"An, aku tadi tak melihatmu saat pesta kembang api. Aku mencari di dalam gedung tapi aku tak menemukanmu," kata Erika yang sedang membuka diktatnya di atas meja.
Anne baru saja keluar dari kamar mandi masih dengan handuk dililit di atas kepala memandang Erika. "Aku di sebelah timur pintu masuk di dekat tangga, Rik. Awalnya Jay yang mengajakku ke situ tapi tiba-tiba Ia harus membantu panitian lain."
"Pantaslah tak bertemu. Aku di sebelah barat panggung. Jadi kamu tadi sendirian?"
"Tidak, aku bersama Nick."
"Mengapa tiba-tiba ada, Nick?"
"Tak sengaja, Ia menemukanku saat aku berdiri sendiri." Anne menarik kursi di meja belajarnya, dan mendudukkan dirinya di sana sambil mencari hairdryer di laci. "Erika, aku tadi sempat berpapasan dengan Dave," tambah Anne.
"Dave? Dia menyapamu?"
Anne menggeleng, "Dia dengan seorang wanita. Bahkan Ia menggandeng tangan wanita itu."
Erika berdecak, "Benar kan apa yang aku bilang. Dave terlalu mudah dekat dengan wanita."
"Berarti selama ini dia tak pernah menghubungiku karena dia memiliki kekasih."
"Bisa jadi."
"Tapi mengapa Jay tak pernah cerita padaku tentang Dave?"
"Terlalu privasi untuk menceritakan kisah orang lain, An."
"Kamu benar."
"Kamu tidak menunggu telepon darinya kan?"
"Aku?" Anne menunjuk dirinya sendiri. "Tidak mungkin," lanjutnya.
"Baiklah. Itu lebih baik. Dan akan lebih baik lagi jika kamu bersama Nick," goda Erika.
"Mengapa jadi membahas Nick lagi?" ujar Anne dengan bersungut.
"Jangan mengelak, An. Semakin kamu menghindar, maka semakin tampak kalau kamu juga menyukainya."
"Aku ingin nilai mata kuliah kimia organikku A terlebih dahulu, baru aku akan menjalin hubungan dengan seseorang."
"Itu sangat mudah, An."
"Bagaimana caranya?"
"Jadilah kekasih Nick. Kujamin dia akan membantumu belajar bahkan memberi jawaban saat ujian."
"Erika, sepertinya kamu butuh thaitea untuk menjaga kewarasanmu," kata Anne sambil melempar sebuah buku.
****
Anne setengah berlari menuju kelas, sial hari ini Anne bangun terlambat. Mungkin badannya terlalu lelah untuk bangun setelah diajak kerja rodi selama satu bulan untuk acara dies natalis kemarin. Erika tak ada kelas pagi ini, dan dia masih menyembunyikan diri di balik selimut.
Sesampainya di kelas, Anne mengedarkan pandangannya untuk mencari kursi kosong karena kelas sudah tampak penuh. Nick melambaikan tangannya memberi tanda bahwa ada kursi kosong di sampingnya. Anne segera menuju ke kursi di samping Nick. Tak lama kemudian Dosen memasuki kelas dan memulai kuliah.
Anne masih mengatur napas setelah berlari.
"Bangun kesiangan?" tanya Nick dengan berbisik, Anne hanya mengangguk lemas. Setelah itu tak ada lagi pembicaraan, semua mahasiswa sedang serius mendengarkan kuliah pagi ini.
Setelah sembilanpuluh menit berlalu, kuliah selesai. Nick memandang Anne yang meletakkan kepalanya di bangku dengan badan telungkup. "Kenapa, An?" Nick menyentuh bahu Anne pelan. Anne membalikkan arah kepalanya agar dapat melihat Nick. "Tak apa Nick. Aku hanya kelelahan," jawabnya.
"Mau sarapan?"
"Kamu belum sarapan?" Anne mengembalikan pertanyaan, karena setahu Anne, Nick terbiasa sarapan sebelum berangkat ke kampus.
"Sudah."
"Lalu kenapa kamu menawariku?"
"Tak apa. Mungkin kamu mau kutemani."
"Kamu sangat tahu Nick bahwa aku tak pernah mau makan sendirian," kata Anne terkekeh lalu mengangkat tubuhnya dan beranjak dari kursi. "Ayo temani aku, Nick," lanjutnya.
Nick hanya tersenyum dan mengikuti Anne di belakang menuju foodcourt.
Sepuluh menit kemudian Anne sudah sibuk melahap makanannya hingga habis, Nick duduk di sampingnya sambil memainkan ponsel.
"Nick, kamu sudah merencanakan untuk ambil kolokium(1)?" tanya Anne setelah memasukkan suapan terakhir ke mulut.
"Mungkin semester depan. Mau ambil mata kuliah itu bersama, An?"
"Hm, sepertinya tidak Nick, aku akan mengambilnya di semester enam. Masih ada beberapa mata kuliah yang harus aku ambil di semester lima."
"Tak masalah. Semua punya rencana masing-masing."
"Kamu benar. Tapi terkadang aku merasa tertinggal oleh teman yang lain."
Nick meletakkan ponselnya, lalu memandang Anne. "Yang tertinggal bukan berarti yang terburuk."
"Entahlah, suatu waktu aku menyalahkan diriku sendiri mengapa tak bisa mengejar."
