LOW PRESSURE (REMAKE)

By thv_wifeu15

4.2K 458 9

REMAKE DARI CERITA SANDRA BROWN Terjemahan asli bisa diakses di https://readnovelsblog.wordpress.com/2017/07... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30

EPILOG END

258 19 4
By thv_wifeu15

SEMINGGU KEMUDIAN...

.

"Aku butuh pilot."

"Yeah? Kebetulan aku pilot."

"Kudengar kau hebat."

"Kau tidak salah. Ke mana kau akan pergi?"

"Ke mana-mana."

"Jelas sekali."

"Bisakah kita membicarakannya?"

"Tentu. Apa yang ingin kaubicarakan?"

"Bisakah kita bertemu untuk membicarakannya?"

"Kurasa. Maksudku, tentu."

"Aku masih di Four Seasons. Apakah kau bisa menemuiku di sini?"

"Baik. Kapan?"

"Seberapa cepat kau bisa ke sini?"

Satu jam kemudian, Taehyung mengetuk pintu suite Yoona. Yoona melihatnya dari lubang intip di pintu dan, meski kaca cembung di lubang intip membuat semua kelihatan aneh, Taehyung tampak menawan. Dia berpakaian seperti ketika Yoona melihatnya pagi itu saat dia mencarter pesawatnya untuk pertama kali. Jins dan sepatu bot, kemeja putih, dasi hitam diikat longgar di bawah kerahnya yang terbuka.

Rupanya Taehyung menganggap ini pertemuan bisnis.

Yoona menarik napas dalam-dalam dan membuka pintu. "Hai."

"Hai."

Taehyung masuk ke suite dan, berdiri di tengah ruangan, menyusupkan tangan ke saku belakang jins dan memandang berkeliling. Akhirnya dia menatap Yoona. Yoona berkata, "Terima kasih kau mau datang meski aku memintamu secara mendadak."

"Aku masih butuh carter."

"Kau tidak menerima tawaran kerja dari senator itu?"

"Yeah, kuterima."

"Bagaimana perkembangannya?"

"Oke. Aku menerbangkannya bolak-balik antara kota ini dan perternakannya. Gampang. Tak sampai satu jam kalau ada angin. Pada hari Sabtu, aku mengantarkan dia dan istrinya ke Galveston untuk makan malam bersama teman-teman. Sudah di rumah pada pukul 01.00."

"Jadi semua beres."

"Baru seminggu, tapi sejauh ini baik-baik saja."

"Aku ikut sennag. Sementara itu, bagaimana perkembangan perbaikan pesawatmu?"

"Itulah penyebab aku butuh carter. Pengeluaranku banyak. Walaupun Gall yang melakukan reparasi, suku cadang-suku cadang penggantinya mahal."

Mereka cuma berbasa-basi, menghindari topik yang sebetulnya harus mereka bicarakan, dan keduanya sama-sama menyadari hal itu. Jantung Yoona serasa hampir meledak di dalam dadanya. Dia menunjuk kursi bersandaran tangan. "Duduklah. Mau kuambilkan minuman di mini-bar?"

"Tidak usah, terima kasih."

Taehyung duduk di kursi itu. Yoona duduk di sofa. Pria tersebut memandang sekelilingnya, menyadari betapa kamar itu tampak seperti telah lama ditempati.

"Kau sudah seminggu di sini?"

"Ya, sejak kau mengantarku."

Percakapan penjangnya dengan Baekhyun berpindah dari jalanan di luar mansion ke rumah makan yang buka 24 jam. Ketika akhirnya mereka selesai bicara pada dini hari, Yoona meminta Taehyung mengantarnya ke hotel. Lelaki itu melakukannya, tanpa membantah atau berkomentar. Dia memeluk Yoona sebelum pergi tapi tidak menawarkan atau meminta untuk tetap bersamanya.

Yoona tidak mendengar kabar apa pun lagi darinya sampai dia berhasil mengumpulkan keberanian untuk menelepon laki-laki itu satu jam lalu.

"Setelah Olivia... Aku tidak mau tinggal di rumah orangtuaku."

"Bisa kumaklumi."

"Sudah cukup berat bagiku dan Steven untuk menyusuri rumah itu, kamar demi kamar, memilah apa yang ingin kami pertahankan. Dia mengambil beberapa benda milik Olivia. Aku menyimpan beberapa benda milik Daddy yang mengandung kenangan istimewa bagiku. Benda-benda lain, bahkan perhiasan Olivia di serahkan kepada likuidator estate. Steven dan aku sepakat untuk menyumbangkan semua hasil penjualan kepada penampungan tunawisama. Kami akan menjual propertinya."

"Apakah kau yakin ingin melakukannya? Tempatmu itu sudah lama sekali jadi milik keluargamu."

"Tempat itu menyimpan terlalu banyak kenangan buruk, selain kenangan menyenangkan, bagi kami."

