"Ada yang lebih terluka dari sekedar patah.
Yaitu saat kamu mengetahui, sebenarnya dia yang kamu cintai, tidak mencintaimu".
-Prita Kanahaya.
***
Prita menghela napas malas, pelajaran olahraga kali ini adalah materi renang.
Ia hanya menatap lemas ke arah kolam indoor yang disediakan oleh sekolah favorit di kotanya ini.
"kenapa ta?" tanya dion.
"yon, gue ngga bisa berenang!" ucap prita kesal sambil menghentakkan kakinya.
"tenang aja, lo tenggelem gue selametin" kata dion menjanjikan.
Prita menyipit ke arah cowok itu, namun tak bisa menutupi kedua pipinya yang merah.
"bener ya lo? Awas aja, kalo sampe gue tenggelem terus mati, orang yang pertama yang gue gentayangin itu lo!" ancam prita.
Dion hanya membalasnya dengan tertawa ringan sambil menunjukkan dua jempolnya.
Babak pertama adalah bagian murid laki-laki terlebih dahulu.
"Untuk laki-laki, gaya punggung, dan untuk perempuannya adalah gaya dada" kata sang guru olahraga tersebut.
Semua perempuan dikelasnya mendesah malas tak terkecuali prita yang menurunkan bahunya lemas.
Tes praktek itupun di mulai, dimulai dari dion dan teman-temannya.
Prita dengan sekejap menghilangkan kerisauan akan tes renangnya saat melihat tubuh atletis dion yang terlihat saat cowok itu membuka kaosnya. Tak lupa pekikan teman kelasnya yang memenuhi ruang kolam indoor ini.
Prita kini meloncat dengan semangat sambil bertepuk tangan saat melihat dion yang sudah sampai ke kolam depan sebagai tempat finish paling awal daripada yang lain.
"Sekarang bagian putri nya!!" kata pak mamad, guru olahraga itu.
Mendengar itu prita kembali menurunkan bahunya lemas.
"prita! Ayo turun ke kolam!" suruh pak mamad.
"pak bisa di cancel aja ngga tes prakteknya?"
Pak mamad langsung melotot tajam ke arah prita setelah apa yang di ucapkan cewek itu.
"HWAITING PRITA!! GUE YAKIN LO PASTI BISA!!" suara nyaring milik nina membuat prita menoleh dengan malas. Entah bagaimana caranya cewek itu dan rafan bisa duduk di atas tribun dengan santainya, padahal ini masih jam pelajaran.
Lalu, prita dengan langkah lemasnya menceburkan diri ke kolam. Rasa dingin langsung menerpa kulitnya yang hanya dibalut dengan legging hitam selutut dan kaos lengan panjang bewarna hitam juga. Ia tidak ingin sepertu teman-teman lain yang hanya memakai tanktop sebagai atasannya.
Prita menoleh saat clara juga menyeburkan diri ke dalam kolam. Entah sejak kapan, hubungan mereka berdua kini sedikit lebih renggang. Ia dengan egonya yang tinggi tidak bisa mengajak clara kembali dekat, ia masih tidak suka cewek itu lebih dekat dengan dion yang notabenya hanya sebatas teman, dibandingkan dengan dirinya sebagai pacar cowok itu.
"siap ya?!!" intruksi pak mamad.
Suara peluit menandakan mereka harus memulai gerakan renangnya.
Karena memang sudah dari kecil ia tidak bisa berenang, jadilah prita hanya menggerakkan kakinya dan menyelamkan diri tidak jelas.
"prita! Ayo mana gerakan renangmu!" suruh pak mamad.
Prita tak mengindahkannya, ia mulai bingung saat lantai kolam yang perlahan mulai menjauh dari telapak kakinya. Seketika prita kelabakan, ia menoleh ke arah clara yang tidak jauh seperti dirinya, padahal cewek itu lebih tinggi darinya.
Prita mulai menggerakkan lengannya tak menentu sebagai tanda meminta tolong.
Ia menoleh ke arah dion yang tidak jauh dari tempatnya. Cowok itu memasang wajah khawatir.
"EH ITU PRITA SAMA CLARA TENGGELEM!! TOLONGIN BURUAN!!" pekik salah satu cewek kelasnya yang langsung histeris.
