Return to the World I Belong...

By IsmifIzzah_

3.7K 277 6

DOR! DOR! DOR! Suara tembakan berperedam itu membuat Hyeon Mi terhuyung. Ia yang tengah mengejar penjahat yan... More

Ep. 1
Ep. 2
Ep. 3
Ep. 4
Ep. 5
Ep. 6
Ep. 7
Ep. 8
Ep. 9
Ep. 10
Ep. 11
Ep. 12
Ep. 13
Ep. 14
Ep. 15
Ep.16
Ep.17
Ep. 18
Ep. 19
Ep. 20
Ep. 21
Ep. 23
Ep. 24
Ep. 25
Ep. 26
Ep. 27
Ep. 28
Ep. 29
Ep. 30
Ep. 31
Ep. 32
Ep. 33
Ep. 34
Ep. 35
Ep. 36
Ep. 37
Ep. 38
Ep. 39
Ep. 40
Ep. 41
Ep. 42
Ep. 43
Ep. 44
Ep. 45
Ep. 46
Ep. 47
Ep. 48
Ep. 49
Ep. 50
Ep. 51
Ep. 52
Ep. 53
Ep. 54
Ep. 55
Ep. 56
Ep. 57
Ep. 58
Ep. 59
Ep. 60
Ep. 61
Ep. 62
Ep. 63
Ep. 64
Ep. 65

Ep. 22

44 3 0
By IsmifIzzah_

Beberapa hari kemudian, setelah memastikan hujan dan badai tidak terjadi lagi, Jonas mengurus penduduk yang ingin kembali ke rumah mereka masing-masing.

Tidak ada orang yang berani membuat keributan selama proses perpulangan, bahkan jika terdengar suara obrolan ramai, orang lain akan menegur, saling mengingatkan.

Josephine tidak terlihat. Jonas memintanya beristirahat di kamar orangtuanya, karena hanya kamar itu yang tersisa. Ia memberikan privasi untuk Josephine dengan mendiang kedua orangtuanya.

Suara derap langkah kumpulan orang terdengar mendekat. Pelataran kastil kediaman Marquess Velasquez yang sudah dibenahi kini dipenuhi oleh satu unit pasukan berlambang kerajaan, namun berseragam berbeda dengan pasukan kerajaan yang dipimpin oleh Helios.

"Ada apa ini?" Gumam Jonas melihat pasukan itu berjalan memasuki pelataran kastil.

Helios berjalan ke arah serambi kastil bersama Jonas untuk melihat keadaan.

Jeremy dan seluruh anggota pasukan kerajaan berdiri di belakang Helios dan Jonas.

"Di mana Nona Josephine Velasquez?" Tanya seorang pria bertubuh gempal dari atas kudanya. Sorot cahaya matahari tepat berada di atas kepala pria itu.

"Kalian pikir apa yang kalian lakukan?!" Desis Jonas marah.

Pria bertubuh gempal itu tertawa keras.

"Apa yang anda lakukan di sini, Count Leofred Riddle?" Helios mengulang pertanyaan Jonas.

Count Leofred Riddle bahkan tidak repot turun dari kudanya sebelum bicara. Jonas mengeratkan rahangnya, menahan diri atas ketidaksopanan pria di depannya.

"Kami menahan Nona Josephine Velasquez atas tuduhan pemberontakan terhadap kerajaan." Tukas Count Leofred Riddle dengan senyum sinis.

Mendengar tuduhan yang tidak masuk akal, Jonas melangkah maju. "Bukankah sebaiknya anda turun dari kuda dulu, Count Riddle?!"

Count Riddle segera dibantu anak buahnya turun dari kuda melihat aksi protes Jonas. "Jadi, di mana Nona Josephine Velasquez?"

"Kalian tidak bisa membawanya. Di mana surat perintah penangkapan?!" Sergah Helios langsung. Beraninya Count Riddle mengkhianati Count Portium dan  bekerjasama dengan Pangeran Keiron. Seberapa banyak yang diberikan Pangeran Keiron pada Count Riddle?!

Count Riddle melemparkan sebuah gulungan kertas ke atas tanah. "Lihat itu!"

Helios menginjak gulungan kertas itu tanpa melihatnya. "Beraninya Kesatuan Inspeksi Kerajaan mendahului Kesatuan Militer Kerajaan menangkap seseorang atas tuduhan pemberontakan." Desisnya. "Sadar di mana diri anda harus berdiri, Count."

Tawa Count Riddle lenyap melihat ekspresi Helios yang menakutkan. "Ka.. kami harus membawa Nona Josephine Velasquez."

"Kalian dibayar berapa?" Sahut Jonas sarkas. "Apakah aku harus menyelidiki transaksi apa yang sudah kalian lakukan?"

Count Riddle meneguk ludahnya. "Apapun keadaannya, kami harus membawa Nona Josephine Velasquez! Semuanya, cari Nona Josephine Velasquez di dalam!!" Serunya pada anak buahnya.