"Bagaimana dengan rumah di Georgetown."

Yoona memeluk diri sendiri. "Mengetahui Ray Strickland pernah berada di dalamnya, bersembunyi di dalam lemariku, menyentuh barang-barangku—aku tak mungkin sanggup menginap semalam lagi di sana, jadi kulunasi lease-ku. Aku menyewakannya lengkap dengan perabotan. Untung saja aku belum mengeluarkan semua barang pribadiku dari kotak pindahan."

"Berarti tinggal New York. Kapan kau kembali?"

Bahwa Taehyung bisa bertanya begitu datar menghancurkan hati Yoona, tapi dia mempertahankan suaranya tetap tenang. "Sebetulnya, aku belum memutuskan di mana akan menetap. Apartemenku di sana bukanlah rumah yang sesungguhnya. Tempat itu merupakan investasi. Aku mempertahankannya sebagai pied-à-terre, tapi—"

"Pita apa?"

Yoona tersenyum. "Tempat tinggal setiap kali aku harus ke New York untuk urusan bisnis."

"Kau akan terus menulis."

"Kali ini, betul-betul cuma fiksi," jawabnya sendu. "Tapi, aku bisa menulis di mana pun."

"Itukah sebabnya kau meneleponku? Kau mau aku menerbangkanmu ke sana kemari sampai kau menemukan tempat yang kau suka?"

"Tidak," ujar Yoona perlahan. "Aku meneleponmu karena sepertinya kau takkan pernah meneleponku. Aku menduga bahwa jika suatu saat ingin bertemu denganmu lagi, aku harus mengarang-ngarang alasan."

Taehyung mengubah posisi duduknya di kursi. Dia menumpukan sebelah kaki di lutut kaki yang satu lagi, kemudian segera menjejakkannya lagi di lantai. Dia menyapukan tangan di sepanjang dasi seakan merapikannya, meski tindakan itu tidak diperlukan.

Melihat tanda-tanda kegelisahannya, Yoona bertanya, "Inikah saat kalian mengatakan berbagai hal padahal sebetulnya tidak bersungguh-sungguh?"

"Tidak."

"Kau mengejarku terus sampai aku tidur denganmu, Taehyung. Kau menghancurkan penghalang yang tidak pernah berhasil dilakukan lelaki lain. Apakah kau cuma ingin menang? Apakah orgasmeku merupakan trofi bagimu?"

"Ya Tuhan," kata Taehyung, menggeleng. "Tidak."

Yoona terus memandanginya kemudian mengangkat bahu, bertanya tanpa kata-kata, Kalau begitu, apa?

Taehyung bergerak-gerak gelisah lagi dan akhirnya berkata, "Aku tidak tahu cara melakukan ini."

"Tidak tahu cara melakukan apa, tepatnya?"

"Menjadi... bagian dari sesuatu. Partner, atau pacar, atau belahan jiwa, atau apa pun istilah yang kaugunakan untuk menyebutnya. Dan aku terlalu berani untuk berandai-andai, sebab bisa saja kau tidak berpikir begitu tentang aku. Kita.

"Tapi, kalau ya, kuberitahu kau, sejujur-jujurnya, bahwa aku mungkin tak bisa melakukannya dengan baik. Dan aku benci itu. Karena aku tidak mau jadi bajingan yang menyakitimu. Lagi. Lebih menyakitimu daripada yang sudah kaualami. Kau berhak bahagia."

"Apakah kau akan bahagia?"

"Kalau apa?"

"Kalau kau jadi bagian dari sesuatu, partner, pacar, belahan jiwa, atau apa pun."

"Bersamamu?"

Yoona mengangguk.

"Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya sebab belum pernah melakukannya. Yang kutahu adalah ketika meninggalkanmu di sini minggu lalu, dan semua kelihatannya akan baik-baik saja, aku mengira tindakan terbaik yang dapat kulakukan bagimu adalah menjauh dan membiarkan kau melanjutkan hidup. Demi Tuhan, itu merupakan pengorbanan karena aku masih ingin bersamamu. Dan aku sebetulnya bisa bersamamu. Dan aku tahu itu. Tapi, menurutku itu bukanlah yang terbaik bagimu. Jadi aku pergi, berpikir, 'Yah, menjauhlah, Kim Taehyung. Kau sudah berbuat baik.' Belum pernah aku merasa sesenang itu setelah mengambil suatu keputusan. Atau seburuk itu."

Dia bangun dari kursi dan berdiri di dekat jendela yang menghadap ke hamparan taman hotel dan sungai di kejauhan. "Aku memikirkanmu sepanjang waktu. Apartemenku sebelum ini terasa menyebalkan, tapi aku betul-betul tidak tahan berada di sana sekarang, sebab ke mana pun aku memandang, aku melihatmu. Situasiku jadi begitu buruk sehingga dua malam ini aku tidur di hanggar. Gall tak mau bicara padaku."

