Votemennya yuu, gak nerima sider!
Hari ini seperti biasa, Nitha dan Rangga selalu berangkat pagi. Kebiasaan itu membuat mereka tak pernah terlambat. Koridor sekolah sudah ramai dengan siswa-siswi yang berlalu lalang. Itu sudah biasa ketika tahun pembelajaran baru dimulai. Alasannya simpel, agar mereka bisa menduduki tempat favoritnya supaya tidak kedahuluan oleh yang lain.
"Aku masuk kelas dulu ya," pamit Nitha kepada Rangga.
"Belajar yang rajin ya Ita," pesan Rangga sambil mengusap puncak kepala Nitha yang terbalut kerudung secara pelan.
"Kamu juga Angga," balas Nitha.
"Ekhem... permisi jomlo mau lewat," ucap Dina melewati Nitha dan Rangga.
"Kalau mau mesra-mesraan di rumah saja ya, hormati kami, para kaum jomlo. Terima kasih!" tambah Fina.
"Kalian ngapain sih," ucap Nitha terkekeh.
Dina menarik tangan Nitha untuk masuk ke dalam kelas. "Nitha mau sekolah dulu bay!" ucapnya kepada Rangga.
"Pelan-pelan dong, jangan tarik-tarik," protes Nitha.
Nitha menatap ke arah Rangga lalu melambaikan tangannya. Rangga pun langsung membalas lambaian tangan tersebut, sebelum akhirnya cowok itu berjalan untuk masuk ke kelas barunya, XII Bahasa 1 bersama dengan Azka. Untuk Eka dan Erland masuk ke kelas XII Bahasa 2. Tadi waktu membaca pengumuman di mading, Rangga sempat melihat nama Eka dan Erland.
XII IPS 1 adalah kelas baru Nitha. Dia duduk di bangku tengah nomor 2 yang kebetulan masih kosong. Di kelas sudah ada beberapa siswa yang datang. "Kita sekelas lagi ya," ucap Nitha sambil menaruh ranselnya di laci meja.
"Alhamdulillah sih, kalau aku gak ada kalian berdua rasanya kesepian. Mana aku gak terlalu kenal semua anak IPS lagi," kata Dina sambil duduk di sebelah Nitha.
Fina duduk di bangku belakang Nitha dan Dina. "Oh ya, denger-denger anak Kakaknya Rangga udah lahir ya? Gimana kabarnya?" tanya Fina.
"Alhamdulillah udah. Ibu sama anaknya sehat," jawab Nitha.
"Sebenarnya aku pengen jenguk, tapi takut gak sempet. Mana uangku udah mau kepakai semua, gak enak kalau ke sana gak bawa apa-apa," ujar Fina.
"Gak apa-apa kok Fin, entar kalau sempet kamu bisa ke sana kok. Urusan buah tangan mah gampang, gak usah mahal-mahal yang penting ikhlas," kata Dina.
Nitha menangguk—menyetujui perkataan Dina. "Oh ya Din, ngomong-ngomong siapa nama anaknya? Aku belum tahu," tanya Nitha.
"Mazhew Adrian Refeno. Panggilannya Mazhew," jawab Dina.
"Bagus namanya," ucap Nitha dan Fina hampir bebararengan.
☆。゚。☆
Lapangan basker SMA Abinegara sedang dipenuhi oleh murid-murid dari XII Bahasa 1 dan XII Bahasa 2—yang kebetulan jadwal olahraga mereka sama.
Terlihat, siswa dan siswi sedang beristirahat saat penilaian permainan bola basket telah selesai dilaksanakan. Namun, lain halnya dengan Erland, Eka dan Rangga, ketiga anak manusia itu sedang semangatnya bermain bola basket. Sedangkan Azka? Cowok itu bagian menontonnya saja.
"Nih rasain! Pukulan... Ronaldowati!!!" seru Eka bersemangat sambil melambungkan bola basket tersebut ke dalam ring.
"Woi Ka! Sejak kapan Ronaldowati main basket?" teriak Erland.
Hap! Bola basket yang dilempar Eka berhasil masuk ring. Eka bersorak ria. Cowok itu mengelap keringatnya dengan pungggung tangan, lalu mengambil air minum dan meneguknya.
"Lanjut main gak nih?" seru Eka bertanya.
"Istirahat dulu! Capek gue!" sahut Rangga seraya mengambil air minum lalu meneguknya.
Rangga berjalan ke tepi lapangan—hendak mengambil handuk untuk mengelap keringat di dahi dan tangannya. Tanpa ada yang menyadari, cincin pernikahannya terjatuh saat dia mengelap keringat di punggung tangannya.
