FOLLOW DULU DONG🤩
HAPPY READING..
Ceklek
"Gara," ujar Vira ketika Raga memasuki ruang inapnya.
"Kenapa bisa gini sih?" tanya nya dengan nada sok merajuk.
Vira mendengus kesal, "Nadanya biasa aja kalik, lo mah dateng dateng langsung marah, gue kangen, ga mau peluk atau apa gitu kek,"
Raga tersenyum jahil, "Apa? kangen? gue ga salah denger nih?" jawabnya dengan menaik turunkan alisnya, bermaksud untuk menggoda wanita didepannya itu.
"Ah tau ah, gue marah,"
"Acielah, tuan putri marah nih, jangan marah dong, cantiknya ilang nanti,"
"Bodo amat," jawab Vira dengan membuang wajahnya kearah lain.
"Beneran mau marah sama gue? nih liat gue bawa apa?"
Sontak Vira pun menoleh kearah tangan Raga yang membawa satu paperbag berisi makanan favorite wanita itu.
Senyum Vira langsung mengembang ketika melihat paperbag itu. "Garaaa!!!! lo masih inget makanan favorite guee??" tanya nya dengan histeris.
"Masih donggg, sekarang mau maafin gue ga?" tanya nya dengan alis yang sengaja dinaik turunkan kembali.
Tanpa menjawab, Vira menubruk setengah badan tegap milik Raga karna dirinya yang masih di brankar, sedangkan Raga berdiri di sebelah brankar tersebut. Memeluknya dengan erat, dan jangan lupakan senyuman yang dari tadi masih belum luntur.
Raga senang melihat Vira bahagia. Niatnya kesini memang ingin menghibur wanita itu. Dan berhasil, sekarang Vira seolah melupakan sejenak masalahnya, Raga yang melihat itu juga ikut bahagia.
Mengacak pelan rambut Vira dengan gemas, "Uh gemasnyaa, udah itu dimakan gih. Nih gue taruh ke piring dulu ya,"
Vira mengangguk dengan sumringah.
"Pelan pelan dong,"
"Sumpah, gue udah lama banget ga makan ini, dan akhirnya gue bisa makan ini lagi. Rasanya masih sama ya, sama sama enak," ujar Vira dengan nada yang ceria serta sesekali mengunyah makananya.
Raga terkekeh, "Yakali beda Ven Ven,"
"Btw thanks yaa udah bawain ini buat gue,"
"Ah lo kayak sama siapa aja, santai aja kalik,"
Vira tersenyum lantas melanjutkan makan nya dengan lahap.
"Oh ya, lo gabakal balik ke kanada lagi kan?"
"Mmm, gatau juga, kuliah gue sih udah lulus, cuman kerjaan gue disana masih ada,"
Vira mengangguk mengerti.
Tanpa keduanya sadari, diluar, Arga mendengarkan dan melihat semua yang dilakukan adiknya dengan istrinya di dalam, hatinya seperti ditusuk oleh seribu pisau. Ternyata, Vira lebih bahagia dengan adiknya. Tanpa aba-aba Arga pun masuk dan langsung menghajar Raga tanpa ampun hingga tubuh Raga babak belur.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
"ARGA!" teriak Vira ketika Arga terus membabi buta Raga.
"ARGA STOPP!" teriakan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Arga pun langsung berhenti memukuli Raga dengan nafas yang tidak teratur.
Dengan pelan, Vira turun dari brankar dan membantu Raga untuk bangun dan duduk di sofa.
"Kamu apa apaan sih?"
"Kamu yang apa apa an! kamu masih punya suami, ga baik berduaan sama cowok lain!"
"Suami?" Vira terkekeh pelan.
"Setelah ini kita gaada hubungan apa apa! ingat itu!"
"Dan lagi, ga baik kan berduaan sama cowok lain? kalo gitu apakabar sama kamu yang bermesraan sama Raina didepan aku hm?" lanjutnya.
"Ak---"
"Udah cukup, sekarang keluar!" ujarnya dengan menunjuk pintu keluar ruangan ini.
