(Not) Perfect [COMPLETED]

By NadyrPtr

840 229 11

"Tidak-tidak. Jangan coba-coba melakukan itu, Nuna. Aku lebih senang jika kau seperti ini." "Tapi mereka bila... More

Perkenalan
Prolog
Kenangan Itu Menyakitkan
Awal Yang Berantakan
Pengacau
Sebatas Nuna dan Dongsaeng, 'Kan?
Gastritis
Rumah Sakit
Kecewa
Meeting Pertama
Mimpi
Keputusan Joon-Hee
Konsultasi Dokter Gizi
Hari Ulang Tahun
Restoran Italia
Makan Malam
Tantangan
Joon-Hee Pamit
Airport
Changiya, Don't Cry
Apakah Harus Melakukannya?
Bimbang
Konsultasi Bersama Hanbin
Keputusan
Permulaan
Perubahan Yang Didapatkan
Akibat Keegoisan
Pergi dan Melupakan
Harapan dan Mimpi
Sudah Terungkap
Lekas Membaik
(Not) Perfect
Cerita Baru

Apa Benar?

9 3 0
By NadyrPtr


Ketukan sepatu terdengar menggema di koridor yang sepi. Dengan sedikit gontai, pria yang memiliki umur di atas tiga puluh pun memasuki ruang ICU yang sudah sangat jarang ia kunjungi. Bukan tanpa alasan, melainkan semakin ia berkunjung, semakin hancur hatinya. Maka ia memutuskan jarang berkunjung demi tidak terus-terusan meratapi nasib.

Menjadi seorang dokter dan paham tentang ilmu ilmiah kedokteran membuat ia memiliki pendapat yang berbeda dengan orang tua Sun-Hee. Mereka sudah sangat menyerah, sedangkan dirinya masih terus berharap. Jika ia bisa melihat keajaiban pada pasiennya, ia yakin keajaiban itu akan datang menghampiri kekasihnya.

Hanbin masuk ke ruang ICU tersebut dan menerbitkan senyum yang dipaksa. Terkadang ia ingin menyerah seperti orang tua Sun-Hee. Namun lagi-lagi, saat melihat pasiennya siuman dari koma, ia berharap itu terjadi pada kekasihnya. Sejujurnya, ia sudah tidak sanggup melihat banyaknya alat bantuan untuk hidup di pasang pada tubuh kekasihnya. Lagi-lagi ia harus meyakinkan diri bahwa pilihannya tidaklah salah.

"Apa kabar, Chagiya?" sapa Hanbin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Hanbin tipe pria yang amat lembut jika berhubungan dengan orang yang disayangnya. Maka dari itu ia pasti akan meneteskan air mata bahkan bisa menangis sesegukan jika melihat mereka tersakiti.

"Kenapa kau tak juga sadar, Chagiya? Apa kau setuju aku bersama Mi-Cha? Jika iya, aku akan coba mendekatinya. Bukannya ia hanya baru tunangan saja? Belum ada kata pernikahan bukan? Jadi, bisa saja aku menyalip jika itu yang kau inginkan. Aku mencintaimu, Sun-Hee~ya! Jika kau tak ingin aku bersama yang lain, maka bangunlah!"

Suara Hanbin terdengar amat putus asa. Banyak harapan yang ia ucapankan tapi tak satu pun harapannya terkabulkan. Terkadang ia bertanya, apakah Tuhan tidak menyayanginya? Atau Tuhan memilih Sun-Hee mendekati-Nya. Hanbin tidak mengerti dengan takdir yang mereka hadapi. Namun ia sangat berharap posisi ini segera berakhir. Jika Tuhan hendak menjemput Sun-Hee, ia akan menerimanya. Jika tidak, ia sangat berharap Tuhan sembuhkan Sun-Hee dengan sesegera mungkin.

