Tandai typo guys✨
•••
Ibu mana yang enggak kesal kalo anaknya yang ganteng sudah mandi dan wangi kembali dibuat kotor oleh ayahnya. Saat ini Lala kesal dengan Bram yang membiarkan Abhi bermain lumpur dihalaman depan rumah, tanah yang basah akibat dari Mbak Dewi habis nyiram tanaman sore ini.
"Bram! Abhi kenapa di biarin main lumpur sih? Aku tuh udah mandiin dengan susah payah terus sekarang kamu malah dengan entengnya biarin dia kotor-kotoran," ujar Lala berkacak pinggang.
Bram yang juga ikutan bermain lumpur dengan Abhi pun menoleh dan memberikan cengiran khas miliknya sedangkan Abhi fokus dengan lumpur ditangannya.
"Maaf bunda! Habisnya kamu mandiin Abhi terlalu awal, tadi Abhi yang ngerangkak ke teras depan sendirian dan akhirnya main lumpur disini," sahut Bram
"Aku tuh sengaja mandiin lebih awal, soalnya mau ke rumah mama habis ini."
"Kamu buruan ajak Abhi mandi lagi," suruh Lala
"Siap Bunda!"
Bram menggendong tubuh gempal milik Abhi masuk ke dalam rumah. Abhi yang masih ingin bermain lumpur pun meronta ingin diturunkan dari gendongan sang ayah.
"Mainnya udahan dulu ya Abhi sayang. Kita mandi dulu biar enggak kena marah bunda."
Abhi menggeleng-gelengkan kepalanya tanda menolak untuk diajak mandi oleh sang ayah. Pokoknya dia kepengen main bukan mandi.
"Kalo kamu enggak mau mandi, ayah sama bunda bakalan ninggalin kamu sama eyang dirumah mau?"
Abhi menggelengkan kepalanya, entahlah apakah anak itu paham dengan apa yang Bram katakan atau tidak. Pokoknya jurusnya Abhi kalo dilarang atau dibilangin sesuatu pasti bakalan geleng-geleng kepala yang udah kayak senam SKJ aja.
Bram menengadahkan tempat mandi milik Abhi, mengisinya dengan air hangat. Membuka semua pakaian Abhi yang sudah kotornya enggak ketulungan, pasti nih nanti Lala bakalan ngomel-ngomel saat nyuci baju milik Abhi.
"Bajunya Abhi mana?" tanya Lala yang masuk kedalam kamar mandi meminta pakaian kotor milik Abhi yang bakalan dia cuci berbarengan dengan pakaian kotor yang lainnya.
"Ya tuhan ini kotornya udah ngalahin dosa hidup kamu Bram," ujar Lala melihat pakaian Abhi yang sudah berwarna coklat semua, enggak ada warna lainnya lagi.
"Ck. Pake disamain sama dosa aku, kenapa enggak dosa kamu aja?"
"Dosa aku itu udah ditanggung sama kamu soalnya, makanya enggak bisa disamain." Lala keluar dan meninggalkan bapak dan anak itu berdua.
"Mandi ya, awas kalo nangis. Ayah jual kamu di tukang rongsokan," ujar Bram saat Abhi tak mau melepas pelukan pada lengan Bram.
Abhi tuh kayaknya kemusuhan sama air, karena setiap mandi Abhi pasti bakalan mengeluarkan tangisnya yang keras berharap ayah dan bundanya itu iba dan tidak jadi memandikan dirinya tapi enggak pernah berhasil karena Bram maupun Lala pasti tetap memandikan Abhi walau anak itu menangis keras.
"Hayooo, mau nangis kan?" ujar Bram saat bibir Abhi mulai terbuka dan mengeluarkan suara tangisnya.
"Anak siapa sih kamu Bhi, kok cengeng banget tiap mau mandi. Apa jangan-jangan kamu ke tukar waktu dirumah sakit?" tanya Bram.
Bibirnya Bram ngoceh dan menghiraukan suara tangis Abhi yang sudah sedikit mereda. Dengan hati-hati dan perlahan Bram menyabuni badan Abhi dengan sabun berbau stroberi itu. Selesai keramas dan yang lainnya, Bram mulai mengangkat Abhi dan melilitnya dengan handuk putih.
