Kini Sarah sedang berada di kamar Clarissa. Ia menatap handphone Clarissa yang ada di tangannya dengan tatapan sendu. Baru saja kemarin Clarissa meninggalkannya, tetapi ia sudah sangat merindukannya.
Ia merasa bingung, apakah ia harus menelponnya atau tidak. Ia sangat merindukannya. Namun ia juga takut mengganggunya.
"Telpon jangan ya?" gumam Sarah.
Sarah membuka handphone tersebut sampai menampilkan satu kontak yang sangat ingin ia tekan.
***
"Kak Axel, YUHHUUUU!" Aqiela membuka pintu ruangan Axelia.
"Lahh ngapain ke sini? Sekolah sana! Entar telat, mau disuruh hormat bendera?" tanya Axelia.
"Wuihhh kalem dong! Sebelum-sebelumnya udah sering kok hormat bendera. Kan aku ngikutin jejak kakak. Kakak adalah panutanku," ucap Aqiela dengan bangganya.
"Qiel, lo tau gak alasan mama papa sekolahin lo apa?"
"Tau. Biar pinter, kan?"
"Sekarang lo udah kelas berapa?" tanya Axelia.
"10," ucap Aqiela polos.
"10 tahun di sekolah, lo ngapain aja, kok gak pinter-pinter si anying?" kesal Axelia.
"Eh jangan salah ya, di sekolah aku selalu rangking 1," sombong Aqiela.
"Rangking 1 lo gak guna, njim. Masa gak bisa bedain mana yang harus diikutin, mana yang enggak. Otak lo udah min berapa, ha? Sebenarnya si gapapa juga, tapi nanti bokap nyokap pasti marahin gue. Padahal gue gak tau apa-apa," Axelia menjambak rambutnya frustasi.
"Tenang aja, itu mah bisa aku urus."
"Matamu. Setiap gue dimarahin lo mah selalu ke kamar. Beda lagi kalo lo yang dimarahin. Gue pasti belain lo sampe gue yang kena gampar," ucap Axelia malas.
"Udah deh ya jangan nambah-nambah masalah gue. Sekarang mending lo berangkat sekolah, belajar yang rajin. Gak usah ngikut-ngikut kayak gue! Sana, buruan!" usir Axelia.
"Ish jahat banget, masa tega ngusir adek sendiri?" Aqiela mengerucutkan bibirnya.
"Demi kesejahteraan bersama, Qiel," ucap Axelia.
"Iya iya, yaudah ini berangkat," pasrah Aqiela.
"Sebelum itu, hp gue mana?" tanya Clarissa.
"Bentar aku ambilin." Aqiela membuka laci yang berada di samping ranjang Axelia, lalu membawa barang yang Axelia maksud tadi. Ia pun langsung menyerahkannya kepada Axelia.
Belum 1 detik handphone itu berada di tangan Axelia, handphone tersebut sudah bergetar tanda ada sebuah panggilan.
Axelia dan Aqiela menatap satu sama lain. Mereka tidak tahu siapa penelpon itu. Karena nomornya tidak terdaftar di handphone Axelia.
"Kerjain aja kak, siapa tau orang iseng!" saran Aqiela. Axelia pun menganggukkan kepalanya, lalu menekan tombol hijau tersebut.
Ekhem ekhem
"Halo, dengan sedot wc di sini!" ucap Axelia.
"C-cla, i-ini mama," ucap Sarah dari sebrang sana dengan terbata-bata karena berusaha menahan air matanya.
Buset emaknya si Clarissa. Axelia tersentak kaget.
"E-eh iya tante, kenapa? Kangen yaa?" Axelia menggoda Sarah.
Sarah terkekeh. "Ternyata bener ini anak mama. Manggilnya mama ya, jangan tante!" Titah Sarah.
"O-oh iya, ma."
Lah kok ma sih? Siapa nih? Masa calon mama mertuanya, kan dia baru bangun? Batin Aqiela bingung.
"Mama kangen sama kamu. Kamu gimana di sana, baik-baik aja, kan?" tanya Sarah.
"Baik, kok. Tapi, masih di rumah sakit, masih belum boleh pulang," ucap Axelia. "Oiya, mama tau gak sih di sini dokternya ganteng-ganteng semua. Tadi aja aku diperiksa sama dokter yang ganteng banget. Udah ganteng, putih, tinggi, baik lagi. Karena aku anaknya tidak menyukai yang namanya kemubaziran, yaudah aku godain lah tuh dokternya, siapa tau tepat sasaran kan, ma. Ehh dokternya malah bilang 'anak saya udah 2 dek'. Yaudah aku langsung diem. Aku diem, diem, terus aku usaha lagi. Gapapa lah sama duda. Eh dia bilang lagi 'istri saya sedang hamil anak ketiga'. Terus aku tanya lagi kan 'dokter produksi tiap tahun ya?". Dokternya malah bilang iya. Yaudah ikutin kata kang parkir ajalah aku. Yok mundur mundur!" ucap Axelia dengan excited menceritakan kejadian tadi pagi kepada Sarah.
