Kalian bacanya jam berapa nih?
Happy Reading...
🌺🌺🌺
Melewati pukul dua malam, Taehyung masih terjaga belum bisa memejamkan matanya. Dia menyampingkan tubuhnya agar bisa menghadap Sohyun sepenuhnya.
Guratan lelah tergambar jelas dilekuk wajah istrinya itu. Semakin lama memandangi wajah itu membuatnya mengingat kenangan masa kecil mereka.
Dia tidak percaya peri hujan yang selalu digambarkan dengan wanita cantik dengan gaun indah yang datang saat hujan turun. Tapi masa kecilnya percaya pada peri musim gugur yang berlari kecil tanpa alas kaki diatas maple yang mengering dengan gaun indah dan rambut panjang yang bergerak kesana kemari. Tapi saat ini juga gadis itu menghancurkannya. Mana ada peri yang memiliki wajah dingin tanpa senyum. Setidaknya cobalah tersenyum agar dia bisa memastikan jika benar peri musim gugur nya itu wanita yang kini tidur dihadapannya.
Mereka tidak memiliki banyak kenangan yang indah bahkan dia sempat melupakan kenangan itu tapi kenapa untuk pertama kalinya hati menghangat mengingat gadis kecil yang dia kenang sebagai peri musim gugur nya.
"Banyak yang ingin aku katakan tapi dinding itu selalu menghalangi saat aku mencoba mengatakannya. Aku melihat jelas penolakan dari matamu saat aku menghawatirkan mu. Saat itu aku berkata jujur pada dirimu dan pada diriku sendiri."
"Kau gadis dingin yang keras kepala sebenernya tembok apa yang kau gunakan? Kenapa begitu sulit bagimu untuk sedikit membuka cela agar aku bisa memahamimu. Setidaknya aku bisa mengerti dirimu yang sesungguhnya."
"Banyak alasan kenapa aku menentang mu ini bukan hanya soal Jeon Taewoo tapi juga soal Jeon Jungkook. Kau dan Jungkook. Sekedar memikirkannya saja membuatku marah."
Taehyung memilih memejamkan matanya. Menyudahi perdebatan batin yang berakhir kembali membakarnya. Lebih baik dia tidur karena hari ini sangat melelahkan untuknya dan dia hanya berharap besok semua akan jauh lebih mudah.
.
.
Dipagi harinya Sohyun terbangun dengan mengutuk dirinya sendiri. Apa dia sedang mabuk semalam? Dia bahkan tidak menyentuh alkohol sama sekali bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu. Lihatlah Han Sohyun kau bangun tanpa sehelai benang ditubuhmu.
Dia melirik tempat tidur disebelahnya yang sudah kosong. Rasanya dia ingin menghilang. Setidaknya menghilang dari hadapan Taehyung. Apa yang harus dia katakan? Apa yang harus dia lakukan? Seperti apa dia harus menghadapi Taehyung nanti?
Kau membuat kesalahan besar. Sangat besar.
Sohyun bergabung dengan Taehyung dimeja makan. Pria itu meliriknya saat dia menarik kursi dihadapan Taehyung lalu kembali fokus pada tablet ditangannya saat Sohyun turut meliriknya.
Lebih dari kata canggung yang menyelimuti mereka. Bercinta ataupun tidak, tidak menghapus ingatan bahwa mereka bertengkar semalam.
Dia tidak bisa mengikuti apa yang Taehyung inginkan. Delapan belas tahun dia menunggu untuk bisa menghancurkan Taewoo dengan tangannya sendiri sekalipun Taehyung menentangnya dia tidak akan mundur.
Sohyun meraih sumpit disebelah mangkuk makanannya. Dia tidak lapar ataupun memiliki selera makan tapi dia tetap menyuap makanan kedalam mulutnya. Tanpa memperdulikan Taehyung yang terlihat sibuk dengan tabletnya.
Tak lama Taehyung menyingkirkan tabletnya. Hanya air putih yang masuk ketubuhnya pagi ini. Tanpa menyentuh sedikitpun sarapannnya. "Aku akan berangkat sekarang. Kau ingin ikut?"
"Tidak. Kau pergi duluan saja," tolak Sohyun cepat.
