Hari semakin sore. Kehebohan terjadi di tengah-tengah acara perkemahan SMA Lentera. Sheira digendong Arjuna ala bridal style melewati beberapa guru dan teman.
Argas sendiri hanya mengekor dibelakang. Ia cemas, sangat. Sayangnya, Argas sendiri tak bisa berbuat banyak.
Di apartement, Sheira memang milik Argas tetapi jika diluar Sheira bukanlah milik Argas sepenuhnya. Ada hati lain yang harus gadis itu jaga.
Hati dari Arjuna, sahabat Argas sendiri.
Azkan yang melihat adiknya digendong Arjuna terlihat cemas. Azkan memang tidak tahu apa yang terjadi. Azkan terlalu asik berkumpul dengan teman-temannya.
Sepasang matanya tak sengaja menangkap Argas yang berbelok menghampirinya.
Argas menatap Azkan tajam. Cowok itu menarik tangan Azkan sedikit kasar. Azkan yang ditarik hanya mengikuti kemana adik iparnya itu melangkah.
"Sheira kenapa?" Tanya Azkan khawatir. Posisi mereka kini sudah lumayan jauh dari yang lainnya.
bugh!
Argas melayangkan pukulannya tepat ke rahang Azkan. Azkan yang tak siap langsung tersungkur jatuh ke atas tanah.
"Arggh-!"
Argas menarik sudut senyum. Cowok itu berjongkok dihadapan Azkan sambil tertawa ringan, "Lo buta? Kakak macam apa lo yang nggak bisa jagain adiknya." jawab Argas membuat Azkan memelotot tak percaya.
Azkan menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Cowok itu berdiri dan mencengkram kerah jaket yang dikenakan Argas.
"Jaga omongan lo." Peringat Azkan tajam. Azkan memang mudah terpancing emosi. Cowok itu tak terima karena Argas memukulnya tanpa alasan.
Argas menanggapinya dengan santai. Cowok itu melepaskan cengkraman tangan Azkan dari kerah jaketnya dengan perlahan.
"Pantesan aja gue feeling nggak enak. Gue nggak percaya kalau lo bakal ngawasin dia 24 jam. Jadi, gue akan terus awasi dia dengan mata kepala gue sendiri. Sheira nggak boleh terluka." tutur Argas dengan sepasang matanya yang mengkilat.
Genggaman tangan Azkan mengerat. Cowok itu mengangkat wajahnya memberi penegasan, "Dia adek gue. Lagipula dia udah besar. Dia bukan anak kecil lagi!"
"Ayah lo ngetreat dia like a queen. Dan sekarang, Sheira udah sama gue. Mana mungkin gue nggak ngelakuin hal yang serupa?"
"Nggak ada ayah yang mau putrinya sengsara. Gue nggak mau ayah kecewa sama gue karena nggak bisa jagain Sheira." lanjut Argas dengan nada suaranya yang meninggi.
"Munafik, Ar. Lo nggak cinta sama dia!"
"Lo nggak perlu tahu apapun tentang perasaan gue, Az. Lo cuma abangnya, tugas lo cuma jagain dia disaat gue nggak ada. Yeah, meskipun tadi lo gagal." jawab Argas sambil terkekeh ringan memecah kecanggungan.
"Terus lo kenapa mukul gue, sat?!" Maki Azkan tak terima. Cowok itu meringis kecil sambil menyeka darah di bibirnya.
"Hukuman kecil." Jawab Argas santai.
Azkan menghembuskan nafasnya berusaha sabar. Jika dihadapannya ini bukan adik iparnya, mungkin ia akan memukuli Argas tanpa belas kasihan.
Argas yang terus ditatap oleh Azkan mengernyit. Cowok itu menatap kakak iparnya dengan ngeri.
"Cari pacar sana. Jangan suka sama gue. Lu homo ya?" Celetuk Argas membuat Azkan melotot.
"Kalau deket, ternyata lo nyebelin juga ya." Komentar Azkan sebal.
"Hm."
"Astagfirullah, sabar banget adek gue punya suami moody-an kayak lo." ucap Azkan sambil mengusap dadanya sabar.
Argas tersenyum tipis dan langsung meninggalkan Azkan begitu saja.
"Anjir gue ditinggalin." gumam Azkan sambil menggelengkan kepala.