Sarah terkekeh mendengar ocehan Clarissa. Bukannya terobati, Sarah malah merasa bahwa rindunya semakin menjadi. Ia ingin segera bertemu dengan anaknya itu. "Cla, kapan kamu ke sini?"
Axelia terdiam beberapa saat. "Nanti. Aku pasti ke sana kok. Tungguin aku ya!"
"Mama gak sabar pengen ketemu kamu. Apa mama aja yang ke situ?"
Duhh gimana ya? Bukannya gue gak mau. Tapi orang tua gue kan kayak gini. Entar mereka liat, pasti bakal khawatir. Gue udah cukup banget ngerepotin mereka. Batin Axelia.
"Emm, nanti aja ya, ma. Nanti aku yang ke sana," Axelia menggigit bibir bawahnya.
"Kamu ngehindarin mama?" tanya Sarah.
"E-enggak. Kata siapa aku ngehindarin mama?"
"Yaudah kalo gitu mama boleh kan ke rumah kamu?" tanya Sarah.
"I-iya boleh," balas Axelia tidak yakin.
"Alamatnya?"
"Mmm, gimana kalo mama bareng sama temen aku aja. Soalnya dia juga belum pulang ke sini."
"Oiya? Temen kamu yang mana?"
"Yang nganterin aku pulang semalem."
"Oh iya boleh. Berangkat kapan, biar mama siap-siap dulu?" tanya Sarah dengan semangat.
"Aku tanyain dulu ya, ma"
"Oiya, oke-oke. Nanti kabarin mama ya, mama mau siap-siap dulu! Kamu mau dibawain apa? Atau kamu mau mama masakin apa?"
Axelia tersenyum tipis. "Gak usah repot-repot, ma!"
"Enggak repot, kok. Yaudah nanti mama bawain makanan kesukaan kamu, ya."
"Siaapp. Yang banyak ya, ma!"
Sarah terkekeh. "Iya, nanti bawa yang banyak!"
Telpon pun terputus. Axelia hendak menekan nomor Gavin. Namun, ia baru menyadari sesuatu.
Axelia menyipitkan matanya. "Ngapain masih di sini, ha? Sekolah, bego!"
"Ish, iya iya ini sekolah. Tapi kasih tau dulu, yang tadi tuh siapa?" tanya Aqiela penasaran.
"Ck, gak usah kepo lo, bocil! Sana buruan berangkat, sebelum gue tonjok muka lo!" geram Axelia.
"Ish, iya iya. Emosi mulu kerjaannya." Aqiela melenggang pergi meninggalkan Axelia sendirian.
Setelah Aqiela pergi dari ruangannya, Axelia langsung menelpon Gavin.
"Halo, luwak white coffe password-nya?"
"Apa sih lo, gak jelas banget," ketus Gavin di sebrang sana.
"Yeehhhh, bangsat!" umpat Axelia. "To the point aja, gue mau nanya sama lo. Lo balik kapan?"
"Bentar lagi ini. Tadinya mau kemarin, pas pulang pemakaman. Tapi, gak jadi," ucap Gavin.
"Gak jadi kenapa?"
"Nanti juga lo tau. Kenapa emang?"
"Gue titip emak si Clarissa, dong. Dia pen ke sini katanya. Udah sih gitu aja. Thanks, ya!" Axelia langsung menutup panggilan tersebut.
"Yehhh, belum juga jawab, udah ditutup aja," gumam Gavin di sana.
Setelah selesai menelpon Gavin. Axelia langsung mengabari Sarah. Sarah dan keluarga pun langsung bersiap-siap. Mereka sangat bersemangat untuk bertemu dengan Axelia.
***
Assalamu'alaikum
Ini ceritanya mau agak dipanjangin atau seadanya aja? Bingung saya☺️
Oiya kemarin ada yang nanyain grup chat. Sebenarnya sempet kepikiran. Tapi, kayaknya enggak bakal ada deh. Soalnya takut grupnya sepi, kan ga lucu wkwk. Udah gitu saya juga gak tau apa-apa, karena belum pernah masuk grup chat yang kayak gini😭
Bahkan sejujurnya saya nulis cerita ini itu cuma nyoba-nyoba. Benar-benar ga tau apa-apa 😭
Ada sih cerita yang saya tulis dengan sungguh-sungguh. Tapi, kayaknya ga bakal di publish😂
Sekian cerita saya hari ini
Assalamu'alaikum