Terkadang mereka berangkat bersama karena rumah sakit dan kantor Taehyung searah tapi kali ini mereka memilih untuk menarik diri masing-masing.
"Baiklah sampai jumpa nanti malam."
Sohyun menghempaskan sumpitnya. menatap kearah Taehyung pergi. Ternyata ini tidak semudah yang dia bayangkan.
.
.
Dikantor, tidak ada satupun yang bisa Taehyung kerjakan dengan benar. Semua dokumen terbengkalai bahkan rapat yang seharusnya diadakan 30 menit lagi dia batalkan tanpa berpikir dua kali. Tidak ada yang bisa dia lakukan selama pikirannya melayang kemana-mana.
Taehyung kembali memikirkan pertengkarannya dengan Sohyun. Mereka sudah sering berdebat tapi tidak sampai separah semalam. Ya... semakin parah karena berakhir di ranjang.
Dia tahu seperti apa Sohyun. Gadis itu mana mungkin menuruti kemauannya. Tanpa persetujuannya atau tidak gadis itu akan tetap masuk kedalam lingkaran Jeon Enterprise.
Taehyung memijat pelipisnya pelan. Ini sama memusingkannya dengan masalah anak perempuannya Taewoo. Ada perasaan takut saat dia memikirkan anak perempuan itu. Jika benar San Maria yang Haera maksud adalah sebuah panti asuhan itu berarti mereka sempat tinggal ditempat yang sama.
Ketukan pintu membuyarkan pikiran Taehyung. Dia membenarkan letak duduknya. Menunggu Namjoon yang berjalan menghampirinya hingga berdiri didekatnya.
"Mungkin kau akan sulit percaya tapi kebetulan yang aku temukan sangat mengejutkan."
Taehyung memejamkan matanya sepertinya tengah mempersiapkan diri untuk mendengar 'kebetulan yang mengejutkan' itu.
"Aku harus mulai dari mana? Kabar yang mengejutkan atau informasi tentang pria yang membawa gadis itu?"
"Terserah kau saja."
Namjoon merasa heran dengan sikap Taehyung saat ini. Bukannya Taehyung sangat ingin tahu informasi tentang putri Jeon Taewoo itu, tapi sikapnya sekarang berbanding dengan Taehyung yang kemarin malam.
"Pria itu bukanlah Jeon Taewoo. Pria itu bernama Park Dong Hoo yang sekarang tinggal di Wonju dan mengolah sebuah perternakan disana."
Taehyung sudah bisa mengira akan hal itu. Dan yang Sohyun katakan benar. Taewoo bukanlah seorang ayah tapi dia monster.
Namjoon menyerahkan sebuah map berisi kopian dokumen.
"Itu dokumen berisi penyerahan hak perwalian putri Jung Junhee."
Namjoon terlihat was-was saat Taehyung mulai membuka map biru itu dan mulai membacanya. Dan sama sepertinya, Taehyung menunjukan reaksi yang sama.
Mematung, tidak percaya. Seolah udara hilang detik itu juga. Bahkan apa yang Taehyung rasakan lebih dari apa yang dia rasakan.
Taehyung mengendurkan dasi yang seolah mencekiknya. Dan menoleh perlahan pada Namjoon. Menatap pria itu lambat-lambat. Namjoon tidak membuka mulutnya namun dari mata itu dia menangkap apa yang ingin Namjoon katakan. Aku juga sama terkejutnya sepertimu.
Taehyung kembali membaca sebaris kolom. Dimana dia berharap disalah salah membaca atau matanya yang bermasalah. Tapi sayangnya nama itu tetap sama. Nama yang membuat ketakutannya menjadi-jadi.
Jung Haera nama itu tertulis jelas sebagai nama dari putri Jung Junhee.
"Ini pasti hanya kebetulan Taehyung-ah. Lagipula Haera tidak pernah tinggal di panti asuhan bukan? Banyak sekali gadis yang bernama Jung Haera. Ini pasti hanya kebetulan."
Dia ingin tertawa seandainya ini memang kebetulan. Tapi yang Namjoon tidak tahu Haera sempat tinggal di San Maria. Jika pun San Maria yang Haera maksud bukan panti asuhan, banyak sekali kebetulan-kebetulan yang membuat dia sulit bernafas setiap memikirkannya.
