Happy Reading
Alwi pun merapikan bukunya, lalu naik keatas kasurnya untuk beristirahat. Tak membutuhkan waktu yang lama, ia sudah tertidur. Mungkin ia benar-benar kelelahan kali ini, entah itu lelah secara fisik maupun batin.
Sedangkan disisi lain, kini kedua kakak Alwi sedang berada dikamar Kak Ridho untuk membicarakan soal penyakit Alwi yang mulai parah.
"Kak ini gimana? Apa yang harus kita lakukan Kak biar Alwi sembuh," ucap Kak Tammy dengan buliran kristal yang menetes tiada henti.
"Kakak juga enggak tahu, Dek. Kakak juga pengen Alwi sembuh," kata Kak Ridho yang tak kalah sedih.
"Udah kamu tidur gih, besokkan kamu bakal sekolah," lanjutnya.
"Tapi kak ...,"
"Udah nurut. Soal Alwi biar Kakak yang urus," potong Kak Ridho.
"Huft ... yaudah Tammy ke kamar ya Kak, Selamat Malam."
"Iya, Selamat Malam."
"Ya Allah jangan ambil adek hamba, hamba mohon," batin Kakak Ridho sembari meneteskan air mata.
***
"Heh! Bangun!"
"Astagfirullahalazim," kaget Alwi.
"Bu--bunda."
"Kamu pergi masak buat sarapan kita semua. Cepetan!" titahnya sarkas.
"Tapi B--ukannya ada Bibi ya? Kok Alwi yang disuruh masak," tanya Alwi menunduk.
"Kamu tuh ya menjawab mulu. Bibi itu lagi pulang kampung jadi untuk yang gantiin semua pekerjaan dia itu KAMU, paham!"
"Tapi ...,"
"Tapi tapi aja terus, kamu mau jadi anak durhaka, Hah!"
"E--enggak Bun, baik nanti Alwi yang gantiin," takut Alwi.
"Bagus." setelah itu, Bunda melenggang pergi begitu saja.
"Huft, ayo Alwi kamu pasti bisa," gumamnya menyemangati dirinya sendiri.
Setelah itu, ia langsung kedapur untuk memasak sarapan. Beberapa saat kemudian masakannya telah jadi, Alwi pun menatanya dimeja lalu masuk kekamar untuk bersiap-siap sekolah sebab jam sudah menunjukan pukul 06:40 yang artinya 20 menit lagi pagar sekolah akan ditutup.
Sedangkan, dimeja makan kini keempatnya sedang makan dengan tenang. Hingga Kak Ridho sadar bahwa adeknya yang satu belum muncul.
"Loh Alwi mana?" tanya kak Ridho.
"Eh iya ya, aku baru sadar enggak ada Alwi," sahut Kak Tammy.
"Udah kalian makan aja, enggak usah pikirin anak itu palingan juga masih siap-siap," kata sang Bunda.
"Enggak mungkin Bunda, Alwi enggak pernah bangun kesiangan gini," sahut Kak Tammy dan diangguki Kak Ridho.
"Biar Ridho yang panggil." Ridho sudah bersiap-siap berdiri untuk memanggil Adeknya.
"Udah Kak enggak usah, Alwi udah turun kok," ujar Alwi tiba-tiba turun dari tangga.
"Loh Alwi kok kamu baru turun sih dek?" heran Kak Ridho.
"A--alwi bangun kesiangan kak," dustanya setelah melihat tatapan tajam Bundanya.
"Enggak biasanya kamu telat bangun gini," curiga Kak Tammy.
"E--eh semalam Alwi kecapekan banget Kak, makanya telat," jelasnya mencoba membuat kakaknya percaya.
"Tapi--"
"Udah ya Kak, ayok kita berangkat udah mau telat ini," sela Alwi cepat.
"Loh kamu enggak makan dulu?" tanya Kak Ridho.
"Enggak Kak, nanti aja disekolah."
"Oke-oke." Mereka pun berangkat setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya.
"Alwi minta maaf ya Kak, udah buat Kakak mau telat juga," sesal Alwi merasa bersalah.
"Lagian kenapa Alwi enggak ditinggal aja tadi biar kalian enggak telat."
"Enggak papa kok Wi, lagian mana mungkin kita tega ninggalin kamu," ucap Kak Tammy.
"Bener tuh kata Tammy, kita itu enggak mau kamu nanti naik angkutan umum terus kecapekan karena nungguinnya," sahut Kak Ridho diangguki Kak Tammy.
"Makasih ya Kak Tammy dan Kak Ridho, Alwi beruntung punya kalian."
"Kami lebih beruntung miliki kamu."
Kini mereka telah sampai di sekolah, Kak Tammy dan Alwi pun turun dan langsung menuju kelas masing-masing setelah berpamitan dengan Kak Ridho.
"Aduh pasti guru udah masuk nih," panik Kak Tammy dan berlari kencang.
Setelah sampai di depan kelasnya ia langsung membuka pintu yang tertutup rapat, setelah pintu terbuka lebar ia bernapas lega sebab dikelasnya saat ini sedang jam kosong. Berbeda dengan Alwi yang kini sedang di interogasi oleh gurunya.
"Kenapa Kamu bisa telat, Alwi? Enggak biasanya kamu gini." guru Alwi menatapnya tajam.
"Ma--maaf bu, Alwi kesiangan."
"Huft ... yaudah karena ini baru sekali ibu akan hukum kamu yang ringan aja. Sekarang kamu lari di lapangan sebanyak 10 kali," tegasnya.
"B--baik Bu." Sebenarnya ia sangat kelelahan sebab tadi ia berlari-lari tapi ia tak ingin membatah gurunya.
"Huft ... semangat Alwi kamu pasti bisa," gumamnya menyemangati diri sendiri.
Alwi pun melaksanakan hukumannya, sedangkan kedua sahabatnya kini gelisah di bangkunya.
"Aduh gimana nih? Kasihan Alwi, mana panas banget lagi," gelisah Cello.
"Iya bener banget, katanya hukuman ringan tapi kok kayak gini hukumannya. Ini mah berat," timpal Suheil membenarkan.
"Kita susul Alwi gimana?" usul Cello.
"Hah? Gimana caranya?"
"Ya, belum kepikiran sih," cengir Cello.
"Yee! Aku jitak juga nih," kesal Suheil.
"Hehehe, ya sorry."
"Eh aku dapat ide, Heil!"
"Hah? Ide apaan?"
"Sini ku bisikin." setelah Suhiel mendekatkan telinganya ia pun membisikan rencana yang ia miliki.
"Gimana?" tanyanya meminta persetujuan.
"Ide bagus!"
Mereka pun menjalankan misi mereka. Dan ya rencana itu berhasil, walau butuh perjuangan panjang.
"Akhirnya berhasil juga," lega keduanya bertos ria.
"Yodah yok kita kelapangan!" ajak Suheil.
"Yok!"
Sedangkan kondisi Alwi kini makin melemah, ia benar-benar kecapekan ditambah matahari pagi ini sangat terik. Ia benar-benar sudah tidak kuat, padahal ia baru memutari sebanyak 8 kali masih tersisa 2 kali putaran lagi.
Hingga diputaran ke-9 ia sudah benar-benar menyerah. Bahkan hidungnya telah mengeluarkan darah segar dan dalam hitungan detik semuanya berubah menjadi hitam. Sebelum benar-benar pingsan ia samar-samar mendengar serta melihat kedua sahabatnya berlari kearahnya, setelah itu gelap.
Tbc
Hallo. Aku kembali nih, ada yang kangen enggak? Enggak ada ya? Okelah.
Jangan lupa vote and komen loh ya!