Wanita Pilihan

By noeki532

2K 127 31

"Bagaimana dengan dirimu, kangmas. Apakah kau diperbolehkan bercumbu dengan wanita yang telah bersuami ?" kat... More

BAB 1 BERBURU
BAB 2 MADUKARA
BAB 3 BELAJAR MEMANAH
BAB 4 KEMBALI KE PANCALA
BAB 5 SAYEMBARA TAMAN MAERAKACA
BAB 6 PERNIKAHAN
BAB 7 TANTANGAN BARU
BAB 8 SANG PENARI
BAB 9 PRABU JAYAKUSUMA
BAB 10 FITNAH DI AMARTA
BAB 11 HUKUMAN BUANG
BAB 12 PERANG BESAR
BAB 14 ABIMANYU
BAB 15 DURNA
BAB 16 KARNA
BAB 17 AKHIR PERANG

BAB 13 BISMA

64 6 1
By noeki532

Di hari pertama perang dari pihak Pandawa tewaslah Raden Wratsangka dan Raden Utara. Mereka berdua adalah putra Prabu Matswapati, raja Wirata yang juga merupakan eyang sesepuh dari Pandawa dan Kurawa. Betapa sedihnya hati Resi Seta melihat adik-adiknya tewas dibunuh Prabu Salya dan resi Durna. Prabu Salya sejatinya adalah paman Pandawa sendiri karena ia adalah kakak dari Dewi Madrim, ibu Nakula dan Sadewa. Akan tetapi karena Prabu Salya adalah mertua dari Prabu Duryudana maka terpaksalah ia memihak Kurawa padahal hatinya ada pada Pandawa. Resi Durna adalah guru dari Pandawa dan Kurawa yang juga terpaksa memihak Kurawa karena ia berkedudukan di Astina.


Hingga hari ke dua belas pertempuran berjalan imbang, resi Seta dan resi Bisma terus-menerus berperang tanpa ada yang menang diantara mereka. Hingga suatu saat resi Bisma terdesak oleh resi Seta yang jauh lebih muda darinya, dan tercebur ke jurang. Dibawah jurang mengalir sungai Gangga.

Saat ia merasa akan mati, tiba-tiba terdengar suara lembut "Bisma, anakku.."

Dewi Gangga muncul dalam baju serba putih. Wanita cantik itu memeluk putranya. Bisma memang putra Dewi Gangga.

"Ibu ? Apakah aku akan mati disini ?"

"Tidak nak. Kuberikan panah Cucuk Dandang padamu. Gunakanlah, nak, untuk mengalahkan musuhmu." Kata Dewi Gangga memberikan panah pusaka berupa paruh burung gagak kepada anaknya.

"Terimakasih ibu." Kata resi Bisma yang bergegas kembali ke medan perang.

"Seta, hadapilah aku." Katanya menantang resi Seta.

"Darimana saja kau Bisma ? Kukira kau sudah mati masuk jurang."

Tanpa banyak bicara resi Bisma mengarahkan panah Cucuk Dandang dan tewaslah resi Seta dengan dada tertembus panah. Pasukan Kurawapun bersorak melihat jago Pandawa tewas ditangan resi Bisma. Kematian resi Seta memicu kemarahan Prabu Kresna. Diarahkannya panah Cakra pada resi Bisma.

"Duh pukulun, hamba siap mati apabila paduka menginginkannya." Kata resi Bisma melihat senjata Cakra diarahkan padanya. Mendengar ini Prabu Kresna luluh.

"Bisma, kau keterlaluan. Tindakanmu melebihi norma-norma kesusilaan. Katamu kau resi tapi kau bunuh orang-orang yang tidak bersalah padamu. Atas nama sumpah kau bunuh Dewi Amba. Kau bilang itu karena kau memegang teguh sumpah. Tapi tindakanmu itu diluar perikemanusiaan, Bisma. Suatu saat kau akan menuai karmamu." Usai berkata demikian Prabu Kresna pergi meninggalkan Bisma yang terdiam.

Di dalam kemah, Pandawa dan sekutu-sekutunya berduka cita karena kematian senapatinya.