Kini, satu sifat Argas sedikit terbongkar. Lelaki itu tak hanya cuek tetapi juga sangat bertanggung jawab. Meskipun rumit, Azkan sedikit lega adiknya jatuh pada orang yang tepat.
•••
Sheira mengerjap. Sepasang mata lentiknya terbuka. Hal pertama yang Sheira lihat adalah Arjuna yang setia berjongkok disampingnya.
Arjuna melamun. Cowok itu masih belum sadar jika Sheira sudah bangun dari pingsan.
Sheira meringis. Merasa ada pergerakan kecil, Arjuna tersadarkan. Cowok itu menghembuskan nafas lega. Senyum perlahan terlengkung menghiasi wajah tampannya.
"Alhamdulilah, kamu udah sadar. Kamu gapapa?" Tanya Arjuna sambil mengecek kening Sheira berulang kali.
"Emang gue kenapa?" Tanya balik Sheira heran.
Arjuna mendesah pelan. Cowok itu menyentil kening kekasihnya dengan gemas.
"Kamu bikin aku khawatir tahu nggak. Lain kali, kalau pergi jangan sendirian. Kalau Netta sibuk, kamu bisa ajak aku buat nemenin." Nasehat Arjuna panjang lebar.
Sheira tersenyum kecil. Kekasihnya ini sangat lucu.
"Iya, Jun. Maafin gue ya."Pinta Sheira dengan puppy eyes-nya.
"Jangan diulangi lagi. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa." Peringat Arjuna masih sangat cemas.
"Iyaa, Arjuna. Gue tadi tuh nggak tahu kenapa pintunya bisa kekunci, Jun. Gue udah coba dobrak tapi gagal. Yaudah deh, karena pengap akhirnya gue lemes dan pingsan." Cerita Sheira apa adanya.
Arjuna mengangguk. Arjuna membelai rambut Sheira penuh sayang.
"Mau makan atau minum? Aku ambilin ya." Tanya Arjuna menawari. Arjuna paham jika Sheira perlu nutrisi.
"Minum aja, Jun."
"Minum apa?" Tanya lagi Arjuna perhatian.
Sheira menahan senyum, "Starbucks bolehlah yaa.." godanya.
Arjuna menatap Sheira, "Sheira.." tegur Arjuna dengan wajahnya yang dibuat terkekuk kesal.
Sheira tertawa pelan, "Canda, sayang."
Arjuna menarik senyum. Cowok itu tak pernah bisa marah pada Sheira. Jika Sheira berbuat ulah atau membuatnya kesal pasti Arjuna hanya mengakhirinya dengan senyuman. Definisi pasangan idaman sesungguhnya.
"Astaga, aku lupa.. kamu sendirian gapapa kan? Ada hal yang belum aku urus." pekik Arjuna sedikit terkejut. Terlalu fokus pada Sheira, Arjuna jadi lupa akan tanggung jawabnya.
"Lo nggak bisa luangin waktu kali ini aja buat gue?" Tanya Sheira pelan. Sungguh, ia hanya ingin Arjuna menemaninya.
Sebentar saja..
"Maaf, Shei. Tanggung jawab aku sebagai ketua OSIS lebih penting. Banyak orang yang udah menaruh kepercayaan buat aku. Dan aku nggak akan sia-siakan itu." tolak Arjuna lembut.
Arjuna juga bingung tetapi kegiatan ini tak kalah penting. Arjuna ketuanya. Arjuna tak bisa lepas dari tanggungjawab sebagai ketua.
"Jadi, antara OSIS dan gue.. lo lebih pilih OSIS?" Tanya Sheira memasang wajah galak.
"Bukan gitu, kamu dan OSIS sama-sama penting. Tapi untuk kali ini aku milih OSIS. Lagipula kamu udah sadar, nggak sakit lagi kan?" Jelas Arjuna sedikit panik.
Sheira mengangguk. Sheira berusaha mengerti. Sheira tak bisa melarang Arjuna untuk melakukan apa yang cowok itu suka.
"Hati-hati ya." Ucap Sheira pada akhirnya. Arjuna menghela nafas lega. Arjuna mengecup singkat kening Sheira sebelum cowok itu keluar dari tenda kesehatan.
Sheira terdiam. Ia menatap langit-langit tenda. Seingat Sheira, ia sempat mendengar suara Argas tetapi nyatanya Argas tidak ada. Arjuna-lah yang menggendongnya.
