Hallo, salam kenal dari aku penulis amatir.
Cerita ini hasil dari pemikiran aku sendiri, haluan aku tiap malamnya. Kalau ada kesamaan latar, kejadian, nama tokoh itu benar-benar unsur ketidak sengajaan.
Aku boleh minta tolong? Tandai ya kalau ada Typo.
1. Sma Renavarica
Beberapa orang hidupnya kayak lampu, Orang-orang didekatnya malah terasa panas dan terganggu, Karena silau. Yang bisa mengapresiasi terangnya justru orang-orang yang gak terlalu dekat dengannya.
••••
Seorang gadis berseragam putih Abu-Abu itu tergesa-gesa menyusuri koridor Sma Renavarica, dengan perasaan cemas. Tinggal sisa waktu lima menit lagi memberitahukan kepada siswa-siswi untuk menuju kelapangan. Ya, hari ini tepatnya hari penyambutan siswa-siswi baru.
Falesia adellya, gadis cantik yang memiliki rambut kecoklatan yang dibiarkan terurai di punggungnya. Dengan bandana kain ikat berwarna merah muda itu terpasang sempurna di rambut Falesia dan juga poni tipis di jidatnya yang jenong. Memiliki alis mata lentik dan bibir pinknya yang tampak segar dan sehat.
Kring.... Kring.... Kring....
Terdengar jelas suara lonceng menandakan akan mulai upacara bendera seperti umumnya dilapangan.
Falesia belum terlambat. Ia tepat waktu kedatangannya dengan suara bel. Tidak sempat untuk menyimpan mini backpack yang berada di kedua pundaknya, Falesia menempatkan tas ransel kecil itu disamping barisannya.
Dari arah utara, jajaran siswa-siswi memasuki lapangan upacara. Hingga satu jam kemudian, akhirnya upacara berjalan dengan lancar. Terdengar dari pemimpin upacara, barisan dibubarkan.
Selama MOS Falesia tidak ikut serta, karena terkena tipes ringan. Tadi saja gadis itu tidak tahu, baris dibelakang barisan kelas berapa.
Falesia mulai menyusuri kelas letak ruangan kelasnya, sambil mengamati seisi area sekolahnya, "Disini bagus banget," ujar Falesia pada dirinya sendiri dengan perasaan kagum, "Tiga tahun akan gue jalanin disini," lanjutnya dengan senyum singkat.
Sma Renavarica termasuk salah satu Sma elit dijakarta. Sma impiannya dari dulu. Sekolah disini bukan hal yang mudah bagi Falesia. Dia selalu mempergunakan waktunya untuk belajar, kalo kata orang sih ambisius, sehingga ia bisa mendapatkan jalur beasiswa.
Sekolah ini, banyak terdapat anak materialistis dan famous. Berbeda dengan Falesia, yang tinggal sebatang kara di sebuah apartement.
Falesia mulai menuju kearah salah satu siswi yang berada didekatnya, "Permisi, kelas 10 IPA 1 dimana ya ka?" tanya Falesia dengan suara yang lembut dan sopan.
"Ini kelas 11 dek. Kalau kelas 10, lurus aja dari lapangan ini. Naik tangga, kelasnya disamping lab kimia."
"Oke, makasih ya ka!"
°°°°°
Terdengar jelas suara pantulan basket yang menggema dilapangan Sma Renavarica. Seorang murid laki-laki dengan saragam putih abu-abu yang keluar dari celananya dan kancing nomor satu terlepas memperlihatkan sedikit baju hitam polos yang ia kenakan didalam. Telapak tangan kiri pria itu terbalut dengan dasi berwarna biru miliknya.
Sudah berapa kali ia memasukan bola basket kedalam ring dengan sesekali memantulkan ke lantai lalu melakukan jump shot untuk memasukan ke dalam ring, lagi. Tak pernah mengenal kata lelah. Keringat bercucuran dari pelipisnya. Rambut legam yang ia biarkan berurakan dan teracak oleh angin, beberapa helai poni menutupi dahinya. Ia menyugarkan rambutnya kebelakang.
Arkana Rayndra, atau yang biasa dipanggil Ray. Murid laki-laki yang memiliki tubuh tinggi, rambut hitam pekat, alis tebal, kulit putih, mata kecoklatan. Banyak para tetangga mengatakan ia mirip sekali seperti orang barat, tetapi Rayndra asli Indonesia kok. Bukan hanya perfect secara fisik, tapii dia juga pintar, atlet basket dan juga anak pemilik yayasan di Sma Renavarica. Basket merupakan salah satu hal ang digemari Ray semenjak SMP, dia sering menyumbangkan piala setiap tahunnya.