"Untuk Senapati besok akulah yang akan maju." Kata Prabu Matswapati geram. Ia ingin membalas kematian putra-putranya.

Semua terdiam. Resi Bisma benar-benar seorang yang sakti. Ia adalah murid Rama Bergawa, seorang resi yang sangat sakti kondang sejagat. Ibunya pun seorang bidadari, Dewi Gangga. Karena itu tidaklah heran apabila sejak muda tidak ada seorangpun yang bisa menandingi krida (kesaktian)nya.

"Akulah yang akan maju, eyang Prabu Matswapati." Kata Srikandi memecah keheningan. Kembali semua terkejut mendengar kata-kata Srikandi.

"Tidak, yayi. Bukan kamu. Kamu itu sama saja bunuh diri. Kesaktian eyang Bisma jauh diatasmu." Kata Arjuna cepat. "Akulah yang maju. Aku yang jadi senopati besok. Bukan engkau, yayi. Kaka Prabu Kresna, tunjuklah aku menjadi senopati."

"Tidak, yayi Arjuna. Srikandi lah yang akan menjadi senopati."

Semua terbelalak mendengar keputusan Prabu Kresna.

"Aku tidak akan mengijinkan istriku berperang melawan Bisma." Tegas terdengar suara Arjuna. "Kaka Prabu tidak tahu siapa eyang Bisma ? Aku saja yang menjadi senopati, kaka. Aku siap mati melawan eyang Bisma."

"Yayi, aku jauh lebih tahu darimu, dan ini keputusan final. Srikandi yang akan menjadi Senapati besok. Dia akan menghadapi eyang resi Bisma. Percayalah padaku, Arjuna. Aku selalu tahu yang terbaik untuk kalian."

"Gusti, percayalah pada kakakmu. Dia orang yang waskita." Semar menepuk bahu Arjuna. Suaranya terdengar lembut dan bijak. Mendengar ini hati Arjuna luluh. Ia terdiam.

Malamnya di dalam kemah Arjuna dan Srikandi tidak dapat tidur.

"Ingin rasanya aku menghentikan perang sialan ini." Kata Arjuna geram.

"Sudahlah kangmas. Yang akan terjadi biarlah terjadi. Akan kuhadapi eyang resi Bisma. Matipun aku rela."

Arjuna terkejut mendengar kata-kata terakhir Srikandi. Hatinya tidak rela istrinya menjadi korban resi Bisma.

"Yayi, masih ada waktu. Pergilah kau ke Pancala. Aku yang akan hadapi eyang resi Bisma. Kau pulanglah. Aku tidak bisa melihatmu terluka atau mati di medan perang. Kau seperti tidak tahu siapa eyang Bisma. Ia seorang yang sakti mandraguna. Kau bukan lawannya." Kata Arjuna sambil memeluk Srikandi.

"Mau dikemanakan mukaku kalau aku pergi, kangmas. Senopati tidak ada yang tinggal gelanggang colong pelayu, kabur dari medan peperangan. Aku akan menghadapi resi Bisma. Sudah bulat tekadku !" Kata Srikandi sambil melepaskan diri dari pelukan Arjuna. Ia memegang kedua tangan suaminya, memberikan penegasan pada sang suami.

"Kangmas, dengarkan aku. Aku akan bercerita.." lalu ia menceritakan tentang pertemuannya dengan arwah Dewi Amba pada Arjuna. Mendengar ini Arjuna terdiam.

"Tapi yayi, sangat tidak masuk diakal kalau kau menjadi perantara tewasnya eyang resi Bisma. Secara hitung-hitungan kesaktianmu tidak ada apa-apanya dengan eyang Resi. Aku tahu siapa eyang Bisma. Aku adalah cucunya yang paling dekat dengannya. Ah, tidak yayi. Ceritamu tetap tidak masuk diakal untukku. Pulanglah kau ke Pancala. Aku tidak ingin kau menumpahkan darah apalagi sampai melayang nyawa di medan Kurusetra ini." Kata Arjuna sambil membelai pipi sang istri.


"Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri disini, kangmas. Aku akan selalu bersamamu, menemanimu. Hidup matiku adalah denganmu, kangmas." Kata Srikandi. Kedua tangannya meraih wajah sang suami. Sorot matanya lembut, penuh kasih sayang, tapi juga menyiratkan kekerasan hatinya.

