Pagi ini seseorang mendapat hidayah. Yoo Jeongyeon yang tipikal malas bangun pagi sudah duduk di ranjang sedari 10 menit lalu, padahal mentari baru saja menampakkan sinarnya di ufuk timur.
Tentu saja Jeongyeon memiliki alasan sendiri untuk bangun sepagi ini.
Bibir bawah di gigit gusar, keringat dingin membasahi kening, serta tangan meremas seprai kuat menandakan ia sedang menahan sesuatu.
Jeong mulai merutuki dirinya yang belum sempat bertanya banyak kepada Dongwook mengenai tubuh barunya itu.
Merasa sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi, Jeongyeon bergegas meraih handphone yang tersedia di nakas samping kasurnya.
Beruntung handphone tersebut tidak terkunci, jadi Jeong bisa memakainya kapanpun dan dimanapun mulai sekarang.
Jeongyeon mulai mengetik sesuatu di mesin pencarian.
Beberapa hasil penelusuran timbul usai Jeongyeon menekan tombol enter pada kypad ponsel.
Berhubung jiwa wanita Jeong masih ada, ia lebih memilih mempelajari hal baru itu lewat artikel bukan lewat sebuah video yang sebenarnya bisa lebih mudah di pahami.
Merasa sudah paham Jeongyeon langsung bangkit dari kasurnya dan berlari kearah kamar mandi. Bersama mata yang tertutup Jeongyeon mulai menuntaskan aktivitas kamar mandinya.
"EHH INI APAAN WOYY!!"
"ㅋㅋㅋ ADUH INI KENAPA LEMBEK LEMBEK TIDAK BERTULANG GINI SIH"
"YAK ㅋㅋㅋ INI KENAPA KELUARNYA GA BERATURAN GINI? APA HARUS DIPEGANGIN? ARGH AKU BISA GILA"
"HUWA LEGA JUGA AKHIRNYA"
Suara teriakkan Jeongyeon perlahan menghilang. Setelah menimang cukup lama, Jeong memutuskan untuk sekalian mandi dan membersihkan dirinya.
~ǀ~ǀ~ǀ~ǀ~ǀ~ǀ~
#Jeongyeon POV#
"Yoo Jeongyoon?" gumamku setelah membaca kartu identitas pemilik tubuh ini. "Kenapa namanya mirip denganku? dan apa ahjussi itu juga yang menyiapkan semua ini?"
Tak ingin ambil pusing aku segera memasukkan kembali tanda pengenal itu ke dalam dompet, lalu dompet itu kumasukkan ke dalam saku celana.
Aku keluar dari kamar dan melangkah menuju dapur. Setelah meneguk air dan memakan sepotong roti aku berjalan lagi ke arah ruang tengah.
Tiba-tiba langkahku terhenti tepat di depan cermin besar.
Aku mendekat dan memutar tubuhku sembari memperhatikan lekat-lekat wajah asing yang terpampang.
Aku menghelaan nafas dengan kasar. Senyum simpulku mengembang selagi aku menghapus air mata yang menetes.
"Kau pasti bisa! Kau pasti bisa kembali ketubuhmu dan kumpul bersama semua orang terdekatmu lagi. Himnae Yoo Jeongyeon" ucapku menyemangati diri sendiri.
Ya, karena memang hanya itulah yang bisa kulakukan disaat seperti ini. Kini aku sadar motivasi terbaik bukan datang dari orang lain, melainkan dari diri kita sendiri.
Aku melanjutkan langkahku dan duduk di sebuah sofa besar. Kuraih remot di atas meja dan kutekan tombol on hingga tv itu menyala.
Setelah menggonta-ganti chanel, pandanganku stay pada seorang namja yang ku kenal baik.
Haejun oppa, managerku itu sedang menjelaskan kondisi yang kualami kepada media.
Melihat wajah lelah dan lesu dari manager membuatku menyesali keegoisanku. Andai saja aku tidak memaksa pulang sendiri, pasti semua ini tidak akan terjadi.
Aku menelaah bangunan di belakang manager. Setelah mendapat pencerahan aku langsung bangkit dari sofa dan bergegas keluar rumah.
Taksi yang melintas segera aku berhentikan secara paksa. Untungnya tidak ada penumpang di taksi tersebut, jadi aku tidak kena seprot atas tindakanku barusan.
Tak ingin membuang waktu lama, aku masuk ke dalam taksi dan meminta pengemudinya membawaku ke Konkuk Hospital.
Hanya butuh 1 jam setengah akupun tiba di tempat tujuan. Saat turun dari taksi aku tercengang dengan banyaknya wartawan yang sedang duduk di depan pintu utama RS.
Astaga, mereka rela seharian di sini hanya untuk meliput diriku?
Pandanganku beralih ke arah lain. Aku ternganga saat mendapati tidak sedikit Once turut hadir bersama banner ditangannya.
Mereka juga datang untuk memberiku dukungan?
Gomawo Once, aku sangat terharu dengan perhatian dan kasih sayang kalian – aku tidak akan lupa dengan kebaikan kalian selama ini.
