Sudah 3 hari berlalu setelah kejadian kemarin, Jingga masih mendiamkan semua pesan dan telfon Raka. Biar saja! Biar tau rasa dia bagaimana rasanya diabaikan beberapa tahun.
Namun 3 hari ini pula dosennya tersebut marah-marah tanpa alasan di grup diskusi mereka. Sepertinya dia lagi sentimen. Ada saja maunya yang main perintah-perintah tidak jelas dan komplain pekerjaan mereka.
"Kalian foto apa saja yang sedang kalian lakukan hari ini"
"Kenapa kumpul di sekolah semua? Tanya sekretaris desa, harusnya kalian juga membantu administrasi di kantor desa!!"
"Tidak ada yang boleh di posko!"
"Sudah cari data UKM apa saja? Adakan penyuluhan dan pendampingan SEGERA!"
"Proker sampai mana?"
"Kalian begini saja nunggu disuruh! Sekarang keluar dari posko semua sebelum jam 8 pagi. Kalian bikin berita dan masukkan ke media berita online. Saya tunggu lusa kirim link nya ke saya!"
Semuanya menggerutu sebal 3 hari ini seperti kayak mau sidang saja. Yang laki-laki hampir misuh-misuh dengan kelakuan Raka. Sementara trio kwek-kwek mereka berinisiatif menanyakan pada Sarah, kenapa Raka sampai kesetanan seperti itu.
"Kata mbak Sarah nggak ada apa-apa. Mereka baik-baik aja" jawab Ivy masih bingung.
"Ya emang nggak apa-apa. Wong masalahnya bukan sama kamu atau Bu Sarah" ketus Ferry.
"Ini kalau pak Raka masih gini juga. Bisa-bisa nanti tiba- tiba kesini kunjungan kita bisa habis" keluh Andre.
Ferry menghampiri jingga yang sedang duduk di teras sendirian. Gadis itu sedang malas menanggapi kericuhan teman-temannya. Dari 3 hari kemarin setelah pulang dari mengajar, ia pergi ke sawah menyapa bapak-bapak dan ibu-ibu yang sedang bercocok tanam atau bekerja di sana. Ia bisa menghabiskan waktu disana sampai siang atau menjelang sore. Duduk di saung atau berjalan sejauh mungkin hingga sampai punden.
Jingga bisa duduk berjam-jam dengan mengambil sisa jerami padi atau bawang. Ia melupakan ponselnya dan sibuk membentuk jerami-jerami itu sebuah hasta karya yang unik.
Jingga tersenyum dengan hasil menganggur nya. Setelah jadi satu, dia sibuk memilih jerami-jerami yang lain lalu menyatukannya membentuk pola agar bisa dijadikan tas. Satu fakta yang ditemukan lagi darinya, bahwa jingga memang tidak pintar tapi dia suka menghabiskan waktu untuk melemaskan otot tangannya. Itupun kalau tidak mager. Jingga peenah membuat ketrampilan membuat tas dari tali rami dan koran bekas. Paling nggak caranya sama saja. Namun kalau dari jerami akan terlihat estetik.
"Ngga ..." Panggil Ferry. Gadis itu menoleh sekedarnya.
"Kayaknya kamu harus ambil hatinya pak Raka deh" jingga menoleh, mengerutkan dahinya
"Kenapa tiba-tiba sama aku. Nggak sama Ivy aja. Aku kan nggak punya hubungan apa-apa sama dia"
"Ngga... Cuma orang bodoh yang nggak akan nangkep kalo kalian berdua itu ada apa-apa. Aku nggak tau kalian ada hubungan apa tapi pak Raka dari 3 hari yang lalu tuh udah kayak anak kecil tau nggak. Nggak ada yang tau maunya apa. Rewel banget. Susah nebak maunya apa. Dia tuh begitu setelah anterin kamu kesini kemaren. Plis Ngga.. kita baru seminggu disini, tapi rasanya udah kayak dapet tugas negara ke antah berantah. Kalo dia begini terus bisa-bisa Minggu kita nggak bisa kemana-mana. Padahal agenda kita, besok Minggu kita mau refreshing jalan-jalan Ngga... Plis" ucap Ferry panjang lebar, tangannya menarik kedua bahu Jingga menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu.
