SUDAH dua bulan sejak aku dan Jonathan mulai dekat. Itu berarti sudah tiga bulan sejak kejadian di lapangan itu. Aku perlahan mulai melupakan dan menerima kenyataan saat itu. Melepaskan sesuatu yang sudah tidak layak untuk di pertahankan dan membangun kembali hubungan yang sempat rusak.
Sekarang kami berempat duduk di meja kantin biasanya. Dengan posisi aku di sebelah Jonathan dan di hadapan kami ada Laura dan Evan.
Aku sesekali bercanda dengan Jonathan. Membuat Evan dan Laura bergidik merinding, katanya aku seperti remaja bucin tanpa hubungan dengan Jonathan.
"Kalian tuh, deket doang, bucin doang," ujar Laura lantas melirik kearah Evan. "Iya, tapi jadian engga," lanjut Evan dengan senyuman meremehkan.
Aku mendecak kesal, "disindiiiiir terus!"
Laura kembali menyenggol lengan Evan yang duduk disebelahnya. Cowo itu sedikit menurunkan kepalanya agar seimbang dengan Laura yang lebih pendek itu. "Lihat tuh, Lavender sama Jonathan deket banget. Kamu.., ga cemburu?" goda gadis itu membuat Evan merotasikan bola mata malas.
"Dih, engga lah. Gini-gini masih suka sama Gracia."
"Ga usah bohong! Masa suka sama cewe berpawang terus? Ketauan kali kalau kamu akhir-akhir ini suka sama Lala," bisik Laura.
"Kan, setia," bisik Evan kembali.
"Dih, setan!" kini bisikan Laura terdengar lebih bertenaga.
"Kalian kenapa sih? Bisik-bisikan?" tanyaku yang dibuat penasaran.
"Loh, nyadar toh? Aku kira keasikan bucin sampe ga sadar," sindir Laura dengan senyuman menggoda.
Aku mengendikkan bahu tidak acuh. Lantas kembali melanjutkan topikku dengan Jonathan sebelumnya.
Laura yang berpikir aku sudah tidak memperhatikan mereka lagi kembali menyikut lengan Evan. "Tapi ya, Van. Kamu yakin? Lala udah beneran lupain si Aron?" tanya Laura secara mendadak. Namun Evan hanya mengendikkan bahu.
Aku mendengarnya, karena sengaja fokus terhadap bisikan mereka saat Jonathan berbicara tadi. Jantungku kembali berdegup kencang dengan perasaan yang tidak nyaman. Mendadak tanganku menjadi dingin dengan keringat yang muncul lumayan banyak.
Otakku kembali memikirkan pertanyaan Laura tadi. Apa benar aku sudah sepenuhnya melupakan Aron?
"La? Kamu gapapa?" tanya Laura yang panik. Begitu pula dengan Evan dan Jonathan yang menatapku cemas.
"Gapapa, tiba-tiba kepikiran sesuatu buruk," jawabku, aku berusaha tersenyum.
"Pikiran buruk itu dibuang aja, La. Jangan dipelihara," saran Jonathan yang aku angguki saja.
🕊
Sepulang sekolah kami tidak langsung pulang, melainkan pergi makan siang lagi bersama. Seusai pelajaran matematika (yang notabene menguras tenaga) itu membuat perut kami keroncongan.
Kami berhenti di sebuah restoran makan yang cukup sederhana. Lumayan dekat dengan sekolah dan harganya ramah untuk kantong seorang murid bokek.
Kami memesan masing-masing satu porsi menu pilihan dan menunggu makanan itu untuk selesai di siapkan.
Sambil menunggu, sesekali kami berbincang hal seputar sekolah atau lainnya. Jika sudah bosan atau tidak ada topik lainnya, maka kami akan kembali pada ponsel masing-masing.
Makanan datang setelah kami menunggu selama dua puluh menit. Namun hanya membutuhkan waktu lima belas menit hingga makanan itu ludes habis.
