PRETENDER [HYUNJEONG]

By YusaHikari

44.6K 5.8K 3.7K

[END] Ia hanya ingin bertahan hidup. Dunia kejam penuh pembunuhan dan bau mesiu bukan sesuatu yang Ia harap... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
17
18
19
20
21
22
23
24
25 (END)
-BATAS SUCI-
EPILOG
THE REAL PRETENDER

16

1.8K 221 223
By YusaHikari

Special update dalam rangka ulang tahun maknae kesayangan Yang Jeongin. Long chapter. Selamat membaca ❤️

🦊🦊🦊🦊

'Wanita' dengan rambut ikal coklat sepunggung, sibuk mematut diri di depan cermin ruang kerja. Ia mengoles lipcream warna peach pada bibir, dua kali percobaan gagal. Gagangnya malah menyasar sudut mulut. Belum habis rasa jengkel, bulu mata palsunya ikut rubuh. Rena Wang alias Minho si wanita jadi-jadian, membanting lipcream dalam genggaman ke lantai. Dengan gusar ia berbalik, menatap sang rekan yang sibuk membenahi wig ikal gelap.

"Woi." Panggilnya dengan nada bariton, berbeda sekali melihat bagaimana gemulai penampilan sekarang. Seungmin yang dipanggil memutar bola mata malas, terlalu kesal untuk sekadar menyahut.

"Hm?"

"Mana Felix?"

"Memang kurang apa lagi?"

Minho berkacak pinggang seraya menunjuk wajah.
"Lihat. Aku belum dandan. Ini sudah pukul enam sore, tiga puluh menit lagi berangkat!" Ada nada panik dalam kalimat.

Seungmin menatap datar. Mereka hanya berpura-pura jadi wanita demi mendapat nyawa Takegawa Christ sialan itu, kenapa sampai ke tingkah laku juga menghayati?

Belum habis sumpah serapah, ruang kerja Hyunjin yang porak poranda dibuka dari luar. Felix dan Yuta masuk dengan wajah sumringah membawa beberapa peralatan.

"Halo, nona-nona." Goda Felix.

Yuta di belakang terkikik geli melihat bagaimana wajah Minho coreng moreng belepotan lipcream.

"Nah, ini dia kutu busuknya! Cepat lakukan tugasmu." Perintah Minho bossy, masih sambil berkacak pinggang.

"No,no,no." Felix menggerakkan telunjuk kiri-kanan menolak permintaan. "Perkara dandan gampang. Sebelum itu, ada yang harus kita perbaiki." Ia menunjuk betis, tangan dan ketiak Minho.

"Kau harus waxing. Lihat? Dress pendek tidak bisa menutupi semak belukar di sekujur tubuhmu." Felix dan mulut kurang ajarnya kembali berulah.

"Enak saja! Memang siapa sudi pakai pakaian begini?! Dan lagi...DARIMANA KAU DAPAT SUMPALAN DADA MENYESAKKAN INI, BAJINGAN!" Raungnya menunjuk bagian payudara yang nyaris tumpah.

"Hohoho, tentu saja aku punya koneksi. Tidak susah kok mencari benda-benda itu." Felix mengerling centil pada Yuta.

Ya. Dress, buah dada palsu, wig, dan printilan lain disponsori oleh Yuta yang memang hobi cosplay dan diam-diam membuka toko khusus bagi cosplayer di pusat kota. Beberapa kali mengemban misi penyamaran juga mengasah kelihaiannya dalam berdandan.

"Lalu kenapa hanya punyaku yang sesakk begini brengsek?!! Kenapa punya dia normal-normal saja!!" Minho makin meradang seraya menunjuk dada Seungmin.

"Penampilan binal memang paling cocok kau yang lakukan." Seungmin menyahut sadis, membuat Felix harus segera menengahi sebelum terjadi aksi jambak-jambakan oleh para wanita bumbu.

"Sudah-sudah, ayo kita bereskan dulu bulu kera itu." Ia kembali menunjuk bagian tubuh Minho dengan dagu.