Aku menghela nafas guna mengontrol perasaanku kembali. Setelah merasa tenang, aku mencoba untuk bersikap biasa saja dan mulai berjalan menuju pintu masuk.
Betapa terkejutnya aku saat salah seorang wartawan tiba-tiba menatap ke arahku. Sedetik kemudian wartawan itu berdiri dengan kameranya.
Aksinya itu di ikuti oleh beberapa wartawan lain. Kini semua wartawan menatapku bersama kamera di tangannya.
Sontak akupun langsung berhenti. Rasa takut dan gugup mulai menyelimuti. "Apakah mereka mengenaliku? Rasanya tidak mungkin" gumamku.
Aku semakin terkejut saat semua wartawan itu mulai berlari mendekat. Secara refleks aku langsung menundukkan wajahku.
* TAP *
Salah seorang wartawan menubruk bahuku saat ia berusaha berlari melewatiku.
"Gong Seungyeon-ssi"
"Seungyeon-ssi"
Deg!
Mendengar teriakan beberapa wartawan membuatku langsung membeku di tempat. Aku mengangkat wajah dan memutar badan untuk melihat sosok yang masih di kerubungi media.
Tubuhku gemetar saat mendapati semua keluargaku ternyata datang bersama Pinky oppa.
Saat ini managerku dan manager Seungyeon eonni sedang berusaha membuka jalan untuk Appa, Eomma, dan Eonni-eonniku lewat.
* TAP *
"Jwaesonghamnida" tutur Seungyeon eonni ketika menubruk tubuhku. Mungkin ia tidak sadar jika orang yang baru saja ditubruknya adalah adiknya sendiri.
Aku kembali memutar badanku untuk menatap punggung semua keluargaku yang sudah berhasil masuk ke dalam RS. Para wartawan itu kembali duduk di tempatnya dengan rasa kecewa.
Bersama air mata yang menggenang, aku ikut berlari memasukki rumah sakit.
Mata elangku mengeksplore mencari keberadaan keluargaku yang ternyata sudah mulai memasukki lift satu persatu.
Sontak aku berlari lagi dan menahan pintu yang hampir saja tertutup. Setelah membungkukkan badan, aku masuk ke dalam lift dan mengambil tempat di dekat tombol.
* Hikss.. *
Suara isak tangis menggema. Dengan refleks aku mencuri pandang lewat pintu lift yang masih tertutup. Pandangan ini stay pada pantulan eomma yang berada tepat di belakangku.
"Sudah eomma, jangan menangis terus. Jeongyeonie pasti ikut sedih jika melihat eommanya menangis seperti ini"
Kau benar eonni, aku sangat sedih sekarang.
Aku benar-benar sedih dan merasa kesepian saat ini.
"Eomma hanya tidak menyangka adikmu akan seperti ini, Seungyeon-a"
"Yeobo, tolong tahan air matamu saat kita sudah tiba di ruangan nanti" ucap appa. Eomma hanya menangguk sebagai jawaban.
Pintu lift terbuka dan semua orang mulai turun.
Aku sengaja menjulurkan kakiku beberapa kali saat pintu itu hampir tetutup. Hal tersebut sukses membuat pintu kembali terbuka.
Setelah terdengar suara knop pintu aku mulai melangkah keluar dari lift.
Kutelusuri lorong rumah sakit sembari melihat-lihat nama yang tertera pada dinding kamar pasien.
–Yoo Jeongyeon 1996–
Langkahku terhenti saat aku mendapati namaku berada di salah satu kamar. Ku tengok celah kecil pada pintu, aku melihat appa sedang berdiri di ujung ranjang.
Aku tidak bisa membayangkan betapa khawatirnya mereka saat berita tentangku muncul di berita.
Meskipun melihat sekilas, aku yakin eomma dan eonniku pasti banyak menangis sampai-sampai mata mereka sembab.
Hah~ rasanya aku sangat ingin masuk ke dalam sana.
Aku ingin memeluk dan menenangkan mereka semua. Aku ingin berkata, jika aku sedang baik-baik saja saat ini.
Akupun mengurungkan niat bodohku itu. Aku memilih untuk berjalan ke arah lift lagi dan keluar dari rumah sakit.
~ǀ~ǀ~ǀ~ǀ~ǀ~ǀ~
#Author POV#
Seseorang keluar dari kamar besar yang berisi 4 orang. Ketidakhadiran 1 penghuninya membuat sang leader group khawatir jika ada membernya yang tidak pulang.
Sebuah helaan nafas lolos dari mulut Jihyo. Ia merasa lega saat mendapati Nayeon ternyata ada di sofa. Gadis kelinci itu sedang tidur dengan selimut yang membalut tubuhnya.
Baru saja ingin menghampiri dan membangunkan, seseorang bersuara dari dapur hingga mengambil atensi yeoja bermarga Park tersebut.
"Biarkan saja eonni"
Jihyo menoleh dan mendapati Chaeyoung yang barusan berbicara kepadanya. Rapper group itu sedang bersama Momo dan Dahyun di meja makan.
Bukan sarapan, mereka hanya sedang duduk dan berbincang ringan saja.
