Cie deg-degan...wkwk
Aku maksa buat vote dan komen! jangan siders ya!
1000 VOTE & 1500 KOMEN UNTUK PART BERIKUTNYA!
..
HAPPY READING :)
Warning ⚠️ (apapun adegan yang ada di sini, tidak untuk ditiru!)
Dikarenakan jadwal piket yang harus dikerjakan sepulang sekolah, maka Saffiyah memutuskan untuk pulang lebih lambat dari temannya yang lain. Sebenarnya ada Refa yang menjadi anggota piket hari rabu. Namun, Refa tidak ada, gadis itu meninggalkan Saffiyah sendiri.
Bunyi notifikasi singkat dari ponselnya membuat Saffiyah urung menyapu. Ia merogoh ponselnya dari dalam saku rok. Kemudian duduk di bangku. Bibirnya tersenyum melihat Boo yang sudah membalas pesannya tadi.
Boo
Y?
Saffiyah
Kangen akutuh.
Boo
Kok alay?
Saffiyah
Belajar dari ahlinya.
Boo
Ydh kt sm-sm alay.
Saffiyah
Piuw cinta untuk Boo.
Boo
Rawrr!
Saffiyah
Passwordnya apa?
Boo
Sapiku, mow 🐄🐮
Saffiyah
Takecare, Boo.
Pesan terkirim, Saffiyah kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku roknya. Berdiri dan melanjutkan kegiatan menyapunya yang tertunda.
"Huft..." helaan napas panjang lolos dari bibir Saffiyah saat ia selesai menyapu setiap sudut kelas. Kemudian ia beralih mengambil ember air perasan pel untuk mengepel lantai.
Hanya bunyi detak jarum jam yang mendominasi, sesekali angin luar masuk ke dalam kelas. Saffiyah sudah tidak sabar untuk pulang ke rumah mengingat bahwa hari ini ia berjanji dengan Boo bahwa cowok itu akan datang ke rumahnya sehabis pulang dari Jogja.
Brak! Pintu kelas yang awalnya terbuka lebar kini tertutup paksa hingga berbunyi nyaring membuat Saffiyah kaget dan menoleh ke arah sumber suara. Napasnya tercekat melihat ketiga temannya, Refa, Mika dan Wawa. Mereka bertiga berdiri dengan tampang sangar. Satu tangan Refa memegang spidol dan pisau lipat sementara Wawa mengangkat ember air perasan pel.
"Sebelum kita dipenjara, lebih baik lo mati!" sergah Mika berjalan mendekati Saffiyah yang mulai ketakutan saat melihat benda tajam yang ada di tangan Refa.
"Lo bertiga mau apalagi?" tanya Saffiyah berani, pegangannya pada tongkat pel semakin erat.
"Mau kita itu lo musnah dari muka bumi ini!" timpal Refa sambil memainkan pisau lipat di tangannya.
"Jangan macem-macem, Fa!" bentak Saffiyah melihat Refa menodongkan ujung pisau ke arahnya membuat Saffiyah mundur beberapa langkah.
"Cuma mau tiga macem aja kok sama lo," balas Wawa sama-sama mendekati Saffiyah yang mulai tersudut di tembok.
"Pertama, bikin lo terluka atau berdarah. Kedua, mandiin lo pake air ini." Wawa mengangkat air perasan pel. "Ketiga, bikin lo nggak bernyawa."
"GILO LO SEMUA!" teriak Saffiyah, baru saja ia hendak melayangkan tongkat pel pada Refa, gerakan cepat dari Mika membuat tongkat pel itu berpindah tangan. Kemudian Mika membuang asal tongkat tersebut.
"Lo sendiri, Saf, sementara kita bertiga. Lo dengan tangan kosong kita dengan senjata," cibir Refa memandang remeh pada Saffiyah.
Melihat raut ketakutan dari Saffiyah membuat tawa ketiga perempuan itu mengudara. Benar-benar pemandangan yang indah menurut mereka.
"Gue nggak pernah ganggu hidup lo bertiga, jadi jangan ganggu hidup gue!" balas Saffiyah berani. Ia tidak boleh terlihat lemah dihadapan mereka. "Minggir!" kemudian Saffiyah mengambil langkah lebar hendak pergi.
Namun, satu tarikan di pergelangan tangannya membuat Saffiyah kembali berbalik badan, menaiki pandangannya menatap Mika yang tersenyum sinis.
"Mau kemana sih? Buru-buru amat. Main-main dulu sama kita," ucap Mika.
