mau aku apa? Memaki mu? Menghajar mu? Atau mencium mu?" Tanya Yuri dengan raut wajah malas
"Yang terkahir itu benar benar frontal" ucap Leon yang cukup terkejut dengan kalimat akhir Yuri
"Kenapa memangnya? Tidak suka?" Balas Yuri dengan wajah tak peduli nya
"Biasa saja" ucap Leon dengan muka datar nya lagi membuat Yuri makin ingin mencakar wajahnya
"Aishhh....kalau kau mengajakku kesini hanya untuk membuat ku kesal lebih baik kau ajak Hyewon saja! Wajahnya sama mengesalkan nya seperti mu" ucap Yuri lalu melipat kedua tangannya di dada dan membuang mukanya dengan bibir mengerucut
"Aku peduli padamu makanya ku bawa kau ke sini agar tak terus menangis seperti orang stress di sana" ucap Leon dengan santainya tanpa mempedulikan wajah Yuri yang sudah merah padam menahan marahnya
"Stress matamu! Kau benar-benar-"
"Sayang"
Yuri menatap ke belakang saat suara familiar itu masuk ke telinganya. Itu Yena sang pacar yang sedari tadi dia tunggu kedatangannya. Yuri merasa muak dan kesal karena tingkah menyebalkan Leon, jadi dia ingin cepat cepat pulang
"Maaf tadi aku harus-"
Ucapan Yena terputus kala Yuri menghampiri dan langsung menarik dirinya keluar dari kedai
"Sudah ayo kita pulang saja sebelum aku benar benar manghabisi manusia monyet satu itu" ucap Yuri sambil menarik Yena keluar dari kedai kopi
"Ta-tapi itu, dia--"
"Apa?!" Yuri menatap Yena dengan wajah galaknya
"Ti-tidak, ayo kita pulang"
Yena berjalan lebih dulu di banding Yuri sembari mengusap tengkuk lehernya. Yena memang sering melihat Yuri mata tapi marah marah yang terkesan imut, kalau untuk marah yang terlihat seperti monster begini baru pertama kalinya
"Seram ya"
Yena membukakan pintu mobilnya untuk Yuri dan Yuri berjalan masuk ke dalam mobil namun sebelum itu dia memelototi Yena yang menatapnya membuat Yena langsung menundukkan kepalanya
"Apa salahku?"
Setelah Yuri masuk, Yena buru buru menutup pintu mobil lalu menyusul masuk ke kursi pengemudi. Yena melirik ke arah Yuri yang masih terlihat kesal
"Apa lagi? Cepat jalan!"
"A-arraseo kita jalan sekarang"
"Heuhhh kenapa semua orang sangat menyebalkan hari ini?! Aishhh jjinja!"
Karena tak mau di amuk Yuri, Yena menjalankan mobilnya menuju ke apartemen tempat tinggal mereka sekaligus memutar otak bagaimana caranya untuk mengembalikan mood Yuri