Setelah mendengar berita kecelakaan Jeongyeon kemarin, dunia mereka seakan runtuh. Para member tidak bisa berbuat apapun dan hanya bisa meratapi kondisi salah satu anggota keluarganya itu – bahkan untuk sekedar makan saja mereka semua menjadi tidak nafsu.
Kini Jihyo berjalan ke arah dapur dan langsung ikut duduk di samping Momo.
"Apa dia tidur disitu dari semalam?" tanyanya.
"Aniyo, dia semalaman menangis. Aku rasa Nayeon eonni baru tertidur satu jam lalu, maka dari itu aku membawa selimut untuknya" jawab Dahyun.
"Benarkah? Sana juga menangis semalaman"
"Sebenarnya tidak ada dari kita yang menduga hal itu akan menimpa Jeongyeon, bukan? Aku yakin kau juga banyak menangis leader. Kita semua jelas banyak menangis" ucap Momo membuat semua orang mengangguk lesu.
Ditengah perbincangan, seseorang terbangun dari tidurnya. Terlihat Nayeon sedang mengucek kedua mata sembabnya sembari berjalan gontai menuju dapur. Yeoja itu duduk di sebelah Dahyun dan langsung menuang air untuk minumnya.
"Kemana yang lain?" suara serak Nayeon terdengar selagi hendak meneguk air tersebut.
"Sana dan Mina masih tidur" jelas Jihyo.
"Tzuyu juga masih tidur, eonni" timpal Chaeyoung.
Nayeon mengangguk dan meletakkan gelasnya di meja. "Terus Jeongyeon mana?"
Hening.
Tidak ada seorangpun yang bergeming atas pertanyaan tertua group itu.
Tersadar akan situasi, Nayeon langsung mengatupkan rahangnya. Ia tertunduk lesu saat mengingat alasan yang membuat sahabatnya tidak terlihat pagi ini. Hati kecil Nay mulai merutuk.
"Mian, aku lupa" lirihnya bersama air mata yang sukses menetes lagi.
Melihat sang eonni menangis, Dahyun segera memeluk dan mengusap punggung orang di sampingnya.
Saling menyemangati, adalah sebuah hal kecil yang bermakna mendalam di saat-saat seperti ini.
Semua orang sama terpukulya dengan kondisi Jeongyeon. Untuk menjadi kuat adalah hal yang sedang mereka perjuangkan bersama.
* Tinggtongg *
Suara bell memecah keheningan. Sang leader bangkit dari bangku dan berjalan ke arah pintu.
Saat membuka pintu alis Jihyo mengerut ketika mendapati seseorang pengantar makanan sudah berdiri di hadapannya.
"Atas nama Park Jisoo-ssi?" tanya orang tersebut di balik helm hitam yang dipakainya.
Jihyo semakin mengerutkan alisnya karena bingung. Hampir tidak pernah ada yang memanggilnya Jisoo lagi selama ini.
"Ya, dengan saya sendiri?"
"Ini pesanannya" ucap namja tersebut seraya menyerahkan 2 kantong besar berisi makanan dari restoran China.
Jihyo berpikir sejenak. Ia rasa tidak ada 10 menit lalu dirinya bangun dari mimpi, Jihyo bahkan belum menyentuh ponsel – tapi sekarang malah ada delivery atas namanya.
"Maaf tapi saya tidak memesannya, mungkin ahjussi salah alamat kali" tutur Jihyo.
"Emm.. Saya hanya disuruh mengantarkan kesini nona. Pokoknya terima aja, saya pegel nih asli dah" tuturnya seraya menyerahkan paksa kedua kantong itu ke arah Jihyo.
Meskipun ragu sang leader tetap menerimanya. Dirinya melirik ke arah kontong tersebut dan kemudian mengatakan "Berapa total semuanya?"
"Sudah di bayar JIhy– nona, dan itu ada catatan kecil di dalamnya" gugup orang tersebut. Ia merutuk di balik helmnya.
Jihyo mengangguk paham dan tersenyum ramah. "Kalau begitu terimakasih, ahjussi"
Setelah menutup pintu sang leader langsung berjalan menuju meja makan. Tatapan heran datang dari NaMoDaChae saat melihat Jihyo datang bersama 2 kantong makanan di tangannya.
"Apa kalian ada yang memesannya?" tanya Jihyo seraya meletakkan plastik tersebut. Keempat member itu menggeleng.
Jihyo langsung membuka plastik di hadapannya. Tangan serta pandangan yeoja itu bekerja sama untuk mencari catatan yang dimaksud oleh pengantar makanan tadi.
Kini para member mulai membacanya. Merasa penasaran juga, Nayeon segera menghapus air matanya dan ikut menaruh pandang pada kertas tersebut.
Kening yeoja bergigi kelinci itu mengerut – ia sedang berpikir keras saat ini.
Tulisan ini tampak tidak asing, tapi aku pernah melihatnya dimana? –batinnya.
~~~ To Be Continued ~~~
Yang dari kemarin-kemarin pada minta update, ini udah diup yak.
GImana ceritanya? Next?