"Tidak mau! Sakit!" Pria itu memelototi Yuta yang sudah siap dengan lilin wax juga kain untuk mencerabuti bulu-bulu pada kulit. Ia lebih takut waxing daripada berondongan peluru.

"Tenang, bisa diatur. Jika aku yang lakukan tidak akan sakit." Felix mengiming-imingi. Senyum misteriusnya terbit.

"Bagaimana caranya?" Minho memicing curiga.

"Bius."

Duagh!!

Yuta yang entah bagaimana sudah berdiri di belakang Minho, memukul kepala pria itu dengan tongkat baseball hingga pingsan.

"Hehehe. Nice job, bro." Si pria bersurai perak terkekeh sembari memberikan jempol. Tanpa basa-basi Yuta dan Felix menggotong Minho, menidurkan di sofa dan mulai melakukan operasi bulu-buluan mumpung lilin wax masih hangat.

Seungmin geleng kepala menyaksikan kebiadaban rekan-rekannya. Ia memilih merapikan dress cokelat panjang yang dikenakan. Agak risi karena wig membuat kulit kepala gatal. Jika tidak untuk menebus kesalahan pada sang Tuan, lebih baik ia menceburkan diri ke sungai daripada menjelma wanita jadi-jadian. Ingin menangisi nasib, tapi....ini memang salah mereka.

Setelah beres dengan urusan bulu, masih dalam keadaan pingsan mereka memosisikan Minho duduk. Yuta meraih kotak make up, dengan gesit melakukan pekerjaan. Sementara Felix membenahi wig, menyisiri sampai halus, mengambil sedikit rambut di ujung kiri-kanan untuk diikat ke belakang dan diberi jepit Kristal. Terakhir ia rapikan poni, memasang aksesori kalung serta anting usai Yuta melakukan make up.

Mereka bekerja hanya 20 menit, namun lihat hasilnya. Tidak ada sosok Lee Minho, melainkan Rena Wang yang tertidur di sofa dengan anggun.... kecuali tingkah lakunya saat sudah bangun nanti.

"Wow." Ucap Felix dan Yuta bersamaan sambil tos. Mahakarya mereka selesai.

"Jadi, Sisilia Jung..." Yuta beralih pada Seungmin yang kebetulan sekali sedang menatapnya.

"Apa?" Pria Kim itu memicing curiga.

Yuta tidak menjawab, langsung mendekati Seungmin. Ia mendudukkannya kembali menghadap kaca, mulai melukis alis serta memoles lipcream warna rose pada bibir.

"Sisilia pintar dandan ya?" Felix manggut-manggut begitu menyadari Yuta hanya perlu menambah alis dan lipcream, sisanya sudah dilakukan mandiri oleh Seungmin.

Setelah selesai, Sisilia Jung berdiri dari duduk. Surai hitam ikalnya tergerai sebatas punggung. Pun anak rambut di kiri-kanan membingkai wajah cantiknya, menambah kesan elegan. Dress cokelat hingga telapak kaki terlihat sangat sempurna....untuk menutupi sneakers yang dikenakan. Tentu saja Seungmin menolak memakai high heels. Hanya menghambat pekerjaan disana nanti.

"Ayo temui Tuan dan Jeongin. Mereka sudah menunggu." Felix menghela Seungmin sementara ia dan Yuta menggotong tubuh pingsan Rena Wang.

Mereka berjalan agak cepat menyusuri lorong. Bukan karena takut sang Tuan menunggu lama, tapi tubuh Minho yang berat menyusahkan!

Hendak langsung menuju mobil, langkah mereka tertahan karena Hyunjin ada di ruang tamu. Rahang Seungmin jatuh begitu melihat penampilan sang Tuan yang.....benar-benar jauh dari image nya sebagai bos mafia.

Pria---maksudnya 'wanita' itu duduk di sofa. Dress merah marun yang terbuka di bagian selangka menjuntai menutup kaki. Sarung tangan hitam sebatas siku, rambut gelap sepunggung dikuncir satu dengan poni menutup dahi, kalung serta anting mutiara menghiasi leher dan telinga. Riasan pada wajah dinginnya yang anggun sangat natural, mahakarya Yuta. Bibir penuh diberi warna merah gelap, menghisap cerutu dalam apitan jari.