"Ternyata cuma khayalan gue aja." gumam Sheira sambil terkekeh geli sendirian.
Sheira berusaha turun. Ia ingin mengambil segelas air yang terletak di pojok tenda. Karena ingat OSIS, Arjuna jadi lupa mengambilkan Sheira minum. Sudahlah tak apa. Sheira hanya bisa maklum.
"Dek, kalau butuh apa-apa lo bisa panggil gue." cegah Azkan yang entah muncul darimana. Azkan kembali membantu Sheira duduk. Sheira menurut. Gadis itu menatap wajah kakak laki-lakinya lekat. Ada sesuatu yang aneh disana.
"Wajah lo napa bonyok gitu, bang?" Tanya Sheira menahan tawa.
Azkan menekuk wajahnya kesal. Azkan menyodorkan segelas air pada adiknya.
Sheira menerimanya. Sheira menenggak minum itu hingga tersisa setengah.
"Gue ditonjok suami lo." Cerita Azkan membuat Sheira tersedak.
Sheira melotot dan menatap Azkan penuh tanya.
"A-Argas ada disini?" Tanya Sheira terkejut.
Azkan berdehem. Azkan mengambil kapas dan betadine lalu menoel-noelkannya ke pipi. Cowok itu sedikit meringis.
"SERIUSAN ARGAS ADA DISINI?!" Teriak Sheira tak puas.
Azkan mendelik, "Iya, bawel banget." jawab Azkan berusaha sabar.
Sheira mengembangkan senyum. Itu artinya, Sheira tak hanya halu. Yang menemukannya pertama kali dan suara yang Sheira dengar adalah suara Argas.
"Dia ngapain kesini ya, bang? Terus dia kenapa nonjok lo?" Tanya Sheira tak mengerti.
Sebelumnya Sheira sudah membujuk Argas berulang kali tetapi Argas kekeh tak mau ikut. Namun tiba-tiba saja Argas malah datang dan menonjok Azkan tanpa sebab. Ini sangat aneh dan membingungkan.
"Penyebabnya cuma satu. Dia kesini karena-"
"Ekhem!" Suara deheman dari pintu tenda membuat ucapan Azkan terputus. Azkan menggaruk tengkuknya melihat adik iparnya itu masuk.
"Keadaan lo gimana?" Tanya Argas sambil berjongkok dihadapan Sheira.
Sheira mengerjap. Gadis itu menganggukan kepala, "Gue baik-baik aja."jawab Sheira.
Argas menghela nafas lega. Cowok itu mengusap rambut Sheira, "Jangan pergi sendirian lagi." peringat Argas dengan wajahnya yang datar.
Sheira menahan senyum. Gadis itu menatap Argas penuh arti.
"Lo khawatir ya?" Tuduh Sheira sambil menoel-noel pipi Argas gemas.
Argas yang ditanya seperti itu memalingkan wajahnya.
"Ngga-Nggak usah ge'er. Gue cuma tanggungjawab aja karena lo istri gue." jawab Argas cepat.
Azkan yang daritadi menyimak menggelengkan kepalanya. Cowok itu merangkul bahu Argas.
"Lo mau tidur dimana nanti malem? Sekelompok sama gue aja gimana?" Tanya Azkan menawari.
"Arjuna, Kevin." Jawab Argas singkat.
Sheira menaikkan sebelah alisnya, "Tapi mereka udah sama Reynand. Lo mau tidur sempit-sempitan?" Tanya Sheira tak yakin.
"Emang lo mau tidur sama gue?" tanya balik Argas dengan seringaian miring.
"Dih, gue sama Netta dan mantan lo--oh gue tahu, lo kesini karena khawatir sama Zara, kan?" Tuduh Sheira sambil tersenyum mengejek.
Argas tersenyum tipis. Argas menggelengkan kepalanya pelan.
"Lo tidur, nanti malam ada jurit malam katanya." beritahu Argas membuat Sheira membulat.
"Seriusan?" Tanya Sheira heran. Di hari pertama sudah ada jurit malam? Yang benar saja!
"Iya dek, makanya gue sama Argas keluar dulu. Lo istirahat." jawab Azkan menimpali.
Sheira menurut, "Oke bang Az, lo jagain bebeb gue ya!"
"Bebeb Argas atau bebeb Arjuna?" Goda Azkan yang dibalas pelototan Sheira.