Helios menarik pedangnya keluar melihat para anggota pasukan Inspeksi ingin beranjak dari tempatnya. "Rupanya kau belum sadar juga, Count. Kau tahu kedudukan Kesatuan Militer Kerajaan lebih tinggi daripada Kesatuan Inspeksi. Aku bisa saja memerintahkan pasukanku untuk menghabisimu sekarang."

Count Riddle tersentak. "Mu..mundur!"

Seluruh anggota pasukan yang dibawa Count Riddle menahan diri setelah mendengar perintah mundur.

Kamar luas yang beberapa hari lalu dilihatnya terisi, kini lengang. Tempat tidur yang sebelumnya ditiduri oleh Marquess Velasquez kini kosong. Hyeon Mi duduk di atas kasur luas. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan.

Sebuah bingkai besar lukisan keluarga tergantung di salah satu dinding. Semua wajah di atas lukisan itu tersenyum hangat. Tanpa sadar, Hyeon Mi meneteskan air mata.

Tok Tok!

Hyeon Mi mengangkat pandangan, "masuk." Sahutnya parau, tidak repot menghapus air matanya.

Seorang pria tua membuka pintu kamar. Freud berjalan masuk dan menunduk hormat pada Hyeon Mi. "Maaf sudah mengganggu waktu berduka anda, Nona."

"Ada apa?"

Freud merogoh sesuatu dari balik saku bajunya. Ia mengeluarkan secarik kertas berwarna kecokelatan dan memberikannya pada Hyeon Mi. "Tuan dan Nyonya menitipkan surat pada anda."

Meskipun terkejut dan bertanya-tanya dalam hati, Hyeon Mi menerimanya. Ia menatap Freud bertanya, sebelum ia membacanya.

"Bacalah." Ucap Freud.

Hyeon Mi membuka lipatan kertas dan membacanya.

Untuk seseorang yang berada di dalam putriku,

Hyeon Mi tersentak, spontan ia menatap Freud waspada.

"Saya sudah mengetahuinya, Nona." Freud berujar hormat. "Anda dapat membacanya dahulu, kemudian saya akan menjelaskannya."

Untuk seseorang yang sangat baik hati. Maaf, kami tidak sempat menanyakan siapa kamu, dari mana asalmu, apa yang terjadi hingga membuatmu seperti ini. Maaf, kami tidak sempat menanyakannya. Tapi, satu hal yang kami ketahui pasti, kamu adalah orang yang sangat baik.

Kami menyadari perbedaanmu dengan putri kami selama kamu berada di kastil ini, membantu kami dan rakyat Kota Arxilo yang terkena bencana. Sering kali kami mengetahui kalau kamu tidak mengenal kastil ini. Bahkan kamu sering bertanya letak ruangan di kastil ini. Itu sudah menjadi tanda pertama bahwa kamu bukan Josephine, putri kami.

Dan, Josephine putri kami, tidak akan ingin repot membantu orang yang tidak membawa keuntungan baginya. Tapi, kamu, tanpa banyak bicara membantu semua orang yang butuh pertolongan. Seolah kamu memang terlahir untuk menolong sesama. Terima kasih, anakku. Terima kasih.

Kami menyadari kamu bukan Josephine yang kami kenal. Terlalu banyak perbedaan. Sepintar apapun kamu berpura-pura, kamu tidak bisa membohongi kami. Tapi, itu bukan masalah. Terima kasih karena sudah bersikap sangat baik. Kami selalu ingin melihat sikap Josephine yang sepertimu, meskipun itu tidak mungkin.

Setidaknya kami pernah 'melihatnya' bersikap sangat baik. Bukankah kamu tidak mengenal siapa pun di sini? Tapi kamu bersikeras membantu orang yang bahkan tidak tahu siapa dirimu.

Nak, siapa pun dirimu. Kamu tetap anak kami. Mungkin kita belum sempat berkenalan dengan resmi, tapi mari kita lakukan di kehidupan selanjutnya.

Hyeon Mi menghembuskan napas yang sejak tadi ditahannya. Ia menengadah, kembali menatap Freud, meminta penjelasan.

"Kondisi bencana yang tidak diketahui kapan akan berakhir membuat Tuan dan Nyonya menulis beberapa wasiat khusus untuk anda. Tapi, sebelum itu, bisakah anda memperkenalkan diri terlebih dahulu?"

Hyeon Mi menatap Freud tajam, ia tidak akan dengan mudah mempercayai siapa pun.

"Tenanglah, Nona. Saya bukan orang yang berbahaya." Freud menyergah. Mendadak ia menggulung lengan bajunya, memperlihatkan sebuah lambang yang diketahui Hyeon Mi.

Lambang sumpah darah. Seperti milik Derick yang melakukan sumpah darah pada Keizer. Hyeon Mi mencermati ukiran lambang di kulit lengan Freud.

"Ini adalah tanda sumpah darah. Saya dan seluruh keturunan saya, mengabdikan diri sepenuhnya pada keluarga Marchioness  Jenith Velasquez."

"Keluarga Marchioness Jenith Velasquez?" Hyeon Mi bertanya.

