*Hallo guys, boleh minta tolong ga? Cek dong part-nya masih acak apa enggak. Kalo udah nggak acak kabari disini yaww. Terimakasih buat kalian orang baik yang mau meluangkan waktu berharga kalian :)
Auva berdecak sebal, setelah nangis tadi ia malah dibuat geram sendiri. Bagaimana pakaian almarhum Bunda Damares tidak ada dilemari. Hanya menyisakan kemeja putih berlengan panjang dan celana hotpants saja.
Ia tahu ini pasti kerjaan Ayah. Auva berada didalam kamar Ayah Tama. Tak lama pria paruh baya itu masuk, meletakkan berkasnya dinakas.
"Ayah, baju Bunda bisa hilang satu lemari? Apa jangan-jangan---"
"Semua bajunya di laundry, hanya tersisa itu saja," potong Ayah dengan cepat takut Auva curiga.
"Setahu, Auva, baju Bunda itu dilaundry sebulan sekali dan ini belum jatuh tempo, Ayah."
Ayah duduk di atas kasur. Memperhatikan gadis yang masih memakai seragam sekolah.
"Menikah bersama Damares. Hadirkan lagi cucu untuk, Ayah. Usia Ayah sudah tua, Auva. Kapan saja malaikat pencabut nyawa akan datang."
Auva terpaksa mengambil baju dan hotpants itu. Memandangi Ayah dengan horor. "Ayah sama Eyang sama aja! Nyebelin!"
Auva pergi dengan menghentakkan kakinya kasar. Ya, ini ulah Ayah sama Eyang. Ternyata Eyang Auva adalah teman Eyangnya Damares yang sudah tiada.
Jasa Eyang Auva untuk keluarga Alexander sangat besar sekali. Karena Eyang Auva dulu mantan geng motor dan Eyang Damares mantan agen rahasia. Mereka bersatu.
🐈
Auva menatap dirinya melalui pantulan cermin. Pakaian ini terlalu pendek, pahanya terekspos sempurna. Mana Auva nggak bawa baju lagi.
Diluar kamar mandi sudah ada Damares dan Ranayya yang siap untuk tidur. Anehnya, kenapa kunci kamar lain harus hilang sekarang sih.
Auva terdiam, memegang ujung wastafel. Memperhatikan dirinya. Hal yang Auva takutkan selama ini terjadi.
Tak tau apa yang harus ia lakukan agar hak asuh Ranayya menjadi miliknya. Mereka pasti akan mengambil hak asuh Ranayya.
Tanpa mau memikirkan hal aneh. Auva keluar dari kamar mandi membuat kedua orang yang berada di atas kasur sedang menonton film barbie pun teralihkan, membulatkan matanya sempurna.
"Pa, malam ini Mama terlihat seksi. Seperti Tante Ririn itu," ucap Ranayya.
Damares membekap mulut anaknya. Meneguk salivanya susah payah, ia lelaki tentu punya nafsu.
"Mama mau jadi Tante Ririn ya? Biar Papa nggak berpaling ke Tante Ririn?" tanya Ranayya saat Auva duduk ditepi kasur.
Seketika Damares menjadi gerah, ia mengibas-ngibaskan tangannya di udara. Tentunya pakaian gadis itu membuatnya gerah, apalagi body Auva yang hampir sempurna, siapapun kaum lelaki pasti ingin memiliki istri seperti Auva.
"Kok panas ya," kata Damares.
"Papa gerah ya? Kok, Rayya B aja sih. AC-nya kurang dingin?"
Auva menatap malas Damares yang menggoda dirinya. Lelaki itu tersenyum saja pada Auva.
Ada untungnya juga ide jahil Ayahnya dan ada ruginya juga. Kalo udah sah, Damares pastikan setelah Ranayya tidur ia akan langsung menerkam Auva.
Tapi, apalah daya, sah saja belom. Masa mau hamili anak orang sih.
Auva mengajak anaknya untuk ke kamar mandi. Sekedar melakukan rutinitas sebelum tidur, menggosok gigi bersama Damares juga.
Setelah itu mereka kembali lagi ke atas kasur dan memilih bermain sebentar bersama anaknya.
Tawa Ranayya pecah saat bergurau bersama kedua orangtuanya. Namun keluarga Dirga masih berusaha agar Ranayya atau Tasya berada ditangannya.
Kini Damares berbaring di atas perut Auva. Meletakkan kepalanya di perut ramping Auva setelah capek bergurau.
Ranayya duduk disamping Damares memegang ipad-nya memainkan game Pou.
"Besok kita dirumah," kata Auva menyisir rambut Damares dengan jemari-nya.
Damares tau, jika Auva takut kalo Ranayya diambil oleh keluarga Dirga.
Damares mendongak memperhatikan wajah Auva yang tampak murung dengan tatapan kosong. Ia kembali memperhatikan wajah Ranayya, anaknya.
"Sayang nggak sama, Mama?" tanya Damares.
Ranayya mengangguk. "Sayang banget."
"Peluk dong, Mamanya."