Azkan terkekeh pelan dan segera menarik Argas pergi dari sana.
"Jadi, mereka beneran selingkuh ya?" Gumam gadis yang diam dibalik tenda. Niatnya untuk masuk ke tenda kesehatan harus urung ketika melihat Argas dan Azkan ada didalam menemani Sheira.
Dan apa?
Jika tak salah dengar, tadi Argas menyebut Sheira dengan sebutan istri?
"Bikin patah hati." Lanjut gadis itu pelan sambil memegangi dadanya sendiri.
•••
Malam sudah hampir larut, Anak-anak SMA Lentera sudah berkumpul di tanah lapang. Didepan, pak Jin berdiri dengan Arjuna disebelahnya.
Arjuna yang memakai sweater turtleneck hitam tampak berwibawa didepan. Cowok itu membawa toa ditangannya.
"Selamat malam teman-teman." Sapa Arjuna hangat.
"MALAM!!" Sahut semuanya tak kalah bersemangat.
Sheira sendiri sudah baik-baik saja. Karena udara yang sangat dingin, gadis itu memakai hoodie oversize hitam dengan kupluk merah di kepalanya.
"Hari ini kita akan mengadakan jurit malam. Kelompoknya akan dibacakan langsung oleh Pak Jin. Jadi, pembagian kelompok ini adil sesuai keinginan beliau ya." tutur Arjuna membuat pak Jin tersenyum bangga.
Pak Jin maju kedepan. Guru itu mengambil alih toa dari tangan Arjuna.
"Langsung saja ya. Saya akan bacakan. Saya tidak terima protes." Teriak Pak Jin menggunakan toa.
Pak Jin membuka lembaran kertas ditangannya. Ia bersiap untuk membaca.
"Kelompok pertama Arjuna, Netta, Maura."
"Kelompok kedua Argas, Sheira, Zara."
"Kelompok ketiga Kevin, Putri, Lia."
"Kelompok kelima Reynand, Azkan, Nabila."
"Kelompok keenam Syifa, ..."
dan begitulah seterusnya kelompok itu dibacakan. Sheira menghela nafasnya sabar. Takdir selalu tak berpihak kepadanya. Bagaimana bisa di jurit malam juga ia sekelompok dengan Zara?!
Nasibnya memang sedang sial.
"Baby Argas, kita sekelompok!" Pekik Zara riang. Jika tak ingat ada guru, mungkin gadis itu sudah melompat dan memeluk Argas erat.
Argas yang memakai jaket hitam tak kalah tampan. Wajah dinginnya tampak bercahaya terkena pantulan rembulan.
"Gaje." Balas Argas sedikit sarkas.
Pak Jin meniup peluitnya menandakan jika jurit malam akan segera dimulai.
Sheira bergabung ke tempat Argas dan Zara berada. Sheira meninggalkan Netta yang juga sudah bergabung dengan Arjuna dan Maura.
"Siap-siap jadi nyamuk ya." Sambut Zara sambil bergelayut manja di lengan Argas.
Sheira memutar bola matanya malas. Gadis itu bersedekap dada dan melengos ke arah yang lainnya.
Argas sendiri diam. Entah didalam hatinya risih atau tidak tetapi Argas tak menepisnya. Argas hanya menatap ke depan memerhatikan pak Jin yang sedang menjelaskan.
"Kalian akan dibekali peta. Akan ada 4 pos yang kalian lewati. Di setiap pos, akan disediakan bendera yang harus kalian bawa kembali ke perkemahan. Paham?"
"PAHAM, PAK!"
"Bagus, sekarang bisa dimulai dari kelompok Arjuna."
Arjuna, Netta, dan Maura berjalan masuk ke dalam hutan terlebih dahulu. Disusul oleh kelompok Argas, Sheira, dan Zara yang memilih jalan sedikit berbeda.
Semakin lama ketiganya berjalan, pepohonan yang dilalui semakin rimbun. Sheira sendiri bergidik takut. Jika saja tidak ada Zara, mungkin ia sudah memeluk Argas erat.
Menyebalkannya, Zara yang tak tahu malu terus lengket pada Argas dan merangkul lengan cowok itu.
"Senter, Ra." Pinta Argas pada Sheira. Sheira yang memang bertugas membawa senter memberikan senter itu pada Argas.
Argas meneliti peta yang dipegangnya. Menurutnya, mereka harus belok ke arah kanan.