Freud mengangguk. "Saya hanya akan mengabdi pada keturunan dari Tuan Joseph Velasquez dan Nyonya Jenith Velasquez. Itu adalah anda, dan putra putri anda nanti." Jelasnya. "Sebelum meninggal, Tuan juga menuliskan wasiat pada saya. Isinya, beliau menitipkan anda. Siapapun diri anda."

"Bagaimana aku bisa mempercayainya?"

Freud memperlihatkan kertas lain yang dibawanya.

Hyeon Mi membaca sejenak kertas yang dibubuhi stempel pribadi Marquess Velasquez. Seperti kertas miliknya. "Namaku--"

Freud menunggu dengan sabar, tanpa menyela.

"Namaku Park Hyeon Mi. Aku bukan berasal dari tempat ini. Hanya itu yang dapat kuberitahu."

Mendengar itu, Freud mengangguk hormat. "Baiklah, Nona Mi--"

"Ah, panggil aku Hyeon Mi. Atau Nona Park." Sela Hyeon Mi menyadari Freud yang akan memanggilnya dengan nama akhirnya sebagai bentuk kesopanan.

"Baiklah, Nona Park. Mulai hari ini, saya akan mengabdikan diri sepenuhnya pada anda, majikan baru saya. Anda bisa menggunakan saya untuk seluruh kepentingan anda. Buatlah diri saya berguna, Nona Park."

"Terima kasih, Freud." Hyeon Mi menanggapi. "Bisakah aku mengetahui kejadian detail kematian orangtua Josephine?"

"Setelah beristirahat satu hari penuh, kondisi Tuan membaik. Beliau memeriksa kondisi kastil bersama Nyonya. Sampai ke bagian belakang kastil, terdapat taman luas di dalam bangunan. Beberapa pilar besar menopang atap taman itu. Tapi, tiba-tiba pilar itu jatuh, hampir menimpa anak-anak di sana. Tuan dan Nyonya mengevakuasi anak-anak, namun nahas beliau tertimpa salah satu pilar saat akan keluar dari taman.

Nyonya meninggal di tempat, Tuan kehilangan banyak darah. Proses evakuasi berjalan lambat, untuk mengangkat pilar itu. Dan akhirnya, Tuan menyusul Nyonya."

Hyeon Mi berpikir cepat. "Apakah kondisi pilar memang rapuh?"

Freud menggeleng. "Meskipun kastil ini tua, kondisi bangunan di sini dalam keadaan baik. Termasuk pilar-pilar di taman. Kami tidak mengetahui penyebab pilar yang baik-baik saja bisa ambruk begitu saja."

Ada yang mengganjal. Jika pilar itu baik-baik saja, bagaimana bisa tiba-tiba jatuh?

"Tuan mengatakan hal yang tidak bisa saya mengerti saat beliau sekarat." Cetus Freud.

"Apa itu?"

"Jika bencana di kota Arxilo berhenti setelah kematiannya, anda harus mencurigai Pangeran Keiriel dan Pangeran Keiron."

Hyeon Mi terkesiap. "Pangeran Keiriel?"

"Benar, Nona."

"Apakah maksud Ayah, kejadian bencana ini berhubungan dengan sihir penghancuran milik Pangeran Keiriel?"

Freud mengangguk.

Hyeon Mi menghempaskan napas, "beraninya mereka!"

"Di saat terakhirnya, beliau pun berpesan pada saya untuk menjaga dan membantu anda."

"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan? Aku yakin Ayah membicarakan banyak hal padamu."

Freud berjalan menuju ruang kerja Marquess Velasquez di bagian lain kamar itu. Tanpa banyak bicara, Hyeon Mi mengikutinya.

Freud mengambil sebuah kotak kayu berukuran sedang. Kotak berwarna cokelat dengan ukiran hitam itu diletakkan di atas meja kerja. Freud menempelkan tanda sumpah darahnya ke bagian atas kotak yang langsung terbuka.

"Apakah itu sihir?"

"Ya. Untuk melakukan sumpah darah, kontraktor harus bisa menggunakan mana. Dan Tuan bisa menggunakan mana." Freud menjelaskan.

Apakah Helios juga bisa melakukannya?

Freud mengeluarkan beberapa rangkap kertas. "Ini adalah wasiat yang ditulis Tuan dan Nyonya jauh sebelum mereka meninggal. Beliau menulisnya di depan saya dan Baron Clarke--kuasa hukum keluarga Velasquez."

"Dari semua warisan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh keluarga jika ingin mengambil warisan." Freud menambahkan.

"Apa itu?"

"Keluarga Velasquez tidak boleh memaksa anda menikah. Meskipun penerus keluarga bukan anda, nama Velasquez akan tetap berada di belakang nama Nona Josephine sampai anda menikah dengan seseorang."

"Apakah poin ini ditambahkan setelah Ayah dan Ibu menyadari perbedaanku?"