"Enggak! aku gamau keluar, ini ruangan istri aku kan? jadi berhak dong aku nemenin istri aku disini?"
Memejamkan matanya sebentar dan menghela nafas lelahnya.
"Aku bukan istri seorang pembunuh seperti kamu,"
"Jadi, silahkan keluar dari ruangan ini, Arga Atkindson!"
Tanpa persetujuan dari Vira, Arga langsung memeluk wanita didepan nya, sedangkan Vira, ia memberontak melepaskan pelukan itu.
"Argaaa! Akhhh! L-lepasin, s-sakittt!"
Sontak Arga melepaskan pelukan itu, dan ia melihat darah di sekitar baju bagian depan perut yang dipakai oleh Vira hari ini.
Dengan tangan yang memegang perut, Vira menangis sembari menahan rasa sakit yang sangat amat ia rasakan dibagian jahitan bekas sesar kemarin.
Tanpa aba-aba Arga membopong tubuh Vira dan membawa ke ruang khusus milik pria itu, meninggalkan Raga sendiri di ruang inap dengan lebam serta darah yang berada di sekitar mulutnya.
------
"Hero Arga Lecester Atkindson!" panggil ayah Wisnu pelan tetapi terdengar mengerikan ditelinga siapapun.
"Kamu apain lagi anak saya? kamu belum puas liat Vira sakit kaya gini?"
"Masalah Revan saja dia masih belum bisa lupa,"
"Dan sekarang dengan seenaknya, kamu berulah lagi,"
"Mau kamu apa sih?"
Arga benar benar terlihat frustasi sekarang. Sungguh, ia tidak berniat untuk membuat Vira menjadi seperti ini. Tetapi karna lepas kendali, Arga melakukan itu semua hingga Vira masuk ruangan operasi lagi untuk tindakan yang lebih bagus dari sebelumnya.
Ingin menjawab pertanyaan sang mertua, tetapi lidahnya kelu. Meskipun ia akan menjawab, mungkin tidak akan dianggap oleh Wisnu dan Nia. Karna mereka sudah tidak ingin mendengarkan penjelasan dari Arga.
Sedangkan orang tua Arga, hari ini ingin menjenguk Vira bersama sama. Tetapi karna bertemu anak serta besan nya disini, membuat mereka urung untuk melanjutkan jalanya.
Setelah cerita yang keluar dari mulut Nia, Desi serta Demian benar benar memohon untuk meminta maaf kepada besan nya. Akibat anaknya, keluarga Addison sekarang menderita. Apalagi putri tunggal mereka.
Ceklek
Pintu terbuka sempurna menampilkan dokter dengan pakaian khas operasi.
"Gim---"
"Gimana kondisi putri saya dok?"
Ketika Arga ingin bertanya kepada dokter yang menangani Vira didalam, ayah Wisnu langsung memotong nya. Arga menghela nafas sebentar, ia tau jika ayah mertuanya ini sangat kecewa padanya.
"Alhamdulillah, kondisi pasien sudah membaik. Hanya jahitan bekas sesar kemarin sedikit robek, tetapi sudah ditangani, dan sekarang pasien sedang beristirahat terlebih dahulu. Bisa dijenguk saat sudah berada di ruang inap,"
"Alhamdulillah," Ucap semua yang berada disana dan menghela nafas lega.
"Arga, bisa ikut papa sekarang?"
Arga mengangguk lantas mengikuti langkah papa Demian dari belakang.
Keduanya saat ini sedang berada di ruang khusus untuk keluarga Atkindson. Ruangan ini banyak orang yang tidak tahu. Karna tempatnya berada di pojok, jauh dari ruangan lainya.
"Gimana hubungan kamu sama Vira dan Raina?"
Menghela nafas sebentar sebelum menjawab.
"Raina pergi ninggalin Arsen seperti yang papa tau. Sedangkan Vira, dia masih gamau maafin aku,"
"Lebih baik cari babysitter buat Arsen, biar ada yang ngurus dia. Karna tidak mungkin mamamu yang akan mengurus Arsen sendirian,"
Arga mengangguk menjawab pertanyaan Demian.
"Terus masalah perusahaan gimana?"
