SAMUEL

By MartabakKolor

20.4M 2.4M 1.6M

[Sudah Terbit + Part Masih Lengkap] Baby El, panggilan kesayangan dari Azura untuk Samuel. Namanya Samuel Erl... More

PROLOG
1. Kabar Mengejutkan
2. Tunangan
3. Samuel itu Bayi
4. Dia Spesial?
5. Raskal
6. Sepihak
7. Tidak Pernah Akur
8. Rapunzel dan Baby El
9. Marah
10. Tidak Ingin Kehilangan
11. Cemburu
12. Pelukan
13. Kesedihan
14. Satu Persen
15. BERULAH
16. TERINGAT KEMBALI
17. Kenapa?
18. Lagi dan Lagi
19. Tidak Peduli
20. Panik
21. Samuel dan Lukanya
22. Damai
Amankan 2 Bayi dan Surat dari Canva
23. Persahabatan Diamond
24. Masa Lalu
25. Insiden
26. Dia lagi
VOTE COVER DAN GIVEAWAY
27. Merenggang
28. Sama-sama Tersiksa
30. Bertemu
31. Hari Kelulusan
32. Akhir
Pre Order SAMUEL
Pre Order Kedua
OFFICIAL JACKET DIAMOND GANG

29. Menghilang

420K 59.3K 38.2K
By MartabakKolor

Follow Instagram

@samuel.erlngga
@azura_anastasia
@areksa.drgntr
@queenilona
@gang_diamnd
@wp.martabakkolor
@iiiitaaaa_12
@marvel.algara
@marvin.algara
@canva.tamvan
@farzantanubrata

*****

2 SEPTEMBER KAWANN!!!

*****



Sejak tadi, Samuel tidak mengalihkan tatapannya sedikit pun dari pintu masuk ruang rawatnya. Hari sudah mendekati larut malam, tetapi itu tidak juga membuatnya merasakan kantuk. Pikiran cowok itu melayang ke berbagai hal. Di saat-saat seperti ini, dia sangat merindukan momen kebersamannya bersama Azura. Tetapi, Samuel tidak bisa melakukannya.

Helaan napas berat meluncur dari bibir cowok itu. Sejenak, Samuel memejamkan mata kala pusing kembali mendera kepalanya. Saat ia kembali membuka matanya, ia melihat Kiara bangkit dari tidurnya yang semula berbaring di sofa. Dengan mata yang masih setengah terpejam, wanita menghampiri anaknya.

"Kenapa belum tidur?" tanya Kiara setelah sampai di samping Samuel. Wanita itu mengucek kedua matanya untuk menghilangkan kantuk.

"Belum ngantuk, Bunda," balas Samuel.

"Kamu perlu banyak istirahat biar besok bisa pulang," ujar Kiara. Tangannya terangkat untuk mengusap rambut Samuel. Kedua mata cantiknya menyorot hangat ke arah anaknya.

"Masih mikirin Rapunzel. Dia baik-baik aja, kan?" Suara Samuel terdengar parau ketika mengatakan itu.

"Bunda sempet telponan sama dia. Katanya dia lagi minum susu sambil mikirin kamu tadi."

Samuel tersenyum simpul mendengar jawaban Kiara. Kedua mata cowok itu menatap ke arah langit-langit kamarnya. Rasanya, ia ingin segera menemui Azura dan berbagi banyak cerita dengan gadis itu.

"Pengen cepet-cepet ketemu Rapunzel, Nda."

"Bukannya kamu sendiri yang nyuruh dia pergi dari sini?" seloroh Kiara dengan kening mengerut bingung. Azura sempat bercerita kepadanya kalau gadis itu diusir Samuel dari rumah sakit.

"Diem, Nda. El udah nggak tahan," jawab Samuel. Kedua mata cowok itu terpejam dengan senyuman lebar di bibirnya. Sepertinya, ia akan menemui gadis itu secara diam-diam besok.

*****

Kedua bahu Azura merosot lesu. Ia merasa sangat bosan menunggu kedatangan Pak Mamat di halte bus yang berada di pintu gerbang SMA Taruna Bakti. Hari ini Azura merasa harinya suram karena tidak ada Samuel dan juga Canva di sekolahan. Meskipun ada yang lainnya, tetap saja ia merasa kurang jika tidak ada mereka berdua.