"Karena kau tidur di hanggar?"

"Karena aku terlalu bodoh untuk hidup."

"Dia bilang begitu?"

"Ya. Dia, uh..." Beberapa saat kemudian barulah dia pelan-pelan berbalik untuk memandang Yoona. "Katanya, jatuh cinta memang membuat orang jadi bodoh. Tapi, aku, karena diriku, jadi lebih daripada bodoh dan membiarkan kau pergi."

Mata Yoona berkaca-kaca. "Bisa gawat kalau Gall sampai marah padamu."

Belakangan, mereka berdebat mengenai siapa yang bergerak duluan, tapi yang penting adalah mereka bersatu dalam pelukan yang melebur tubuh dan bibir mereka. Tangan-tangan yang tak sabaran membuka pakaian, namun waktu Taehyung mendesaknya ke jendela, Yoona menyandarkan pria itu dan mengatakan bahwa siapa pun di halaman hotel bisa melihat mereka, dan Taehyung berkata, "Siapa peduli?" dan ketika Yoona bilang dia peduli, Taehyung menariknya ke lantai, tempat protesnya yang masih ada tersingkirkan secepat sisa pakaian mereka yang masih melekat.

Akhirnya mereka pindah ke kamar dan di sana memanfaatkan tempat tidur king-size dengan baik, kemudian rileks, puas untuk sesaat, saling membelai.

"Pagi itu," ujar Taehyung, "Waktu kau keluar dari kamar mandi, baru saja selesai mandi, memakai kemejaku."

"Hmm. Kau memandangku dengan tatapan aneh."

"Yah, aku memang merasa aneh."

"Mengapa?"

Dia menggosok-gosokkan bibir pada pelipis Yoona, mulai bicara, lalu terdiam sebelum berkata, "Aku tadi akan mengatakan bahwa itulah pertama kalinya aku senang melihat wanita di pagi hari setelah kami bercinta. Tapi, sebetulnya lebih daripada itu. Aku juga tersadar bahwa kalau kau tidak ada, betapa aku akan sedih karena tidak melihatmu saat bangun pagi."

Yoona memejamkan mata karena emosi yang memenuhi hatinya. "Aku tidak tahu bagaimana hubungan ini akan berkembang, Taehyung, atau apa yang akan terjadi," dia berbisik di leher pria itu. "Aku cuma tahu aku ingin bersamamu seperti ini sesering mungkin, selama mungkin."

"Aku bisa menerimanya. Malah, aku ingin hidup bersamamu." Dia menjauhkan kepala agar dapat menatap wajah Yoona. "Kau tidak keberatan bahwa aku miskin dan kau kaya?"

"Kau sendiri?"

"Sama sekali tidak. Biarpun Gall bilang sebaliknya, aku tidak bodoh."

Yoona menarik bulu dada Taehyung. "Apakah kau mengincar uangku?"

"Tentu saja. tapi ada yang harus kulakukan terlebih dahulu."

Dia menyentuh Yoona dengan cara yang menyebabkan wanita itu terkesiap, kemudian dia berada di atas Yoona lagi, bergerak bersamanya, tidak sesemangat tadi tapi perlahan dan penuh perasaan. Selesai menggoda wanita itu, dia memegang wajah Yoona dengan dua tangan, mencium kelopak matanya yang menutup, dan ketika Yoona membuka mata, dia berkata, "Matamu tidak lagi kelihatan sedih."

"Itu karena aku amat sangat bahagia."

"Berarti kita sama."

"Jadi kau peduli tentang apakah aku meneleponmu atau tidak?"

Menatapnya lekat-lekat, Taehyung meraih tangannya, meletakkannya di kanan dan kiri kepala, lalu, telapak tangan bertemu telapak tangan, menjalin jemari mereka erat-erat. Taehyung menyandarkan kening pada kening Yoona, menindihnya, dan berkata parau, "Aku peduli. Aku sangat peduli. Syukurlah kau cuma butuh waktu seminggu."

Dengan lembut Yoona mencium bibirnya. "Seminggu dan delapan belas tahun."

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 326 7
Sehun pria kaya dan baik. Ia menikah dengan sahabat kecil nya Yuri. Takdir mempermainkan perasaan mereka. Sehun di jodohkan dengan seorang wanita yan...
286K 23.7K 37
SUDAH KELUAR DALAM VERSI E-BOOK DAN CETAK https://play.google.com/store/books/details?id=_CWKDwAAQBAJ THE ANGELS SERIES book #1 (Beberapa part sudah...
975K 73.7K 51
Alessia terbangun kembali sejak malam dirinya diculik oleh orang yang tidak dikenal. Dirinya bangun di tubuh perempuan yang lebih tua enambelas tahun...
1.4K 153 21
Memiliki masa lalu kelam, menjadikan Jin-ah maupun Daesung hidup terpisah dengan keluarga. Menutup diri dari keadaan sekeliling jadi pertahanan terse...