Mereka sama-sama wanita dengan umur yang sama. Sempat tingga ditempat yang namanya juga sama. Bahhkan mereka sama-sama kehilangan ibu mereka karena kecelakaan.
***
Dirumah sakit, didalam ruangannya Sohyun mengetuk bolpoint ditangannya ke atas meja yang terbuat dari kaca. Dia menghela nafas bosan. Semua berkas pasien sudah selesai ia rekap sesuai keinginan Dr. Kepala dan di satu jam terakhir sebelum makan siang dia tidak memiliki pekerjaan apapun.
Inilah enaknya menjadi pegawai negeri -yang baru bisa dia nikmati satu tahun terakhir setelah pengangkatannya menjadi pegawai pemerintah-. Sekalipun dia tidak bekerja pemerintah tetap akan membayarnya dengan gaji penuh.
"Tanggal tiga puluh di bulan Desember, hari terpenting untuk Taehyung."
Ketukan bolpointnya terhenti saat dia teringat perkataan Namjoon tentang hari terpenting itu. Sohyun meraih kalender membalik bulan pertama hingga bulan terakhir. Tanggal tigapuluh Desember itu berarti tiga hari dari sekarang. Jika hal terpenting itu menyangkut perusahaan dia pasti sudah mendengar jika ada acara atau apapun yang KTH Company adakan.
Dia meraih ponselnya saat terpikir sesuatu olehnya. Nama Kim Taehyung bukanlah hal yang asing di kalangan bisnis pasti ada hal yang bisa dia temukan di internet. Dia mengetikan nama Taehyung di pencarian web browser dan cukup banyak artikel menyangkut Taehyung yang keluar. Dia membuka artikel terartas berisi profil pria itu.
Dia berhenti saat menemukan apa yang dia cari. Dimana tertulis jika Kim Taehyung seorang pria kelahiran Distrik Seo, Daegu 30 Desember 1995 silam.
"Jadi hari penting ini yang Namjoon maksud."
Dia terkesiap mendengar pintu ruangannya dibuka tanpa diketuk lebih dulu. Terlebih orang yang masuk membuatnya panik segera menekan tombol back dari artikel mengenai diri Taehyung. Dia menatap dingin dan tajam pria yang berjalan dengan senyum dibibirnya itu, menarik kursi, duduk manis dihadapannya dengan satu kaki bertumpu diatas kaki lainnya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" protes Jimin. Adiknya itu menatapnya seperti terdakwa yang akan di interogasi. "Ahh.. aku lupa kau kan memang seperti itu," ucapnya dengan mengibaskan tangannya.
Mata Sohyun berubah memicing. Dia mengenal Park Jimin selama 18 tahun. Dia sangat mengenal sifat kakaknya jika sedang membutuhkan sesuatu darinya. "Cepat katakan."
"Katakan apa? Astaga kau ini tidak baik berburuk sangka."
"Aktingmu sungguh buruk Park Jimin."
"Yakk!! Aku lebih tua darimu," mata sipitnya membesar saat sedang marah. "sebenarnya aku ingin mengajakmu makan siang."
Mata Sohyun mengerjap beberapa kali. Tentu saja bukan itu yang ingin kakaknya katakan. "Tidak perlu berbasa-basi."
"Cih!! Kau ini-" dia tidak melanjutkan umpatannya. Mula-mula dia membenarkan letak duduknya kemudian mencondongkan sedikit tubuhnya. "Soo-ah apa kau punya waktu kosong pulang kerja nanti?"
.
.
Taehyung berdiri didepan sebuah pintu, tidak berniat untuk masuk hanya menatap kosong pintu itu. Tangannya terangkat meraih handle pintu namun ragu untuk menariknya.
Sejenak dia menarik nafas lalu menghembuskannya. Apa yang kau takutkan Kim Taehyung. Kebetulan itu terkadang memang terjadi.
Dengan sekali tarikan Taehyung membuka daun pintu. Dan matanya langsung tertuju pada si putri tidur yang masih setia menutup matanya.
