Autism Opens the World

By Rinkichirika00

3.2K 1.6K 4.5K

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA(◍•ᴗ•◍)❤ "Tutup telinga adalah jalan ninjaku, anggap saja semuanya hanya angin... More

🍩PROLOG
1. Nao
2. Membenciku?
3. Oma Berkunjung
4. Kejadian Itu
5. Nao atau Kulkas?
6. Sepuluh Menit Lagi
7. Teman baru
8. Kantin ko sepi?
9. Nilai Sempurna
10. Rak Buku
11. Nao Menangis?
13. Penguntit
14. Siapa di sana?
15. Izin sakit
16. Agam Panik
17. Mereka Tertawa?
18. Tulisan di Papan Tulis
19. Adu Mulut
20. Luka Lama
21. Sedikit Ancaman
22. Challenge
23. Status Baru
24. Salah Paham
25. Salah Paham atau Kebenaran?

12. Siska

55 29 163
By Rinkichirika00

.
.
.

Hepi riding💛🎉

Awan putih bergerak lambat di langit biru, mentari memancarkan cahaya cerah di pagi ini. Burung-burung berkicau di pepohonan yang rindang di sekeliling lapangan sekolah menengah atas. Lapangan itu tampak lengang, tidak ada aktivitas lain selain petugas kebersihan yang sedang menyapu daun-daun yang berguguran.

Siswa-siswi SMAN 1 Nusantara tengah fokus dengan materi-materi yang disampaikan oleh guru di depan kelasnya masing-masing. Termasuk kelas X IPA 2.

Sudah setengah jam pelajaran Bu Rika menjelaskan materi yang ada di papan tulis. Tanpa lelah Bu Rika membahas satu persatu contoh soal dan cara penyelesaiannya. Murid kelas X IPA 2 mendengarkan dengan seksama, ada sesekali murid yang bertanya dan dengan sigap Bu Rika menjelaskan hingga murid itu paham. Kecuali sosok pria bernama Agi, ia tengah sibuk menggali harta karun dari lubang hidungnya, tanpa berniat memahami materi yang disampaikan Bu Rika di depan sana. Adegan di atas hanya dilakukan oleh orang yang sudah profesional, ya.

Tok! Tok!

Ketukan pintu terdengar nyaring, membuat seisi kelas teralihkan dan langsung menatap ke arah pintu. Begitupun dengan Nao, ia penasaran siapa sosok di balik pintu.

“Masuk,” titah Bu Rika.

“Permisi, Bu.” Pintu yang semula tertutup kini terbuka perlahan, menampilkan sosok pria setengah baya yang masuk dengan seorang gadis.

“Maaf, Bu, mengganggu waktunya sebentar. Sekolah kita kedatangan murid baru, kebetulan kelas X IPA 2 kekurangan jumlah murid jadilah saya memasukkannya ke kelas ini,” pria yang menjabat sebagai kesiswaan itu menjelaskan.

“Oh begitu, Pak. Silahkan perkenalkan diri terlebih dahulu agar teman-teman tahu namanya,” ujar Bu Rika ramah.

Gadis itu pun melangkah menghadap ke seluruh murid kelas X IPA 2, ditatapnya wajah satu persatu murid yang ada di sana.

“Perkenalkan nama aku Siska Amalia, aku pindahan dari Bali.” Gadis bernama Siska itu memperkenalkan diri dengan senyum yang terus mengembang. Kemudian Bu Rika menyuruhnya duduk di bangku kosong yang kebetulan berada di belakang Nao.

Siska berjalan menuju kursi yang dimaksud, saat melewati meja Nao matanya tak sengaja bertemu dengan mata Nao. Tatapan berlangsung beberapa detik sebelum Nao beralih menatap ke arah Bu Rika.

Siska duduk tepat di belakang Nao, terdengar bisikan siswi yang mulai menggosip kedatangan Siska.

Pembelajaran dilanjutkan setelah guru kesiswaan itu pamit kembali. Dan murid baru bernama Siska sudah langsung ikut belajar di mata pelajaran Bu Rika.

Siska terus mengamati Nao dari belakang, nampaknya ia tidak asing dengan wajah Nao. Seperti pernah bertemu. Tetapi kapan?