Benar-benar penyamaran sempurna!

Namun lebih membuat menganga, sosok di pangkuan Hyunjin mengenakan dress hitam panjang. Rambut kelam lurus sepunggung dibiarkan tergerai, poni panjang menutup sampai kelopak mata, wajah manis imut bersemu, bibir dipoles tint berwarna light pink. Manik rubah di balik bulu mata panjang bagai kaca patri, merefleksikan galaksi penuh bintang. Dia terlihat sangat....

Luar biasa cantik.

Hyunjin memeluk pinggang wanita itu dengan satu tangan, sementara tangan lain sibuk menyelipkan cerutu ke bibir. Si wanita hanya menyungging seulas senyum. Entah karena mabuk kepayang atau hal lain, membuat sang Tuan terus-terusan melayangkan tatapan penuh puja.

"Siapa dia??? Ma..mana Jeongin??" Bisik Seungmin panik mendapati pemandangan tersebut.

"Kau mabuk? Di pangkuan Tuan itu Jeongin, bodoh." Yuta menyahut.

"Yang benar saja!" Pekik Seungmin kaget.

Ia tentu bingung. Orang di pangkuan Hyunjin tidak terlihat seperti wanita jejadian melainkan memang wanita sungguhan!

Teriakan barusan membuat love birds yang sedang sayang-sayangan di sofa mengalihkan perhatian. Jeongin segera turun dari pangkuan Hyunjin seraya merapikan gaun hitam panjangnya.

"Selamat malam nona Hwang Jinny dan nona Moon Jane." Felix mendekat, masih bisa menggoda sang Tuan yang mendadak menekuk wajah.

"Kenapa dengannya?" Tanya Hyunjin menunjuk Minho.

"Aahh tidak usah dipikirkan. Hanya efek bius belum hilang, nanti juga sadar." Ujar Felix remeh temeh.

Hyunjin tidak menjawab. Ia menyundut sisa cerutu pada asbak, berdiri dan merangkul kembali pinggang sempit Jeongin begitu Han Jisung datang membawa peralatan dari gudang. Tidak banyak, hanya empat pucuk pistol, belati, dan peralatan untuk mengutak-atik kabel.

"Aku tidak mau tahu." Sang bos mafia membuka percakapan dengan suara rendah. "Sudah susah payah begini, bajingan itu harus mati di tanganku. Lakukan tugas dengan baik, terutama kau, kau, dan kau." Perintahnya seraya menunjuk Seungmin, Minho dan Jisung.
"Kalian paling bertanggung jawab atas masalah ini."

Tiga orang yang ditunjuk minus Minho, kompak mengangguk kaku.

"Tuan tenang saja. Seperti biasa, kau akan dapatkan nyawanya." Felix menyela. "Plus tambahan-tambahan lain jika beruntung-- aduh berat sekali." Ia mengeluh panjang pendek karena pegangan pada kaki Minho makin melorot. "Ayo cepat Tuan. Kami harus memasukkan karung beras ini ke mobil." Tanpa menunggu perintah Hyunjin, Felix membawa tubuh Minho menuju mobil bersama Yuta.

Hyunjin memberi tanda pada yang lain untuk mengikuti Felix, kecuali Jeongin. Ia meraih dagu sang kekasih, melumat bibir tipis pemuda manis itu singkat.

'Kak, lipstiknya rusak.' Jeongin mendorong dada Hyunjin pelan, walau badannya lemas dalam buaian pria itu.

"Seharusnya kau tidak terlibat." Bisik Hyunjin seraya memberi remasan pada pinggang Jeongin. "Kau terlalu berharga untuk dibawa ke pesta para bajingan."

'Tidak apa. Aku ingin membantu.'
Gumam Jeongin dengan tatapan tidak lepas dari manik Hyunjin. Senyum merekah di balik riasan seorang wanita membuatnya berkali lipat terlihat indah. Hyunjin makin tidak tenang.

"Aku akan melindungimu." Bisik sang bos mafia.