"5...7...10..." dikte laki laki kepada dirinya sendiri yang sedang tengkurap di kursi panjang sembari menyangga pulpen hitam-menulisi ujian akhir semester di kertas double polio sebanyak 8 lembar. Tempo lalu disaat ujian berlangsung, Ia sama sekali tidak mengisi jawaban di kertas milik nya dengan alasan tidak mengerti rumus-rumus matematika.
Seperti apa diberikan guru bersihnya kertas hvs sebagai lembar jawaban. Seperti itulah dikumpulkan kedepan.
Masih mending kalau ada pilihan ganda bisa cap cip cup. Lah ini, isian semua, pikirnya.
"Parah nih guru! Bisa-bisanya soal cuman 25 tapi disuruh gue ngerjain sampai delapan kali ditulis ulang lagi." gerutunya kesal. Meregangkan otot tangannya yang terasa pegal akibat kebanyakan menulis dari semalam.
"Sampe di VN gue durasi lima menit, bolak-balik lagi omongannya. Gini isinya! Uhukk-ehem-hemm! Sabar gue batuk dulu—" ucap Naufal berdehem menjeda kalimatnya sebentar yang diakhiri batuk dibuat-buat.
" Naufallll!!! Jangan kamu pikir karena sekarang kamu udah naik kelas sebelas jadi kamu lupa-lupain ngerjain remedial kamu ituuu! Saya bilang dulu waktu libur kamu antar kerumah saya tapi sampai sekarang tidak ada. Saya gak mau tau. Intinya, pokoknya, semacamnya masuk sekolah kamu kasih ke saya jawaban kamu sebanyak delapan lembar double polio ke saya! Jangan sampai saya panggil orang tua kamu atau saya bikin kamu hormat bendera. Kamu tau, rapot kamu saya tahan sampai sekarang nilai matematika kamu belum saya isi. Kalau belum kamu kasih juga nilai kamu saya bikin 70 artinya nolll!" ujar Naufal menirukan suara Bu Dita dengan suara yang melengking di indra pendengarannya. Karena pada saat itu ia membesarkan volume suara handphone dan menempelkan di telinga.
Radhika yang sedari tadi sibuk mengotak-atik android miliknya menoleh sekilas kearah Naufal. Dengan posisi pria itu masih tengkurap dan tangan yang ia gunakan dipipinya sebagai bantal.
"Makanya Pal, kalau lagi ujian belajar! Jangan main gadget aja mulu sampai malam. Santai banget hidup lo putar hari ke hari rebahan mulu, gak ada berfaedah."
"Ketika anak rajin sedang berbicara disitulah dunia sedang tidak baik-baik saja." ujar Naufal memperbaiki posisinya menjadi duduk.
"Semalam gue sampe diteror tuh sama Bu Dita di whatsapp, di spam terus! Udah gitu isi chatnya itu mulu itu mulu. Gue capek ngeliatnya. Gak tau apa gue main game!"
"Berarti ibu itu peduli sama siswanya. Dia mau lo berubah biar gak males-malesan lagi. Penuhi tanggung jawab lo sebagai pelajar. Kalau dia gak sayang udah dibiarin lo gitu aja." jawab Radhika bijak.
"Eitss! Sayang ape nih? Masa guru sendiri gue pacarin."
"Bukan itu maksud gue bego! Lelet banget otak lo! Kalau soal pacaran aja nomor satu."
"Becanda. Serius banget sih bapaknya."
"Serah lo deh serahhhh!!" jawab Radhika merenggang pergi menghampiri Rayndra yang masih fokus bermain seorang diri. Bisa gila ia bila lama-lama bersama Naufal.
"Bantuin gue ngerjainya! Masih lima nih siap."
"Ogahhh... Kerjain aja sndiri."
"Bener-bener temen dakjal lo ya Ka."
Radhika mengedikkan bahunya acuh tak acuh, "Ray udalah mainnya. Sampai keringetan gitu lagi."
"Tau nih Ray! Mending bantuin gue nulis dari pada main kayak gitu gak jelas, tugas gue jadi selesai kita bisa main bareng deh. Tangan lo kan kayak ketikan komputer, cepet." sambar Naufal berteriak dari ujung kursi penonton
"Banyak banget bacot lo! Kerjain aja sendiri." ujar Rayndra cuek.