***

Seperti biasa Nao hanya duduk sambil menulis di belakang bukunya. Kelas mulai sepi, karena bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu.
Menyisakan Nao dan Siksa yang duduk di belakangnya.

Siska berdehem singkat sebelum akhirnya menyentuh bahu Nao dengan telunjuknya dari belakang.

Siska berkata, “Nama kamu siapa? Aku Siska.” Tangannya ia tarik kembali setelah Nao menoleh.

“Nao,” jawab Nao simpul. Ia berkutat lagi dengen bolpoinnya.

Bibir Siska membulat membentuk huruf O. Tidak lama Mey dan Agi memasuki kelas dengan membawa sekeresek gorengan yang dibelinya di kantin dengan dua botol air mineral.

Tanpa disuruh Mey langsung duduk di sebelah Nao, dan Agi di depan Nao.

“Hai, anak baru!” Agi antusias menyapanya dengan melambaikan tangannya.

Siska mengangguk dengan senyum.

Mey meletakkan gorengnya di atas meja Nao, sesekali ia melirik ke arah Siska, lalu tersenyum.

Siska yang semula duduk diam di belakang Nao kini bangkit, ia berjalan keluar kelas menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh muka.

Tibanya di lorong kamar mandi Siska bertemu dengan Ziva yang saat itu baru keluar dari bilik toilet. Tatapan mereka bertemu.

“Ziva.”

Ziva melihat Siska dari atas sampai bawah, kemudian berkata, “siapa, lo?”

Siska memutar bola matanya malas. “Ck, gue Siska. Tempat curhat lo lewat 'Dm' Instagram.”

Saat pikirannya mengingat seseorang yang dimaksud Ziva menutup mulutnya yang menganga tidak percaya dengan telapak tangan, detik berikutnya ia memeluk Siska.

Pelukan itu disaksikan oleh banyak pasang mata yang lewat keluar masuk ke toilet.

“Lo kesini kapan?” tanya Ziva melepas pelukannya.

“Udah seminggu yang lalu, sih. Ayah pindah kerja ke Surabaya lagi,” jelas Siska.

“Kalo gitu, ayo ikut gue. Gue mau cerita banyak sama lo secara langsung!” Ziva menarik tangan Siska dengan kasar dan tergesa. Ia berlari kecil menuju taman belakang dengan Siska yang terus menyeimbangi langkahnya.

Keduanya berlari kecil melewati koridor kelas X, karena taman belakang berada tepat dibalik gedung kelas X.

“Pelan-pelan, Ziva!” teriak Siska karena tangannya yang dicekal kuat oleh Ziva kini terasa sakit.

Sampai akhirnya langkah mereka terhenti mendadak karena Agam keluar dari kelas X yang Ziva yakini itu kelas adiknya, Nao.

“A–Agam,” Ziva terbata menyapa Agam, tangannya bergerak cepat melepaskan lengan Siska disampingnya.

“Ya? Kenapa?” Agam menoleh menghadap Ziva, ia tersenyum ramah.

“Kamu ngapain ada di kelas X?” tanya Ziva yang dibalas senggolan kecil di lengannya.

Ziva menoleh ke arah Siska, ia mengerutkan keningnya sebagai respon karena lengannya disenggol.

“Itu kelas gue,” cicit Siska berbisik di telinga Ziva.
Mata Ziva seketika membulat, tetapi sedetik kemudian ia tersenyum. Ia menoleh lagi ke arah sang pujaan hatinya, Agam masih setia berdiri di depannya.

Ketika mulut Ziva terbuka ingin berbicara lagi, seorang gadis keluar dan langsung berdiri di samping Agam. Jadilah Ziva urung untuk berbicara lagi.

“Ini, abis jemput adek gue. Tadi pagi kita nggak sempet sarapan, gue mau ajak dia makan di kantin,” tutur Agam. Ia mengusap lembut pucuk kepala sang adik. “Ayo, Na,” lanjutnya, kemudian berlalu meninggalkan Ziva dan Siska yang menatap kepergian mereka dengan cengo.

***

Agam merangkul pundak Nao sepanjang koridor menuju kantin, banyak pasang mata yang menatap mereka dengan iri.