"Udah mandi, udah wangi, udah ganteng. Sekarang waktunya kita menemui Bunda," ujar Bram menggendong Abhi yang sudah memakai bajunya tak lupa sepatu kecil yang sudah bertengger pada kakinya.
"La, Abhi udah mandi nih." Bram menghampiri Lala yang lagi menjemur pakaian Abhi pada jemuran kecil.
"Bentar, aku nyelesain ini dulu." Lala menyelesaikan jemurannya terlebih dahulu sebelum mengambil Abhi dari gendongan Bram.
"Kamu mandi gih. Kita ke rumah Mama bentar lagi." Lala menyuruh Bram untuk segera mandi.
"Siap Bunda!" Bram mengecup pelan pipi Lala setelah itu masuk dengan membawa ember bekas cucian yang ditaruh di kepala nya. Lala hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Bram didepannya.
"Kalo kamu udah besar, sifatnya jangan kayak ayah ya. Bunda enggak tega lihat kamu jadi duplikatnya Ayah,"
***
Hari ini Bram gantian jagain Abhi. Bundanya Abhi itu lagi ada kelas sedangkan dirinya lagi libur. Bram membawa Abhi ke restoran karena dirumah lagi sepi enggak ada orang.
Bram mendorong stroler milik Abhi yang berwarna kuning gonjreng pemberian Lucas anak bapak Xander yang kelakuannya kagak jelas itu.
Sepanjang menuju pintu restoran banyak yang menatap kearah Bram. Parkiran lumayan ramai jadi mereka jadi pusat perhatian. Mendorong stroler dan menggendong tas yang berisi perlengkapan Abhi didadanya, Bram udah kayak ayah dan suami idaman para anak dan istri.
"Saya tau saya ganteng. Jadi jangan natep lama-lama ya, entar istri saya bisa ngamuk!" ujar Bram pada karyawannya.
"Ih bapak kepedean, saya tuh lihat Abhi yang gantengnya masyaallah. Kalo bapak mah burik, mungkin mata bu Lala siwer makanya mau nikah sama bapak," ujar Diandra yang berani pada Bram
"Heh ngatain! Mau saya pecat kamu?" tanya Bram berkacak pinggang menatap Diandra
"Oh tentu tidak!" Diandra melipir dan masuk ke dapur meninggalkan Abhi dan Bram didepan kasir.
Bram menggendong Abhi dan mengajaknya ke lantai dua dimana ruangan miliknya berada. Menggendong tubuh bayi yang gempal itu, Bram menaruh tubuh Abhi diatas karpet bulu yang sudah ada banyak mainan yang berserakan bekas dua hari yang lalu belum sempat Bram bereskan.
"Abhi main disini sendirian ya, ayah mau tidur bentar," ujar Bram sebelum memejamkan matanya.
Dia merasa masih mengantuk karena menemani Abhi yang kemarin malam begadang enggak mau tidur. Abhi yang melihat ayahnya tidur telentang pun dengan segera merangkak mendekati Bram.
"Yah ... Yah," gumam Abhi yang tak jelas menepuk perut Bram dengan keras agar ayahnya terbangun dan menemani dirinya bermain.
"
Kenapa sayang? Ayah ngantuk nih, biarin tidur bentar aja ya." pinta Bram pada Abhi.
"No no." Abhi menggelengkan kepalanya tanda menolak untuk Bram tertidur dan membiarkannya main sendirian.
"Yaudah iya kita main berdua," sahut Bram lalu duduk menghadap Abhi.
"Mau main apa?" tanya Bram.
Seolah mengerti, Abhi mulai merangkak mengambil mobil-mobilan kecil yang berserakan.
"Jangan dilempar Abhi sayang," ujar Bram menangkap mobil kecil yang dilempar Abhi.
Abhi duduk bersila dengan anteng dan memainkan mobil yang ada ditangannya membelakangi Bram yang saat ini sudah kembali merebahkan tubuhnya tertidur.