****

Gedung tempat pesta diselenggarakan terletak di pinggir kota dengan pemandangan sungai sebagai latar belakang. Felix berhenti tepat di depan lobi. Ia menoleh ke bangku belakang pada pasangan Hyunjin-Jeongin yang tengah bermesraan. Ingin mengumpat, namun misi mereka lebih penting karena menyangkut nyawa tiga rekannya.

"Tuan, kita tidak tahu bagaimana pesta akan berlangsung. Tapi kau punya waktu sekitar satu jam untuk basa-basi sebelum ia pergi ke bandara. Seungmin mengurus sumber penerangan dan mencari tahu keberadaan senjata, sementara Minho kemungkinan besar akan jadi perhatian si Takegawa. Kau boleh mengeksekusi setelah Seungmin memastikan keberadaan senjata-senjatamu." Felix menjelaskan panjang lebar.

"Kau selalu bisa diandalkan. Terimakasih, Felix."
Pujian dari sang Tuan meluncur ringan tanpa disangka, membuat pria itu makin membusungkan dada.

"Hohoho, tentu saja aku selalu bisa diandalkan." Ujar Felix bangga sembari menggosok hidung. "Oh iya, satu lagi Tuan!" Cegatnya ketika Hyunjin hendak membuka pintu.

"Tolong jangan terlalu sering mengangkat tangan. Lengan kekar dan otot punggungmu yang luarbiasa itu akan terlihat. Bisa-bisa orang takut melihatmu."

Jeongin tersenyum geli sementara Hyunjin menatap datar dan segera membuka pintu mobil, menuntun kekasihnya turun. Felix langsung tancap gas begitu tatapan bersibobrok dengan Minho di depan lobi. Pria itu dan Seungmin naik mobil berbeda disupiri Jisung.

Minho nyaris melepas high heels lima senti yang membelenggu kaki untuk ditancapkan ke kepala pria bersurai perak itu. Emosi akibat waxing tadi masih membekas. Belum lagi kepala pening akibat dipukul, beruntung tidak sampai bocor.

'Awas kau.' Gesturnya pada mobil Felix yang sudah keluar gerbang gedung. Seungmin menyikut Minho begitu sang Tuan dan Jeongin mendekat.

"Ingat apa tugas kalian?" Sekali lagi Hyunjin bertanya, membuat dua orang itu mengangguk samar. Mereka langsung masuk ke dalam. Minho agak susah menyesuaikan keseimbangan karena high heels. Beruntung Seungmin menggandeng lengan serta menopang tubuhnya.

"Selamat malam nona. Tolong kartu undangan anda." Sapa resepsionis wanita yang berdiri sebelum pintu masuk ruang pesta. Seungmin menyerahkan kartu undangannya dan milik Minho untuk diperiksa.

"Nona---"

"Sisilia Jung." Jawab Seungmin anggun. Si resepsionis tersenyum sembari mengangguk.

"Dan nona?" Ia beralih pada Minho di samping Seungmin.

"Rena-" Suara bariton Minho keluar, membuat panik. Seungmin dengan gesit menginjak kaki rekannya itu untuk mengode.

"Ma...maksudku Rena Wang~" Ia berhasil meninggikan suara saat detik-detik terakhir, yang syukurnya tidak disadari si resepsionis. Sekali lagi wanita itu menyunggingkan senyum, mempersilahkan mereka berdua masuk.

Tanpa menunggu diminta, Hyunjin menyerahkan undangannya dan Jeongin dengan wajah datar.

"Hwang Jinny dan Moon Jane." Ucap Hyunjin dengan suara 'wanita', membuat Minho yang berjalan tidak jauh di depan tersandung high heels nya sendiri.

"Aaargghh! High heels sialan! Kenapa hanya aku yang pakai?!" Umpat Minho tertahan sembari menunjuk-nunjuk kaki.

"Jangan banyak protes. Kau kan memang disiapkan untuk membuat bajingan itu menggelinjang kejang-kejang. Lagipula, bagaimana ceritanya mau pakai sepatu dengan mini dress begini?!" Seungmin mendorong pelipis Minho, membuat keduanya hampir terlibat aksi jambak-jambakan jika saja penjaga di depan ruang pesta tidak membukakan pintu untuk masuk.

