Antariksa's : After Aerglo +...

By UrBuni_

494K 46.1K 80K

Sejauh ini, aku hanya bisa mencintai dia. Kalaupun aku berada dikeadaan yang mengharuskan untuk berhenti menc... More

PROLOG
|| - 1. PENTINGNYA VENUS
|| - 2. BUKAN PERUSAK
|| - 3. BINTANG TUNANGAN GUE
|| - 4. SAKIT?
|| - 5. GALAKSI & LANGIT SAMA
|| - 6. INGKAR JANJI
|| - 7. HANGAT, 'KAN?
|| - 8. MANIPULASI LUSIA
|| - 9. DEFAN TURUN TANGAN
|| - 10. BAIKAN
|| - 11. BUMI BERAKSI
|| - 12. SEMOGA PUTUS
|| - 13. BINTANG TIDAK MEMAHAMI
|| - 14. VENUS JAHAT
|| - 15. GALAKSI (TIDAK) BAIK-BAIK SAJA
|| - 16. BINTANG DIBULLY
|| - 17. MENYEMBUNYIKAN SESUATU
|| - 18. PEMBULLY BINTANG DITEMUKAN
|| - 19. GALAKSI MARAH (?)
|| - 20. JADI PELAMPIASAN
|| - 21. BINTANG JATUH
|| - 22. SELAMAT ULANG TAHUN, VENUS
|| - 23. SAKIT, TUHAN
|| - 24. TRENDING
|| - 25. PERMISI PERGI
|| - 26. MENJADI ORANG ASING
|| - 56 DETIK
|| - 27. ANCAMAN LUSIA
|| - 28. KALIAN SIAPA?
|| - 29. MENGAKUI
|| - 30. REYGAN & LUSIA
|| - 31. REYGAN MENGAKU
|| - 32. VIDEO TERSEBAR
|| - 33. TITIK RAPUH BINTANG
|| - 34. KEMARAHAN GALAKSI
|| - 35. ATMADJA TURUN TANGAN
|| - 37. CAPEK DIJAGAIN
|| - 38. FLASHBACK
|| - 39. TERHANTAM TAKDIR
|| - 40. (ENDING) PERGI, HILANG DAN LUPAKAN
|| - NOVEL CETAK AFTER AERGLO READY
INFO PENTING

|| - 36. MERASA DIKUCILKAN

8K 1.2K 4.1K
By UrBuni_

Hellow ^_^

Buni back!

Semangat hari Senin. Semoga berkah.

700vote & 4k komen for next chapter. Bisikin kalo udah nembus.

Happy reading ya ^_^...

_______________________________________________


"Makasih, Sa. Makasih. Makasih karena udah jadi salah satu alasan kehancuran mental gue!"

Bintang || After Aerglo

***

Bintang hanya diam saat Angkasa menyisir rambutnya. Tidak ada pertanyaan dari Angkasa yang ia jawab, padahal Angkasa susah payah membangun obrolan.

"Mau dikepang, nggak? Biar kayak anak kecil. Inget nggak dulu waktu kita kecil, lo sama Bulan sering minta dikepangin sama gue." Lagi, Angkasa berusaha menciptakan suasana hangat dan dibalas Bintang dengan kebungkaman. Tatapan gadis itu kosong. Menunjukkan betapa putus asanya ia menjalani kehidupan.

Angkasa menunduk mencoba meredam emosionalnya. Melihat Bintang yang seperti ini, rasanya benar-benar aneh. Bintangnya yang dulu akan bar-bar, cerewet dan tidak bisa diam. Apapun akan ia bicarakan tanpa lelah. Tapi sekarang, Bintang jadi pendiam dan memendam semuanya sendirian. Angkasa merasa bersalah. Karena kesibukannya, membuat ia lupa janjinya pada orang tua gadis ini untuk menjaga putrinya.

"Bin?"

Bintang tidak menjawab.

"Lo ... marah sama gue?" Angkasa bertanya dengan suara lirih. "Kalo marah, boleh pukul kayak biasanya. Jangan diemin gue. Nggak enak rasanya, Bin."

"Kenapa?"

Tangan Angkasa berhenti menyisir karena Bintang menjawabnya. "Kenapa?" beonya. "Maksudnya kenapa?"

"Kenapa semua orang bangsatin gue?"

Angkasa tidak memahami. Ia berhenti menyisir lalu berlutut dihadapan gadis itu. "Bangsatin gimana? Semua orang sayang sama lo."