"Astagfirullahaladzim!! Kamu berdosa banget." ujar Naufal dengan suara yang dibuat-buat selembut mungkin seperti perempuan.
"Jijik gue dengar suara lo! Kayak banci!" ujar Radhika
Radhika Putra Alfazaidan, salah satu mahluk yang paling waras diantara mereka. Tapi sayang, bukan tentang dia yang diceritakan sebagai pemeran utama disini. Ada dua lagi sahabat Rayndra otaknya yang rada-rada gesrek kesamping namanya Naufal Zayyan syahputra dan Bryan Santoso. Mereka bertiga, merupakan anggota basket yang dipimpin oleh Ray.
"Woi, lo semua napa pada ninggalin gue sih? Bolos ajak-ajak dong!" seru Bryan tiba-tiba muncul dengan deru nafas yang tidak beraturan.
"Kenapa lo?" tanya Radhika.
"Dikejar pak Dandang gue, ketauan ngerokok. Gara-gara nungguin lo pada! Bosen gue dari tadi di warung Bu Wati. Dari pada dihukum, ya kabur lah. Untung otak gue pinter." ujar Bryan dengan suara terbata-bata dan deru nafas yang belum beraturan. Ia menyeka sedikit keringat yang mengalir di dahinya. 'Hufft' keluhnya mengatur nafas sembari tergeletak bebas ditanah.
"Lebay lo. Gitu doang capek! Lembek banget jadi cowok." cibir Naufal mengambil botol air mineral milik Rayndra di kursi panjang lalu mencipratkan ke wajah Bryan yang sedang memejamkan matanya menikmati udara segar di pagi hari.
"Waduh aduh aduhh! Apaanih? Kok tiba-tiba gerimis?"
"Bukan gerimis anjir. Gue bantuin lo disini biar uap badan lo yang dari kemaren-kemaren belum mandi itu hilang dengan air mujarab pewangi ini. Apalagi badan lo keringetan sekarang, makin menjadi-jadi dah baunya. Pencemaran udara namanya ini." uar Naufal menyiramnya dengan botol aqua membuat kerah baju cowok itu basah, "Nah kan, kalo gini seger. Keringet lo juga kering. Semenjak lo dateng udah sumpek hidung gue."
"Apaansih, udah berlebihan lo anjing! Baju gue juga basah, NAUFAL SETAN!"
"Dari pada hidung gue rusak!"
Bryan hendak berdiri dari tidurnya, tapi kalah cepat dengan Naufal yang mendorong tubuh laki-laki itu hingga tergeletak kembali ke tanah. Ia mengguyur air yang masih tersisa setengah, mulai dari rambut hingga dada sehingga terbentuk jelas kaos kutang yang dikenakan Bryan.
Bryan menendang harta berharga milik Naufal sehingga empunya meringis kesakitan dan melompat untuk berdiri, "B-a-ngg-sa-tt Ian! Punya gue sakit banget anjing." ucapnya sembari menjamah miliknya dari luar yang berdenyut kesakitan.
"Gak boleh gitu Ian. Kesakitan tuh temen lo!" ujar Radhika yang menyaksikan kelakuan mereka.
Memang Bryan dan Naufal itu mahluk titisan setan yang sama. Tidak ada bedanya. Sikap mereka juga sebelas-duabelaslah. Awalnya hanya becanda, pukul-pukulan lalu baikan ketika sudah saling capek. Terkadang hanya lewat tatapan mata saja mereka sudah tertawa terbahak-bahak.
Entah apa yang ditawakan. Rendah sekali humor mereka.
Hal seperti itu sudah terbiasa bagi mereka ber-empat. Tak perlu dipermasalahkan lagi.
"Biarin aja! Dia duluan biang gue bau. Disiram lagi baju gue sampe basah begini." ujar Brya melepas kancing kemejanya lalu melemparnya asal.
"Ray!" panggil Bryan kepada Rayndra yang sedari tadi hanya fokus kepada permainannya.
Murid laki-laki dengan seragam putih Abu-Abu itu menoleh dengan keringat yang terus mengalir dipipi nya. Menaikan kedua alis seolah-olah menjawab, apa? Cowok itu melempar bola basket ditangannya kepada Bryan.
