Happy Reading
•───────•°•❀•°•───────•
Aku berlalu melupakan pernyataan cinta Sehun sejenak dan beralih memikirkan Chanyeol. Ini sudah malam namun janji Chanyeol yang mau menelfonku tidak ditepatinya. Jujur, aku khawatir pada pria itu. Tadi siang kudengar ayahnya marah besar padanya menyuruhnya pulang. Chanyeol banyak bercerita padaku jika ayahnya itu tempramental. Sedari kecil ayahnya selalu memaksa Chanyeol untuk menjadi apa yang diinginkannya.
Sedari dulu Chanyeol selalu dituntut untuk menjadi juara di segala hal. Ia dipaksa belajar keras untuk menjadi juara kelas, juara olimpiade dan lain sebagainya. Tidak ada yang bisa menghentikan sikap ayahnya, sosok ibu yang bisa jadi penenang di segala hal pun tidak ada karena ibu Chanyeol meninggal setelah melahirkannya.
Hanya satu hal yang akan ayah Chanyeol lakukan jika Chanyeol tidak memenuhi ekspetesinya. Yaitu-
Kekerasan.
Itulah yang sedang aku khawatirkan. Aku takut Chanyeol kembali terluka lagi dan lagi.
Chanyeol is calling...
Aku mengangkat kedua sudut bibirku melihat layar notifikasi di layar ponselku. Akhirnya Chanyeol menelfonku.
"Ya Chanyeol?"
Aku sudah menjawabnya tapi yang kudapat adalah keheningan.
"Chanyeol ..." kupanggilnya lagi.
"Aku ada di depan rumahmu. Bisakah kamu keluar?"
Chanyeol berada di luar rumahku? Aku beranjak dari kasur menuju jendela. Kubuka jendelaku dan melihat bayangan Chanyeol di depan gerbang rumahku. Kenapa Chanyeol tidak masuk saja? Kenapa harus menunggu di luar? Di luar saat itu sedang dingin jika Chanyeol mengetuk pintuku pasti ayah dan ibuku menyambutnya dengan baik seperti biasa.
"Yasudah aku keluar." Kututup panggilan itu dan beranjak keluar. Ku lihat ayah dan ibuku sudah tidak ada di ruang tengah biasa mereka menonton televisi.
Setelah gerbang kubuka aku benar-benar terdiam di tempatku melihat Chanyeol di depanku. Bagaimana bisa Chanyeol datang padaku dengan wajah yang babak belur seperti ini.
Chanyeol datang mendekat dan langsung memelukku.
"Tidak usah khawatir aku tidak apa-apa."
"Bagaimana bisa kamu bilang kamu tidak apa-apa dengan luka seperti ini Chanyeol," ucapku setelah melepaskan pelukannya.
Chanyeol tidak menjawab apapun setelah itu. Kubawa Chanyeol ke kamarku. Aku keluar kamar mengambil kompresan dan datang pada Chanyeol lagi.
"Apakah sakit?" Chanyeol menggeleng sebagai jawaban ketika aku tengah mengompres memar di wajahnya.
"Sudah biasa. Ayah tadi marah besar."
"Kenapa? Apa nilaimu turun lagi?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Ayah mengetahui aku memiliki kekasih."
Hubunganku dengan Chanyeol memang kami rahasiakan sekali bahkan anak-anak sekolah tidak mengetahuinya. Hanya Baekhyun sahabatku dan Sohyun yang mengetahuinya. Itupun Sohyun tau karena Chanyeol yang mengatakannya.
Alasannya karena ayah Chanyeol tidak membolehkan putranya berpacaran. Aku benci dengan bagaimana sikap ayah Chanyeol yang mengekang pria itu begitu keterlaluan bahkan tidak memberi cela kebahagiaan dalam hidup Chanyeol.
"Aku bilang pada ayah, aku selalu berusaha mengutamakan pendidikanku daripada hubunganku denganmu. Bahkan kita jarang bukan memiliki waktu berdua karena aku yang terus disibukan dengan belajar juga kegiatan osis, tapi ayah tetap melarangku dan mengatakan aku harus mengakhiri hubungan kita."
"Lalu?"
"Aku tidak mau. Sudah cukup aku selalu menuruti ayah selama ini bahkan sampai melupakan cita-citaku menjadi musisi demi memenuhi ekspetasi ayah untuk melanjutkan perusahaannya. Aku terima itu semua tapi tidak kali ini. Aku ingin terus bersamamu."
Chanyeol menangis kali ini. Aku tau seberapa sakitnya ia selama ini karena ayahnya. Tangisan Chanyeol memang tidak menimbulkan suara namun sangat pilu kurasakan.