Bintang menangis membuat Angkasa panik. Ingin menghapus, tapi Bintang menepis tangan berotot itu.

"Lo dan semua orang sama aja! Semua bangsat! Matiin aja gue jangan diginiin!" Telunjuk Bintang menunjuk wajah Angkasa. "Semua orang nyakitin gue tanpa mereka sadar kalo gue udah mau mati!"

"Bin..."

"Gue minjem uang sama Bumi. Udah gue bilang jangan kasih tau siapapun, tapi dia malah bilang ke kalian."

Angkasa bungkam.

"Meteor nggak bilang kalo Bulan keguguran!"

Kabar itu, Angkasa tahu. Meteor memang sengaja menyembunyikan kabar keguguran Bulan agar Bintang tidak khawatir, karena dari kemarin Bintang sakit.

"Dan lo ... juga bohongin gue!"

Mata Angkasa menatap sendu mata legam gadis itu. Di sana, jelas tidak ada semangat sedikit pun.

"Gue bohongin apa?" tanya Angkasa, suaranya hampir habis.

Bintang tersenyum miring dan itu membuat Angkasa makin bingung. "Sampek kapan lo nutupin pernikahan lo? Udah nikah 'kan lo sama Raya?"

Deg!

Angkasa melepaskan genggaman tangannya pada tangan Bintang. Perlahan, ia berjalan mundur semakin merasa bersalah. Kacau. Benar-benar kacau. Pernikahan yang ia tutupi selama bertahun-tahun akhirnya terungkap juga.

"Abis lulus SMA lo langsung nikah, 'kan? Haha! Lucu-lucu lo, Sa," kata Bintang terdengar miris.  Itulah alasan Bintang menjauhi Angkasa selama ini.

Semua orang punya rahasia padanya. Semua orang tidak percaya padanya. Semua orang membohonginya.

Awalnya menangis biasa, kelamaan isak Bintang makin terdengar. Sementara Angkasa tidak berani memberi penjelasan apapun. Ntah darimana Bintang tahu, yang jelas perkataan Bintang adalah benar.

Angkasa dan Raya sudah menikah setelah lulus SMA.

"Tau apa yang buat gue sakit?" Bintang menatap kejendela. Tidak mau melihat Angkasa walau itu sedikit.

"Kalian semua nggak ada yang percaya sama gue. Kalian cuma anggap gue anak kecil, yang akan diem kalo dikasih permen." Bintang menatap Angkasa. "Lo nikah gue bakal baik-baik aja, Sa. Gue bisa hidup mandiri. Gue nggak pernah nyusahin orang lain. Kenapa segitu takutnya gue bakal marah? Hah?!"

"Bin, nggak gitu maksudnya. Oke. Lo bener. Gue sama Raya emang udah nikah. Tapi alesan gue sembunyiin ini, karena---"

"Penjelasan lo gue tolak! Silahkan sembunyiin ini selamanya, dan anggap gue nggak pernah tau. Makasih, Sa. Makasih. Makasih karena udah jadi salah satu alasan kehancuran mental gue!"

Ceklek!

Bintang mengusap airmatanya saat pintu kamar inapnya ada membuka. Ah, ternyata Bumi dan Matahari.

"Bintang!" Matahari berlari kecil memeluk Bintang, dan Bintang langsung membalas pelukan itu.

"Nyungsep mampus lo nggak gue tolongin!" sarkas Bumi setelah duduk disebelah Angkasa. Ia tidak membaca ketegangan yang baru saja terjadi.

"Gimana Guntoro?" tanyanya, barulah Angkasa menatapnya.

"Om Djaja yang urus. Dia nggak mau diganggu katanya."

Bumi mengangguk, lalu bermain ponselnya. Tapi pandangannya beralih ke nakas meja. Ada bubur yang belum dimakan sama sekali.

"Lo belum makan, Bin?" Bumi meletak ponselnya sembarangan, lalu mengambil bubur itu.

"Nanti aja," kata Bintang berusaha tenang. Tapi Bumi malah mengarahkan sendok berisi bubur bermaksud menyuapi.

"Lo kalo nggak mangap, gue suapin pakek sekop pasir. Mau lo?" ancam Bumi terdengar serius. Bintang memundurkan kepalanya menolak.

"Bumi kebanyakan itu. Sedikit-sedikit dong nyuapinnya," omel Matahari.