"Kamu pasti bisa An, aku yakin itu. Jalani saja apa yang ada di depan tidak perlu terlalu terburu-buru. Jangan melihat track lawanmu, lihatlah track mu sendiri. Kita memang seperti sedang lari maraton di jalur masing-masing, yang tertinggal di belakang bukan berarti dia tidak cepat hanya saja langkahnya tidak selebar yang di depan. Sesuaikan langkahmu dan jangan sampai terjatuh."
Anne memandangnya takjub, "Sejak kapan kamu belajar merangkai kalimat sepanjang ini? Sungguh ini adalah motivasi terbaik yang pernah aku dengar. Terimakasih," ucap Anne.
Nick tertawa, "Aku hanya bisa seperti ini di depanmu, An. Tidak di depan yang lain."
Anne terdiam. "Mengapa kamu tak sedekat ini dengan teman-teman lain, Nick?"
Nick menyatukan alisnya. "Maksud kamu, An?"
"Yaa, sejauh ini aku lebih sering melihatmu sendiri. Paling sering denganku, atau dengan Jerrel dan Wildan jika sedang kuliah."
"Kamu tidak suka?"
"Bukan begitu. Aku suka berteman denganmu Nick. Hanya saja kamu terlalu tak acuh dengan teman yang lain. Hingga mereka mengira kita berdua memiliki hubungan."
"Bukankah kita memang memiliki hubungan?"
Anne menelan ludah, mencoba mencerna kalimat Nick. "Hubungan?" tanya Anne mengulang kata.
"Iya, pertemanan. Persahabatan. Atau mungkin bisa lebih dari itu," kata Nick sambil memandang Anne.
"Lebih dari itu?" Anne mengulang kalimat yang Nick ucapkan sekali lagi.
"An, bisakah kau memberiku sebuah kalimat pernyataan bukan pertanyaan," ujar Nick terkekeh.
"Ah sorry. Aku hanya masih mencerna kalimatmu."
"Tak perlu dipikirkan apa kata teman-teman lain. Atau mungkin kamu sudah tak nyaman berteman denganku?"
"Tidak Nick. Tentu saja aku nyaman berteman denganmu. Aku senang."
"Baguslah. Bilang padaku jika kamu merasa tak nyaman."
Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan mereka berdua, "Nick..!!" Wildan berlari ke meja mereka, lalu duduk di seberang Nick. "Kalian semakin sering terlihat berdua sekarang. Apa ada kabar baik yang perlu didengar?" lanjutnya.
"Benar, memang ada kabar baik," jawab Nick ringan.
"Oh ya? Apakah kalian resmi menjadi sepasang kekasih?" tanya Wildan menyelidik.
"Bukan," kata Nick singkat.
"Lalu?" Wildan mengerutkan dahinya.
"Minggu depan kita ujian akhir semester," bisik Nick.
"Ah, gila kamu Nick. Kukira serius," ujar Wildan memalingkan wajah. sambil mendengus sebal.
Anne tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
Tanpa Anne sadari, Dave di belakangnya sambil menepuk bahunya. Anne spontan menoleh, "Dave?" seru Anne terkejut.
Wildan juga ikut memandang Dave dengan raut wajah penasaran, sedangkan Nick lebih memilih memainkan ponsel kembali daripada harus menyapa pria itu.
"Hai, Ne. Bagaimana kabarmu?" tanya Dave.
"Baik. Bagaimana denganmu?"
"Seperti yang kamu lihat, aku masih baik-baik saja." Dave masih berdiri di samping kursi Anne.
"Baguslah."
"Oh ya Ne, aku punya sesuatu untukmu. Sebenarnya aku ingin memberikannya minggu lalu tapi kita tak pernah berpapasan. Mau ikut denganku untuk mengambilnya? Kuletakkan di dalam mobil setiap hari untuk berjaga-jaga siapa tahu tiba-tiba bertemu denganmu."
Anne bingung. "Mengapa tak meneleponku saja Dave?"
"Ponselku hilang Ne. Aku juga tak sempat meminta nomormu pada Jay."
"Oh begitu .... "
"Bagaimana? Kamu ada kuliah setelah ini?"
"Tidak ada," kata Anne dengan nada bimbang. Kemudian menoleh pada Nick, merasa tak enak jika meninggalkan Nick yang tadi menemaninya makan.
Nick seakan tahu Anne sedang bertanya padanya menjawab, "Tak apa, pergilah An."
"Baiklah Dave, aku akan ikut denganmu." Anne beranjak dari duduknya. Lalu berpamitan pada kedua temannya, "Aku pergi dulu Nick, bye Wildan," pamit Anne. Wildan hanya melambaikan tangannya dengan wajah penuh pertanyaan.
Nick sedari tadi masih memainkan ponsel tak memandang Anne yang berlalu dengan Dave.
"Nick," panggil Wildan setelah Anne berjalan menjauh dari mereka.
"Hm."
"Cepat katakan perasaanmu pada Anne sebelum terlambat."
"Maksudmu?"
"Tidak perlu berbohong di depan pria yang memiliki kekasih. Aku tahu kamu menyimpan perasaan untuk Anne."
Nick tak menjawab.
(1) Kolokium : Kegiatan belajar (pada tataran pendidikan sarjana) yang dilakukan dalam bentuk seminar untuk membahas proyek penelitian bertaraf lanjutan