Saat hendak melewati koridor, Rara melihat Melati dan Alfi sedang berada di depan ruangan cctv yang tadi ia masuki. Karena penasaran, Rara menghampiri mereka berdua bersama Dara dan Zoya. Tapi sebelum itu, tak lupa Rara memotretnya sebagai barang bukti.
"Melati, Alfi. Ngapain di sini?" tanya Rara membuat mereka berdua terkejut setelah membalikkan badannya.
"Rara?"
"Kenapa kaget?" Rara tersenyum sinis.
"Mel, kita cabut aja." ajak Alfi dengan menyeret paksa tangan sepupunya itu tapi di tepis olehnya.
"Entar dulu, lo juga ngapain di sini? Mau maling? Udah bangkrut lo haha," kata Melati sambil tertawa mengejek.
"Dasar sinting!" cibir Dara.
"Gak tau diri emang!" timpal Zoya.
"Bukan urusan lo!" ketus Melati kemudian mendekati Rara.
Melati tahu, jika Rara kesini untuk mengambil salinan cctv sebagai barang bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Dan Melati ingin merebutnya.
"Siniin hp-nya."
"Lo siapa ngatur-ngatur gue?" tanya Rara.
Melati menarik paksa tas Rara dan mengambil ponselnya. Dengan sengaja, Melati membanting ponsel Rara dengan keras sampai hancur berkeping-keping.
"Apa-apaan sih lo!" Rara tidak terima sekali ponselnya di banting Melati. Ia marah bukan karena ponsel itu harganya sangat mahal melainkan di ponselnya itu ada file cctv yang ia salin.
"Mampus!" setelah mengucapkan itu Melati pergi dan Alfi pergi dari tempat itu juga.
Rara mengambil ponselnya yang sudah retak. Dirinya mengambil jarum pentul di dalam tas lalu menusukkannya ke bagian ponsel yang berisi Sim-card, Memory-card dan mengambilnya.
Lalu, Rara membuang ponsel berdigit apel tersebut di dalam tong sampah. Kemudian bergegas menuju ke luar gerbang di ikuti Zoya dan Dara.
Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil Zoya dan mobilnya berjalan menjauh dari area sekolah. Saat sampai di rumahnya, Rara pun turun.
"Ra, hp lo gapapa kan?" tanya Dara.
Rara menggeleng."Udah tenang, aja. Oiya, mau mampir?"
"Gak usah, kita pulang dulu ya,"pamit Dara dan di angguki oleh Rara.
Rara berjalan masuk ke dalam rumahnya. Di depan pintu kamarnya sudah ada Papanya yang menatap Rara seperti mengintrogasi.
"Assalamualaikum." Rara mencium punggung tangan Doni.
"Waalaikumsalam. Papa mau ngomong sama kamu." ujarnya dengan nada dingin.
"Kenapa Pa?"
"Tadi Papa di telpon sama pihak sekolah, katanya kamu mencuri uang Bu Telisa, apa itu bener?" tanya Doni.
"Pa, itu semua gak bener...Aku di fitnah Pa."
"Tapi kata pihak sekolah, buktinya mengarah ke kamu Ra. Kamu gak bisa mengelak lagi."
"Pa..bukan Rara, Pa."
"Apa selama ini Papa kurang ngasih uang jajan buat kamu? Sampe-sampe nyuri uang guru hah?! Mikir dong Ra, secara tidak langsung kamu sudah mencoret nama baik keluarga kita. Papa malu, dengan kelakuan kamu itu."
Cairan bening yang sudah di pelupuk mata Rara akhirnya tumpah membasahi pipinya. Kenapa Papa-nya tidak mempercayai putrinya sendiri?
"Pa..kalo semua udah kebongkar jangan pernah minta maaf di depan aku, Pa." lirih Rara segera masuk ke dalam kamarnya.
Doni mematung mendengar perkataan Rara tadi. Dalam hati kecilnya, merasa bahwa Rara itu tidak bersalah. Tapi, menurut pikirannya jika melihat bukti yang terkait, sudah pasti jelas Rara pelakunya.
Di dalam kamar, Rara membuka lacinya dan menemukan ponsel baru yang di berikan oleh sang Mama pada saat ulang tahun. Ia mengambil Sim-card dan Memory-card di dalam tas ranselnya. Sim-card nya sudah ketemu tapi Memory-card tidak temukan. Kemana hilangnya?
Rara menghembuskan napasnya gusar, ia sudah capek. Sudah berkali-kali mencarinya namun hasilnya masih tetap nihil. Rara memutuskan untuk beristirahat untuk menyambut hari esok.
Baru saja menutup mata, pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang.
"Masuk." suruh Rara.
Pintu kamarnya pun terbuka, menampakkan seorang gadis dengan piyama yang melekat di tubuhnya. Ya, dia Leanne.
Rara beranjak dari tidurnya, lalu duduk di tepian ranjang.
"Kenapa kak?"
"Masih bilang kenapa, huh?!"
Rara tersentak kaget, kenapa kakak tirinya jadi seperti ini?
"Lo itu udah bikin gue malu! Dengan lo nyuri uang Bu Telisa apa lo aman-aman aja, iya?" tanya Leanne dengan menatap Rara menusuk.
Huh. Apa sekarang di rumah ini tidak ada orang yang mempercayainya lagi?
"Kak, gue di fitnah. Nyuri itu bukan gue banget kak. Demi Tuhan, gue sama sekali gak nyuri uangnya Bu Telisa."