"Hei kalian! Bawa ke sini bola basketnya lagi!" suruh Pak Arvin—sang guru olahraga kepada Rangga, Erland, dan Eka.
Ketiganya pun mengembalikan bola basket tersebut kepada Pak Arvin. Setelah itu, guru olahraga yang terkenal paling tampan diantara seluruh guru SMA Abinegara—menyuruh murid-muridnya untuk berkumpul kembali. "Kalian semua bisa kembali ke kelas masing-masing. 20 menit ini, kalian free," ucap Pak Arvin.
Seluruh murid bersorak senang. Mereka pun cepat-cepat kembali ke kelas mereka. Begitu juga dengan Rangga, Azka, Erland, dan Eka.
☆。゚。☆
Sepulang sekolah, Isya—gadis itu tak langsung pulang ke apartemennya. Dia sedang duduk dipinggir lapangan basket sambil sesekali memainkan bola basket dengan tangannya. Hari ini dia merasa kesal. Kenapa? Karena dia tak lagi sekelas dengan Rangga—orang yang dia cintai.
XII Bahasa 3, itu kelasnya sekarang. Dia menyesal baru mencintai Rangga sekarang. "Rangga, gue suka sama lo, dan gue pengen dapetin lo. Tapi... lo punya istri," gumam Isya.
Merasa bosan, dia akhirnya memutuskan untuk bermain bola basket. Isya memang tak jago bermain bola basket. Setiap kali bola yang dilambungkannya selalu gagal masuk ring. Kalau pun berhasil, itu hanya keberuntungannya saja.
Isya membanting bola basket itu ke sembarang arah dengan kesal. Gadis itu melepaskan tas yang sejak tadi berada di punggungnya ke tengah lapangan. Dia menghembuskan napas kasar. Isya tak boleh diam saja. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Meski itu sudah menjadi milik orang lain.
Manik mata milik Isya tak sengaja menangkap sebuah cincin yang tergeletak di tepi lapangan basket. Gadis itu menyernyit dalam—merasa tak asing dengan cincin tersebut. Dengan rasa penasarannya Isya berjalan mendekat dan mengambil cincin perak itu. Ah! Dia ingat sekarang. Itu adalah cincin pernikahan Rangga dan Nitha.
Isya merasa kesal melihat cincin ini. Ingin rasanya dia membuang cincin perak ini jauh-jauh. Namun ketika melihat nama Anitha Yulio terukir kecil di cincin tersebut, Isya melupakan niatnya tadi. Berarti, cincin ini milik Rangga? batin Isya.
Isya tersenyum puas. Ada gunanya juga ni cincin, pikirnya. Isya mengantongi cincin itu, dia mengambil tasnya lalu berjalan menuju kelas Rangga.
☆。゚。☆
Sejak tadi, Rangga terus mondar mandir keliling kelas untuk mencari sesuatu. Teman-temannya yang melihat pun merasa kebingungan dengan tingkah cowok itu.
"Cari apa sih?" tanya Erland akhirnya.
Rangga menoleh ke arah teman-temannya sekilas. "Cincin gue ilang," ucapnya.
Azka, Erland, dan Eka terkejut mendengar ucapan Rangga. "Cincin pernikahan lo?" tanya Eka tak percaya.
"Iya lah, apa lagi," balas Rangga.
"Kok bisa ilang?" heran Azka.
"Nggak tahu, tadi cincinya masih ada di jari, sekarang gak ada," ujar Rangga.
"Emang terakhir lo lihat kapan?" tanya Azka.
Rangga menghentikan aktivitasnya sejenak, cowok itu tengah berpikir. "Kalau nggak salah, sebelum pelajaran olahraga tadi," jawab Rangga.
"Berarti cincinnya jatuh di lapangan basket," celetuk Eka.
Erland menjentikkan jarinya. "Bisa jadi!"
Rangga pun bergegas menuju lapangan basket, namun langkahnya terpaksa berhenti karena seorang gadis berada di depan kelasnya sekarang.
"Em... kamu lagi nyari cincin kamu yang hilang ya?" tebak gadis yang dihadapannya. Tak lain dan tak bukan si gadis pemilik mata violet—Isya.
"Kok Anda tahu?" tanya Rangga.
Isya memberikan cincin tersebut kepada Rangga. "Ini cincin kamu. Aku temuin tadi di lapangan basket. Ada nama Nitha di situ, kupikir ini milik kamu," ujarnya.