Suasana di dalam ramai. Ballroom super luas dengan meja-meja bundar dan lilin, musik klasik yang mengalun lembut, puluhan wanita dengan berbagai macam bentuk menikmati pesta.

Semua. Seratus persen yang hadir adalah wanita cantik. Diundang khusus oleh Takegawa Christ, nantinya akan dipilih satu menemani ke Italia.

Empat orang itu berhenti sejenak mengamati. Tidak ada tanda keberadaan pria satupun di ruangan, padahal mereka sudah siap menyorongkan Minho sebagai tumbal.

Agar tidak terlalu lama membuang waktu, Seungmin berinisiatif mengajak Minho berkeliling. Mencari keberadaan instalasi listrik sekaligus Takegawa Christ. Sang Tuan dan Jeongin masih berdiri beberapa langkah dari pintu masuk tadi.

"Lihatlah. Bajingan itu menghamburkan uang, bersenang-senang dengan para pelacur sementara ia menipuku." Hyunjin bergumam setelah menerima gelas minuman dari pelayan lalu lalang. Netra tajamnya memandang pada wanita-wanita cantik yang tertawa sambil makan minum seenaknya. Jeongin menangkap guratan kesal sang kekasih, hanya tersenyum sembari mengelus punggungnya sabar.

'Tapi dimana dia?' Batin sang bos mafia waspada menilik sekeliling. Ia benar-benar tidak menemukan satupun keberadaan pria di ruangan ini kecuali---

"Selamat malam." Perhatian Hyunjin pecah begitu sosok yang sama tinggi dengannya tiba-tiba muncul dengan senyum sumringah dan tanpa aba-aba meraih tangan kanan Hyunjin untuk dikecup. Ia hampir menendang pria tersebut jika saja tidak ingat tujuan datang kemari.

"Maaf atas kelancanganku, tapi daritadi aku mengamatimu, kau sangat mempesona. Namaku Nam, teman dekat Christ yang diundang kesini." Pria berpenampilan klimis itu memperkenalkan diri singkat. "Boleh kita mengobrol, nona---"

"Hwang Jinny." Potong Hyunjin dengan suara dingin namun anggun. Seringai samarnya terbit. Ia bisa mengorek keberadaan Takegawa Christ dari pria ini.

"Ah, nona Jinny. Mari kita mengobrol disana." Tunjuknya dengan wajah senang yang menjijikkan pada satu tempat di sudut ruangan.

'Aku segera kembali.'
Hyunjin memberi kode pada sang kekasih, dan diangguki pemuda itu.

Selepas Hyunjin pergi, Jeongin celingukan mencari keberadaan Minho dan Seungmin, memastikan mereka tidak mendapat kesulitan. Walau tugasnya membantu yang lain jika-jika rencana tidak berjalan mulus, pemuda manis itu berusaha tetap waspada.

Belum juga beranjak, bahunya ditarik kasar dari samping.

Sosok dengan dress seksi merah menyala mengetat tubuh. Surai ikal panjang bergradasi merah, mencolok diantara para wanita. Wajahnya cantik, sayang dipoles make up berlebih membuat terlihat macam penggoda.... walau semua yang hadir memang para pelacur.

"Aku baru pertamakali melihatmu." Ujarnya dingin. Ada raut tidak senang tercetak pada wajah. Dari tatapan angkuh, Jeongin tahu wanita ini menganggap diri sebagai ratu malam ini. Tiga temannya mendekat, berdiri di belakang si wanita bersurai merah.

"Kau dari rumah bordil mana?" Tanyanya lagi. Jeongin mengeluarkan ponsel hendak menjawab, namun malah direbut.

"Jangan mengabaikanku." Ia mendesis marah. Jeongin jadi jengah. Wanita ini tidak memberi kesempatan untuk bicara. Terlebih ponsel mahal pemberian Hyunjin sekarang direbut, membuatnya kesal.

"Dengar. Jika kau berdandan secantik ini agar dilirik Tuan Takegawa, maka lupakan. Aku datang kesini untuk itu." Si wanita menuding pada Jeongin. Senyum miringnya terlihat menyeramkan.