Kalau sudah membawa nama Tuhan, Leanne diam tak berkutik. Dia melihat mata Rara yang sama sekali tidak ada kebohongan. Tapi jika bukti mengarah ke Rara, Leanne bisa apa? Entahlah, Leanne pusing. Mau mempercayai Rara atau tidak.
******
Acara bazar akan di adakan satu hari lagi. Beberapa stand pun sudah berjajar rapi di lapangan sekolah.
Di pinggir lapangan Rara mengeluarkan ponsel dalam tasnya. Ia mengecek apa ada yang kurang untuk keperluan bazar nanti. Beberapa siswi menatap Rara sambil berbisik.
Lho, HP Rara baru lagi?
Wahh keren, dulu IPhone 11 sekarang IPhone 12 pro max!
Apa jangan-jangan itu hasil nyuri ya?
Gila banget tuh cewek, percuma HP mahal kalo uangnya hasil nyolong hahaaa!
Dasar sok-sok an!
Telinga Rara seakan tuli, ia melanjutkan perjalanannya menuju ke kelas. Ia berpapasan dengan Athala namun gadis itu memalingkan wajahnya dan mempercepat langkahnya menuju kelas.
Athala yang melihatnya pun langsung menahan tangan Rara agar tetap di sini.
"Lepas!" titah Rara ketus.
"Gak!"
"Mau lo apa sih?"
"Gue mau ngomong."
"Gue gak ada waktu!"
Saat Rara kembali melangkahkan kakinya, Athala memeluk tubuh Rara dari belakang.
"Maaf."
Rara masih terdiam tak bergeming. Ia melihat sekililingnya yang sekarang sedang memperhatikannya.
"Atha lepas..." cicit Rara pelan.
"Gak mau!"
"Malu ish!"
"Gapapa."
"Lepas, Atha..."
"Maafin gue dulu kalo lo--"
"Iya gue maafin, sekarang lepas"
Athala langsung melepas pelukannya dengan cepat Rara berlari menjauh dari Athala.
"Untung sayang." gumam Athala.
Tiba di kelas, Dara dan Zoya menghadangnya. Rara meletakkan tas-nya di atas kursi lalu melipat kedua tangannya.
"Memory gue ilang." ujar Rara pelan.
"APA?!" teriak Dara dan Zoya tidak percaya.
"Iya ilang, gak tau ilang di mana."
"Terus gimana dong buat ngebuktiin kalo lo gak bersalah?" tanya Dara kepada Rara.
"Gue juga gak tau. Entar gue cari lagi deh."
"Kalo ilang beneran gimana?"
"Jangan sampe deh."
******
Papa Rara sudah menghadap ke ruang BK. Dia meminta maaf sebesar-besarnya, bahkan dia membawa uang sebanyak seratus juta untuk permintaan maafnya.
"Makasih, Pak atas kehadirannya." ujar Bu Telisa sambil tersenyum tulus.
Doni mengangguk dan tersenyum."Kalau begitu, saya pamit dulu ya Bu."
Doni pun keluar dari ruangan Bu Telisa dan berjalan menuju ke kelas Rara. Sesampainya di sana, dia tak kunjung menemukan Rara. Kemana putrinya berada? Doni pun memutuskan untuk pulang ke rumah saja.
Di tempat lain, Rara sedang berada di rooftop bersama Juna.
"Lo yakin kartu memori lo udah ditaro ditas?" tanya Juna memastikan, feeling Juna Memory-card milik Rara itu jatuh tapi entah di mana.
"Yakin banget, Jun."
"Gue akan bantu cari, lo tenang aja, oke?"
Rara berdehem singkat.
"Hubungan lo sama Athala gimana? Udah baikan?" Juna memicingkan matanya.
"Baik,,"
"Syukur deh, bilang sama cowok lo kalo jadi orang tuh jangan terlalu posesif."
"Iya."
"Oiya, Ra. Om Doni tadi ke sekolahan kan? Jadi, dia udah tau semuanya dong tentang lo yang di tuduh nyuri itu?"
"Hm, yaa gitu deh."
"Terus, dia percaya'kan sama lo?"tanya Juna, lagi.
"Gak, semua orang gak percaya lagi sama gue"
Juna merasa kasihan dengan kondisi Rara saat ini. Tidak di percayai oleh orang semua terdekat kita, di bully oleh warga sekolah. Pokoknya, rasanya tuh tidak bisa di deskripsikan.
"Gue percaya sama lo" Juna menarik tubuh Rara ke dalam pelukannya.
"Jun...lo bakal percaya terus sama gue'kan?" tanya Rara tiba-tiba.
Juna mengerutkan keningnya, heran."Ya percayalah. Kok tiba-tiba ngomong gitu?"
"Gapapa, cuma nanya aja."
Juna melepas pelukannya, lalu kedua tangannya menangkup pipi Rara.
"Ra, apapun yang terjadi, gue bakal selalu percaya sama lo." tutur Juna.
"Janji ya?"
"Iya, janji" Juna tersenyum lebar, tapi kenapa dalam hatinya terbesit rasa penasaran dengan permintaan Rara tadi.
******
Apa kabar semua? Tetep jaga kesehatan yaa di masa pandemi ini.
Gimana chapter ini?
Maaf yaa baru bisa update :)
Gimana? Sudah pada terima rapot belum? Semoga nanti nilainya sesuai ekspetasi kalian ya ><
Jangan lupa vote & komen yang banyak ya-!!
Sampai jumpa di chapter selanjutnya ^^