Tibanya di kantin Agam langsung memesan dua piring nasi goreng pada ibu kantin yang sudah separuh baya.

Nao duduk di kursi kosong di pojok kantin. Bisik-bisik tetangga mulai terdengar. Wajahnya yang cantik membuat siapapun kagum pada Nao, ditambah lagi kedekatannya dengan Agam yang menjadi idola sekolah. Fakta tentang Agam dan Nao adalah kakak beradik belum menyebar luas, hingga beberapa dari mereka mengira bahwa Nao adalah kekasih Agam.

Nao menopang dagunya dengan sebelah tangan, satu tangan yang lainnya ia gunakan untuk menggeser layar ponsel yang dipegangnya.

Detik-detik kosong ia gunakan untuk membaca satu-persatu pesan yang masuk lewat akun media sosialnya. Mendadak ia seperti artis, banyak yang mengatakan mereka nge-fans pada Naomi.

Nao memutar bola matanya malas, itu sudah biasa setiap harinya, Nao hanya membaca tanpa berniat membalasnya. Ia terus menggulir beranda chatting ke bawah, dari atas sampai bawah pesan yang masuk tidak jauh dari kata 'aku suka sama kamu, kamu cantik. Kita temenan, ya?’ seperti itulah kebanyakan.

Sampai pada saat jarinya menekan tombol home, ada satu notifikasi masuk dari akun tanpa foto. Nao yang penasaran kemudian membukanya.

“Jangan mentang-mentang lo cantik terus lo seenaknya sama cowok gue.” Nao membaca pesan itu dalam hati.

Nao memutar otaknya untuk menemukan siapa pemilik akun tanpa foto ini, dan siapa laki-laki yang dimaksudnya? Sejak kapan ia berteman dengan laki-laki yang sudah punya pacar? Kecuali ... Agi.

***

Sesampainya di taman belakang, Ziva dan Siska duduk di kursi panjang berwarna putih.

Ziva berkata pelan jika tadi yang mereka temui adalah Agam yang sering ia ceritakan pada Siska. Dan Siska yang mendengarnya dibuat sesak napas.

Pantas saja Ziva tergila-gila pada Agam, ternyata laki-laki yang dimaksud adalah titisan pangeran. Wajahnya yang tampan juga sikapnya yang ramah, benar-benar meluluhkan hati para wanita.

“Gue mau dia,” rengek Ziva. “Bantuin gue, Siska!” Ziva mengguncang lengan Siska.

“Iya, iya, bantuin gimana?”

Ziva menoleh kanan dan kiri, melihat tidak ada orang ia langsung berbisik, “bantuin gue singkirin dia.”

Siska menatap Ziva bingung, apa maksud dari perkataan Ziva?

"Dia? Siapa?" tanya Siska dengan kening berkerut.

Ziva menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga. "Lo seriusan'kan satu kelas sama cewe yang tadi jalan sama Agam?" tanyanya.

"Nao, maksud lo?"

“Oke, gue serahin ke lo, ya. Munggu depan gue mau ujian, selamat bersenang-senang adik sepupu!”

Ziva berlalu dari hadapan Siska yang melongo menatap kepergiannya. Ia dibuat bingung dengan sikap Ziva, apa yang harus ia lakukan sekarang?

***

JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE, DAN KOMEN YA!

JANGAN LUPA JUGA SHARE KE TEMEN-TEMEN><

POKOKNYA BACA TERUSS KELANJUTANNYAAA!!

Continue Reading

You'll Also Like

99.3K 7.5K 23
Menikah dengan 'dia' adalah hal yang sama sekali tidak pernah ada di pikiran Salsa maupun Lian. Kedua nya sudah menjadi musuh bebuyutan sedari kecil...
My sekretaris (21+) By L

General Fiction

1.5M 10K 24
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra
183K 13.9K 31
Apa yang kalian dengar dan lihat jika ada santri baru? Kenakalan? Yah, sama halnya dengan santri baru ini. Nakal sudah mendarah daging ditubuhnya, ta...
1.7M 68.2K 44
"Dia siapa?" "Lo cuma milik gue, paham?" Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan. Siapa sangka...