Bumi membuktikan kalau otaknya hanya sebesar bubuk merica. Sudah tahu Bintang sakit, mulutnya luka, malah menyuapkan satu sendok penuh bubur. Kan susah makannya.

"Heh, Bintang itu nggak menye-menye kek lo! Dia sakitpun tetep kuat." Bumi kembali menyuapkan. Kali ini agak memaksa. Mau tak mau Bintang membuka mulutnya. "Nah, pinter!"

Matahari langsung memberi Bintang minum karena Bintang keselek. Ia menatap layas Bumi memberi peringatan.

"Bumi kasar banget, sih. Mulut Bintang itu sakit. Paham, nggak?"

Bumi memasang wajah nyolot. "Sembarangan aja lo. Sana lo geser-geser." Bumi menyenggol Matahari dengan tubuh besarnya, membuat gadis berkacamata itu tersungkur ke lantai. Bukannya membantu, Bumi malah meledek.

"Makanya dibilangin gue nurut." 

Matahari mendengus seraya menghentakkan kakinya. Ia sudah khatam menghadapi Bumi yang seperti ini.

"Bumi jelek!"

"Nenek lo yang jelek!" balas Bumi tidak ada ngalah-ngalahnya walau itu dengan pacarnya sendiri.

Bumi kembali menyuapi Bintang. Porsinya besar-besar seperti kuli. Tidak peduli walau Bintang kesusahan menelannya. Point nya adalah Bintang makan. Itu saja.

Tidak sampai lima menit, bubur itu habis. Baru saja Bintang meletakkan gelas, Bumi sudah menyuapkan obat.

"Cepet sembuh 'kan lo dirawat sama gue!" Bumi berbangga diri. Dia 'kan memang membanggakan.

"Terserah lo!" ucap Bintang pada akhirnya karena terlalu malas menanggapi Bumi.

Pintu itu dibuka paksa, membuat semua orang yang ada diruangan menatapnya.

"CEWEK ANJING!" Venus mengambil mangkuk kaca dari tangan Bumi, dan memukulkan kepala Bintang. Bumi refleks menghalanginya dan membuat wajahnya yang terhantam. Hidung Bumi langsung berdarah.

"Lo yang anjing, brengsek! Nggak anak nggak Bapak sama sintingnya!" makin Bumi seraya mengusap hidungnya berdarah.

Angkasa maju memeluk Bintang karena takut Venus lepas kendali.

"GARA-GARA LO BOKAP GUE DIPENJARA! MURAHAN!"

"BAPAK LO YANG BAJINGAN! AKH! SIALAN BANGET LO!" Bumi mendorong Venus pelan. "Keluar sana lo!"

Bumi ada digarda paling depan untuk membela Bintang. Dimatanya, jelas Venus salah. Venus sakit ia maklum. Tapi mulut jahat Venus, Bumi tidak mentolerir.

"Lo ngapain sih belain dia?" Venus menyetak tangan Bumi, membuat emosi Bumi makin naik. Buru-buru Matahari mendekapnya, takut Bumi ngamuk.

"Bumi, udah!" katanya, menenangkan. Ia mengajak Venus keluar. "Ayo, Ve, kita keluar. Nanti kita omongin kalo Venus udah nggak emosi."

"Nggak usah!" Gantian Venus yang mendorong Matahari, lalu gadis berambut cokelat itu menatap Bintang tajam. "Lo jangan main-main sama gue! Karena lo yang mulai, gue akan buktiin segimananya kuasa keluarga gue! Cewek miskin kayak lo, gampang gue singkirin!" ancamnya.

"Halah. Bacot banget, nih, cewek! Waras juga nggak!" Bumi menarik tangan Venus, mendorongnya keluar lalu mengunci pintu.

"Kasar banget?" tanya Bintang yang melepaskan diri dari pelukan Angkasa.

Bumi mengangguk. "Ya, 'kan? Kasar banget tuh banteng."

"Gue ngomongin lo. Kasar banget sama cewek."

Lah, Bumi bengong. Ia pikir Bintang senang karena dibela. Ternyata Bintang masih mengasihani Venus.

"Tau, nih, Bumi. Jahat!" Matahari mengompori. "Venus tuh temen kita!" tegas gadis itu.

Bumi melayangkan tatapan tidak suka. Bagi Bumi, siapapun salah harus di gas. "Jadi lo bela Ve?"