Prita kini mulai memejamkan matanya, kedua matanya mulai perih karena terlalu sering terkena air.
Byurr...
Prita mulai tenang saat merasakan ada yang menceburkan dirinya, dengan kakinya yang mulai keram ia berharap dion segera menolongnya.
"EH ITU PRITA JUGA TOLONGIN DONG!!" ucap cewek kelas prita.
Suara itu membuat prita berusaha membuka matanya kembali. Ia terdiam saat melihat dion yang berusaha membawa clara ke tepi kolam, meninggalkan dirinya sendiri di tengah kolam yang makin menjauh dari lantai kolam yang ia pijak.
"RIO! CEPET TOLONG PRITA!!" suruh pak mamad.
Rio mengangguk, lalu menceburkan diri ke arah prita.
Ia mengangkat bahu agar kepala cewek itu keluar dari dalam kolam.
"ta lo ngga apa-apa kan?" tanya sang ketua kelas.
Prita tak menjawab, dirinya hanya menatap sendu sepasang manusia yang berada di pinggir kolam.
Semua rasa penasarannya terbayar sudah, mengapa ia sangat bodoh.
Ia bodoh karena baru mengetahui bahwa dion menyukai clara sejak dulu.
***
Dengan langkah lunglai, prita menunduk sambil berjalan menyusuri koridor yang mulai sepi.
Jam pulang sudah berbunyi satu jam yang lalu. Menyisakan para murid yang hanya mengikuti beberapa kegiatan eskul saja.
Prita memegangi tembok luar sepanjang kelas XI saat sakit kepalanya langsung menerpa cewek itu.
Prita mengangkat sedikit kepalanya saat melihat langkah kaki mulai mendekat ke arahnya.
Ia menatap leon, dan memberi sedikit senyuman tipis walaupun hanya dibalas datar oleh cowok itu.
Terbesit pertanyaan prita saat melihat penampilan leon yang hanya memakai baju bebas padahal bel pulang tidak lama berbunyi. Apakah cowok itu bolos? Lalu kenapa dia masuk ke sekolah? Prita dengan cepat menghadang cowok itu yang membuat leon memberhentikan langkahnya.
"lo ikut eskul?" ucap prita yang mulai angkat bicara duluan.
"ngga" ucap leon ketus.
"terus kenapa pake baju bebas?"
"ngga usah ikut campur urusan orang" jawab leon lagi.
Prita meringis dengan suara sarkastik cowok dihadapannya ini, anehnya ia malah nyaman dan mulai terbiasa.
"gue cuman nanya leon" ucap prita yang kali ini tidak ikut berbicara dengan nada ngotot seperti biasanya.
Hal itu membuat leon mengernyit heran.
"lo kenapa?" kini leon yang mulai bertanya.
Prita hanya menggeleng pelan sambil tersenyum tipis di bibir pucatnya.
"PRITA!!"
Prita kemudian menghela napas saat mengenal suara dari arah belakang. Ia menoleh saat dion yang berlari mendekat ke arahnya.
Leon yang tidak mau ikut campur pun ingin kembali melangkah namun prita kembali menahannya.
"gue mohon lo tetap di sini" ucap prita sambil memejamkan matanya.
Leon terdiam, anehnya dia menurut.
"Ta, kita perlu bicara" ucap dion sambil mengatur napasnya karena habis berlari tadi.
"yaudah bicara aja" ucap prita tenang.
Dion kini menatap cowok di samping prita.
"ngga disini ta" ucap dion.
"disini atau ngga sama sekali" ucap prita dengan nada yang mulai dingin.
Dion menghembuskan napasnya pelan.
"oke, disini" final dion.
"gue mohon lo jangan salah paham ta"
"apanya yang salah paham?" tanya prita balik.
"antara hubungan gue sama clara"
Prita kemudian berdecih, ia bersidekap dada.
"bukannya itu udah terlalu jelas?" tanya prita sarkastik.
Dion melirik ke arah leon yang santainya mendengar pembicaraan mereka. Bahkan cowok itu sampai bersandar di dinding.