"Main." ajak Ray
Dengan cepat Bryan mengambil alih-alih bola itu. Mendrible sebentar kemudian mengoper ke Radhika yang berada sekitar satu meter didekatnya.
Dan dengan gesit, Radhika menguasai bola tersebut. Mengoper nya kepada Ray, dan dimasukkan kedalam ring tersebut.
"Gue kok gak dapet bola? Curang lo pada!" seru Naufal tiba-tiba bangun dari rasa sakit, jeritan, tangisan dalam diam tadi sepertinya.
"Lo nya aja yang diam dari tadi duduk disitu."
"Diem lo Ian! Masih sakit ini, GARA-GARA LO!" teriaknya di kalimat terakhir .
Bola basket itu terus saja memantul, menatap lantai dan sesekali masuk dalam ring, begitu seterusnya.
Dengan kecepatan, Ray merebut bola itu dari tangan Naufal. Ia mulai memasukan bola basket itu kedalam ring, oh shitt salah sasaran bola itu justru memantul dan mengenai seorang gadis
Brukkk
"Aduhhhh, sakit banget pala gue. Siapa sih main bola pagi-pagi." celoteh gadis sambil mengusap ujung kepala nya yang terasa sakit.
Cewek itu Falesia.
Falesia menatap kearah sekitarnya untuk melihat siapa pelakunya. Betapa terkejutnya ia saat melihat seseorang menghampiri—mengulurkan tangan. Cowok tinggi, dada bidang, kulit putih, kancing nomor satu yang dibiarkan terbuka. Kemeja yang keluar dan keringat yang bercucuran di dahinya.
Falesia seketika terhipnotis dengan pemandangan didepannya. Ohh my God, ganteng banget nih cowok. Uhh, keringetnya aja wangi." batin Falesia.
"Sorry." kata Ray lalu berlari mengambil bola itu dan melambungkan nya tinggi-tinggi.
Falesia tercengang ditempat, "sorry-" Kata itu terngiang-ngiang di pikiranya. Dua kali Falesia terpesona. Cowok itu ternyata memiliki suara yang cukup berat, yng dibilang salah satu tipikal perempuan. Hingga membuat daya tariknya double dimata Falesia.
"Mengapa suara itu terdengar familiar?" batin Falesia, "belum pernah gue temuin mahluk tampan sebelumnya."
°°°°°
Falesia mulai memasuki koridor kelasnya, Tiba-tiba ada seorang gadis yang merangkul pundaknya dari belakang.
"Lo mau gak jadi temen gue?"
Falesia reflek memutar badanya. Melihat sosok gadis itu, yang pertama kali ia lihat gadis ini cantik tampil sempurna dari atas kepala sampai ujung kaki. Sehingga orang-orang nyaman menatap dirinya, cewek aja suka apalagi cowok.
Falesia mengulurkan tangannya, "Eh iya, gue Falesia."
"Naura."
"Kita sebangku ya, gue belum kenal sama siswa disini." lanjutnya
Falesia hanya menganggukan kepala sambil tersenyum sebagai jawaban.
Pelajaran udah dimulai. Perkenalan udah. Langsung lanjut ke materi.
Anjir dah gak pemanasan dulu pak? Masih awal juga. Entah buat lelucon kek biar gak mumet.
Sepintar-pintarnya orang pasti ada pelajaran yang gak disukai, iya gak sih? Sama halnya dengan Falesia. Masa baru masuk langsung belajar, Biologi lagi. Seperti istilah kata IPA adalah jurusan ku, biologi adalah musuhku. Bahasa Latin-nya ituloh susah banget buat dicerna apalagi di hapal.
Mana kalau lagi menjelaskan suaranya kecil banget lagi, aduhhhh dia lagi nge dongeng atau lagi ngajarin anak SMA sih? Kencengin dikit dong pak suaranya! Apa perlu pake speaker?
Gadis itu sedari tadi mengetuk-etukan pulpen-nya diatas meja untuk menghilangkan rasa kantuk-nya. Tetap saja dia berkali-kali menguap. Dia mencubitkan pergelangan tangannya menyadarkan dirinya, agar tidak kebablasan tidur di pelajaran pak Dandang.
"Gue bosen, sumpah. Lo bosen gak sih?" tanya Falesia sedikit berbisik.
Naura menolehkan kepalanya sebentat, kemudian melanjutkan kegiatannya mencoret, menulis dibelakang bukunya, "Bosen." jawabnya singkat.