Azura menghela napas berat. Pandangannya mengedar, lalu terhenti saat melihat Marvel di parkiran. Nekad untuk bertanya, kedua kaki gadis itu pun mulai melangkah ke arah Marvel yang kini tengah bersiap-siap untuk pulang. Azura jarang sekali berkomunikasi dengan cowok itu karena menurutnya, Marvel itu adalah manusia batu yang mirip dengan hantu.

"Hai, Apel," sapa Azura dengan nada rendah. Tidak ada sedikit pun jiwa semangat dalam dirinya seperti biasanya.

Marvel yang awalnya hendak menggunakan helm itu pun terpaksa menundanya terlebih dahulu dan menatap ke arah Azura dengan sebelah alis yang terangkat. Dari eskpresi wajahnya, Azura bisa mengetahui kalau cowok itu sedang bertanya ada apa?

"Apan ke mana? Aku tanya Ilona sama yang lain katanya mereka nggak tau," tutur Azura menanyakan hal yang sejak tadi bersemayam di otaknya.

"Mau mati," balas Marvel dengan ekspresi wajah yang lempeng. Dia mengatakan itu seolah-olah tidak mempunyai beban.

"Kalau ngomong yang bener!" sentak Azura kesal.

"Berisik. Pergi," usir Marvel dengan pandangan tidak suka ke arah Azura.

Diusir seperti itu tentu membuat Azura merasa sakit hati. Kedua mata cantik milik gadis itu menyorot tajam ke arah Marvel dengan kedua tangan yang terkepal. Napasnya memburu dan giginya saling bergemelutuk menandakan bahwa dia benar-benar emosi sekarang ini.

Marvel tetap memperlihatkan ekspresi datarnya ketika melihat Azura yang seperti itu. "Naik. Gue anter," titahnya.

Azura menautkan kedua alisnya. Apa maksud cowok itu? Bukannya dia tadi mengusirnya? Azura tidak paham lagi dengan jalan pikiran Marvel.

"Telpon supir lo, bilang kalau lo pergi bareng gue," pungkas Marvel tidak menerima penolakan.

******

Azura menggigit bibirnya untuk menahan tangisnya saat melihat Canva yang memejamkan mata di kasur dengan mata yang terpejam. Hatinya bergetar kala melihat wajah cowok itu yang sangat pucat. Marvel membawanya pergi ke rumah Canva agar ia tahu bagaimana keadaan cowok itu.

"Va," panggil Marvel dengan suara pelan. Namun, hal itu langsung membuat Canva membuka kedua matanya. Detik itu juga ia terkejut melihat kehadiran Azura di samping Marvel.

Canva menjilat bibirnya kemudian mengusap wajahnya. Sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak terlihat seperti orang yang tengah sakit di depan Azura. Saat Canva hendak bangkit dari tidurannya, Marvel buru-buru mencegahnya. Hal itu membuat Canva terpaksa menurut karena Marvel menatapnya dengan mata tajam.

"Zura ngapain ke sini? Nanti kalau dicariin El gimana?" tanya Canva kepada Azura yang tengah menatapnya khawatir. Kedua mata gadis itu terlihat berkaca-kaca hingga membuatnya tidak tega. "Ra, jangan nangis."

Lapisan kaca di mata Azura langsung pecah saat itu juga ketika mendengar penuturan Canva. Gadis itu merasa kasihan ketika melihat Canva yang seperti itu. Ia berjalan mendekat, lalu duduk di pinggir kasur milik Canva.

"Apan kenapa?" tanya Azura cemas. Ia memegang tangan kanan Canva yang terasa panas ketika bersentuhan dengan kulitnya.

Mendengar itu, Canva pun tersenyum tipis. "Nggak pa-pa. Doain aja," balasnya seraya menghapus jejak air mata di pipi Azura.

"Kayaknya gara-gara main hujan-hujanan kemarin." Azura menundukkan kepalanya dalam. Ada rasa bersalah yang begitu besar di dadanya. "Maaf, ya? Aku nyusahin kamu ...."

"Emang," celetuk Marvel membuat Canva langsung menatapnya tidak suka. Dilihat seperti itu, Marvel hanya membalasnya dengan memutar bola mata malas.