"ta, gue bilang jangan salah paham!" dion kini memegang kedua pundak prita namun langsung ditepis oleh cewek itu.
"kalian berdua udah terlalu nyata buat gue!!"
Sebelum pergi prita mengucap sesuatu,
"kita akhirin hubungan kita sampe sini, maaf yon gue terlalu buta buat ngeliat rasa sayang, bukan, rasa cinta lo ke clara selama ini"
Prita lalu meninggalkan kedua cowok yang sama sama tinggi itu. Namun baru beberapa langkah prita membalikan badannya dan kembali menghampiri kedua cowok itu.
"dasar ngga peka!!" ucap prita ke arah leon yang membuat cowok itu seketika bingung.
Tanpa basa-basi prita menarik tangan leon dan meninggalkan dion yang masih mematung.
***
"turun! Lo mau nginep di mobil gue?!"
Ucapan ketus leon menyadarkan prita dari lamunannya. Cewek itu dengan kaget menengok ke arah kanan dan kiri. Lalu prita menghela napas.
"kenapa lo bawa gue ke sini sih yon!" ucap prita memprotes kepada leon saat keduanya berada tak jauh dari bengkel tempat ayahnya bekerja.
"bukannya tempat ini deket sama rumah lo?"
"ya tapi ngga disini juga yon"
Leon hanya mengangkat bahunya acuh dan memberi tatapan prita seolah memberi isyarat untuk segera keluar dari mobilnya.
"lo harus bilang ke ayah lo tentang keadaan lo ta" ujar leon memberi saran dengan nada yang sedikit lembut.
Prita tidak menjawab, cewek itu menghela napas, sebelum membuka pintu mobil.
"loh prita?"
Tangan prita berhenti saat hendak menutup pintu mobil leon.
Ia hanya menatap datar arya, ayahnya.
"kamu kenapa nak? Muka kamu pucet banget" tanya arya khawatir sambil memegang sebelah pipi prita.
Namun dengan cepat prita menepisnya dengan kasar.
"ngga usah sok peduli sama gue!" ucap prita ketus.
"ta, dia ayah lo!" kata leon memperingatkan setelah keluar dari mobilnya dan berada di samping prita.
Prita kemudian berdecih, ia menatap jengah ke arah arya yang entah mengapa berwajah pucat seperti dirinya.
"gue ngga pernah nganggep dia sebagai ayah gue" ucap prita angkuh.
"PRITA!!"
Plak...
Kini arya naik pitam saat mendengar ucapan prita. Tanpa sadar tangannya menampar pipi gadis itu.
Leon kini hanya terdiam karena tidak ingin ikut campur, dirinya melihat prita yang malah tertawa pelan sambil memegang sebelah pipinya yang memerah.
"prita.. Ayah ngga maksud—"
Arya kini merasa bersalah, kedua tangannya berusaha meraih pipi prita yang kembali di tepis cewek itu.
Prita kini menatap tajam ke arya, berusaha menahan air mata yang kini mulai menggenang di kelopaknya agar tidak turun.
"lo tau? Gue ngga pernah nganggep lo sebagai ayah gue lagi semenjak ibu meninggal!!" pekik prita ke arah arya yang mematung.
"dan sekarang, gue semakin membenci lo!!" tambah cewek itu.
Setelah itu, prita berusaha berlari sekuat mungkin meninggalkan leon dan ayahnya yang masih berada di posisinya.
"om dia—" ucapan leon terhenti saat merasakan arya memegang sebelah pundaknya.
"kamu mau bantu om kan? Kejar dia, kalo om yang kejar, om yakin dia makin ngga mau bertemu om" ujar arya dengan nada lirih.
Dan leon hanya terdiam mendengarnya.
"dari dulu, om memang ngga mau hubungan om sama prita membaik ya?" gumam leon.
"apa maksud kamu?"
Leon kini menunjuk wajah arya yang begitu pucat dengan keringat yang bercucuran. Bahkan arya kini sedang tidak memakai seragam benkel ataupun noda oli yang biasa terlihat di bajunya.
"sampai kapan om selalu menutupi semuanya dari prita?"
Pertanyaan leon membuat arya terkaget. Cowok itu mengetahui rahasianya.
***
See you...
Nextt??