Dia berjalan gontai menuju ranjang ditengah ruangan dan berhenti tepat disisi ranjang.
"Kau masih Haera yang aku kenal 'kan? Haera yang tumbuh bersamaku, Haera yang selalu tersenyum didepanku, Haera yang tidak pernah melepaskan tangannya dari tanganku. Jung Haera yang sama meski sudah tertidur lima tahun lamanya. Katakan padaku jika aku mengenal baik dirimu.. katakan padaku jika semua hanyalah kebetulan. Hara yang aku kenal bukan Hara putri dari musuh keluargaku. kumohon katakan agar aku tidak merasa takut jika saat kau bangun nanti kau masih tetap Hara yang aku kenal. "
Sigh~
"Ini tentang kekhawatiran orang tua Taehyung-ah. Kau tidak akan mengerti"
"Bagaimana jika kenyataan itu malah menyakitimu?"
Dia teringat akan kalimat yang pernah ibunya dan Sohyun katakan.
***
Sohyun berjalan beberapa langkah dibelakang Jimin. Mereka sedang berada disebuah mall. Siapa yang menyangka jika ternyata maksud tersembunyi kakaknya adalah memintanya untuk membantu mencarikan hadiah ulang tahun untuk seorang gadis.
Benar! Seorang gadis yang tengah dekat dengan kakaknya. Bukan hal yang aneh mendengar kakaknya sedang mengencani seorang gadis tapi yang membuatnya tidak percaya adalah gadis yang Park Jimin kencani adalah Yeon In Ha.
Wanita yang sudah dia anggap seperti saudara perempuannya. Wanita yang tak lain perawat yang merawat ayahnya sekaligus assisten pribadi ayah angkatnya. Sangat menarik bukan?
Yeon In Ha, wanita yang sangat lembut yang dia tahu wanita itu pernah menjadi perawat untuk cell anak sebelum menjadi assisten ayah angkatnya. Yeon In Ha juga termasuk dalam jajaran perawat cantik dirumah sakit itu. Tidak jarang dia mendengar In Ha menjadi bahan pembicaraan di kalangan pria dirumah sakit tempatnya bekerja.
"Oppa apa kau sudah memberitahu paman?" mempercepat langkahnya menyamai langkah lebar Jimin.
"Belum, hubungan kami belum sejauh itu."
"Jadi kau tidak serius padanya begitu?" tanpa delikan tajam nada Sohyun sudah menusuk.
"Kau salah paham. Aku hanya tidak ingin terburu-buru." Sohyun bisa melihat keseriusan dimata Jimin saat membicarakan In Ha.
"Awas jika kau mempermainkannya."
"Kali ini kau bisa memegang janjiku."
Sohyun mendengus namun tersenyum kecil setelahnya.
"Aigoo apa aku tidak salah lihat?" senyum kecil itu surut seketika.
"Tarik yang lebar!"
"Aku bilang tersenyum dengan lebar. Apa enaknya menahan senyum seperti itu. Cepat lakukan."
"Tidak mau!"
"Ini perintah Assisten Dr. Han!"
Sohyun menggeleng sebelum berjalan lebih dulu. Jimin berkacak pinggang melihat tingkah Sohyun. "Sudah lama sejak terakhir kali aku melihatnya tersenyum," gumamnya ikut tersenyum.
Jimin mengalungkan tangannya ke bahu Sohyun. Membuat mereka berjalan beriringan. "Sudah lama sekali kita tidak jalan bersama." Sohyun mencoba menjauhkan tangan Jimin dari bahunya namun sia-sia karena semakin dia mencoba menjauhkan tangan Jimin, semakin Jimin menariknya mendekat.
"Biasanya kita selalu bertiga."
Mereka berdua ditambah Jonghyun sering menghabiskan waktu bersama. Setelah Sohyun memutuskan untuk keluar dari rumah setelah lulus sekolah menengah atas dia dan Jonghyun sering mengajak Sohyun keluar. Agar bisa sering bertemu.
"Bagaimana jika suruh Jonghyun untuk menyusul?"
"Ide yang bagus."
"Tapi, apa Jonghyun oppa sudah selesai bekerja?"
