Kian menatap rumah yang ada di hadapannya, ia berdiri sembari menenteng satu paper bag di tangan kiri dan tangan kanannya sibuk mengetikkan sesuatu.
Bintang
|Bin, aku udah di depan
|Bintang!
|Bintang, woi
Namun tak ada satu balasanpun untuk dirinya, ia semakin kesal karena nyamuk-nyamuk yang sangat berisik dan mulai menggigiti lengannya, sampai pada akhirnya ia menekan bel rumah.
Dua kali ia menekan bel itu dan lima menit kemudian perempuan seusianya datang membukakan pintu.
"Cari siapa ya?" tanya Nana pada Kian
"Gue Kian, temennya Bintang," jawabnya dengan semangat
Nana memperhatikan Kian dari atas sampai bawah, sampai akhirnya ia mengizinkan Kian masuk dan menyuruhnya duduk di ruang tamu.
"Bentar, gue panggil Kak Abin," ujarnya lalu pergi ke lantai atas
Kian menahan tawa ketika mendengar adik Bintang mengatakan Abin, seperti anak kecil sekali.
Bintang turun menuruni tangga, ia tampak mengenakan celana pendek dan kaos putih.
"Kamu dari mana aja aku chat nggak di bales?"
"Maaf, aku lagi belajar."
"Nggak heran sih, kalo itu kamu."
Bintang tersenyum canggung, sebenarnya ia sudah melihat chat Kian dari pop up layar ponsel, tapi ia benar-benar tidak siap bertemu Kian malam ini, apalagi mengingat insiden dimana jantungnya berdebar tak karuan saat melihat Kian tadi siang. Bahkan, Bintang tengah menata hati agar dirinya tak salah bertindak ketika Kian datang malam ini.
"Bin," panggil Kian
"Iya?"
"Aku boleh ngomong sesuatu sama kamu nggak?"
"Ngomong apa?"
Kian tampak meraih paper bag yang ia letakkan di sampingnya, ia meraih kotak berwarna biru dari dalam paper bag itu.
"Ini buat kamu," serahnya
Bintang memandangi kotak yg rapi ini, "Isinya apa?"
Kian tersenyum, "Buka aja, Bin."
Bintang membuka kotak itu, dan ketika melihat isinya jantungnya seolah berhenti berdetak, bahkan ia mengusak matanya untuk sekedar memastikan apakah apa yang ia baca itu benar?
"Warnanya biru, sesuai sama warna kesukaan kamu kan?"
Bukan, bukan karena kotak ini berwarna biru tapi, isi dari kotak ini adalah cake yang bertuliskan 'I LOVE YOU' membuat dirinya terpaku.
"Ini, buat aku?"
Kian tertawa renyah, "Iyalah buat siapa lagi."
Bintang membalikkan kotak itu agar Kian melihat isinya, "Beneran nggak ketuker?"
Kian mengangguk, "Kamu pasti tahu maksud aku. Tapi, aku juga nggak maksa kok, aku hanya sekedar mengungkapkan apa yang aku rasa."
Mampus, baru saja hatinya merasa tak karuan siang tadi dan malamnya Bintang mendapat ungkapan rasa? Sebenarnya, Bintang tidak menyangka jika Kian menyukainya, bagaimana tidak? Dia adalah salah satu siswi cantik dan menjadi idaman cowok-cowok di sekolahnya.
"Gimana, Bin?"
Bintang meletakkan kotak yang sedari tadi ia pangku, ia juga bingung harus menjawab apa, bukankah jika dirinya menyukai Kian maka seharusnya dirinya yang mengungkapkan lebih dulu? Entah itu di tolak atau di terima pasti kejadiannya tidak secanggung ini.
"Aku-"
"KAK ABIIIN," teriak Nana sukses membuat Bintang menutup mulutnya
Nana lari terbirit-birit dan duduk di sebelah Bintang secara tiba-tiba, "Kak, huh huh," Nana mengatur nafasnya
Bintang dan Kian hanya terdiam melihat Nana yang heboh.
"Pasti Kakak belum tahu, kan? Kan?" tanya Nana
Bintang hanya menggeleng, ia mengerutkan dahinya melihat tingkah adiknya yang aneh, memang sudah biasa sih, tapi ini masih ada tamu.
"Besok orang yang Kak Abin jemput itu keluarganya Ica, cewek yang dulu kakak suka," ujar Nana dengan semangat
Seketika itu Bintang melirik Kian yang tengah menatapnya, ia juga melihat tajam ke arah adiknya yang masih bersemangat menceritakan sosok Ica.
Kapan dirinya menyukai gadis bernama Ica?
.
.
Follow akun author!
Ig: @p.velisa0811
Twit: @KhairaVelisa
Jangan lupa share dan komen ya gays🙇