Jiwa kepo Falesia meronta-ronta. Dia melirik kearah gadis yang disampingnnya kemudian merampas buku itu dan ternyata terdapat banyak quotes galau dan nama lukisan seseorang.
"Wah galau lo ya?"
"Gak, apaansih!"
"Ini siapa? Pacar lo ya? Ganteng ga?
"Gak ada."
Falesia membaca berbagai macam kata quotes galau di lembar belakang buku catatan milik Naura. Buku catatannya masih baru. Buku awalnya masih bersih tapi dibelakang halamannya sudah dipenuhi nama seseorang.
KALFAN! Nama yang sudah memenuhi lembaran buku itu. Love besar yang dibentuk dengan menggunakan nama dan terdapat kata-kata ditengahnya.
Falesia menatap Naura yang sudah lesu serasa ingin menitikan air mata. Itulah perempuan menyukai seseorang menggunakan hati tanpa adanya logika. Mempertahankan seseorang yang sudah berkali-kali mematahkan hatinya.
Bahkan bertahun-tahun bisa menetap dengan satu nama saja! Entah itu kebodohan atau hati yang tidak mau mengikuti logika?
"Kenapa? Lo bisa cerita sama gue." ujar Falesia berusaha menenangkan Naura. Ketika ia melihat ada kecanggungan dalam diri Naura. Ada genangan air yang di pendam seketika runtuh.
Aku pernah merasakan mencintai seseorang sampai berlebihan. Dan sampai orang tersebut tak dapat kuraih karena aku melupakan bahwa aku punya tubuh yang patut aku cintai.
****
Empat murid laki-laki itu masuk ke-area kantin sekolah. Suasana kantin yang tadi tampak tenang, kini berubah menjadi keramaian mencipta histeria. Murid-murid yang tadi sibuk ke arah makanan pun kini tertuju kepada Arkana Rayndra bersama teman-temannya.
"Awwww! Meleyot gue meleyotttt!!! "
"Ganteng banget deh tuh cowok!"
"Cowok-cowok disekolah ini ganteng banget, fiks no debat."
"Udah punya pacar belum ya?"
"Cowok seperti itu yang ku maksud Tuhan!"
Rayndra sedikit menghela nafas sambil terus berjalan dengan wajah datarnya, tatapannya lurus dan datar tanpa memperdulikan ocehan- ocehan cewek alay itu.
Berbeda dengan Naufal, ia justru menyempatkan untuk tebar pesona. Ini adalah kesempatan bagus menurutnya. Apalagi, banyak adek kelas yang terlihat cantik. Lumayan lah nambah list mantan.
Falesia yang sedari tadi asik bercerita dengan Naura tiba-tiba berhenti ketika mendengar suara bising itu. Dia menoleh, pandangannya kini terkunci pada seseorang.
Naura mengikuti kemana arah pandangan perempuan itu, "Suka ya?" tebaknya.
"Lo percaya gak sih sama cinta pandangan pertama? Ganteng banget Nauuu. Gue klepek-klepek ngeliatnya sejak awal pertama, tadi pagi tuh kepala gue kena bola basket." Falesia menghentikan ucapanya itu sambil tersenyum mengingat kejadian tadi pagi yang membuat jantungnya berdebar-debar hebat,
"Gue pengen marah disitu, eh pas gue liat pelakunya bukannya ngajak perang malah pengen ngajak nikah."
Naura menoyor kepala Falesia, "Mauan lo, awas nanti ada pacarnya. Bisa-bisa diamuk lo di sekolah. Ihhh! kan jadi serem nanti baru masuk Sma udah dilabrak senior." uharnya menakut-nakuti
"Ihhh Naura, gak mungkin!"
"Liat aja ya. Dia pasti bakalan jadi pacar gue! Gue suka yang namanya tantangan."
Ketika Naura melihat ada pergerakan, Falesia memundurkan bangkunya dan melangkah menghampiri gerombolan laki-laki itu. Naura berteriak: " Mau kemana lo? Jangan aneh-aneh ya!! "
Falesia berlari kecil menghampiri dimana keberadaan murid laki-laki itu bersama teman-temannya, tanpa memperdulikan ucapan Naura.
"Hay ka, boleh minta nomor HP nya gak?"
Cowok itu mengeyitkan alisnya bingung.
"Jadi gini, tadi pagi kan lo ngelempar bola ke kepala gue. Sebagai gantinya, gue minta nomor HP lo."