"Kau pikir dia seperti kita pekerja pemerintah?" Jika dia mengikuti jejak ayahnya maka Jonghyun mengikuti jejak ibunya. Mereka memiliki usaha yang awalnya dikelola ibunya dan sekarang dikelola oleh Jonghyun.
"Menurutmu hadiah seperti apa yang cocok untuk In Ha?"
"In Ha eonni wanita yang sederhana jadi tidak perlu hadiah yang mahal yang penting berkesan."
Jimin terkesan dengan kalimat yang Sohyun ucapkan. Jika dikatakan oleh wanita lain terdengar biasa saja namun ini seorang Han Sohyun yang mengatakannya. Terpikir olehnya untuk menggoda Sohyun. "Apa menikahi Kim Taehyung membuatmu pintar berkata manis?"
"Siapapun bisa mengatakan hal semacam itu." jawab Sohyun ketus. Dia kesal bukan karena godaan yang dilontarkan Jimin melainkan karena kakaknya mengingatkannya pada Taehyung. Ketegangan diantara mereka belum berakhir sampai ada yang mengalah. Dan dia bukanlah orang yang akan mengalah.
Jimin menarik Sohyun kedalam sebuah toko. "Apa jam tangan cocok menurutmu?" Jimin menariknya ke sebuah toko jam. Gadis itu mengangguk. Sementara Jimin sibuk melihat jam untuk wanita. Dia berjalan kearah jam untuk pria.
Semua bagus dan tentu saja bermerk. Matanya berhenti pada satu buah jam yang menarik perhatiannya. Warna dasar jam itu hitam dan terbuat dari kulit. Desainnya sederhana.
Dia teringat kembali akan hari ulang tahun Taehyung.
"Apa anda suka nona? Itu koleksi terbaru ditoko kami. Sangat cocok jika anda berikan untuk suami anda." kata wanita yang melihat Sohyun memperhatikan jam itu.
Dia sependapat dengan wanita itu jika Taehyung cocok mengenakannya.
***
Terlihat Sohyun tengah sibuk memilih menu makan malam. Mereka tengah berada disebuah Restoran, mereka sepakat akan makan malam di Restoran Italia. Seorang pelayan mencatat semua pesanan yang keduanya pesan. Pelayan itu pergi setelah membacakan ulang pesanan mereka.
Tak lama Jonghyun datang dengan senyum tanpa dosa. "Aku pikir kau tidak akan datang," sindir Jimin melihat adik laki-lakinya mengambil tempat disebelahnya. Jonghyun hanya tersenyum lebar sebagai permintaan maafnya.
"Oppa karena kau terlambat kau yang bayar," ujar Sohyun.
"Tidak masalah. Kau tahu sekarang aku sudah menjadi pria yang kaya." Bangga Jonghyun dengan membusungkan dadanya. Namun tak bertahan lama tangan Jimin sudah melayang kedada bidang adik laki-lakinya itu.
Jonghyun mengeluh sakit dan dihadiahi cibiran dari Jimin. "Ck! dasar berlebihan."
"Oppa apa kau sudah tahu Jimin oppa sedang berkencan?" meski terdengar seperti wanita bermulut sepuluh yang hobi bergosip tapi saat seperti inilah yang paling Sohyun nikmati. Mereka tidak segan-segan mencela satu sama lain atau menggoda yang tersudut.
"Benarkah? Dia tidak mengatakan apapun padaku." Jonghyun mendelik saudara laki-lakinya itu. "Siapa wanita malang itu?"
"Yakk!!"
"Dia In Ha eonni."
"Mwo?! Wanita malang itu Yeon In Ha?" Jonghyun cukup baik mengenal In Ha sebagai assisten ayahnya. Selain itu mereka juga seumuran yang membuat keduanya menjadi dekat. "Hyung, kau apakan In Ha hingga dia tertarik padamu?"
"Jaga ucapanmu! Aku ini tampan mana mungkin In Ha tidak tertarik."
"Percaya dirimu itu tinggi sekali. Ck! ck! ck!" cibir Sohyub. Dia kemudian berpaling pada Jonghyun. "Oppa kau sendiri apa sudah memiliki kekasih?" Jimin merasa angin segar bertiup padanya. Kini Jonghyun yang akan menjadi target cibiran.