Freud mengangguk. "Untuk melindungi anda dari keluarga yang ingin menghapus nama Velasquez dari anda, Tuan memberikan syarat seperti itu. Jika syarat itu tidak dipenuhi, maka seluruh aset kekayaan Marquess Velasquez akan diberikan pada anda."

"Kalau begitu, siapa saja yang berada dalam daftar pengambil warisan?"

"Viscountess Serrano. Beliau adalah kakak perempuan Tuan Velasquez. Countess Salvatine, Count Sergia, dan Baron Gale. Selain Viscountess Serrano, semuanya sepupu Tuan Velasquez."

Hyeon Mi mengangguk mengerti. "Dengan begitu, posisiku aman sampai aku menemukan orang yang akan kunikahi dengan kehendakku sendiri."

Freud mengangguk. "Posisi anda akan aman, mansion keluarga Velasquez di Ibu Kota Atenish beserta semua aset seperti kesatria dan pelayan juga diwariskan pada anda, dan aset tidak terdaftar milik Nyonya Velasquez akan diberikan pada anda."

"Aset tidak terdaftar?"

"Nyonya memiliki tambang batu bara yang tidak didaftarkan ke istana. Tujuannya adalah sebagai dana cadangan jika terjadi sesuatu pada keluarga. Tambang itu kini atas nama Josephine Velasquez."

"Aku menerima banyak hal tanpa bisa mengucapkan terima kasih." Hyeon Mi bergumam miris.

Freud segera menggeleng. "Setelah kedatangan anda, Tuan dan Nyonya selalu dalam suasana hati yang sangat baik. Saya bahkan ingin berterima kasih pada anda. Tuan dan Nyonya berpikiran hal yang sama dengan saya."

"Apakah dengan bersikap seperti ini saja cukup?"

Freud mengangguk tegas. "Teruslah hidup dengan baik, Nona. Dengan begitu, saya bisa menjalankan tugas saya dengan baik."

"Terima kasih, Freud."

"Serahkan pada saya, Nona. Saya akan mengurus semuanya."

Tiba-tiba suara keributan di luar kastil terdengar samar. Hyeon Mi bergegas keluar dari ruang kerja Marquess Velasquez dan melihat ke arah balkon. "Pasukan kerajaan?"

"Apa yang terjadi, Nona?"

"Aku akan turun dulu, Freud."

"Ada apa, ini?"

Helios menoleh ke belakang dan terkejut saat melihat Hyeon Mi berjalan menuju serambi kastil. Tidak tampak ekspresi apapun di wajah Josephine yang melangkah mendekat.

Count Riddle sedikit terintimidasi melihat kehadiran Josephine di sana. "Anda datang dengan sendirinya, Nona Velasquez." Sapanya hati-hati.

Hyeon Mi menatap tajam mata Count Riddle. Tidak berkata apapun.

Count Riddle berjalan mendekat. Helios dan Jonas spontan bergerak sebelum akhirnya Hyeon Mi menahan pergerakan keduanya. Secara tidak langsung ia mengatakan, ia bisa mengurusnya sendiri.

"Anda harus bekerja sama dengan kami. Tuduhan pemberontakan bukan hal yang ringan." Ujar Count Riddle mulai merasa percaya diri menangkap orang yang sejak tadi hanya diam saja.

"Bicara omong kosong lagi, anda akan menyesal, Count Riddle. " Desis Hyeon Mi dingin. "Saya tidak melakukan pemberontakan jika hal yang anda maksud mengarah pada penyelidikan yang saya lakukan di istana." Ia membalikkan badan meninggalkan Count Riddle yang terkejut mendapat sikap tak acuh Josephine.

Count Riddle mengeratkan tangannya, langkahnya berderap menyusul Hyeon Mi, tangannya terangkat dengan cepat meraih pundak Hyeon Mi sebelum Helios dan Jonas dapat menghentikannya.

Namun, Hyeon Mi justru menangkap tangan gempal itu dan memutarnya melewati tubuhnya kemudian membantingnya ke atas tanah. Suara debum terdengar keras begitu tubuh gempal Count Riddle menghantam bumi.

Seketika seluruh pasang mata yang menyaksikannya menahan napas melihat Count Riddle terkapar di atas tanah.

"Siapa kau beraninya menyentuhku!" Hyeon Mi menatap rendah Count Riddle yang berada di bawahnya.

Count Riddle mengerang, tak bisa bergerak.

Beberapa anggota pasukan segera membantu Count Riddle bangun. Mereka menatap tidak percaya pada nona di hadapannya.

Hyeon Mi melipat tangannya di depan dada. "Enyahlah."

"Lihat saja nanti, Josephine!" Tukas Count Riddle yang kini berjalan mundur menjauhi pelataran dibantu dengan beberapa orang yang memapahnya.

Anggota pasukannya bergegas melangkah mundur mengikuti pimpinan mereka.

"Usir mereka. Pastikan mereka tidak mendekati kediaman ini!" Tukas Helios pada seluruh anggota pasukan kerajaan.

Jonas bertolak pinggang. "Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa tuduhan seperti ini dijatuhkan pada Josephine?" Tanyanya pada Helios.