"Penurunan drastis dari bulan lalu. Ditambah aku yang jarang kekantor sekarang,"
"Pokoknya jangan sampai lalai dalam urusan kantor,"
Lagi lagi Arga hanya mengangguk untuk menjawab sang papa.
"Urusin Arsen dengan baik, Arga. Meskipun ibunya seperti itu, tetaplah menjadi ayah yang bertanggung jawab untuk Arsen," Ujar Demian sembari menepuk pelan bahu sang anak.
Arga mengangguk lalu memijit pelan keningnya.
"Yaudah, papa pergi dulu. Perjuangin Vira kembali jika memang kamu masih cinta sama dia. Jangan jadi laki laki brengsek lagi, cukup buat kami kecewa satu kali, jika kamu mengulanginya , pintu maaf kami tidak akan terbuka untukmu," Ujarnya tegas dengan menepuk kembali bahu sang anak, dan pergi dari ruangan itu meninggalkan Arga yang hanya dian seribu bahasa.
-------
"B-bunda?"
Bunda Nia yang sedang fokus makan bersama ayah Wisnu di sofa ruang inap Vira pun menoleh.
"Alhamdulillah akhirnya kamu sudah sadar sayang," Ujar bunda Nia dan berjalan menuju kearah brankar Vira.
"Awsh," Ringis Vira ketika dirinya ingin duduk.
"Sayang, apanya yang sakit?"
"Perut aku bun sakit banget," Ujarnya dengan sesekali meringis.
"Udah jangan duduk dulu, sini bunda elusin," Ujar bunda Nia dan mengelus pelan perut sang putri.
"Bun? sekarang Revan dimana ya kira kira?"
Bunda Nia tersenyum, tetapi hatinya merasa kasihan dengan Vira. Anaknya selama ini sudah menderita dengan Arga. Ini semua salahnya yang menjodohkan Vira dengan Arga. Sungguh, miris sekali hidup Vira saat ini.
"Dia sudah tenang di surga sayang, kamu doain ya dari sini, bunda yakin kalo anak bunda pasti kuat, udah dong jangan nangis," ujarnya dengan menghapus air mata Vira ketika air mata anaknya itu turun membasahi pipinya.
"V-Vira jahat ya bun sama Revan?" ucapnya dengan sesegukan.
"Siapa bilang kalo kamu jahat? malah yang ada Revan itu bangga punya bunda Vira yang kuat, cantik lagi," ujarnya diakhiri kekehan untuk menghibur Vira agar tak kepikiran dengan anaknya lagi.
Memang akhir akhir ini Vira selalu melamun dengan tatapan kosong memikirkan anaknya. Dan itu semua membuat bunda Nia dan ayah Wisnu pusing sekaligus kasihan melihat Vira yang seperti ini.
"Udah dong sayang jangan nangis lagi, jangan sedih lagi. Kalo Revan disana lihat bundanya sedih jadi ikutan sedih lo nanti dia, kamu mau kalo Revan disana sedih?"
Vira menggeleng,
Bunda Nia langsung memeluk putri kesayanganya itu, dan mengelus pelan punggung sang anak yang sekarang mungkin sedang rapuh rapuhnya.
"Eh ayah kok ga diajak pelukan sih, ayah marah ah," Ujarnya dengan nada sok merajuk dan membuang wajahnya ke samping.
Bunda Nia dan Vira tertawa melihat ayah Wisnu yang sok merajuk dengan wajah yang masih terlihat galak itu.
"Ayah udah tua ga sadar diri ya bun," ujar Vira akhirnya yang mulai bisa melupakan percakapan tentang Revan tadi.
Bunda Nia terkekeh, "Iya ya, udah berumur masih aja begitu,"
Ayah Wisnu lagi lagi mendengus kesal, dan mendekati dua wanita kesayanganya lantas memeluknya dengan erat.
Ketiga orang itupun seperti menyalurkan kerinduanya masing masing, yang akhir akhir ini memang jarang bertemu.
TBC
FOLLOW AUTHOR DONGG BIAR LEBIH SEMANGAT NULISNYAAA
JANGAN LUPA VOTEE💗