"Kau benar-benar keras kepala. Ya sudahlah. Ini kuberikan panah pusakaku, Kyai Hrusangkali. Pakailah untuk menghadapi eyang resi Bisma. Aku juga tidak akan melepaskanmu perang sendiri. Aku akan selalu mendampingimu. Semoga dewata melindungimu, sayangku." Kata Arjuna sambil memberikan panah Hrusangkali kepada Srikandi.

Keesokan harinya Srikandi menggunakan celana selutut, kainnya disingsingkan singset menutupi tubuhnya yang ramping. Rambutnya digelung rapi dan kuat berhiaskan tusuk gelung cantik berbentuk burung garuda. Sebuah kalung untaian melati menghiasi lehernya yang jenjang. Wangi melati dan kenanga tercium dari tubuhnya. Ia mengalungkan wadah anak panah dan menjinjing gendewanya. Kulitnya yang putih kuning terlihat kontras dengan pakaiannya yang merah menyala. Penampilannya terlihat cantik, gagah tapi sekaligus menakutkan. Melihat ini Arjuna terpesona.


"Apakah kau yakin mau melawan eyang Bisma, yayi ? Dengarkan aku. Lebih baik kau pulang ke Pancala. Biar aku yang menghadapi eyang Bisma." Katanya sambil memegang bahu Srikandi.

"Tidak, kangmas. Lupakan ide itu. Ayo kita keluar. Perang hampir dimulai." Kata Srikandi keras kepala.

Arjuna hanya bisa mengurut dada. Merekapun menaiki kereta kencana menuju medan perang. Hari itu digunakan gelar perang Garuda Nglayang dengan Srikandi sebagai kepala garuda.

"Yayi Arjuna, berdirilah di belakang Srikandi. Dia tidak akan berani memanahmu kalau kau berdiri di belakang Srikandi." Perintah Prabu Kresna yang mengusiri kereta mereka.

"Haaahh??!! Bagaimana mungkin perempuan jadi perisai laki-laki ?" kata Arjuna.

"Lakukan saja perintahku. Tidak ada waktu untuk menjelaskan." Kata Prabu Kresna lagi.

Walaupun berat hati Arjuna menurut. Ia berdiri di belakang Srikandi.

Benar saja. Resi Bisma melihat Arjuna berada di belakang Srikandi ia tidak berani mengarahkan panahnya ke Arjuna.

"Arjuna, jangan jadi pengecut, berdiri dibelakang perempuan. Keluarlah, lawan aku," kata Bisma.

"Eyang Bisma, aku lawanmu. Akulah senopati Pandawa hari ini."kata Srikandi menantang.

"Aku tidak mau melawanmu. Kau perempuan." kata Bisma.

"Memang kenapa kalau aku perempuan ? Eyang merasa aku tidak berani melawanmu ? Eyang, ayoo arahkan panahmu padaku. Aku tidak takut melawanmu !" teriak Srikandi.

Alih-alih mengarahkan panahnya pada Srikandi, Bisma mengarahkan panahnya pada pasukan Pandawa. Hujan anak panah meluncur dari gendewanya. Srikandi dan Arjuna terkejut melihat ulah Bisma. Arjuna segera mengarahkan anak panahnya untuk mengusir panah-panah Bisma.

Srikandi yang tersinggung melihat Bisma tidak mau mengarahkan panahnya padanya segera mementangkan gendewanya ke arah Bisma.

"Eyang, ayo lawan aku. Aku tidak akan melepas anak panahku kalau eyang tidak mau melawanku !" teriak Srikandi.

Teriakan Srikandi tidak dihiraukan Bisma. Ia tetap mencurahkan anak panahnya ke pasukan Pandawa. Melihat ini Srikandi habis sabar. Ia turun dari keretanya dan berjalan ke arah Bisma. Sesampainya di depan kereta Bisma, ia mencabut kerisnya dan menyerang Bisma. Arjuna yang sibuk melayani serangan anak panah Bisma terkejut melihat perbuatannya. Tapi ia tidak bisa lengah karena Bisma terus menghujani pasukannya dengan anak panah.