Ranayya memberikan ipad-nya pada Damares. Memeluk leher Auva dan mengecup bibir Mamanya sembari tersenyum.
Auva membalas dengan menciumi kedua pipi anaknya.
"Mama mau tau nggak rahasia, Rayya?"
Kening Auva berkerut. Ranayya pun duduk disamping Auva. Damares yang berbaring di atas perut Auva pun menoleh pada anaknya.
"Rahasia apa?"
"Rayya bilang ke teman Rayya. Kalo, Rayya, juga mau punya adik. Rayya tanya sama Papa, apa bisa Rayya dapat adik baru. Kata Papa bisa kok, mudah buatnya. Emang buatnya pakai apa, Ma? Kenapa nggak buat sekarang aja." dengan polos-nya Ranayya membongkar rahasia Damares dan dirinya.
Tangan Auva dengan cepat memukul wajah Damares hingga lelaki itu terduduk dan meringis. "Sakit, Va."
Auva pun yang berbaring menjadi duduk. Membawa Ranayya kedalam pangkuannya dan memeluk anaknya.
"Jangan terlalu percaya sama, Papa. Semua omongannya itu kayak tong kosong!"
"Jadi, Rayya nggak bisa dapat adik?"
"Rayya, permintaan Rayya nggak bisa Mama kabulin."
Ranayya menjadi cemberut. Auva menatap tajam Damares yang sudah mulai ngaco sekali kalo ngomong sama Ranayya.
"Oh iya, Ma. Kemarin Rayya nemanin Papa 'lho ketemu sama perempuan cantik banget."
Damares meringis saat Auva semakin menatapnya tajam. Perempuan yang dimaksud Ranayya adalah Teresha kakak Damares yang tinggal bersama temannya Kiera.
"Itu Kakak aku, Va. Suer!" mengangkat tangannya membentuk huruf V.
"Tapi pas Rayya tanya sama Aunty cantik. Dia bilang selingkuhan, Papa, Ma." Ranayya menunjuk Damares tajam.
Duh, anak sama Emak sama aja galaknya.
Damares berdiri membuka bajunya dan menyimpan di atas sofa. Auva membantu Ranayya untuk berbaring disampingnya, setelah itu Damares duduk disofa memainkan ponselnya.
"Motivasi, Papa, apa tidur nggak pakai baju. Emang laki-laki tidurnya nggak pakai baju ya, Ma? Kayak Uncle Raka sama Papa."
Auva memeluk anaknya, menepuk pelan pantat anaknya agar tertidur.
"Cuman Mama yang tau motivasi, Papa," sahut Damares.
Ranayya pun menatap Mamanya, "Apa, Ma?"
Auva kesal pada Damares melontarkan pertanyaan Ranayya. Mana Auva tau motivasi lelaki itu tidur tidak pakai baju.
"Sekarang tidur, nggak ada pertanyaan lagi."
Auva menarik selimut sebatas dada anaknya. Perlahan mata Ranayya mulai tertutup, kantuk menyerangnya hingga terdengar dengkuran halus dari Ranayya.
Setelah Ranayya tertidur. Damares mendekat ke Auva duduk di sisi kasur, Auva pun mendudukkan dirinya. Mencubit perut sixpack milik Damares.
Lelaki itu memekik, "Akhh sakit, Va!" mengusap sisa cubitan Auva.
"Ngelontar pertanyaan aneh!"
"Canda doang!"
"Nggak lucu!"
Auva mengusap kepala anaknya dengan sayang. "Mereka pasti akan ngambil hak asuh, Rayya. Hal besar yang aku takuti dalam hidup aku, kini sudah ada di depan mata aku sendiri."
Damares membawa Auva kedalam pelukannya. Gadis itu melingkarkan kedua tangannya dipinggang Damares. Meletakkan kepalanya di dada bidang lelaki itu. Terasa nyaman sekali.
"Hal yang aku takuti, kehilangan kamu dan Rayya," ucap Damares mengecup pelan puncak kepala Auva.
"Aku mohon, lakukan apapun agar hak asuh Rayya tetap jadi milik aku, Dam. Aku takut mereka bawa Rayya, misahkan aku dan Rayya. Aku nggak mau!"
Tak lama telepon kamar Damares berdering. Auva meraihnya dinakas dan memberikan pada Damares. Terdengar suara Ayah yang ingin Damares keruang kerjanya.
Meletakkan kembali telepon itu setelah panggilan berakhir. Auva berdiri mengambilkan baju kaos Damares, memberikan pada lelaki itu.
"Aku mohon," lirih Auva.
Damares tak tega. Menatap Ranayya yang tampak tenang saat tertidur. Ia mengusap pipi Auva sembari tersenyum.
"Tidur duluan ya. Takutnya aku lama."
Damares pun pergi tak lupa menutup pintu. Auva terduduk ditepi kasur. Bagaimana jika mimpi buruk Auva selama ini terjadi? Ia tak akan pernah mau.
-JAGA JARAK KEMATIAN-
SEE YOU