Tidak ada yang jahat, hanya saja kamu baru mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
***
Hening, hanya suara angin dan langkah mereka yang masih menulusuri hutan. Namun, nampak berbeda sedari bangun tadi Ratna tidak melihat Kusumahdinata. Pikiran Ratna melayang pada kejadian kemarin malam, apakah dirinya sudah kelewatan?
"Permisi, apa kakakmu pergi?" tanya Ratna sembari membuka jendela kecil di keretanya.
Aryan hanya diam tidak menimpali, membuat Ratna kesal sendiri.
"Untuk apalagi nyimas mencari kakang Kusumahdinata? Bukannya nyimas tidak peduli?" celetuk Aryan.
Ratna yang mendengar hal itu tersulut emosi, tapi dirinya mencoba mengabaikan ucapan Aryan.
"Memang tidak, tapi dia punya kewajiban untuk menjagaku," tutur Ratna.
"Nyi- ah maksudku Ratna, kang mas sama sekali tidak punya kewajiban menjagamu, bukankah kamu sendiri bilang jika bukan putri mahkota," sindir Aryan yang sukses membuat Ratna terdiam.
Dengan cepat Ratna menutup kembali jendela kecil itu. Ucapan Aryan ada benarnya, dirinya memang bukan putri mahkota yang asli, jadi kenapa berharap untuk di jaga?
Apa dirinya mulai menyesal? Tidak, tidak boleh, dia harus pulang, tempat tinggalnya bukan di sini.
Sibuk dengan pemikirannya sampai suara gaduh dari luar membuat Ratna terkejut, ingin melihat ada pada dari jendela. Namun, kereta yang dia tumpangi melaju kencang, karena tidak sempat menggapai pegangan Ratna terbentur.
"Sialan!" pekik Ratna.
Pening dirasakan oleh Ratna, dengan pacuan kereta yang ugal-ugalan semakin membuat Ratna pusing dan mual, tidak tahan lagi dengan rasa pening akhirnya Ratna pingsa.
Berapa lama terjebak dalam keadaan yang seperti itu akhirnya kereta kuda yang Ratna tumpangi berhenti, suara gemericik air terdengar samar di telinga Ratna. Dia mencoba mengumpulkan kesadarannya dan melihat orang-orang berbaju hitam berjalan entah menuju kemana.
Ratna memberontak ketika mengetahui dia sedang di bopong. Salah satu dari mereka menodongkan pedangnya, membuat Ratna berhenti memberontak. Mulutnya yang di sumpal dengan ikatan rasanya kebas, apalagi tangan dan kakinya juga di ikat.
Seolah pasrah, Ratna membiarkan mereka membawanya, jika sudah ada celah untuknya nanti, baru Ratna memberontak.
Matahari makin terik, entah sudah seberapa jauh mereka membawa Ratna terpisah dari rombongan, lalu apa Kusumahdinata tau? Sekelebat ucapan Aryan tadi hinggap di pikiran Ratna, membuat dirinya tersenyum miris.
"Lupakan soal Kusumahdinata," pikir Ratna.
Netra Ratna memandang air terjun dari kejauhan, penjahat ini membawanya menuju ke sana, tapi untuk apa?
Semakin dekat dan akhirnya Ratna di turunkan di antara bebatuan. Jatuhnya air membuat beberapa percikan membuat hawa semakin dingin, Ratna baru sadar jika selendang putih yang dia kenakan sudah tidak ada lagi.
Dengan cerdik Ratna menutupi rasa takutnya, mereka terlihat lelah apalagi penjahat yang membopong Ratna tadi.
Salah satu dari mereka maju, membuat Ratna bergerak mundur, tangan penjahat itu ingin mengelus pipinya tapi segera Ratna memalingkan wajahnya.
Karena terus bergerak mundur dan tidak mengetahui adanya batu yang lancip, tangan Ratna terluka, punggungnya sudah terpojok sebuah batu yang lebih besar.
"Calon ratu Sumedang ini ternyata sombong," ucapnya sembari menjauh. Ratna menghela napas, selagi dirinya aman, Ratna harus cepat-cepat mencari cara untuk bebas.
***
Hari semakin malam, tidak ada tanda-tanda Kusumahdinata yang mencarinya, apa lelaki itu benar-benar ingin membuang Ratna? Atau putri mahkota yang asli sudah Kusumahdinata temukan.
"Apa belum ada utusan?" tanya seseorang yang tadi mendekati Ratna, sepertinya dia adalah pimpinan mereka. Tidak lama dari itu seekor burung yang Ratna sendiri tidak tahu jenisnya karena samar-samar, itu muncul. Namun, Ratna tahu jika burung itu digunakan untuk mengantarkan sebuah pesan, berterima kasih oleh film-film yang memperagakan adegan kerajaan, jadi Ratna bisa mengetahuinya sedikit-sedikit.