"Nggak usah dimasukin ke hati omongannya Marvel, Ra," ucap Canva berharap Azura tidak menganggap serius omongan Marvel. Canva tahu kalau sahabatnya itu tidak mau dirinya terus berpura-pura. Mulutnya yang pedas itu memang tidak bisa dikontrol.

Azura terdiam mendengar itu. Ia menatap ke arah Canva dengan sorot sendu. Ia merasa bodoh karena terlalu memaksa cowok itu untuk menuruti semua permintaannya. Bahkan sampai Canva jatuh sakit seperti ini.

"Mau gue anterin pulang aja? Lo pasti takut sama Marvel. Dia, kan, nyeremin," tawar Canva.

"Apan ... maaf," lirih Azura tidak menanggapi tawaran Canva karena hatinya dipenuhi rasa bersalah.

"Ah elah, Ra. Gue paling nggak suka kalau liat cewek nangis kayak gini."

Azura sontak mengusap kasar kedua matanya yang basah.

"Dia nggak bisa hujan-hujanan. Jadi, jangan ngajak dia lagi," ucap Marvel memberi tahu.

"VEL!" sentak Canva yang merasa kalau Marvel berlebihan.

"Bacot. Mau sampai kapan? Sampai lo mati nanti?" Marvel berdecih pelan.

Canva menghela napas berat. Ia semakin pusing dengan sikap sahabatnya itu. Mungkin, Marvel memang sudah lelah dengan semua ini. Maka dari itu, Marvel tidak lagi bisa menahan ucapannya yang tajamnya seperti pedang.

Azura merasa dipojokkan. Rasa bersalah kian merundungnya hingga membuatnya bingung sendiri harus berbuat apa selain meminta maaf.

"Apan jangan maksain diri lagi, ya? Aku janji nggak bakalan minta aneh-aneh lagi," pinta Azura. Suara gadis itu bergetar karena menahan isak tangis.

"Jangan berhenti minta aneh-aneh. Nanti gue nggak punya alasan lagi buat enggak pergi." Canva terkekeh pelan di akhir kalimatnya.

"Kamu kok ngomongnya gitu?"

Canva tersenyum simpul. Ia menepuk pelan puncak kepala Azura. "Gue nikmatin itu semua, Ra. Jangan ngerasa nggak enak. Gue nggak punya siapa-siapa di sini selain kalian."

Azura memegang pergelangan tangan Canva. Ia selalu merasa tenang ketika berdekatan dengan cowok itu. Canva memiliki aura seorang kakak yang sangat kuat.

"Kamu baik banget. Aku hampir nggak pernah nemuin orang setulus kamu selama ini selain keluarga aku," tutur Azura.

"Samuel? Dia jauh lebih tulus dari gue. Cuma ... dia punya cara lain buat nunjukin itu semua, Ra," balas Canva mengoreksi. "Sekarang gue anter pulang aja. Nanti lo dicariin sama Bi Santi."

Azura menggelengkan kepalanya kuat. "Aku pulang sendiri aja."

"Bahaya. Gue anter aja," sanggah Canva.

Marvel berdecak sebal mendengar itu. "Gue yang ngajak lo ke sini. Masalah pulang tanggung jawab gue."

Tanpa menunggu jawaban dari Azura, Marvel segera menarik tangan gadis itu dan mengajaknya melangkah keluar dari kamar Canva.

"Vel," panggil Canva membuat langkah mereka terhenti. Keduanya sontak menoleh ke arah cowok itu.

"Jangan kasarin dia," lanjut Canva terdengar parau.

Marvel menipiskan bibirnya kemudian melepaskan cekalan tangannya di pergelangan Azura. "Dia aman sama gue."

Baru setelah itu, Canva mampu bernapas lega. Kedua matanya menatap sendu ke arah Marvel dan Azura yang sudah menghilang dari balik pintu. "Mereka ... belum bahagia," gumamnya lalu kembali memejamkan mata.

*****

Samuel turun dari atas motornya setelah sampai di pekarangan rumah Azura. Sebelum itu, ia sudah terlebih dahulu merapikan rambutnya. Sebenarnya, Samuel masih belum diizinkan untuk naik motor dan bepergian sendirian. Namun, memang dasarnya cowok itu keras kepala, tentu saja dia melanggarnya. Meskipun sekarang ini tubuhnya masih terasa pegal-pegal.