Helios tidak langsung menjawabnya, ia melirik Hyeon Mi  "Ini harus dibicarkan dengan Josephine."

Ruang kerja milik Marquess Velasquez menjadi tempat berkumpulnya Helios, Hyeon Mi, dan Jonas untuk membahas mengenai kejadian tadi.

"Josephine, surat datang dari istana." Jonas mengangsurkan sebuah surat dengan cap kerajaan tanpa nama pada Hyeon Mi yang duduk di sofa utama ruangan.

Hyeon Mi melempar pandangan pada Helios sebelum ia membuka suratnya.

Josephine, ini aku Keizer. Situasi berbalik tidak terkendali di ibu kota. Count Leofred Riddle mengkhianati Count George Portium. Kasus-kasus yang mengarah pada Count Wistern, lagi-lagi terlewat karena Count Riddle memotong semua ekor Ace Card yang mengarah pada Count Wistern. Yang lebih parah, lagi-lagi Raja tidak sadarkan diri. Para bangsawan mendesak rapat darurat. Aku minta maaf karena tidak bisa mengurusnya dengan benar. Aku turut berduka dengan kabar kematian orangtuamu, semoga mereka beristirahat dengan tenang. Tetaplah kuat, Josephine.

"Apa katanya?" Helios bertanya begitu melihat Hyeon Mi selesai membaca surat.

"Yang Mulia Raja tidak sadarkan diri. Sepertinya kita harus segera kembali ke ibu kota." Hyeon Mi berujar serius. "Jonas, aku akan menyerahkan gelar Marquess Velasquez padamu."

Jonas terkejut mendengar keputusan mendadak yang diambil Josephine. "Tidak. Kita bahkan belum melakukan rapat keluarga." Tolaknya langsung.

Setelah mendengar penjelasan singkat mengenai penyelidikan yang dilakukan Josephine yang melibatkan Keluarga Kerajaan, hingga dirinya dijatuhi tuduhan pemberontakan, Jonas mengerti alasan Count Riddle mendatangi kastil Velasquez.

Jonas menahan senyumnya. "Aku menolaknya." Berbanding terbalik dengan ucapannya.

Hyeon Mi menggeleng. "Jadilah kepala keluarga ini, dan bantu aku. Setidaknya aku memiliki dukungan dari Duke dan Marquess yang akan datang."

Jonas tidak bisa berkata-kata menanggapi adiknya. "Bagaimana denganmu?"

"Aku akan mengurusnya." Gumam Hyeon Mi serius. "Kau boleh pergi, Jonas. Ada hal yang ingin kubicarakan dengan Helios."

Jonas tampak keberatan dengan permintaan Josephine yang menyuruhnya pergi. Namun ia tetap menurutinya dan pergi meninggalkan ruangan.

"Hyeon Mi. Kau yakin dengan keputusanmu?" Tanya Helios melihat Hyeon Mi menghampirinya yang tengah duduk di sofa. "Jonas pasti akan menggenggam tangan Count Wistern."

Hyeon Mi menduduki sofa, ia menghela napas panjang, wajahnya terlihat cemas. "Aku tidak bisa menganggap remeh ancaman ini. Count Wistern jelas menginginkan keluarga Velasquez. Mereka bahkan membunuh orangtua Josephine untuk mewujudkannya. Jika aku menjadi penerus, Count Wistern akan membunuhku. Jika aku mati, aku tidak yakin dapat kembali ke duniaku." Ia berujar getir.

Helios tertegun mendengarnya, ia tidak memikirkan hal itu. "Kau benar. Bertahan hidup lebih penting dari apapun."

Hyeon Mi mengangguk setuju. "Aku baru saja mengetahui beberapa warisan yang ditinggalkan orangtua Josephine. Kau tahu? Orangtua Josephine menyadari aku bukan anak mereka." Senyum getir terlihat di wajah Josephine.

Sesuatu melesak di hati Helios melihat senyum getir itu. "Bagaimana bisa mereka menyadarinya?"

"Mungkin benar seperti kata pepatah, 'darah lebih kental daripada air'. Sepandai apapun aku meniru anak mereka, mereka pasti menyadari kalau aku bukan anaknya." Hyeon Mi memejamkan matanya, menahan perasaan sesak yang sejak beberapa hari lalu dirasakannya.

Helios menatap Hyeon Mi sejenak. "Kau baik-baik saja?"

"Tidak. Rasa bersalahku menjadi lebih besar setelah menyadari mereka mati karena aku." Hyeon Mi memijat pangkal hidungnya.

Helios duduk diam di tempatnya, ingin sekali ia menghampiri Josephine dan memberikannya pelukan penghiburan.

Hyeon Mi membuka matanya, menatap Helios yang juga menatapnya dengan tatapan campur aduk. Ia memaksakan senyum. "Kita harus bersiap pergi ke ibu kota, Helios. Tidak ada waktu untuk ini."