"Iya!" tegas Matahari lagi. "Bumi jahat!"

"Yaudah terserah!" Bumi tidak akan melunak. Itu bukan typenya. "Gue balik!" pamitnya lalu mengambil tas disofa juga ponselnya.

Angkasa tidak menghalangi karena sudah paham kalau Bumi sedang mode gila.

"Mampus, Matahari!" Gadis berkacamata itu menepuk jidatnya. "Bintang, Matahari juga pulang, ya. Mau ngejer Bumi. Dia ngambek tuh."

Belum lagi Bintang menjawab, Matahari sudah kabur.

Matahari berlarian di koridor. Langkah Bumi panjang, ia susah mengimbangi.

Berulang kali Matahari meneriakinya, Bumi tetap enggan berhenti.

"Bumiiiiiiiiiii." Akhirnya Matahari berhasil meraih tangan Bumi. "Bumi marah?"

"Lepasin kenapa, sih!" titah Bumi. Matahari menghela nafas. Jelas Bumi ngambek kalau begini.

"Matahari cuma mau bela Venus. Belanya dikit aja, kok. Nggak banyak-banyak."

Bumi lanjut berjalan tidak menanggapi, untung Matahari sigap menahannya.

"Bumiiii," rengek Matahari lagi.

"Nggak!" kekeh Bumi. "Males gue sama lo! Udah tau Ve salah. Tetep aja dibela."

Matahari mengatupkan kedua tangannya di depan dada. "Iya, maafin Matahari."

"Males kata gue! Lo kalo nggak mau nurut gue lagi bilang aja. Biar cari cewek lain gue."

"Ya, jangan dong!" cela Matahari dengan nada tinggi. Dapetin Bumi itu susah. Gini aja nggak boleh nyerah.

"Iya, maaf lho maaf. Besok nggak buat lagi."

Bumi menahan tawanya yang sudah hampir meledak melihat wajah Matahari yang sangat menggemaskan. Mana pernah Bumi marah sungguhan padanya.

"Yaudah dimaafin. Udah sana lo balik sendiri."

Matahari melongo. "Aduh, kok kayak gitu?"

Bumi melihat ke belakang sebentar karena tidak kuat menahan tawa, lalu melihat Matahari lagi. "Kan gue udah bilang mau cari cewek baru. Yang nurut kalo dibilangin sama gue. Nggak bandel kayak lo."

Matahari diam sebentar. Wajahnya sudah merah dan matanya mengabur.

"Kenapa? Mau nangis?" Bumi belum berhenti menggoda. Dan Matahari mengangguk polos.

"Kalo nangis gue jual lo ke tukang loak. Biar dijual ginjal lo, terus mata lo dikasih makan anjing! Mau lo?" Bumi malah menakuti.

Merasa takut, Matahari menggeleng. Tapi sialnya airmatanya malah jatuh. "Nggak mau nangis tapi airmatanya jatuh sendiri."

"Itu karena lo bandel sama gue!"

Matahari menunduk memainkan jemarinya. Sama sekali tidak berani melihat mata Bumi yang tajam itu. Sampai ia merasakan tubuhnya ditarik dan masuk ke dalam sebuah pelukan.

"Udah. Gitu doang nangis," bujuk Bumi setelah menempelkan bibir lembabnya ke dahi kekasihnya itu. "Gue paham Venus temen lo, dan dia temen gue juga. Tapi untuk ngebela, sekarang bukan tempatnya. Papa Venus salah dan dia harus tanggung jawab. Dan Venus harus nerima itu. Bukan malah nyalahin Bintang. Sekarang paham?"

Matahari menganguk dalam pelukan itu.

Bumi melepas pelukan. Tangannya naik mengusap airmata Matahari. "Jadi kenapa masih nangis?"

"Kesel!"

"Sama gue?"

Matahari menggeleng. "Kesel sama diri sendiri karena selalu buat Bumi marah."

Bumi melipat bibirnya menahan senyum. Kalau sedang dimobil, pasti gadis ini sudah ia terkam.

"Jadi,  lo maunya gimana?"

"Marahin Matahari lagi! Kalo Matahari salah,  Bumi selalu peluk bukannya marahin."

Bumi tidak bisa lagi menahan tawanya. Meledak sudah. Ia kembali memeluk Matahari. 

"Mana bisa gue marah kalo cewek gue gemesin gini," katanya, lembut. Membuat senyum Matahari hadir.