Hingga sebuah mobil yang tak asing lagi berhenti di depan posko mereka. Ferry melepas pegangan tangannya. Mampus!
"Habis kita! Ajurr!! Ngomongin setan tuh gini. Cepet nongolnya!" Ferry bergegas masuk memberitahu teman-teman nya. Seketika langsung heboh dan panik. Kecuali jingga.
Keduanya masih diam saja. Tatapan mereka beradu sesaat.
"Bantu turunkan dari jok!" Titahnya, yang kemudian diangguk i jingga. Tiba-tiba suasana sepi. Padahal posko sedang banyak orang. Apa mereka diam-diam menguping dan mengintip dari dalam.
"Temani aku makan habis ini"
"Emang kamu nggak makan 3 hari ini sampai setiap hari harus mengomel dan mencari masalah sama mahasiswa mu?" Jingga kini sudah berani ber aku kamu. Nadanya cukup luwes dan ketus di telinga. Raka menoleh.
"3 hari ini cukup menguras energi ku. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu Jingga" jingga mendengus sebal. Tentu saja energimu terkuras habis untuk marah-marah tidak jelas. Kenapa tidak minta temani Bu Sarah saja sana hah!
"Kemarin aku habis ada workshop di Malang. Aku bawakan oleh-oleh buatmu. Ohya aku tadi juga mampir belanja. Aku sedang kangen masakan mu" Raka menunjukkan satu kantong kresek berisi belanjaannya. Jingga melotot. Apa-apaan ini?
Jingga masuk ke dalam disusul Raka di belakangnya. Tiba-tiba saja seluruh teman-teman nya bersemburat muncul dari balik jendela berpura-pura berkutat dengan pekerjaan masing-masing.
-------------------**************------------------
"Pas banget waktunya makan siang begini" ujar Ferry yang kini sedang membantu jingga di dapur.
"Minta apa tuh dosen Ngga? Timpal Karin.
"Minta masakin ini" jingga menunjuk ayam yang sudah ia cuci dan bersiap untuk diolah.
"Aku masakin sini buat calon suami aku" tiba-tiba Karin hendak mengambil pekerjaan Jingga.
"Eh eh... Rin.. sudah. Biarkan jingga yang urus. Yang penting sekarang kita ke depan fokus dengan proker kita hari ini. Kita selesaikan bikin plang nama kelompok tani kita. Biar besok Minggu kita bisa free jalan-jalan.
"Halaah.. biar diurus anak cowok deh.."
"Ya ogah lah, aku nggak mau ya ntar pak Raka marah-marah nggak karuan kayak kemarin" bujuk Ferry.
Kini tinggal Dinda dan jingga di dapur. Jingga meminta Dinda untu memasaj nasi kemudian memotong-motong sayur untuk di sup.
"Ngga..."
"Hmmm.." balasnya sembari sibuk memarinasi ayam dengan bumbu bawang putih, ketumbar dan garam.
"Kamu sama pak Raka ada hubungan apa?" Tanya Dinda hati-hati. Jingga memandangnya, ingin cerita namun tak seperti tak mau semuanya tahu masa lalu yang memalukan baginya.
"hubungan antar mahasiswa dan dosennya lah" Dinda tersenyum.
"Cuma orang bodoh yang nggak tau kalian ada apa-apa"
"Kamu tau Ngga... Tatapan pak Raka, perlakuannya, Cara bicaranya berbeda dengan yang lain" jingga tertawa
"Kamu seperti ahli bahasa tubuh tau nggak Din..."
"Nggak juga, di hari pertama KKN, aku tau kamu sengaja menunggunya setelah aku tahu nama yang selama ini kamu ganti adalah nomor pak raka. Di dalam bus, aku mencuri dengar pembicaraan mu dengan pak raka, dan malam itu waktu aku tersandung, tidak sengaja aku mendengar pak Raka modusin kamu" jingga mendelik. Tak menyangka gadis kalem dan pendiam itu selama ini tau banyak hal tentangnya.