Sinar matahari pagi bersinar hangat menerangi ruang makan mansion keluarga Velasquez di Ibu kota Atenish. Hyeon Mi meletakkan pisau dan garpunya di atas meja, menyelesaikan sarapan.

"Selamat pagi, Nona Velasquez. Saya Freddie, kepala pengurus mansion keluarga Velasquez di ibu kota."

Hyeon Mi mengamati wajah seorang pria muda di hadapannya yang tengah mengulas senyum tipis, setelah memperkenalkan diri. Wajahnya familiar.

"Apakah saya sangat mirip dengan ayah saya?"

Hyeon Mi tersentak mendengarnya. "Apa ayah anda Tuan Freud??"

Freddie tersenyum, "ya. Beliau ayah saya. Anda mungkin tidak mengenali saya karena anda tidak pernah menetap di kediaman ini sebelumnya."

Hyeon Mi mengangguk.

"Maafkan saya karena baru menyapa anda pagi ini. Anda sampai di kediaman ini sudah cukup larut, saya berpikir untuk membiarkan anda beristirahat selama beberapa hari. Tapi, saya terkejut anda sudah berada di sini pagi ini."

Dia banyak bicara. Hyeon Mi mengangguk lagi. "Terima kasih atas perhatiannya. Apa anda bisa mengantar saya ke ruang kerja yang biasa Ayah saya gunakan?"

"Anda tidak perlu berbicara formal pada saya, Nona. Cukup panggil saya, Freddie."

"Baiklah, Freddie."

"Mari, ikut saya, Nona."

Sebuah ruangan luas terlihat begitu Hyeon Mi memasuki pintu besar berwarna cokelat tua. Tidak ada nuansa khas dari ruangan itu, namun siapapun yang melihatnya akan mengetahui pemilik ruangan merupakan orang yang sangat rapih.

"Ini ruang kerja Marquess Velasquez, Nona. Kami membiarkannya seperti sebelumnya dan tidak pernah menyentuh barang-barangnya selain untuk membersihkan ruangan. Beberapa catatan juga masih berada di tempatnya."

Hyeon Mi melangkahkan kakinya menyusuri ruangan, melihat rak buku tinggi berisi dokumen tebal yang memenuhi rak.

"Ayah saya mengabarkan, barang-barang penting milik mendiang Marquess dan Marchioness akan sampai lusa. Dan saya sudah mendengar kabar tentang anda, Nona."

Hyeon Mi melirik Freddie. Ia tidak bisa mempercayai siapapun dengan mudah.

Senyum tipis di wajah Freddie tiba-tiba pupus. Ia meletakkan tangannya di depan dada. "Sebelum bekerja pada keluarga Velasquez, saya dan ayah saya sudah melakukan sumpah darah untuk setia pada keluarga ini. Saya akan langsung mati jika melanggar sumpah itu."

Seutas senyum tipis terbit di wajah Josephine. "Ya, aku sudah mendengarnya dari Tuan Freud mengenai ini. Maaf, jika kau merasa tidak nyaman karena aku sempat mencurigaimu."

"Itu tidak masalah, Nona. Saya mengerti."

Hyeon Mi mengarah pada meja kerja Joseph, beberapa tumpuk dokumen terlihat di sana. Beberapa darinya bertuliskan nama Josephine.

"Apakah saya boleh bertanya, Nona?"

Hyeon Mi yang kini tengah duduk di balik meja kerja meraih dokumen bernama Josephine. "Katakan."

"Apakah Tuan Jonas tidak ikut pergi ke ibu kota?"

Mendengar nama Jonas disebutkan, Hyeon Mi menyadari pelayan ini mengetahui lebih banyak tentangnya. Sama halnya dengan Freud di kota Arxilo. "Mengapa kau tidak menanyakan tentangku? Pasti sulit dipercaya jika hanya mendengarnya dari cerita."

"Saya tidak berhak menanyakan privasi anda, Nona. Terlepas dari apapun yang terjadi, anda adalah Nona Velasquez, orang yang akan saya layani, siapapun anda."

Hyeon Mi tersenyum getir. Ya. Benar. Orang-orang di sini menganggapku Josephine Velasquez. Tandanya, aku harus segera kembali ke duniaku jika tidak ingin kehilangan jati diri. "Jonas memutuskan menetap di sana selama beberapa hari."

Freddie mengangguk mengerti. "Kalau begitu, apa yang akan anda lakukan hari ini? Saya akan mempersiapkan segala sesuatunya."

"Sore ini akan datang barang-barangku dari Istana Putri Mahkota. Barang-barang yang bersifat penyelidikan, tolong susun dan rapihkan dengan benar di ruangan ini."

Freddie mengangguk mengerti.

"Jam sepuluh nanti, Duke Muda Volgov akan datang ke mansion ini untuk menjemputku ke istana. Seorang kesatria pribadi dari keluarga Volgov juga akan tiba dan akan membantuku dalam beberapa hal, perlakukan dia dengan baik." Hyeon Mi mulai mengelompokkan beberapa dokumen yang harus dilihatnya sebelum Helios datang untuk menjemputnya.