"Apa kau tidak bosan tidur terus, Sun-Hee~ya? Ini musim dingin. Kau suka musim ini bukan? Katamu, jika musim dingin tiba, kau ingin ikut festival ice-skating bukan? Terus, kau akan menyambut musim semi yang indah. Apa kau tidak ingin merasakan itu? Bangunlah, Sun-Hee~ya!" Hanbin meracau dan berharap apa yang dijelaskannya bisa membuat kekasihnya terjaga karena sangat ingin melakukan hal tersebut. Namun sayangnya, hal itu tidak terjadi. Hanya sunyi yang menyambut dirinya.

Air mata akhirnya menetes dari mata Hanbin. Ia sudah tidak sanggup lagi melewati ini semua. Tidak ada perkembangan apapun dari kekasihnya. Dirinya benar-benar menyerah. Sampai terbesit ia akan merelakan Sun-Hee dalam waktu dekat. Tanpa pamit seperti biasanya, tanpa ciuman perpisahan, Hanbin pergi dengan perasaan kecewa. Ia tidak mau melakukan kebiasaannya karena takut kekecewaan semakin membuncah di hatinya.

Hanbin menutup pintu ICU dan menyender di sana. Ia menyeka air matanya dengan kasar tanpa memerdulikan orang yang berlalu-lalang di sana. Mengatur pernapasannya dengan baik lantas berlalu dari sana. Entah kapan ia akan mengunjungi Sun-Hee lagi, ia pun tak tahu. Mungkin nanti, saat ia mengikhlaskan kekasihnya tersebut.

***

Malam minggu adalah waktu yang ditunggu Hanbin. Ia hendak menjalankan rencana yang sempat ditundanya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja makannya lantas mengirim pesan pada Mi-Cha.

Ya! Hanbin hendak mengajak Mi-Cha berkencan. Ia mengatakan tempat mereka akan bertemu nanti. Pun memberitahu pukul berapa ia akan melesat ke sana.

Mi-Cha yang sedang menghabiskan waktu dengan memanjakan diri dengan perawatan kecantikan pun terganggu dengan dentingan ponselnya. Saat melihat nomor asing masuk di sana, ia ragu membukanya. Namun dentingan kedua membuat ia memutuskan untuk membukanya. Ia membacanya dan melihat catatan pengirim. Senyumnya mengembang tapi ia ragu untuk menerimanya. Maka ia memutuskan untuk menganggurkan sejenak pesan tersebut.

Sejak pulih dari operasi bedah plastik dan mendapatkan hasil yang sempurna, Mi-Cha sangat protektif dengan dirinya sendiri. Ia tidak mau menyia-nyiakan uang yang sedang dikeluarkannya. Ia merawat diri menggunakan skincare yang didapatkan dari Hanbin. Pria tersebut memberi rekomendasi klinik kecantikan dan ia sangat puas dengan pelayanan yang diberikan.

Memikirkan jasa Hanbin yang begitu besar, ia merasa bersalah jika menolak ajakan tersebut. Maka ia mengambil ponselnya yang diletakkan sembaran lantas langsung mengirim pesan penerimaan. Ia pun melirik jam di benda pipihnya yang menunjukkan pukul 6 sore. Yang artinya ia memiliki waktu sebanyak dua jam untuk bersiap-siap serta menuju ke restoran tempat mereka makan malam nanti.

***

Suasana rumah sakit amatlah menegangkan. Orang-orang berlalu-lalang dengan wajah gusarnya. Begitupun dengan Han-Kang yang tak kalah gusar. Ia mondar-mandir karena takut terjadi sesuatu di dalam sana.

Saat sedang bekerja, ia dapat kabar dari tetangga yang menelepon bahwa ketuban Hyura telah pecah. Itu tanda kalau istrinya akan segera melahirkan. Dengan memohon pada atasan yang untungnya sedang berbaik hati di hari tersebut, ia langsung melaju ke rumah sakit yang jaraknya tidak jauh dari rumah mereka tapi jauh dari kantornya. Saat ia tiba di sana, Tuan dan Nyonya Lee berada di depan ruang persalinan dengan tampang khawatir.