"Soo-ah kau berani bertaruh apa menurutmu dia sudah memiliki kekasih?" Jimin terlihat bersemangat. Dengan yakin Sohyun menjawab. "Belum. Pasti belum."
"Dia tidak pernah serius pada wanita. Kau ingat terakhir kali saat kita pergi ke pub bersama. Dia bahkan mengakuimu sebagai kekasihnya untuk menghindari wanita berambut pirang itu. Aku lupa siapa namanya. Eun Ji, Eun Jun-"
"Eun Gi." Sohyun membenarkan.
"Benar! Eun Gi.
Aku ingat betapa menderitanya kau dikenal sebagai kekasih bocah tengik ini."
"Aku tidak seperti itu lagi sekarang. Kenapa kalian selalu membicarakan keburukanku?"
"Karena sangat menyenangkan membicarakan keburukanmu." jawab keduanya kompak.
"Itu semua karena aku belum menenemukan wanita yang tepat. Wanita yang bisa membuat jantungku berdebar setiap kali memikirkannya."
"Apa ada hal seperti itu?" sahut Sohyun tak mengerti. Senyum tertahan dibibir Jonghyun membuat Sohyun tersadar. Dia masuk kedalam jebakan.
"Tentu saja ada. Memangnya dadamu tidak berdebar saat mengingat suamimu?" Sohyun memasang kembali wajah datarnya. Meski tidak akan ampuh dia akan kembali menjadi Sohyun yang pendiam dan berpura-pura tidak mendengar apapun.
"Apa Kim Taehyung memperlakukanmu dengan baik?" tanya Jimin dijawab anggukan oleh Sohyun.
"Soo-ah kau pernah dengar kan jika Kim Taehyung banyak mengencani gadis yang berbeda-beda."
Lagi-lagi gosip yang mereka bicarakan.
"Kau dan Taehyung pasti sudah melakukanya 'kan?"
Blush~~
Mendadak wajahnya seperti terbakar. Dia merasakan panas diwajahnya. Terkutuklah Park Jonghyun yang menanyakan hal sensitif seperti itu. Wajahnya bertambah panas saat mengingat kejadian semalam. Seperti wanita yang kehilangan harga diri dan kesadaran dia yang lebih dulu mengajak Taehyung. Memalukan. Kenapa harus hal itu dia ingat kembali.
"Park Jonghyun kenapa kau bertanya seperti itu. Kau membuat dia malu." Jimin menahan senyum. Pasalnya baru kali ini dia melihat wajah Sohyun memerah. "Tapi Yeodongsaeng, kau bisa membaginya dengan kami. Mulut kami akan terkunci rapat." dia memperagakan mulutnya yang dikunci. "Apa Kim Taehyung hebat dalam masalah ranjang?"
Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya dari situasi ini.
"Hyung, kau membuat wajahnya semakin terbakar." Jonghyun menimpali. "Melihat reaksimu seperti ini aku sangat yakin Kim Taehyung begitu mengangumkan hingga membuat adikku ini begitu tersipu." Keduanya tertawa tertahan. mengingat dimana mereka saat ini.
Sementara Sohyun, gadis itu hanya bisa mengumpat. Tersipu, malu. Perutnya merasa mual mendengar kata-kata itu. Segala macam sumpah serapa tengah dia layangkan untuk kedua laki-laki bermarga Park dihadapannya itu.
.
.
"Oppa kau tidak ingin masuk dulu?" tawar Sohyun pada Jimin yang mengantarnya. "Aku langsung pulang saja." Sohyun mengerti dan langsung turun dari mobil.
Jimin mengatakan sesuatu yang membuat dia berhenti untuk menutup pintu mobil. Dia merunduk agar bisa melihat Jimin. "Sampaikan salamku untuk Taehyung. Dan juga katakan padanya jika dia sangat hebat." Jimin tersenyum menggoda.
Dia menyesal membuang beberapa detik berharganya hanya untuk mendengar kalimat tidak penting seperti itu. "Tidak akan." dia menutup kasar pintu mobil. Samar-samar dia mendengar suara Jimin yang tertawa puas.