"Kiri, Ar." Ceplos Sheira sambil menahan pergelangan tangan Argas.
"Kanan." jawab Argas tak mau kalah.
"Ngeyel banget, itu kiri!" Sahut Sheira yakin.
"Lo liat arah mata anginnya, ini bener ke kanan." jelas Argas berusaha sabar.
Zara yang mendengar perdebatan itu menggerutu, "Lo percaya aja sama my baby Argas. Kalau lo mau ke kiri, jalan aja sendiri!" Sambar Zara ketus.
Sheira mendelik. Gadis itu hendak berjalan sendirian ke arah kiri tetapi Argas menahan tangannya.
"Gue temenin." tutur Argas sambil menggenggam tangan kiri Sheira erat. tangan kanan Argas yang dingin tapi menenangkan itu membuat Sheira sedikit terkejut.
"Eh, Ar.. Lo kan tahu kalau jalan yang bener ke kanan. Lo mau kita nyasar?!" Potong Zara sambil menahan tangan kiri Argas.
Argas menoleh.
"Kerja dalam tim nggak bisa egois. Gue nggak akan biarin Sheira nyasar sendirian." jawab Argas mengeluarkan alibinya.
Argas berjalan ke arah kiri. Tangan kanan cowok itu masih mengenggam tangan kiri Sheira. Keduanya meninggalkan Zara yang menekuk wajahnya kesal.
"Gue yakin kalau Argas ada perasaan sama Sheira." Gumam Zara sambil menatap punggung Sheira penuh kebencian.
Sedikit kesal, gadis itu berlari kecil mengejar langkah Argas dan Sheira yang sudah menjauh.
•••
Malam semakin malam. Suara hewan-hewan kecil begitu memekakan telinga. Semakin jauh Sheira, Argas, dan Zara berjalan semakin lebat pula pepohonannya. Tak ada petunjuk apapun. Benar kata Argas, mereka salah jalan.
"Tuh, kan.. kita beneran salah jalan. Salah lo sih!" Maki Zara kesal. Zara bersedekap sambil mengusap peluh yang membasahi keningnya.
"Ya mana gue tahu." Jawab Sheira berusaha mengatur nafas.
Sheira duduk berselonjor di atas tanah. Sheira sendiri tak kalah lelah. Andai saja ia tak keras kepala, mungkin saja mereka sudah sampai di perkemahan.
"Korek api, Zar." Pinta Argas pada Zara. Zara yang diminta tentu saja dengan sigap memberikan korek api pada Argas.
"Kalian tunggu disini, Gue cari kayu dulu." Pamit Argas membuat Zara dan Sheira berpandangan.
Untuk pertama kalinya, kedua gadis itu kompak memekik bersamaan.
"JANGAN!" Pekik Sheira dan Zara kompak.
Argas mengernyit heran. Cowok itu menghela nafas.
"Gue nggak jauh. Gue cuma cari kayu buat bikin api unggun. Malam ini dingin." tutur Argas menjelaskan.
"Kita mau tidur disini?" Tanya Sheira tak percaya.
Argas menatap gadis itu sesaat, "Mau gimana lagi?" Jawab Argas lalu berjalan pergi mencari kayu.
Tersisalah Sheira dan Zara berdua. Keheningan menyelimuti keduanya. Mereka tak sedikitpun berniat mengobrol. Zara yang sibuk memalingkan wajah dan Sheira yang menyandarkan kepalanya ke batang pohon.
"Dari dulu lo selalu keras kepala. Lo selalu menang. Lo selalu bisa dapetin apa yang gue mau." Zara buka suara. Ucapan Zara itu membuat Sheira menoleh.
"Terus kenapa? Lo iri sama gue?"
"Tuhan nggak adil. Lo nggak pernah punya masalah. Gue heran. Lo bikin masalah kayak gini aja, Argas nggak bisa emosi sedikitpun."
"Lo akan nyesel bicara kayak gitu kalau tau masalah gue." jawab Sheira tajam.
Zara bersidekap. Gadis itu memeluk lututnya.
"Nggak ada masalah yang lebih besar dari orang terdekat lo sendiri." ucap Zara miris.
Sheira mengangkat sebelah alisnya tak mengerti, "Maksud lo?"