Kami keluar setelah membersihkan tangan dan memutuskan untuk berdiri di luar restoran sebentar sebelum pulang.
"Ya udah, sekarang pulangnya gimana?" tanya Laura. Karena disini hanya ada Evan dan Jonathan yang membawa kendaraan.
Aku melirik kearah Jonathan, berharap laki-laki itu mau mengantarku pulang. "Kamu pulang sama aku, ya?" pinta Jonathan padaku. Tentu aku iyakan permintaan tersebut.
Laura dan Evan saling menatap geli. Lantas mereka menertawakan kami. "Pulang bareng, makan bareng, apa-apa bareng," ujar Laura.
"PDKTan doang! Jadian kaga," sidir Evan yang melanjutkan perkataan Laura.
Aku dan Jonathan saling bertukar pandang. Kami pun akhirnya memutuskan untuk membalas dua manusia setan yang selalu menyindir mengenai hubungan kami. "Udah jadian kok," jawab ku santai.
Aku hampir tertawa terbahak-bahak saat melihat ekspresi Laura dan Evan yang sama-sama terkejut hingga melotot.
Laura membuka mulutnya, seolah mengatakan 'sumpah, La?' tanpa suara. Aku mengangguki pertanyaan itu dengan santai, begitu pula dengan Jonathan.
"O-oh, ya-ya udah. Aku pulang sama Evan aja, kalian berdua. Ya, kan, Van?" Laura menyikut lengan Evan, menyadarkan cowo itu kembali. "Iya-iya, Laura pulang sama aku aja. Kalian selamat pacaran. Dadah!"
Evan mendorong Laura agar segera pergi. Dan aku bersama Joanthan hanya terkekeh geli.
Tidak susah dan rumit untuk dijelaskan. Kami baru ada hubungan sejak kemarin malam. Saat Jonathan mendatangi rumahku dan mengajak ku mengobrol. Dia mengajak ku berkencan, dan aku menerimanya.
Aku tidak berniat lain selain membuka kembali hatiku. Toh, untuk apa aku terus memikirkan Aron? Lebih baik aku memulai kisah baru dengan Jonathan.
Terlihat mudah. Mudah sekali. Aku pun heran dengan hubungan kami. Namun saat dilihat kembali pada masa PDKT kami yang memakan waktu dua bulan lamanya.
Walau aku dimarahi mama papa karena Jonathan bertamu malam-malam, namun aku tidak sepenuhnya menyesal untuk membiarkan Jonathan mengobrol denganku malam itu.
🕊
Sepanjang perjalanan pulang, Laura dan Evan sama-sama masih diam karena saking terkejutnya. Mereka bahkan susah berkata-kata mengenai hubunganku dengan Jonathan yang terkesan jadian dadakan.
"Aku masih ga nyangka loh." Perkataan Laura lantas diangguki oleh Evan. Mereka sama-sama masih menatap lurus jalanan yang lumayan sepi.
Laura memiringkan badannya agar menghadap kearah Evan.
"Van," panggilnya. "Hm?" jawab Evan tanpa memalingkan wajahnya.
"Gracia udah pacaran sama Kevin. Lala juga udah sama Jonathan. Gebetan kamu udah berpawang semua loh, Van. Kok kasian ya?" ujar Laura sok kasihan, padahal niat aslinya untuk meledek Evan.
"Kamu sama aku aja gimana? Dari pada jomblo?" goda Laura jenaka.
Evan yang merasa geli melempar kotak tissue yang terbuat dari kain kearah Laura. "Amit-amit ya, Lau!"
"SAKIT WOI!"
"RASAIN!"
"HAHAHA! Lagian ya, Van, aku tu ada rencana jomblo sampe kuliah. Jadi kalo kamu suka sama aku pun, tetep harus nunggu sampe kuliah dulu. Apes ya?"
"LAURA! Aku lempar lagi nih!"
"Ampun!"
🕊
Maaf singkat, selamat ketemu di bab selanjutnya
Kalau masih suka dan baca sampe sini, boleh votenya gaa? Makasihhh ❤️