"Aku bilang aku tidak mau mengakhiri hubungan kita dan ayah memukulku."
Aku memeluknya dengan erat dengan satu tanganku. Sedangkan satu tanganku lagi kugunakan elus pipinya dengan lembut dan menghapus air matanya.
"Aku selalu ada bersamamu, Chan."
"Kamu janji tidak akan meninggalkanku kan?" Aku mengangguk.
Malam itu pun aku dan Chanyeol saling memeluk dalam kenyamanan.
•••
"Matamu bengap? Kamu habis menangis?"
Kai bertanya padaku namun aku terdiam tidak menjawabnya. Semalam aku dan Chanyeol ketiduran di kamarku, saat pagi datang kulihat Chanyeol sudah tidak ada lagi di sampingku. Perkiraanku pria itu pergi melewati jendela dan menaiki tembok di belakang rumah karena tidak mungkin lewat gerbang pasti ayah dan ibuku akan mengetahuinya. Mata bengapku ini pasti karena aku terlalu lama menangis semalam.
"Tidak apa jika tidak mau bercerita. Ayo kita pergi." Aku tersenyum kala Kai menggenggam tanganku berjalan ke arah motornya terpakir. Aku senang Kai bukan tipe pria pemaksa dan ingin tahu.
Di depan gerbang rumahku aku terkejut dengan kedatangan Sehun dengan tiga penjaganya. Tidak! Sehun melihat Kai yang menggandeng tanganku. Tatapannya sungguh tajam memandang ke arah tangan kami yang bertautan.
"Noona! Siapa dia? Dan kenapa kalian bergandengan tangan?" tanya Sehun.
Aku harus jawab apa!? Pacar kedua dan ketigaku bertemu secara langsung. Kulihat Kai juga memandang bingung ke arahku.
"Noona? Kyung, pria ini siapa?" Giliran Kai yang bertanya padaku. Aku harus jawab apa jika begini? Secepat inikah kebohonganku terbongkar?
"Oh, Sehun kenalkan ini Kai. Temanku," ucapku .
"Teman?" tanya Kai tidak suka padaku.
"Oh .. hanya teman, baguslah. Aku peringatkan padamu jangan mencoba dekati Kyungsoo noona karena dia adalah pacarku."
Deg!
Kurasa perang dunia ketiga akan segera dimulai. Aku tidak mau Kai marah dan berakhir bertengkar dengan ketiga penjaga Sehun. Kutarik Kai sedikit menjauh dari mereka.
"Apa dia pacarmu?" tanya Kai langsung padaku. Aku sedikit bergetar ketakutan karena saat ini wajah Kai benar-benar marah.
"Dengarkan aku dulu," ucapku pelan. "Dia bukan pacarku, dia memang seperti itu selalu mengaku-ngaku sebagai pacarku. Jadi begini, Sehun itu menyukaiku tapi aku tidak menyukainya tapi jika aku berbuat hal yang menyakiti Sehun maka penjaganya akan berbuat hal yang menyakitkan padaku dan juga keluargaku."
"Begitukah? Jika begitu aku akan memberinya pelajaran beserta penjaganya yang bodoh itu."
Kai beranjak pergi namun aku segera mengejarnya dan menahannya.
''Jangan, kamu tidak boleh melakukan itu."
"Kenapa?"
"Karena Sehun akan semakin marah dan berbuat hal yang aneh-aneh padaku."
"Tapi aku tidak suka ketika dia mengatakan aku tidak boleh mendekatimu seakan-akan dia adalah pacarmu sungguhan."
"Jangan khawatir aku tetap menyukaimu bukan dia."
"Noona!" Sehun berteriak lalu menghampiri kami berdua. "Sudah selesai bicaranya? Jika sudah aku akan mengantarkan noona ke sekolah."
Aku mengangguk pada Kai memberi isyarat untuk menuruti Sehun kali ini. Kulihat Kai mengepalkan tangannya menatap tajam Sehun. Mungkin jika aku tidak memintanya tidak melakukan apapun pada Sehun saat ini Kai sudah melayangkan bogemannya ke wajah tampan Sehun.
Aku pun akhirnya menurut ketika Sehun menggandeng tanganku menuju mobilnya.
•
Di dalam mobil Sehun aku hanya diam. Kali ini tidak ada tiga penjaganya itu karena Sehun menyetir mobilnya sendiri sedangkan para penjaganya berada di mobil lain yang saat ini ada di belakang mereka. Aku memandang keluar jendela dan tidak mau menatap pria itu sedikitpun. Aku masih sangat kesal karena Sehun selalu bersikap seenaknya.