Bisma yang diserang Srikandi segera meloncat dari keretanya, menghindar. Srikandi terus melancarkan serangan ke arah Bisma. Sabetan-sabetannya kuat dan cepat. Bisma kerepotan juga menghindar. Karena terdesak, Bisma ikut mencabut kerisnya. Perang mereka berjalan seru membuat yang menonton jadi terpesona.

"Nini, kamu itu laki-laki atau perempuan ? Siapa yang mengajarimu ?" tanyanya. Ia heran juga melihat Srikandi mampu mendesaknya.

"Guruku banyak, eyang. Karena itu jangan meremehkan aku." Teriak Srikandi sambil terus menyerang gencar. Ia mengerahkan seluruh jurus andalannya. Gerakan-gerakannya lincah seperti kijang. Tendangan kaki dan pukulan-pukulan tangannya berganti-ganti diarahkan ke resi Bisma. Srikandi benar-benar menunjukkan eksistensinya sebagai prajurit putri. Nyata benar gelarnya sebagai Senapati Pancala bukanlah gelar kosong. Terpaksa Resi Bismapun melawan dengan jurus-jurus andalannya. Demikian serunya pertempuran mereka membuat pasukan Pandawa dan Kurawa seperti sepakat menghentikan pertempuran mereka. 

Yang paling khawatir adalah arjuna. Ingin rasanya menarik istrinya keluar dari pertempuran tapi peraturan dalam pertempuran menyatakan bahwa pertempuran haruslah satu lawan satu. ia hanya bisa menonton sambil berdoa. Jantungnya berdebar-debar menyaksikan duel mereka.

Resi Bisma bukanlah orang sembarangan. Ia adalah seorang satria sakti yang tiada duanya yang digembleng sejak kecil oleh resi mahasakti Bagawan Parasurama . Ia ingin mengakhiri pertempuran sesegera mungkin karena sudah dalam sumpahnya ia tidak akan melawan perempuan. Karena itu, saat mendapat kesempatan, ia meringankan tubuhnya dan melompat tinggi sambil menarik tusuk gelung Srikandi. Rambut Srikandi yang panjang dan bergelombang langsung terlepas jatuh. Srikandi malu bukan kepalang merasa sebagai pemimpin ia telah dikalahkan musuh di depan pasukannya.

"Pulanglah." Kata resi Bisma. "Aku tidak mau melawanmu. Suruhlah suamimu Arjuna melawanku."

"Aku pantang tinggal gelanggang colong pelayu, eyang. Lebih baik mati berkalang tanah daripada meninggalkan medan perang."

Srikandi kembali menyerang dengan kerisnya. Ia mengarahkan senjatanya ke lawannya. Berulang kali resi Bisma mengelak. Ia telah bersumpah tidak akan menyerang wanita, karena itu ia hanya bisa menangkis dan mengelak. 

Pertempuran berjalan lama karena tidak ada perlawanan dari resi Bisma. Ia memutar otak. 

Kalau aku tidak mengalahkannya ia tidak mau mundur, katanya dalam hati.

Akhirnya kesempatan itu datang. 

Saat Srikandi lengah, resi Bisma mengarahkan pukulannya ke dada wanita prajurit itu. 

"Pulanglah kau, nini." katanya.

Tenaga dalam yang besar merobek paru-paru sang senapati Pandawa, membuatnya terpelanting memuntahkan darah. Semua terkesiap melihatnya. Srikandi rebah sambil memegangi dadanya yang sesak. Ia tersengal-sengal. Melihat ini jantung Arjuna terasa berhenti berdenyut. Nyaris ia berlari menghampirinya kalau Prabu Kresna tidak memeganginya.

"Lihat !" katanya.

Tiba-tiba dari langit muncul seberkas cahaya. Cahaya itu datang dan masuk ke tubuh Srikandi. Dengan tertatih-tatih wanita itu berdiri. Dipasangnya panah pusaka Hrusangkali. Dipentangkannya panah itu, diarahkannya ke dada resi Bisma.