"Gue beli permen ini satu juta meskipun aslinya cuma lima ratusan." Samuel menatap sebuah permen Milkita di telapak tangannya. Sebelum ke sini, ia sempat mampir di sebuah warung untuk membeli satu permen Milkita untuk Azura dengan harga satu juta.

Samuel merapikan jaketnya terlebih dahulu sebelum memencet bel rumah Azura. "Nggak ada yang ngikutin gue, kan?" Pandangan Samuel celingukan. Takut jika ada orang yang mengintainya.

Beberapa kali Samuel memencet bel rumah milik Azura. Namun, masih tidak ada tanda-tanda gadis itu keluar. Keningnya mengerut karena merasakan suasana berbeda dari rumah Azura. Jika biasanya terasa sepi masih berpenghuni, maka kali ini terasa lebih sepi lagi dan terlihat seperti tidak ada penghuninya.

"Ke mana, ya?" gumam Samuel bertanya-tanya. Saat ia hendak duduk di teras rumah Azura untuk menghubungi gadis itu, matanya tidak sengaja menatap sebuah kotak kecil berwarna hitam di atas meja yang ada di sana.

Karena penasaran, Samuel pun mengambilnya. Ia mengecek kotak itu terlebih dahulu apakah ada petunjuk di luarnya atau tidak. "Buka nggak, ya?" ujarnya menimang-nimang.

Samuel mengedikkan bahunya, lalu membuka kotak itu dengan cepat. Kedua alisnya menaut tajam saat melihat secarik kertas di sana.

Udah, ya?

Cincinnya bagus. Aku hampir nggak rela mau balikin, hehe.

Jantung Samuel berdebar tidak karuan saat itu juga. Ia mengambil sebuah cincin pertunangannya dengan Azura dari dalam kotak itu.

Apa maksudnya?

Tidak. Azura pasti sedang bercanda.

Dengan tangan yang gemetar, Samuel merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya. Ia benar-benar panik sekarang ini. Apalagi rumah gadis itu terlihat sangat sepi dan tidak ada orang. Hal itu semakin membuatnya berpikiran negatif.

Setelah menemukan nomor Azura, Samuel buru-buru menghubunginya. Bibir bawahnya itu ia gigit kuat dengan perasaan cemas. Cukup lama ka menunggu, tetapi Azura tidak kunjung mengangkat panggilannya. Beberapa saat setelah itu, tiba-tiba nomor Azura sudah tidak aktif lagi.

"Sial. Lo ke mana, sih, Zel?" Samuel meraup wajahnya kasar. Cincin milik Azura yang masih ada di genggamannya itu segera ia masukkan ke dalam saku. Baru setelah itu, ia kembali menghampiri motornya untuk pergi mencari Azura.

*****

Markas Diamond masih sangat ramai sekarang ini. Samuel meminta semua anggotanya untuk membantu mencari Azura. Gadis itu menghilang tanpa jejak. Tidak ada satu pun dari mereka yang tahu. Bahkan, Kiara dan David juga tidak diberi kabar oleh Azura terlebih dahulu.

Keadaan Samuel benar-benar kacau. Emosinya juga menjadi semakin tidak terkontrol hingga membuat yang lain terkena imbasnya. Cowok itu khawatir jika ada hal buruk yang terjadi kepada Azura. Mengingat beberapa ancaman yang ia dapatkan belakangan ini.

"Azura bukan hilang, tapi menghilang, El. Jadi, mau lo cari sampai kapan pun, kalau dia nggak mau balik, ya, percuma," ujar Areksa memulai kembali pembicaraan mereka yang sempat terhenti.

"Tapi gue takut dia kenapa-kenapa, Sa," tukas Samuel disertai helaan napas beratnya.

"Dia nggak ada bilang sesuatu ke lo?" tanya Marvin.

Samuel menggelengkan kepalanya. "Terakhir gue bicara sama dia dua hari yang lalu."

Marvin manggut-manggut mendengar itu. "Terus sekarang lo maunya gimana? Tetep nyari dia atau nunggu dia balik sendiri?"