Rangga menyodorkan tangannya ke arah Isya--berniat mengambil cincin tersebut. Isya pun memberikannya. Rangga lega karena cincin itu sudah ditemukan. "Thanks, udah nemuin cincin saya," ucapnya.
"Iya sama-sama. Kalau gitu, aku pamit pulang dulu." Isya berbalik.
Rangga tak langsung memakai cincin tersebut. Dia meletakkan cincinya itu ke dalam saku baju.
"Udah ketemu?" tanya Azka.
Rangga mengangguk.
"Tapi... gimana ceritanya cincin lo bisa jatuh?" tanya Erland.
"Udah gak usah dipikirin, yang penting cincin gue udah balik," balas Rangga.
Erland mengangguk. Tanpa sengaja, pandangannya bertemu dengan sosok Nitha yang bersembunyi di balik tiang koridor. Sedang apa cewek itu di sana? pikirnya. Saat ia akan menoleh ke arah tiang koridor kembali, Nitha sudah tak ada. Erland menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Apakah dia sedang berhalusinasi sekarang?
☆。゚。☆
Setelah mengembalikan buku Bu Sarah yang tertinggal di kelas saat mengajar tadi, Nitha dan teman-temannya memutuskan untuk segera pulang. Namun tiba-tiba, niat Nitha terurungkan karena dia sedang melihat Isya dan Rangga berinteraksi di depan kelas XII IPS 1.
"Kalian duluan aja ya, nanti aku nyusul," ucap Nitha kepada teman-temannya.
"Eh kamu mau ke mana?" tanya Dina.
"Bentar doang kok, kalian duluan aja ya," mohon Nitha.
"Tapi—"
"Please."
Fina menghela napas. "Ya udah... kita duluan. Tapi jangan lama-lama ya!" ucapnya.
Nitha mengangguk. Setelah temannya pergi, gadis itu berjalan mendekat untuk mengetahui apa yang terjadi. Dia bersembunyi di balik tiang koridor yang cukup besar.
"Thanks, udah nemuin cincin saya," ucap Rangga kepada Isya.
Tunggu... cincin? Apakah cincin pernikahan milik Rangga sempat hilang?
"Iya sama-sama. Kalau gitu, aku pamit pulang dulu," ucap Isya, gadis itu pun berbalik.
"Udah ketemu?" tanya Azka.
Rangga mengangguk.
"Tapi... gimana ceritanya cincin lo bisa jatuh?" tanya Erland.
"Udah gak usah dipikirin, yang penting cincin gue udah balik," balas Rangga.
"Jadi bener, cincin milik Rangga sempet hilang?" gumam Nitha.
Nitha terkejut kala mata Erland sedang memandangnya saat ini. Dengan cepat, gadis itu menyembunyikan tubuhnya di balik tiang koridor ini. Untunglah tiang koridor ini cukup besar.
Setelah keempat orang itu pergi, Nitha menghela napas. Kenapa rasanya ketika melihat Rangga dan Isya mengobrol seperti itu dia sedikit tidak suka ya? Apakah dia sedang cemburu saat ini?
☆。゚。☆
"Maafin aku ya Ita, aku lama jemput kamu," ucap Rangga ketika melihat Nitha sedang duduk di koridor depan kelas XII IPS 1 sendirian.
"Iya nggak apa-apa," sahut Nitha.
"Dina sama Fina mana?" tanya Rangga.
"Udah aku suruh pulang," jawab Nitha dan Rangga hanya mengangguk saja.
Rangga mengeluarkan cincin pernikahannya lalu menunjukkannya ke hadapan Nitha. "Pakein dong, cincin aku tadi... sempat hilang," ujar Rangga.
"Aku udah tahu. Maaf aku gak sengaja lihat percakapan kamu sama Isya," balas Nitha.
Rangga terkejut mendengarnya. "Em... kamu nggak salah paham kan?" tanya Rangga hati-hati.
Nitha tersenyum geli. "Nggak kok Angga... orang cuman balikin cincin doang. Seharusnya aku berterima kasih sama Isya karena udah nemuin cincin kamu," jawab Nitha.
Rangga membalas senyuman Nitha. "Gih pakein," pintanya lagi.
Nitha segera mengambil alih cincin Rangga dari tangan sang pemilik. Gadis itu memegang lengan besar Rangga lalu memakaikan cincin tersebut ke jari manis suaminya. Sesuai dengan perintah cowok itu.
"Ayo pulang!" ajak Rangga yang diangguki oleh Nitha.
Ayo bintangnya teman!