Rayndra semakin bingung dengan cewek yang berada di hadapannya ini. Bola? Tadi pagi? Dipikir-pikir. Oke Ray inget sekarang.
"Gemesnya! Nama lo siapa? Sini, sama gue aja." ujar Naufal memerhatikan tampilan adek kelasnya ini, mulai dari ujung kaki sampai rambut dan juga memiliki muka yang baby face. Gimana coba imanya tidak tergoda? Anak SMA tapi mukanya seperti kelas 1 Smp coyyy!
"Falesia. Tapi gue gak mau sama kaka, maunya sama kaka yang ini."
"Hahahha rasain lo. Cewek kayak Salsa aja gak mau sama lo. Apalagi adek kelas kayak gini. Soksokan mau godain." Sindir Bryan dengan muka julid andalannya. Cowok ini duduk di samping Radhika.
"Diem lo!"
Falesia diam-diam melirik name tag yang pria itu kenakan, Arkana Rayndra. Namanya aja ganteng apalagi orangnya, Pikir Falesia.
"Ka Arkan minta nomor lo dong, nih lo ketik disini." ujar Falesia memberikan ponselnya.
"Enggak! Satu lagi, panggil Ray aja."
"Ihhhh! Biarin aja. Itu nama panggilan yang cocok buat lo. Arkan!
" Arkana! Arkana! Arkana!!" panggil Falesia dengan ber melodi yang dibuat-buat.
"Jadi cewek tuh jangan kecentilan, gue gak kenal sama lo." ujar Rayndra dibumbui dengan nada pedas.
"Cabut!" Ray beranjak dari tempat duduknya yang disusuli oleh teman-temannya.
"Udah gue bilang kan jangan aneh-aneh. Diliatin orang-orang tau gak? Kalau digosipin gimana?" ujar Naura muncul dari balik punggung Falesia. Naura mengusap dan menenangkan Falesia.
°°°°
"Ray, lo serius gak suka sama tuh cewek? Cantik banget anjir ntar nyesel lagi. Buat gue aja ya?" tanya Naufal yang sangat membelit-belit di otak minimnya. Kini posisi mereka sudah di koridor menuju belakang sekolah.
"Punya temen tuh." ucap Bryan yang tiba-tiba berhenti dari langkahnya
"Ray aja gak mau, jadi buat gue ajalah."
"Cuman cewek goblok yang mau sama cowok kayak lo."
"Apa maksud lo, hah?" ujar Naufal menjotos kepala Bryan.
"Kenapa lo mukul kepala gue anjing! Kalo benjol gimana?" tanya Bryan tidak Terima.
Bughh
"Gue tadi mukul nya pelan ya, kenapa lo kenceng."
Bughh
Bughh
Bughh
Radhika yang sedari tadi menyaksikan temannya mengoceh pun angkat bicara, "berisik! Malu-maluin aja lo berdua. Badan segede gaban gitu tapi sifat SD."
"Pedes bener lo ngomong ka, pantesan aja gak ada cewek yang mau sama lo. Sakit hati babang dek." ujar Bryan dramatis dengan menyeka air mata buayanya.
"Najis! Jijik gue."
°°°°
Di warung bu Wati yang berada dibelakang sekolah. Sudah banyak sekali siswa laki-laki berkumpul disana. Komplek itu hanya khusus siswa. Tidak ada siswi yang masuk karena malu, takut dijadikan bahan cemooh atau godaan para buaya disana. Mulut laki-laki kalau sudah membicarakan soal fisik perempuan, mulutnya beuh sudah melebihi ibu-ibu komplek yang sedang adu bacot dengan tetangga.
Kalian bisa bayangkan? Ibaratkan perempuan ketika melewati jalan yang hanya ada laki-laki disana?
Kantin berada di luar batas wilayah sekolah, bisa dikatakan dengan kantin luar.
Naufal sedang tidur-tiduran dikursi panjang dengan rokok yang terhimpit di sela-sela jarinya, sambil mempermainkan asap rokok hingga berbentuk gelembung diudara.