"LEPAS! CARA KALIAN INI SAMPAH! BERANINYA KEROYOKAN!" teriak Saffiyah berusaha menarik tangannya.
"Biarin," cetus Refa, tidak peduli apa yang dikatakan Saffiyah.
"Ka--,"
Ucapan Saffiyah terpotong begitu saja saat Wawa menyiramnya dengan se-ember air perasan pel. Rambut hingga seluruh seragam sekolahnya basah, ia bisa mencium bau tidak sedap dari air tersebut. Kemudian pandangan Saffiyah menggelap saat kepalanya masuk ke dalam ember.
"HAHAH!" Suara tawa bak iblis itu menggema. Wawa, Refa dan Mika tertawa puas melihat penderitaan Saffiyah yang baru saja dimulai.
Membuka mata, Saffiyah mengambil ember di kepalanya lalu dibanting kuat-kuat ke lantai hingga ember itu pecah. Tatapannya berapi-api menatap ketiga orang yang dulu pernah ia sebut sebagai teman terbaik.
"SAMPAH!" kedua tangan Saffiyah mendorong kuat bahu Mika lalu bergantian mendorong Refa dan Wawa membuat ketiga orang tersebut mundur beberapa langkah karena terkejut.
"KEREN KALIAN KAYAK GITU, HAH?!" pekik Saffiyah, matanya menatap lekat bercampur kecewa ke arah mereka. "GUE SALAH APA? GUE SEDIKITPUN NGGAK PERNAH GANGGU HIDUP KALIAN! APAPUN YANG KALIAN SURUH WAKTU DULU, GUE SELALU IKUTIN!"
"GUE SELALU ANGGAP KALIAN TEMAN TERBAIK GUE DI SEKOLAH INI. KARENA CUMA KALIAN YANG GUE PUNYA DI SINI UNTUK DIJADIIN TEMAN SAAT SEMUA ORANG NGGAK MAU TEMENAN. AKU PIKIR KALIAN BAIK."
Bukannya mencerna dengan baik apa yang dikatakan Saffiyah, mereka bertiga justru merotasikan kedua bola mata. Menatap jengah pada Saffiyah yang sudah berderai airmata bersamaan dengan tetesan air pel yang jatuh dari rambut ke wajahnya.
"Kita itu nggak suka sama sama lo! Udah bodoh, sok rapuh dan lo sok hebat bisa deket sama anak basket!" sergah Refa.
"Lo itu baik, Saf, tapi kenapa, ya, gue benci banget sama lo?" timpal Wawa.
"Sifat baik lo, sifat lemah lembut lo itu yang bikin kita mau hancurin lo!" kata Mika seraya menarik paksa rambut palsu Saffiyah.
"Ngapain sih pake rambut palsu? Malu dikatain botak?" Kemudian Mika membuang asal rambut tersebut membuat Saffiyah menganga lebar menatap rambutnya lalu kembali menatap Mika dengan kesal.
"Iket dia!" titah Refa yang langsung dijalankan oleh Mika dan Wawa.
Saffiyah memberontak saat Wawa dan Mika menyeretnya dengan kasar lalu mendudukannya pada bangku kayu.
"Ini." Refa memberikan tali pada Wawa untuk mengikat Saffiyah.
"Lepasin!" Saffiyah mencoba melepas diri saat kedua tangannya di ikat ke belakang punggungnya.
Selesai dengan mengikat tangan, mereka berpindah mengikat kaki Saffiyah hingga gadis itu tidak dapat bergerak atau melawan.
"Mulut lo sampah!" lakban hitam yang sudah digunting tertempel sempurna pada mulut Saffiyah.
Hanya gelengan kepala yang dapat Saffiyah tunjukkan saat Refa mendekat dan berdiri di depannya. Ujung pisau itu hampir mendekati pipinya.
"Wajah lo ini harus dibikin karya gue dulu, oke?" Refa meminta perstujuan dari Saffiyah.
Tanpa hati dan perasaannya, Refa mengiris pipi sebelah kanan Saffiyah dengan ujung pisau yang runcing membuat garis lurus sepanjang lima sentimeter. Darah segar mengalir dengan deras membuat Saffiyah menangis kesakitan, perih dan pedih diwaktu bersamaan.
"Lucu banget ya goresannya," celetuk Refa yang diangguki semangat dari Wawa dan Mika.
"Kayaknya kepala botak lo kalau dicoret sama spidol jadi lucu juga." Secepat kilat Wawa mengambil spidol hitam dan melakukan coretan abstak di kepala Saffiyah.