Nyonya Lee yang tak sengaja menangkap sosok Han-Kang pun langsung berdiri tegap. Sedangkan Tuan Lee yang sedang memerhatikan pintu ruang persalinan dengan pintu tertutup rapat pun langsung berbalik badan. Mereka menyambut Han-Kang yang tampak terengah-engah. Wajah kalutnya semakin jelas terlihat saat mendengar suara jeritan dari dalam sana.

"Apakah Hyura baik-baik saja, Nyonya Lee?" tanya Han-Kang yang kebingungan.

Nyonya Lee menggeleng lemah. "Kami tidak tahu, Han-Kang~ya! Dia masih di dalam sana untuk berjuang. Kamu yang tenang dan kita berdoa yang terbaik untuk Hyura," ujar Nyonya Lee yang menyesal atas jawabannya.

Tak lama, terdengar jeritan yang amat kencang dan panjang lalu disusul oleh tangisan bayi. Han-Kang tersenyum dan bernapas lega. Namun sedetik kemudian, ia kembali merasakan khawatir. Ia belum bisa lega karena tidak tahu bagaimana kondisi keduanya. Lantas Han-Kang menyatukan kedua tangannya dan menunduk untuk berdoa. Kepalanya kembali terangkat saat mendengar suara pintu yang dibuka.

Di sana keluar seorang suster yang tersenyum menyambut Nyonya dan Tuan Lee beserta Han-Kang. Ia pun berkata, "Bayinya sudah lahir dan Nyonya Park ingin bertemu dengan suaminya."

Han-Kang langsung mengangguk dan izin masuk pada keluarga Lee. Saat ia masuk ke ruang persalinan, kebahagiaan tidak bisa disembunyikan lagi. Hyura menyambutnya dengan senyuman yang amat mengembang. Di dadanya terdapat bayi mungil yang sedang menangis pelan. Han-Kang pun mendekat dan mengecup puncak kepala Hyura bertubi-tubi. Tak lupa bayi mungilnya pun diberi hadiah kecupan olehnya.

"Dia perempuan," ujar Hyura memberitahu jenis kelamin anaknya.

Senyum Han-Kang semakin mengembang. Ia pun mengambil alih bayi yang masih telanjang bulat tersebut dan mendekapnya dalam pelukan. Dengan lembut ia berbisik, "Selamat datang di dunia ini, Hwang Mi-Cha ...."

***

Joon-Hee langsung tersentak dari tidurnya begitu mendengar nama Mi-Cha tersebutkan dalam mimpinya. Ia terduduk dengan napas yang terengah-engah bak orang habis lari akibat dikejar setan. Keringat bercucuran membuat bajunya basah. Matanya masih berkunang-kunang karena bangun dengan perasaan yang terkejut.

"Hwang Mi-Cha ...."

Joon-Hee menggumamkan nama mantan tunangannya itu. Ia mencoba mengingat isi mimpinya tadi. Seketika ia tersadar, di sana terdapat kakek dan neneknya. Dan wajah Hyura memang sangat tidak asing baginya.

"Hwang Mi-Cha adalah nama Mi-Cha. Lantas, kenapa aku memimpikan kelahirannya. Apa jangan-jangan ...."

Kalimat Joon-Hee menggantung. Saat ini ia tidak bisa memikirkan apapun. Pikirannya kalut dengan mimpi yang terasa tidak asing baginya. Ia hanya bisa duduk termenung beberapa saat lantas setelah kesadarannya pulih, ia langsung bangkit untuk mencari tahu apa yang ada di balik mimpinya. Joon-Hee meraih ponselnya dan menelepon Mi-Cha berkali-kali tapi tak ada jawaban. Lantas karena tidak sabaran, ia pun mengirim pesan pada Mi-Cha yang isinya:

Lee Joon-Hee : Mi-Cha~ya! Angkat teleponku. Ini penting!