Mereka sempat menoleh ke arah Ratna yang menatap mereka dengan tajam.
"Tuan, meminta kita untuk membunuhnya," ucap lelaki tadi, Ratna tidak ingin terlihat gegabah, dia tidak ingin para penjahat itu tau jika sedari tadi tangannya bergerak pelan, menggores tali pada batu lancip yang melukai tangannya tadi, agar tali tersebut putus.
"Ah, cantik, tapi sayang waktunya hanya tinggal beberapa jam lagi," ucap salah satu dari mereka dengan tawa yang seolah ingin mengalahkan suara air terjun.
"Tapi, kalau dipikir-pikir apa tidak sia-sia kita menangkap lalu membunuhnya?" salah satu anak buahnya angkat bicara.
"Benar, bukannya kita bisa mendapatkan lebih, apalagi dia ini putri mahkota, pasti tubuhnya...."
Menjijikkan! Pikir Ratna, berani-beraninya mereka menatap dirinya dengan mata setan seperti itu!
Tawa kembali terdengar ditelinga Ratna, salah satu dari mereka mendekat dan melepas paksa sumpalan yang ada di mulutnya.
"Benar-benar cantik, meskipun sedikit kotor, tapi tidak masalah kita bisa membantumu membersihkan dir-" belum sempat melanjutkan ucapannya Ratna sudah meludah ke arah pemimpin penjahat tersebut.
"Kau ingin segera mati hah!" berangnya.
"Lakukan! Lebih baik mati daripada menjadi pemuas nafsu kalian, kalian pikir gue takut hah!" cecar Ratna.
Bukannya takut mereka malah tertawa, bukan menganggap serius perkataan Ratna. Ingatlah pada zaman seperti ini, derajat perempuan masih dipergunjingkan.
"Kita tidak akan bermain kas-" lagi-lagi Ratna melawan, kini bukan lagi ludah. Sebongkah batu dia lemparkan ke arah penjahat yang ingin berbicara tadi.
Batu tersebut sukses membuat dahi orang tersebut berdarah, atau mungkin sudah melukai matanya. Ratna tidak peduli, lebih baik membunuh dari pada dirinya dilecehkan.
Para penjahat tersebut mengambil senjatanya kembali, memandang Ratna yang berdiri dengan kilat emosi.
"Gue kira lo semua bakal kapok karena udah pernah kalah ngelawan gue di tepi sungai, ternyata masih berani juga," ucap Ratna santai.
"Kalian salah berhadapan dengan putri mahkota yang sekarang," ujar Ratna lagi.
"Sepertinya benar rumor tentang sang putri tuan, dia itu siluman," kata salah satu dari mereka.
"Bodoh! Kita hanya perlu membunuhnya dua kali! Bisa saja ada yang menyelamatkan dia waktu itu." Semuanya terdengar jelas di telinga Ratna.
Siluman? Dua kali? Apa mereka membunuh putri mahkota yang asli? Pikiran Ratna kalut, sampai dirinya tersentak oleh suara si pemimpin yang menyuruh anak buahnya untuk menyerang Ratna.
Dengan sisa-sisa tenaga dan tempat yang begitu curam membuat Ratna lebih berhati-hati, dia mengandalkan ilmu beladirinya kali ini. Meskipun sempat mengalahkan mereka di tepi sungai, tapi Ratna juga terluka kala itu.
"Nyusahin banget terlempar di jaman kaya gini!" keluh Ratna.
Lima lawan satu dan yang melawan adalah perempuan, tidak memiliki senjata dan juga luka-luka. Sepertinya nasib Ratna sedang mengajak dirinya bercanda.
"Menyerah saja putri, matahari belum bangun, kita nikmati saja malam ini," ucapnya saat berhasil mengunci tangan Ratna.
"Lebih bagus lagi jika malam ini dirimu bermimpi!" Dengan cekatan kaki Ratna menjegal sang lawan, mengambil alih pedangnya dan menggores besi tajam tersebut ke arah kaki lawannya.
Kejam memang, tapi ingat lagi dia tidak sedang berjuang di kota yang penjahatnya tidak takut dengan sumpah kitab suci sama sekali.
.
.
.
Adakah yang capek di rumah aja? Sama, author pun juga lelah mental, hati, jiwa dan pikiran. Kita mengheningkan cipta sebentar untuk kesehatan kedepannya, aamiin. 😌🔥