Resi Bisma melihat Srikandi mementangkan panah ke arahnya terhenyak. Bukan panah yang membuatnya terpaku, tapi wajah lawannya itu. Tiba-tiba dilihatnya wajah sang senapati  berubah menjadi wajah Dewi Amba. Rupanya arwah sang putri masuk ke dalam tubuh prajurit wanita itu.

"Amba...." bisik sang resi. Ia teringat kembali pada sang putri yang tewas di tangannya. Rasa sesak menyeruak di dadanya. 

"Amba.. Aku berdosa kepadamu.. Apakah kau ingin membalaskan dendammu padaku ? Aku rela mati di tanganmu, Amba.." Katanya. 

Semua yang mendengar kata-kata sang resi terperangah. Mereka tidak melihat wujud Dewi Amba dalam diri Srikandi. Yang mereka lihat adalah senapati wanita Pandawa itu mengarahkan panah pusakanya ke dada sang resi yang hanya berdiri melamun.

"Awaaasss resi Bismaaa !!" Teriak para prajurit dan tamtama Kurawa. Tapi teriakan itu seolah-olah tidak di dengarnya.

Srikandi melepas panah Hrusangkali. Dengan cepat panah itu meluncur menembus dada Bisma yang langsung roboh bersimbah darah. Semua terkejut melihat itu. Namun demikian resi Bisma memang seorang yang sakti. Walaupun terhuyung-huyung, perlahan-lahan ia berdiri lagi. Dadanya bersimbah darah, namun ia seolah-olah tidak merasa sakit. 

Melihat ini Prabu Kresna memerintahkan Arjuna untuk menghujani tubuh resi Bisma dengan anak panahnya. Arjunapun melaksanakan perintah kakak sepupunya. Ribuan anak panah dilepaskan Arjuna ke arah Bisma, membuat tubuh Bisma seperti landak, penuh dengan anak panah yang menancap di tubuhnya. Tapi hebatnya Bisma yang perkasa tidaklah jatuh, hingga akhirnya anak panah terakhir Arjuna membuatnya terlempar jatuh dan tidak dapat berdiri lagi.

Pandawa dan Kurawa segera mendatangi Bisma. Karena baktinya pada orangtuanya, Bisma boleh memilih waktu kematiannya. Ia memilih untuk meninggalkan dunia ini setelah perang berakhir.

Arjuna berlari mendekati istrinya. 

"Yayi, kau tidak apa-apa ?" tanyanya sambil mengusap darah di bibir sang putri. Srikandi hanya menggeleng lemah.

"Maafkan aku, kangmas. Aku telah membunuh eyang resi."

"Jangan berkata apa-apa lagi. Kau masih lemah. Ayo kubantu kau berdiri."

"Aku ingin mendekati eyang resi. Aku ingin minta maaf."

Dengan dibantu Arjuna, sang putri tertatih-tatih berjalan mendekati resi Bisma yang terbaring tak berdaya.

"Eyang, maafkan aku.." katanya lirih.

Sang resi tersenyum.

"Terimakasih cucuku. Kau sempurnakan dharmaku.."

Sang resi mengutarakan niatnya untuk meninggalkan dunia ini setelah perang berakhir. Setelah memberikan air dan bantal untuk sang resi, Pandawa dan Kurawa kembali ke kemah masing-masing. Arjuna menggandeng Srikandi kembali ke kemah mereka.



Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 154K 33
Yang baru ketemu cerita ini jangan baca, sudah di hapus sebagian !!! Bagaimana jika laki-laki setenang Ndoro Karso harus menghadapi tingkah istrinya...
16K 2.1K 11
Lahir dihari yang sama dengan sifat yang berbeda. Membuat mereka memiliki cara tersendiri untuk menunjukkan kasih sayang. Midoriya Twins, yang satu...
5.3K 331 17
1357 M Takdir telah menghendaki pertemuan kita.Pertemuan yang membuatku menyematkan secuil perasaanku padamu. Namun,aku harap takdir juga akan memper...
40.9K 2.3K 72
cerita pendek langsung tamat. πŸ₯‡rank 1 di itafemnaru (19/06/21) πŸ₯‡rank 1 di itafemnaru (27/09/21) #69 di cerita