"Noona ... maafkan aku. Aku hanya takut jika pria tadi menyukai noona dan mengambil noona dariku." Perkataan Sehun melembut padaku sembari tangannya mengambil sebelah tanganku untuk digenggamnya.
Harusnya Sehun tau bukan Kai yang mengambilnya tapi dirinya sendiri lah yang mengambilnya dari Kai.
"Aku tidak suka kamu bersikap seperti tadi. Bagaimanapun Kai itu temanku. Aku jauh lebih dulu mengenal Kai daripada kamu jadi jangan pernah bersikap seperti tadi lagi jika aku sedang bersama temanku siapapun itu."
"Tapi aku cemburu noona."
"Itu bukan cemburu tapi posesif. Aku tidak mau mempunyai pacar posesif asal kamu tau. Lebih baik kita put-"
"Iya, aku janji tidak akan seperti itu lagi. Aku tidak mau berpisah dengan noona." Sehun menampilkan mimik wajah sedihnya padaku, dan aku tersenyum melihatnya. Agaknya Sehun bisa juga kukendalikan, aku hanya harus sedikit merajuk agar dia mau menurutiku.
Sehun menurunkanku di depan gerbang sekolah. Aku sudah bilang untuk turunkan aku di dekat halte saja tapi Sehun menolaknya. Sehun tiba-tiba keluar dari dalam mobil dan menghampiriku saat aku akan memasuki gerbang sekolahku.
"Noona."
"Kembali ke mobil." Aish, bisa gawat jika ada yang melihat apalagi jika itu Chanyeol.
"Hanya sebentar, aku hanya ingin memberikan ini."
Sebuah kota kecil bewarna biru Sehun berikan padaku.
"Apa ini?"
"Buka saja nanti. Yasudah aku pulang. Dadah noona."
Sehun sudah pergi namun aku malah terdiam sambil memperhatikan kotak yang Sehun berikan.
"Kyungsoo!" Aku menoleh melihat Baekhyun menghampiriku. "Siapa pria tampan tadi? Kamu diantar sekolah dengannya? Apa Chanyeol tau?"
Mati aku! Aku kan belum menceritakan semuanya pada Baekhyun. Tentang aku yang mempunyai dua kekasih lagi setelah Chanyeol.
"Jangan sampai Chanyeol tau nanti akan kuceritakan." Aku menarik tangan Baekhyun menuju kelas saat itu juga.
"Pria yang berbeda, ya? Aku lihat pria yang kemarin sepertinya bukan pria tadi yang mengantarmu. Oh, sekarang kamu mencoba menjadi pemain, Kyung?"
Entah darimana Sohyun tiba-tiba muncul dan menghadang jalanku dengan Baekhyun.
"Bukan urusanmu."
"Tentu bukan urusanku tapi ini menjadi urusanku karena berhubungan dengan Chanyeol. Aku tidak mau kamu menghianati Chanyeol dengan pria lain oh tidak tapi dengan dua pria lain."
Perkataan Sohyun membuatku kalah telak secara langsung. Aku memang brengsek karena sudah menghianati Chanyeol tapi dia tidak tau di baliknya apa yang terjadi. Semua ini sungguh sulit untuk kujalani. Ada tiga pria yang sama-sama membutuhkanku, ada tiga pria yang sama-sama memiliki nasib malang, dan aku adalah salah satu alasan ketiganya bisa bahagia lalu apa aku salah untuk membuat ketiganya bahagia di saat yang bersamaan?
"Kyung, tidak usah dengarkan dia aku yakin kamu tidak seperti apa yang dia bicarakan." Baekhyun angkat bicara membelaku.
Baekhyun bagaimana kalau semua itu benar? Aku memang seorang penghianat.
Sohyun tertawa, "Baekhyun, kamu sungguh bodoh mengatakan itu. Kyungsoo yang kamu anggap sahabat bahkan tidak menceritakan kebusukannya di belakangmu." Sohyun pergi setelah itu meninggalkanku dan Baekhyun.
"Apa yang Sohyun katakan benar, Kyung? Kau seorang pemain? Pria tadi pacarmu begitu?" Baekhyun menyerangku dengan banyak pertanyaan yang hanya satu jawabannya. Itu adalah "iya"
"I-iya Baek."
"APA!!"
Aku segera menutup kedua telingaku saat Baekhyun berteriak. Teriakan Baekhyun aku rasa bahkan bisa terdengar hingga penjuru kelas dan menghancurkan jendela-jendela kelas secara bersamaan.
꧁ to be continued ꧂
❀໋༘ࣧ ❀໋༘ࣧ