Suara ponsel yang berbunyi membuat Bram kembali membuka matanya. Dengan gerakan perlahan dia membaca nama si penelpon, ternyata Lala istrinya yang menghubungi.
"Kenapa La?" tanya Bram dengan suara seraknya
"....."
"Aku berangkat sekarang,"
"....."
"Iya,"
Bram mematikan sambungan telepon lalu meraih tubuh gempal Abhi yang asik mengemut mobil-mobilannya.
"Kita jemput bunda yuk, habis itu baru makan," ujar Bram pada Abhi.
Abhi hanya diam dan memainkan mobil ditangannya tanpa mau mengindahkan ucapan sang ayah. Bram mulai melajukan mobilnya menuju kampus dimana Lala dan dirinya menimba ilmu.
***
"Beneran nih enggak mau pulang sama Leo?" tanya Tiara pada Lala.
Lala dan keempat temannya sedang berada di lobi fakultas ekonomi. Sebenarnya tadi Lala cuma sendirian tapi entah kenapa Tiara dan yang lainnya malah mengahampiri dirinya.
"Enggak, terimakasih. Gue udah dijemput suami gue," sahut Lala menolak kesekian kalinya.
"Beneran?"
"Beneran Tiara," sahut Lala geram karena mereka berempat tidak ada yang percaya kalo dirinya sudah menikah dan punya anak.
"Lo enggak lagi bohong kan?" tanya Saras menyelidik.
"Buat apaan gue bohong sama lo semua? Enggak guna!" sahut Lala
"Ya siapa tahu lo bohong karena enggak mau diajak pulang sama Leo," ujar Tirto melirik Leo yang terus menatap Lala.
"Terserah lo pada kalo enggak percaya," sahut Lala tak mau memperpanjang.
"Bunda Lala!" teriakan dari ujung koridor membuat Lala dan yang lain nya menoleh, menatap siapa yang berteriak itu.
Lala tersenyum semringah sembari melambaikan tangannya, dia tidak menyangka kalo Bram bakalan ngajak Abhi menjemput dirinya. Dia kira Abhi bakalan di titipin ke mbak Dewi.
"La! Ngapain lo lambaiin tangan kayak gitu? Dia enggak manggil lo kali," ujar Tiara
"Dia manggil gue. Nama gue Lala kalo lo lupa," sahut Lala.
"Iya nama lo Lala tapi enggak isi bunda didepannya," ujar Saras.
Bram menghampiri Lala dan yang lainnya. Abhi yang melihat bundanya pun dengan semangat meminta digendong sampai-sampai dia menjatuhkan mainan miliknya.
"Cih, giliran ketemu bunda senengnya minta ampun. Tiap ketemu ayah kok enggak pernah seneng sih?" kesal Bram karena Abhi paling semangat kalo udah ketemu bundanya tapi bakalan lesu kalo ketemu sama ayahnya.
Bram memungut mainan Abhi yang terjatuh. "Pulang sekarang?" tanya Bram.
"Kenalan dulu sama temen-temen aku gih," ujar Lala pada Bram.
"Gue Bram suami sekaligus ayah dari anak Lala," ujar Bram memperkenalkan dirinya.
Saras dan Tiara terbengong saat menyadari siapa lelaki yang ada dihadapannya itu. Tiara yang notabenenya memang mengagumi Bram sejak awal masuk kuliah pun hanya bisa terpaku.
"Lo Bram anak fakultas bisnis kan?" tanya Tiara
"Iya, kenapa?"
"Oh enggak papa. Lo beneran suaminya Lala?" tanya Tiara memastikan kalo pria incarannya ini bukan suami Lala.
"Beneran." Bram menyahut singkat.
"Guys, gue duluan ya. Anak gue udah ngantuk nih, byee." Lala melambaikan tangannya meninggalkan Tiara dan yang lainnya.
Bram memeluk pundak Lala, mereka berjalan beriringan seperti keluarga kecil yang bahagia. Tanpa mereka tahu jika dibelakang sana ada satu ah dua orang yang menatap benci pada kebahagian mereka berdua.
See you next part!