Samuel menunduk, menatap kedua kakinya yang terbalut sepatu. Jujur saja ia bingung dengan ini semua. Hubungannya dengan Azura seolah tidak pernah dibiarkan bahagia. "Gue cari sendirian aja."

Samuel bangkit dari duduknya, tetapi tangannya ditarik oleh Canva hingga membuat cowok itu kembali duduk di sofa.

"Zura lagi butuh waktu buat nenangin perasaannya. Kasian dia, El. Lo tarik ulur kayak layangan," tutur Canva memberi tahu. Sebenarnya, ia juga tidak diberi kabar oleh Azura. Canva mengatakan itu hanya berdasarkan feeling saja.

"Bener tuh kata Canva. Mending lo istirahat aja. Lagi keluar dari rumah sakit juga," sahut Farzan.

Ilona yang sejak tadi sudah mengantuk itu hanya mampu diam saja. Ia ingin pulang dan mengistirahatkan diri di rumah. Tetapi keadaan sekarang sedang tidak memungkinkan.

"Gue nggak bisa tenang, Va. Azura pergi nggak tau ke mana dan balikin cincin pertunangan kita. Siapa yang nggak panik kalau ngalamin posisi kayak gue?" sanggah Samuel mengutarakan apa yang ia rasakan saat ini.

Canva hanya diam saja menanggapi ucapan Samuel yang memang benar adanya.

"Dia ngasih pelajaran buat lo," timpal Marvel membuat semua atensi mengarah kepadanya.

"Lo, kan, yang terakhir kali bareng dia," ucap Canva setelah mengingat kalau tadi sore Azura pulang bersama cowok itu.

"Gue nggak tau." Marvel mengedikkan bahunya cuek. Dari wajahnya saja sudah terlihat kalau cowok itu tidak peduli.

"Ngomong sama lo mendingan ngomong sama batu, Vel!" Canva menggeplak kepala Marvel dengan kencang.

"Berisik," desis Marvel dengan sorot mata tajamnya yang mengarah ke Canva.

Areksa tersenyum tipis melihat interaksi antara Canva dan Marvel. Tangannya itu merangkul pundak Samuel yang berada di sebelahnya.

"Malam ini istirahat dulu. Siapa tahu Azura lagi enak-enakan tidur sambil minum susu," tukas Samuel membuat seisi ruang tengah markas Diamond itu tertawa.

Canva tertawa kecil melihat raut wajah sahabat-sahabatnya yang kelelahan. Tidak jauh berbeda dengan keadaannya sekarang. Karena rasa kantuk yang menyerangnya, Canva pun merubah posisinya. Kakinya itu ia angkat ke sofa, kemudian menyandarkan punggungnya di punggung milik Marvel yang duduk di sebelahnya.

"Gue tidur, ya, Vel?" ucap Canva meminta izin.

Marvel mengangguk dan membiarkan Canva menjadikan punggung lebarnya sebagai tumpuan. "Jangan lupa bangun lagi."

Canva hanya menanggapinya dengan kekehan ringan, sebelum akhirnya memejamkan mata karena kelelahan.

*****

Bundaaaaa 🤪🤪





20k+20k
Bye

Continue Reading

You'll Also Like

9.9K 1K 37
‼️ALIH WAHANA KE AU INSTAGRAM DENGAN JUDUL "BIARKAN AKU PULANG. BACA SECAA EKSKLUSIF HANYA DI INSTAGRAM @ceritandraa atau @dynndr_‼️ πš‚πšŽπšŒπšŽπš›πšŒπšŠπš‘...
1K 58 13
The dragon crown Menceritakan tentang 6 sekawan yang berjuang untuk membentuk kesolidan geng mereka yang bernama the dragon crown. siapa sangka masa...
1.1K 236 6
Pernahkah kalian menyukai seseorang, tapi tak ingin mengungkapkannya? Bagaimana rasanya? Biasanya kalian menyebutnya dengan istilah 'Crush' bukan?. T...
1.1K 82 11
Ini tentang Lula. Lula si anak pertama yang di tuntut untuk bisa segala hal, anak pertama yang di tuntut untuk memenuhi ekspektasi kedua orangtuanya...