"Sakit nggak?" tanya Refa dengan ekspresi kasihan yang dibuat-buat.
Hanya airmata yang dapat berbicara saat mulut dan anggota tubuhnya dikunci. Tatapan Saffiyah berubah sendu dan terpancar luka mendalam saat menatap ketiga temannya yang sudah berkhianat. Rasa sakit akibat goresan di pipinya tidak berarti apa-apa dibanding rasa sakit di hatinya karena Refa, Mika dan Wawa.
Tak puas dengan sayatan yang ada di sebelah pipi, kini Refa memindahkan ujung pisau tersebut disebelah pipi kiri Saffiyah. Dari ujung matanya Saffiyah bisa melihat betapa tajamnya pisau itu.
"Mph..." Saffiyah berusaha berteriak kesakitan saat Refa menyayat pipi sebelah kirinya. Airmata itu turun melewati pipinya dan bercampur dengan darah.
"Pipi lo udah bagus." Refa bertepuk tangan ria melihat hasil karyanya di wajah Saffiyah.
Tidak kuat diperlakukan seperti itu, wajah Saffiyah berubah pucat. Kepalanya pening dengan pandangan yang mulai mengkabur.
"Seru juga siksa lo perlahan gini," seru Mika.
Tak lama itu kepala Saffiyah jatuh ke samping dengan mata tertutup saat Wawa menoyor keras kepala Saffiyah. Gadis itu pingsan.
"Angkut dia, kita bikin dia mati!" suruh Refa yang langsung diangguki oleh Mika dan Wawa.
Ketiganya mulai mengangkat tubuh Saffiyah. Sekolah yang sudah sepi membuat mereka leluasa membawa Saffiyah ke parkiran belakang sekolah. Dimana di sana sudah ada mobil Refa. Mereka sudah merencanakan ini beberapa hari lalu.
Pintu bagasi mobil terbuka, mereka memasukkan Saffiyah ke dalam dan menutup pintu bagasi kembali.
"Cepetan, nanti ada yang liat!" seru Wawa yang menjadi mata-mata agar tidak ada satpam atau siapapun yang melihat aksi kriminal mereka.
Merasa aman, mereka masuk ke dalam mobil. Refa yang mengemudi lekas melajukan mobilnya ke jalan raya. Sementara Mika dan Wawa tertawa puas sekali melihat rencana mereka berhasil. Usaha yang tidak sia-sia.
"Sungai tegal keknya sepi, deh, Fa," usul Mika.
"Bener," timpal Wawa.
Refa mengangguk. Ia berbelok ke kanan saat melintasi simpang empat kota. Dari jarak jauh segini mereka sudah bisa melihat jembatan dengan arus sungai yang deras di bawah sana.
"Cepetan keluar mumpung sepi," kata Refa begitu mobilnya tiba di sebelah pembatas jembatan.
Melihat tidak ada satupun kendaraan yang lewat di jalan itu, ketiganya langsung membuka bagasi mobil dan mengangkat tubuh Saffiyah keluar.
"Satu."
"Dua."
"Tiga."
Byur! Tubuh lemah tak berdaya milik Saffiyah melayang hingga jatuh ke sungai. Refa, Mika dan Wawa langsung melihat ke bawah dimana tubuh Saffiyah sudah tenggelam hanya ada buih-buih yang tercipta dari jatuhnya tubuh Saffiyah.
"CABUT SEKARANG!"
...
Kasian Saffiyah :(
Semesta jahat banget ya sama dia :(
Jangan marah-marah nanti lekas tua loh guys... wkwk
Kira-kira selamat gak ya Saffiyah-nya?
Yang mau selamat, bilang aku baik hati dulu :)
Gak boleh siders, satu vote berharga buat aku.
Kalau nggak bisa komen, vote aja gapapa.
Ada yang mau disampaikan sama Saffiyah?
Sama Boo?
Sama aku?
TIM HAPPY END?
TIM SAD END?
Emot untuk part ini!
SPAM SEMANGAT BIAR NEXT!
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA!
VOTE DAN KOMEN KALIAN SANGAT BERARTI UNTUKKU.
Jangan lupa share cerita ini ya ke sosial media kalian biar banyak yang baca :) Terimakasih
AKU SANGAT BERTERIMAKASIH UNTUK YANG UDAH SHARE YA!
Jangan lupa vote dan komen ya!
Follow Akun instagram
@abellstr25
@pacarnyaboo