Tertawa saja sepuasmu. Ini memang harimu Park Jimin. Sepanjang menuju kamarnya hanya umpatan demi umpatan yang dia lontarkan. Hingga dia berhenti mengumpat saat menemukan Taehyung duduk disisi ranjang. Posisi Taehyung yang duduk menyamping membuatnya bisa melihat wajah pria itu meski tidak sepenuhnya. Taehyung termenung dengan mata kosong. Menatap lantai ubin dan tidak menyadari kedatangannya.
Sohyun mendekat untuk memastikan keadaan Taehyung. Pasti ada hal buruk yang terjadi. "Kim Taehyung, kau baik-baik saja?" tak ada respon dari Taehyung bahkan mata pria itu sama sekali tidak berkedip. Sohyun menyentuh pundak Kyuhyun. "Kim Taehyung, kau baik-baik saja?" ulangnya. Tetap sama Taehyung tidak memberinya respon. Mungkin Taehyung tidak ingin diganggu atau sedang tidak ingin bicara. Pasti hal yang sangat buruk telah terjadi. Sohyun sudah akan meninggalkan Taehyung saat dia berbalik saat itupula pergelangan tangannya ditahan. Sohyun memutar kepalanya seiring Taehyung menegakan kepalanya.
Sohyun menyadari wajah Taehyung yang sangat kacau. Jauh dari kata baik. "Dua hari kedepan aku akan melakukan perjalanan bisnis." hanya itu yang Taehyung katakan setelahnya pria itu melepaskan tanganya.
Sohyun yang mengerti memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut dan kembali ke kamarnya.
Kau tidak ingin membaginya denganku. Dan aku, aku tidak bisa berada disisimu jika kau tidak memintanya.
.
.
Seperti yang semalam Taehyung katakan, pria itu melakukan perjalanan bisnis untuk dua hari kedepan. Dipagi hari Sohyun sudah tidak menemukan Taehyung dikamar, diruang kerja bahkan dimeja makan. Pagi itu dia merasa asing dengan meja makan yang hanya ada dia duduk disana. Mengingatkannya saat tinggal di flat rooftopnya.
Waktu terus berjalan tapi Taehyung tidak memberinya kabar sama sekali dan dia tidak berniat menanyai kabar pria itu. Ada jarak yang harus dia jaga. Dia harus tetap pada pendiriannya. Tidak boleh goyah jika ingin hatinya berjalan sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Dua hari sudah berlalu. Sohyun memijat lehernya yang terasa kaku sembari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Hanya kasur empuknya yang ada dipikirannya tapi saat ekor matanya menangkap siluet tubuh seseorang dia menghentikan langkahnya. Menyadari jika pintu menuju balkon terbuka lebar. Sohyun menoleh perlahan. Sweater hitam panjang dengan celana dasar yang dikenakan seseorang yang memunggunginya tidaklah asing baginya. Kim Taehyung sudah kembali.
Karena kakinya yang melangkah tanpa dia perintah, tanpa sadar Sohyun sudah berada tepat dipintu balkon. Taehyung menyadari langkah kaki yang berhenti tak jauh darinya. Perlahan dia berbalik dan apa yang dia tunggu akhirnya bisa dia lihat kembali.
Sudah pernahkah dia mengatakan jika sekarang dia sudah terbiasa dengan wajah dinginnya. Terbiasa dengan mata yang nampak kosong. Terbiasa dengan mulut yang tak banyak bicara namun selalu bisa mendebatnya. Karena dia melihat dirinya didalam diri Sohyun. Mata itu yang tidak menggambarkan apapun tapi dia bisa merasakan kesepian, sebuah rasa sakit, beban, karena mata mereka mengungkapkan hal yang sama.
Taehyung berjalan gontai hingga berakhir dengan menyandarkan kepalanya dibahu Sohyun. Saat ini dia membutuhkan bahu seseorang dan orang itu adalah Han Sohyun.
~tbc
Wahhhhh ada apa tuh sama Taehyung kok lemes banget yaaa🤭
Hi! Maaf ya baru update sekarang. Mulai dari sekarang aku akan update rutin satu minggu sekali, maaf gk bisa update sesering dulu🤗
Have a nice day all. Luv you💜