Rayndra dan Radhika bermain catur dengan dua gelas kopi susu ABC, sedangkan Bryan cowok itu asik sendiri bermain HP sambil cengar-cengir membalas DM instagram dari gebetan. Jika kalian tahu, Bryan dan Naufal itu adalah mahluk spesies yang sama. Chatingan tidak hanya dengan satu cewek melainkan sepuluh perempuan sekaligus. Sering kali terjadi, gebetan mereka terbawa suasana karena di gombal didalam medsos. Tapi dalam prinsip dua buaya itu, 'urusan mereka kalau terhanyut dalam pesona kita. Perasaan, perasaan dia! Ngapain kita yang repot-repot tanggung jawab'
Gunakanlah kegantengan mu untuk merayu perempuan. Karena ketika kamu sudah keriput, tidak ada lagi perempuan yang mau sama kamu.
"KA ARKAN!"
Teriakan dari ambang pintu masuk membuat semua tatapan laki-laki menatap kearah seorang gadis dengan nafas tersengal-sengal, wajah merah seperti tomat menahan malu.
"Eh...., ma-aaf ya!"
Sontak kumpulan laki-laki tertawa kencang sembari menggebrak meja. Dari sekian lama baru kali ini ada perempuan datang lagi ke tempat ini.
Siswa dengan anting magnet yang menempel di salah satu kupingnya menghampiri Falesia dan mengelus jemari gadis itu.
Falesia sontak kaget, "Ak-kuu, permisi dulu ka!" ujarnya berusaha melepaskan genggaman pria itu yang menyentuh telapak tangan Falesia.
"Sini dulu dong, temanin kita." ujar pria yang dikenal dengan nama Leo itu menarik lengan Falesia menuju arah bangku yang ia tempati tadi.
"Eh eh. Apaanih! Lepasin tangan lo, jangan ada yang macem-macem ya! Adek gemes gue nih." ucap Naufal yang tiba-tiba datang dari belakang badan Leon dan menarik tangan Falesia agar duduk di samping Rayndra.
"Gebetan baru pal? Cantik banget! Pinter juga lo nyarinya." ucap seseorang siswa dari bangku seberang sana, mengedipkan sebelah matanya genit, " Buat gue ajalah ya?"
"Cari lain aja sana. Yang ini jangan."
"Gak pernah gue liat tuh cewek. Murid baru?" tanya Leon kepada teman yang berada di sampingnya.
"Kelas X IPA 1."
"Kalau gue tau dari awal ada cewek cantik di sekolah ini. Udah gue embat duluan tuh cewek."
"Gue malu. Cuman cewek doang disini." ujar Falesia yang kini berada disamping Rayndra. Laki-laki itu masih asik memainkan catur.
"Santai aja." jawab Bryan mengunyah mie instan dengan tatapan masih lekat di layar HP.
"Ngapain lo disini?" cecar Rayndra tidak suka.
"Ngikutin ka Arkan. Minta nomor hp."
"Gue gak mau."
"Kenapa? Padahal kita bisa loh kontek-kontekan."
"Nomor gue aja gimana?!" seru Naufal yang di balas tatapan tajam dari Rayndra
"Kenapa lo Ray? Tadi katanya gak mau!! Yaudah gue kasih aja nomor gue."
"Udah gue bilang. Jangan ambil gebetan temen! Udah cari yang lain aja. Salsa noh pacarin." ujar Bryan menatap Naufal.
"Susah. Gue ditolak terus."
"Playboy sih lo!!"
"Lo berdua sama aja." sambung Radhika
"Ka Arkan mau gak jadi pacar gue?"
Naufal, Bryan, Radhika yang sedang berbicara satu sama lain pun tercengang ditempat.
"Gak!!"
"Terima aja Ray. Biar ada yang ngurusin lo." sahut Bryan
"Gue gak butuh cewek buat ngurusin hidup gue."
"Coba aja dulu. Ntar juga lo bakalan ketagihan."
"Tapi gue yakin! Suatu saat nanti hati ka Arkan ada gue disana." kata Falesia
"Apa orang harus berpacaran?" tanya Naufal kepada mereka berempat
"Gak juga. Gue juga punya banyak teman yang udah punya pacar! Tapi dia gak seperti ka Naufal. Dia sifatnya dingin terutama pada wanita." balas Falesia
"Gue jomblo. Cuman gebetan gue aja yang banyak."
"Ka Naufal suka sama Ka Salsa tapi malah deketin banyak cewek." cibir Falesia
"Hal biasa kalo soal itu mah. Yang penting gak ngelibatin perasaan. Ya gak Ian?"
"Yoiii!" jawab Bryan kembali memainkan HP
"Gue gak mau deket-deket ka Naufal, nanti gue jadi korban ghosting lagi."
______Terimakasih______