"Baik, Nona. Apakah ada hal lain yang harus saya persiapkan? Mungkin selera makanan anda, atau tempat tidur."

Hyeon Mi berpikir sejenak, "aku akan mengatakannya jika ada. Saat ini sudah cukup."

Freddie tersenyum, "baiklah, kalau begitu. Saya akan mengabarkan anda jika Duke Muda Volgov tiba. Saya permisi."

Begitu memastikan Freddie telah pergi, Hyeon Mi membuka dokumen-dokumen itu. Ia melihat hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Joseph.

Hasil penyelidikan itu lebih menyeluruh dibanding yang Hyeon Mi lakukan. Mulai dari kepala keluarga Count Wistern, Ratu Olivia, Raja Keith, dan seluruh orang yang turut terlibat di dalamnya.

"Bahkan Ayah menyelidiki seluruh anggota keluarga perkumpulan Ace Card. Ini sangat berguna." Hyeon Mi membuka dokumen lain dan menemukan informasi lainnya yang segera ia tulis ulang berbentuk rangkuman.

Tok tok!

Hyeon Mi mengangkat pandangan dari bukunya. "Masuklah."

Seorang pelayan wanita terlihat canggung memasuki ruang kerja. Ia memberikan hormat sejenak, "Nona, Duke Muda Volgov sudah tiba."

Hyeon Mi sedikit terkejut karena tidak menyadari waktu cepat berlalu. "Baiklah, aku akan segera bersiap."

Helios menyapu pandang ruang tamu mansion keluarga Velasquez. Tidak ada yang berbeda dengan desain interior rumah bangsawan lain. Hanya saja suasana ruang tamu itu terasa hangat dengan dekorasi dan interior yang tidak berlebihan. Persis seperti Marquess Velasquez. Batin Helios.

"Selamat pagi, Helios. Apakah aku membuatmu menunggu lama?"

"Selamat pagi. Tidak selama itu." Helios mengulas senyum. "Kita berangkat sekarang?"

Hyeon Mi mengangguk, menerima uluran lengan Helios dan berjalan berdampingan menuju kereta kuda Duke Volgov.

"Kau tidak lelah? Tadi malam kau baru sampai dan pagi ini sudah pergi ke istana." Helios mengamati wajah Josephine yang terlihat baik-baik saja.

"Tidak. Aku hanya perlu tidur untuk menghilangkan rasa lelah. Dan aku sudah cukup tidur."

Helios terkekeh mendengar jawaban Hyeon Mi. "Yah, tidak ada nona bangsawan yang seperti itu sebenarnya."

Hyeon Mi melongo mendengar tanggapan Helios. "Benarkah?! Mengapa kau tidak mengatakannya? Apakah aku harus tidur beberapa hari lagi?"

"Apa itu penting?"

"Tentu saja! Bagaimana jika orang lain berpikir Josephine aneh?!" Hyeon Mi menyergah jengkel. "Ini karena kebiasaan di duniaku. Harusnya aku lebih cepat beradaptasi di sini."

Helios tidak langsung menanggapi. "Tetaplah seperti itu. Jangan beradaptasi di sini."

Perkataan Helios menyadarkan Hyeon Mi. "Benar juga."

Apa aku menyinggungnya? Tidak mungkin dia berpikir aku mengusirnya, kan? Batin Helios cemas. "Ehm.. Hyeon Mi, aku tidak bermaksud mengusirmu dari sini."

"Aku tahu." Hyeon Mi menyela kalimat Helios. "Saat ini yang mengetahui rahasiaku bertambah dua orang. Aku hanya bersikap waspada."

"Benar. Sebaiknya kita lebih waspada."

Kereta kuda Duke Volgov memasuki pelataran Istana Pusat. Beberapa kereta kuda lain terlihat menurunkan para bangsawan yang memiliki keperluan di Istana Pusat--tempat kantor pemerintahan keluarga kerajaan berada.

"Josephine!" Panggilan itu terdengar sedikit cemas. Keizer melangkah cepat mendekati Helios dan Hyeon Mi yang baru saja menuruni kereta kuda.

Helios dan Hyeon Mi segera memberikan salam hormat pada Keizer.

Keizer mengangguk menanggapi salam keduanya. "Aku baru saja melihat aula utama Istana Pusat untuk Festival Pembentukan Kerajaan."

"Ah, Helios. Bagaimana kabarmu?"

Helios berdecak. "Sepertinya di sini anda hanya mengkhawatirkan Nona Josephine. Saya juga baru saja kembali dari kota Arxilo, Yang Mulia."

Keizer tertawa mendengar temannya kesal padanya. "Baiklah. Aku sudah mempersiapkan ruanganku. Mari kita ke sana."

Hyeon Mi menyapu pandangan ke seisi ruangan bernuansa mewah begitu tiba di ruang kerja Keizer. Ukiran-ukiran emas terpatri di setiap sisi dinding ruangan.

Beberapa pelayan memasuki ruangan, mengantarkan teh dan sejumlah makanan pendamping.