"Dahlah, lo kira gue nggak tahu apapun yang lo sembunyiin? Gue tahu semuanya, Sheira. Termasuk-"
"Zar, cari daun sana. Buat alas tidur lo sendiri." perintah Argas memutus percakapan Sheira dan Zara.
Zara bangkit. Gadis itu tak berniat membantah. Tinggalah Sheira yang duduk. Sheira memerhatikan Argas yang sibuk menyalakan api unggun.
"Kita nggak bisa puter balik aja ya, Ar? Gue nggak mau tidur di hutan gini." Cicit Sheira ngeri.
Bukan apa-apa, Sheira tak bisa tidur dalam gelap. Jika di kegelapan, pikirannya pasti mengelana dan berpikiran macam-macam. Hal itu kerap membuat Sheira ketakutan.
"Kita udah jalan terlalu jauh. Lo butuh istirahat. Lagipula HP yang dibawa juga nggak berguna. Nggak ada sinyal, kan?" Cetus Argas benar adanya.
Sheira mengangguk. Sheira tak bisa protes. Lagipula ini salah Sheira. Jika saja Sheira menuruti apa kata Argas, ah sudahlah.. semuanya sudah terjadi. Tak ada yang bisa disesali lagi.
Zara kembali dengan beberapa lembar daun pisang yang mengering. Gadis itu menyusun daun-daun itu menjadikannya alas. Dibantu Sheira, alas-alas daun itu tersusun rapi didepan api unggun.
"Kalian tidur aja." Perintah Argas tak tega.
Sheira dan Zara menguap lebar. Zara menyandarkan kepalanya ke bahu Argas yang juga sedang bersandar di pohon besar.
Argas terus terjaga. Cowok itu hanya ingin memastikan jika kedua gadis yang bersamanya terus aman.
"Lo nggak tidur?" Tanya Sheira yang sudah merebahkan diri diatas dedaunan.
Argas tersenyum tipis.
"Lo tidur, udah malem." Perintah Argas lembut.
Sheira menggeleng. Gadis itu bangun mendekati Argas. Sheira menatap Zara yang sudah tertidur lelap di bahu Argas.
"Lo rela nggak tidur buat jagain dia?" Tanya Sheira sambil tertawa ringan.
"Kalau gue jawab mau jagain lo gimana?" Tanya balik Argas membuat Sheira membeku.
"J-Jagain gue?"
"Iyalah, jagain istri gue." Ceplos Argas membuat Sheira membekap mulut Argas erat. Kalau Zara dengar bagaimana? Untunglah, gadis itu sudah tertidur pulas.
•••
Arjuna mendar-mandir didepan tenda. Cowok itu cemas. Sudah lebar dari 3 jam waktu seharusnya tetapi Argas, Sheira, dan Zara belum juga terlihat.
Jika ditanya, sudah jelas Arjuna panik. Kekasih, sahabat, dan satu temannya masih didalam hutan. Lagipula ini sudah tengah malam. Arjuna takut terjadi sesuatu pada mereka.
"Jun, Sheira belum balik?" Tanya Netta tak kalah khawatir.
"Belum, Net. Gue juga heran. Ditelfon juga nggak bisa. Di dalem hutan nggak ada sinyal." Jawab Arjuna sambil menutup wajahnya.
Netta menghela nafas. Gadis itu memeluk Arjuna, "Hiks.. gue takut Sheira kenapa-kenapa, Jun." Ucap Netta lirih. Gadis itu terisak.
Arjuna membalas pelukan Netta. Cowok itu mengusap rambut Netta menenangkan, "Mereka pasti baik-baik aja. Gue yakin Argas bisa jagain Sheira." Ucap Arjuna agar Netta tenang. Meskipun begitu, Arjuna sendiri yang belum tenang.
Netta mengeratkan pelukannya. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di dada Arjuna.
"Lo janji temuin Sheira ya? Dia nggak bisa tidur kalau gelap." pinta Netta dengan suaranya yang terdengar parau.
"Iya, pak Jin dan yang lainnya juga lagi coba cari mereka ke sekitar sini." Balas Arjuna sambil melepaskan pelukan Netta.
Netta tersenyum manis. Gadis itu menghapus air matanya menggunakan ibu jari. Semoga saja, semoga semuanya baik-baik saja.
•••
SHEIRA
ARGAS
ARJUNA
Bagaimana part ini? Masih tim Argas atau oleng ke Arjuna? 🤪
Yok, vote dan comment biar cepet up🔥