Sayangnya, pesan itu pun terabaikan. Ia yang putus asa pun menelepon Aelsy. Dan sama halnya dengan Mi-Cha, mommynya tidak mengangkat panggilannya. Frustrasi pun mengampiri dirinya. Sampai ia bingung harus melakukan apa. Haruskah ia memercayai mimpi itu dan mencari tahu apa maksudnya. Atau ia hanya berdiam diri dan menganggap mimpi tersebut hanya bunga tidur semata seperti biasanya?

Terdengar erengan frustrasi dari bibir Joon-Hee. Bingung harus melakukan apa ia pun memilih mandi saja dan jogging di jalanan komplek. Namun usai mandi pun, mimpi itu masih terus menari-nari di pikirannya. Ia mengecek ponselnya dan masih belum ada jawaban maupun panggilan ulang dari Mi-Cha. Ia berpikir, apa wanita itu masih marah dengannya? Namun menurutnya, kemarahan Mi-Cha tidaklah penting saat ini. Yang penting adalah maksud dari mimpinya tadi.

"Apa reinkarnasi itu benar? Siapa Hyura? Apakah Rara Imo? Dan Han-Kang, apakah ...."

Kembali erengan frustrasi terdengar. Joon-Hee yang tidak mau terjebak dengan pertanyaan yang tidak ada jawaban itu pun memutuskan satu hal. Ia keluar dari kamar dan menemui Grandma dan Grandpa yang terbiasa bangun pagi dan menghabiskan waktu di dapur yang hangat dengan secangkir teh dan makanan berkuah. Joon-Hee hendak mengatakan sesuatu yang amat penting.

"Grandma, Grandpa. Aku harus kembali ke Seoul sekarang," ujar Joon-Hee memberitahu keputusannya.

"What? Yang benar saja, Joon-Hee?" tanya Grandma terkejut akan ujaran Joon-Hee yang mendadak. "Ada apa? Apa ada hal yang mendesak? Mommy dan daddymu baik-baik saja bukan?" tanya Grandma lagi yang kini memasang pose was-was jika ada kabar buruk yang keluar dari mulut Joon-Hee.

"Mommy dan Daddy baik-baik saja. Tapi aku yang tidak baik-baik saja. Aku butuh kembali ke Seoul karena ada sedikit masalah—" jelas Joon-Hee yang terputus karena bingung untuk menjelaskan tentang mimpinya. Karena grandma dan grandpa-nya pasti akan berpikir bahwa itu hanya bunga mimpi seperti dirinya.

"Kau tidak bisa berangkat sekarang, Joon-Hee." Grandpa angkat bicara. "Badai salju sering datang sekarang dan banyak penerbangan yang ditunda. Jangan mengambil risiko karena itu akan membahayakanmu. Tunggu badai berakhir," jelas Grandpa yang berlalu dari sana.

Joon-Hee tidak bisa membantahnya. Apalagi mendengar tentang badai dan penerbangan yang ditunda. Seketika kepalanya pusing dan mual pun tidak bisa ditahannya. Ada kejadian samar yang melintas di matanya tapi ia tidak tahu kejadian apa itu. Ini semakin rumit dan semakin membuat ia frustrasi.

Joon-Hee butuh jawaban segera atas apa yang dialaminya pagi ini ....

Continue Reading

You'll Also Like

667K 46.8K 52
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
REWRITE By Jisaa

Teen Fiction

1.6K 170 33
"Vin, daripada sama batang mending sama Lubang." "Gimana Vin? Berminat Jadi pacar Ese?." Vincent menoleh, Menatap Agnese Barang sejenak. "Apa Lo b...
438K 39.3K 56
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...
3.4K 332 13
[Completed] Menurutmu, definisi cantik itu seperti apa? Putih? Tinggi? Langsing? Jika memang begitu menurut kalian, tendang jauh-jauh namaku dari pik...