"Aku turut berduka cita atas kepergian orangtuamu, Josephine."

Hyeon Mi sedikit menundukkan kepalanya. "Terima kasih."

"Bagaimana keadaan Yang Mulia Raja?" Helios membenarkan posisi duduknya yang berada di sebelah Hyeon Mi.

Keizer mengambil posisi duduk di sofa utama. "Membaik. Beliau sudah kembali sadar." Raut wajahnya terlihat lesu. "Setelah aku membatasi jumlah kunjungan kecuali untukku dan dokter, kondisi ayah membaik."

"Bukankah sebelumnya kau sudah membatasi kunjungan?" Hyeon Mi menatap Keizer bingung.

Sejak tadi Helios merasakan keanehan mendengar percakapan dua orang di hadapannya menggunakan kalimat.

"Masih ada satu akses untuk Yang Mulia Ratu." Keizer memasang ekspresi serius saat mengatakannya.

"Bagaimana keadaannya selama ini? Apakah Yang Mulia Ratu terlihat mengambil alih posisi pemerintahan Yang Mulia Raja?" Helios menimpali obrolan itu. Merasa dirinya harus terlibat di dalamnya.

Keizer menggeleng. "Yang Mulia Ratu melimpahkan semua tanggung jawabnya menggantikan Ayah yang tidak hadir, padaku. Dan, Ayah juga menulis mandat sementara untukku. Kendali pemerintahan aku yang memegang sepenuhnya."

"Lalu, mengapa kasus-kasus itu bisa lenyap begitu saja?" Tanya Hyeon Mi penasaran.

"Sebenarnya kasusnya tidak lenyap. Hanya, bukti yang mengarah pada Count Wistern yang lenyap."

Seketika hening menguasai mereka. Diam-diam Hyeon Mi mengeratkan kepalan tangannya, merasa geram dengan Count Wistern.

"Kasus korupsi Pusat Kesehatan Hewan, Count Wistern melimpahkan semua kesalahan pada kesatria di Pusat Kesehatan Hewan. Dugaan uang korupsi yang mengarah pada Count Wistern tidak dapat dibuktikan." Keizer mengambil tiga rangkap dokumen dari meja kerjanya dan meletakannya di atas meja.

"Kasus obat-obatan terlarang dan perdagangan ilegal Baron Hazel Bredley juga tidak terbukti mengalirkan uang pada Count Wistern. Dan penyalahgunaan tenaga kerja, sepenuhnya salah Viscount Hideos. Akan dilakukan audit pada manajemen milik Viscount Hideos dan pembayaran denda. Karena meskipun penyalahgunaan tenaga kerja yaitu menggunakan anak-anak, anak-anak itu budak yang dijual melalui pasar gelap. Peraturan mengenai perbudakan tidak menjelaskan tentang itu."

"Itu hasilnya. Meskipun hukuman tidak langsung mengarah pada Count Wistern, setidaknya mereka mengalami kerugian yang tidak sedikit."

"Baron Hazel Bredley bahkan dalam pengawasan Kesatuan Inspeksi Kerajaan dalam perdagangan. Tapi, setelah tumbang satu orang musuh kita, muncul orang lain. Count Leofred Riddle, penyebab dirinya berganti pihak masih kuselidiki. Kemungkinan besar, Count Wistern menyuapnya."

"Itu sudah pasti." Helios menyergah setelah memperhatikan dokumen kasus Baron Hazel Bredley. "Aku sudah tertipu karena Count Riddle sempat memberikan kita keuntungan."

Keizer melirik Josephine sepintas. "Lalu, agenda minggu depan adalah pengangkatan penerus keluarga. Apa kau yakin Jonas Serrano yang akan meneruskan keluargamu?"

"Ya. Aku yakin."

"Kalau begitu, bagaimana dengan posisimu di Keluarga Velasquez? Biasanya mereka akan mencarikanmu calon suami." Keizer bertanya lagi, kali ini terdengar sedikit mendesak.

"Aku sudah mengurusnya, Keizer. Kau tidak perlu memikirkannya." Hyeon Mi memungkas percakapan yang terpusat padanya.

"Baiklah. Apa rencana kita sekarang?" Keizer memutuskan menyambung pembicaraan yang sempat tertunda.

"Kita harus mencari seseorang."

"Siapa?" Helios bertanya.

"Pangeran Keiriel."

Continue Reading

You'll Also Like

3.8K 298 13
Melisa sudah sering sekali membaca novel transmigrasi. Tidak seperti pembaca lainnya yang mendukung percintaan protagonis agar bersama. Ia lebih meny...
32.3K 2.3K 23
{Ini cerita murni karangan sendiri oke} {Dilarang keras menjiplak} . . . seorang gadis yg cantik yg terlahir di keluarga kaya raya,yg Baru bangun dar...
255K 25.1K 37
Bagaimana jika Lenuta, gadis cantik yang selalu menjunjung tinggi harga dirinya dan mencintai kebersihan harus memasuki tubuh Brigitta Angelika de Al...