***

Bugh!

Pyar!

Reygan membuang obat-obatan dinampan yang dibawa Lusia. Niat hati ingin menjenguk Bintang, ia malah memergoki Lusia yang sedang menukar obat Venus dengan vitamin biasa.

"Bukan urusan kamu, Reygan!" Lusia mau membereskan nampannya, tapi Reygan lebih dulu menendangnya. 

"Heh, tugas lo itu nyembuhin, bukan nyakitin! Jangan mancing gilanya gue lo!" ancam Reygan tidak main-main.  "Gue bakal laporin ini ke rumah sakit."

"Dan Zylan bakal aku ambil."

Tangan Reygan terkepal kuat.  Matanya menajam seolah ingin membunuh Lusia sekarang. "Jangan bawa-bawa Zylan!"

Lusia tersenyum manis. "Dia anak aku. Dan aku yang lebih berhak!"

Lusia mendekat, tangannya naik pura-pura membersihkan debu di baju Reygan. "Dan jangan lupain, kamu bukan siapa-siapanya Zylan."

"Ibu macam apa, sih, lo?! Lebih cocok disebut setan lo!" Reygan mendorong Lusia sampai terhuyung. Mata jeli Lusia melihat Galaksi yang turun dari tangga lantai tiga. Ia pura-pura terjerembab padahal dorongan Reygan tidak sekuat itu.

"Aw, kaki aku," rintihnya membuat Reygan bingung.

"Reygan? Suster Lusia?" Galaksi mendekat seraya menatap kedua orang yang tidak ia sangka saling mengenal.

"Galaksi tolongin aku."

Dahi Reygan menyatu karena ia makin bingung.

"Orang ini suka sama Bintang. Dan dia paksa aku masukin racun ke infus kamu biar dia bisa sama Bintang."

***

TOP KOMEN

SYARAT JADI ANGGOTA WIJAKSANA SYARATNYA CUMA SATU.

HARUS LEBIH PINTER DARI DEFAN & AWAN.

OKE, PENDAFTARAN DIBUKA!

***

JUJUR LAGI KANGEN SAMA BUMI & MATAHARI. MAKANYA MASUKIN DIALOGNYA. MAAPIN KALO PART INI TERLALU PANJANG. 😭😭

***

YUHUUU GENGZ AKU MAU REKOMENDASIIN CERITA YANG GEMEZ BANGET. AKU BARU BACA CHAPTER SATU TAPI UDAH AJSBSKAJSJSM


JANGAN LUPA FOLLOW PENULISNYA.

dono_salimz

LU KALO NYARI PENULIS TAMVAN BURUAN PEPET!!!!!

***

••AFTER AERGLO••

MAU NGOMONG APA SAMA GALAKSI?

MAU NGOMONG APA SAMA BINTANG?

MAU NGOMONG APA SAMA VENUS?

MAU NGOMONG APA SAMA SUSTER LUSIA?

MAU NGOMONG APA SAMA REYGAN?

PESAN UNTUK BUNI?

KAPAN MAU DI NEXT?

QNA DISINI.

SPAM NEXT BIAR MAKIN CEPET UPDATE!

SPAM RANDOM JUGA.

JANGAN LUPA FOLLOW INSTAGRAM BUNI & ALL RP UNTUK INFO UPDATE & SPOILER.

JUGA, KLIK LINK DI BIO BUNI UNTUK JOIN GRUP WHATSAPP. KITA JUGA BISA NGOBROL SANTAI.

WITH KEHALUAN : ISTRI DOYOUNG.

SEE YOU NEXT CHAPTER. TERIMAKASIH SUDAH BAIK & TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA. SALANGEOO💚

Continue Reading

You'll Also Like

521K 33.6K 39
Ratu Azzura, anak ketua mafia pecinta kedamaian yang hobinya menolong orang-orang dengan cara membully nya balik. Protagonis atau Antagonis? Entahlah...
535K 1.5K 11
Affair | warning konten dewasa 21+ Yumi, wanita yang kesepian karna sering di tinggal suaminya, merasakan godaan dari Dimas, tetangga barunya yang t...
4.4M 258K 47
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
1.3M 13.5K 92
"Berani main-main sama gue iya? Gimana kalau gue ajak lo main bareng diranjang, hm? " ucap kilian sambil menujukan smirk nya. Sontak hal tersebut me...