"Maaf, aku sedang cari waktu yang tepat untuk bicara denganmu Ngga... Aku tau kemarin kalian sedang tidak baik-baik saja. Kamu cemburu pada Bu Sarah dan Ivy kan? Sepertinya pak Raka juga menaruh rasa padamu. Karena nggak mungkin, waktu dia mau pulang, terlihat sekali dia menunggu seseorang untuk muncul dan beepamitan" Kini jingga memasak air untuk sop lalu menumis bumbunya. Setelah memasukkan bumbunya ke panci, ia kembali berbicara pada Dinda.
"Katamu dia yang menghitung personel waktu itu" Dinda tertawa renyah.
"Aku bohong, mana mungkin dia bilang begitu. Aku tau gelagatnya seperti menunggu mu datang" jingga menatap Dinda heran. Gadis itu ternyata sudah lama memperhatikannya.
"Hmm... Dia mantanku..."
-----------------****************--------------
Satu setengah jam mereka berkutat di dapur. Kini mereka dan yang lainnya membantu menyiapkan makan sore di ruang tamu. Sedangkan Raka, jangan ditanya dia kemana. Pria itu ke posko numpang makan dan tidur sepertinya.
masakan Jingga begitu menggugah selera, baunya memenuhi seluruh ruangan. Nasi, ayam goreng ketumbar, sop, tempe tepung dan sambal korek semuanya tersaji lengkap. Masakan penuh kenangan saat budhe tak ada di rumah dan Jingga iseng memasakkannya.
"Des! Kordes! Bangunin pak Raka Des!"
"Nggak ah, takut dimakan singa"
"Pawangnya udah ada Des, nggak bakal dimakan!" Canda Dinda. Mereka tergelak. Lusiana menyenggol Ivy karna ia mengira, Ivy lah orangnya yang tepat.
"Biar calon adik ipar" tukas Lusiana. Ivy menyibak-nyibakkan rambutnya, sok dibutuhkan.
"Eh eh Ivy... Itu make up ada yang jatuh di dalam" teriak Ferry, Dinda langsung saja mendorong jingga ke depan Raka agar membangunkannya.
Jingga menggoyang-goyangkan kakibraka sambil memanggil namanya. Satu kali dua kali, namun tak ada reaksi juga. Dia tidur apa mati sih. Apa saking lelahnya. Rasanya ingin sekali ia mengguncang-ngguncang tubuhnya atau menyepak-nyepakkan kakinya ke kaki Raka agar ia cepat terbangun tapi itu tak sopan. Jingga mengambil air, lalu menyiprat-nyipratkan ke wajah Raka. Biar saja dia makin marah kali ini.
Raka mengerjap, jingga buru-buru menaruh gelasnya agar tak dicurigai.
"Kenapa nggak kamu siram saja air seember ke muka saya?" Laki-laki itu sudah siap nyerocos. Pura-pura aja kamu nggak denger Jingga. Dia juga salah.
"Maaf pak, tadi saya udah bangunin model apapun nggak mempan"
"Kan bisa pake cara lain" cara lain apa maksudnya? Ih, jingga jadi bergidik ngeri mendengar kelanjutan nya.
"Tadi katanya lapar.. itu sudah siap" cacing di perut Raka sudah berteriak sedari tadi, kian bernyanyi ketika bau nya sangat sedap.
"Aku cuci muka dulu" pungkasnya sambil bergegas ke belakang. Jingga mengiyakan.
"Cuma Jingga yang berani bangunin dosennya pakai nyipratin air ke mukanya. Hahahahah. Singa kalau udah Nemu pawangnya langsung kicep hahahaha" goda Ferry yang langsung mendekatinya. Muka Jingga merah padam.
Katakan terimakasih pada Jingga, karena hari ini mereka semua terbebas dari amukan sang dosen, pertanyaan tugas ataupun proker dan bonusnya besok Minggu mereka bisa bebas refreshing.
------------------**************-------------------