'Memang siapa yang mau dilirik calon mayat?!' Batin Jeongin jengkel. Belum apa-apa kehadiran seorang Moon Jane sudah jadi ancaman. Yuta memolesnya terlalu sempurna.

"Kau pikir aku--"

"Kanako Mei." Suara berat pria dengan aksen Jepang kental menginterupsi kecerewetan si wanita bersurai merah. Mereka serempak mengalihkan atensi pada sosok berkacamata dengan penampilan kharismatik yang baru datang dari pintu masuk. Raut angkuh menegaskan pencapaiannya di usia muda.

Takegawa Christ.

Kanako Mei memutar tubuh anggun menghadap pria tersebut. Ia menurunkan tudingannya dari wajah Jeongin dan mengembalikan ponsel.

"Aku lihat kau masih mencari gara-gara dengan wanita lain. Doshita no? [Ada masalah apa?]" Christ berhenti tepat di hadapan Kanako, memandang tajam.

"Nande mo nai, tada onna no bijinesu. [Tidak ada apa, hanya urusan dengan sesama wanita]." Kanako membibit senyum manis. Tatapan obsesi penuh puja dilayangkan pada sosok Takegawa Christ yang tidak menaruh atensi padanya samasekali. Justru.... pria itu meraih pergelangan tangan Jeongin lembut.

"Apa kau salah satu undanganku?"

Jeongin mengangguk kaku, terkejut karena secara tidak sengaja malah ia yang disasar oleh Christ.

"Tapi...kenapa aku baru pertamakali melihatmu?" Christ meneliti dari atas kepala sampai kaki, tertegun dengan paras Jeongin. Pria itu merengkuh pinggangnya dengan satu tangan. Seringai tipis terukir pada wajah.

"Boleh aku mengenalmu lebih dekat.... nona?"

****

Minho berjalan tersaruk dengan gelas wine di tangan. Netranya memindai cepat ke sekeliling ruangan, berusaha menemukan keberadaan Christ sekaligus mencari akses menuju instalasi listrik yang menurut Felix ada di ruang bawah tanah gedung.

"Perhatikan jalanmu." Seungmin di sebelah mengingatkan sembari menyesap wine. Ya... dengan dress hijau selutut, Minho melangkah terlalu lebar untuk ukuran seorang wanita. Ia mendengus, tak urung mengikuti saran Seungmin.

Melewati sela-sela meja, tatapan iri dengki tertuju pada mereka. Kehadiran wanita jejadian yang cantik jelita macam Seungmin dan Minho menjadi momok bagi para jalang merebut perhatian Takegawa Christ. Sekali lagi kemampuan Yuta mendandani sepenuh hati patut diacungi jempol.

"Dandan habis-habisan, sayang dada palsu. Pasang silikon dimana?" Celetuk salah satu dari sekelompok wanita yang duduk di meja dekat tempat mereka berdiri. Tatapannya tidak dialihkan dari Minho terutama bagian buah dada.

"Dia tidak punya pakaian yang lebih terbuka lagi ya? Hihihi." Celetuk yang lain sembari tertawa anggun. Seungmin berhenti tepat di meja mereka.

"Berapa kilo bedak yang kalian pakai untuk memoles wajah?" Tanya Sisilia dingin. Senyum mengejek terlukis pada wajahnya.

"A...apa katamu?!" Salah satu wanita tersinggung. Ia berdiri hendak menyiram Seungmin dengan minuman, namun Minho sudah lebih dulu memuntir lengan si wanita, membuat minuman yang sejatinya menyasar Seungmin, tumpah ke lantai.

"Ayolah, kita semua sama-sama jalang. Tapi coba jaga mulut dan tingkah laku kalian, atau....." Minho menyunggingkan senyum masih bicara santai. Namun puntiran tangannya berubah jadi cakaran.

Si wanita tidak bisa berkata apa. Tubuh ramping dibalut dress ungu seksi bergetar hebat, apalagi setelah tatapan bertabrakan dengan netra Rena Wang yang malam ini terlihat menyeramkan. Begitu puntiran dilepas, wanita itu langsung jatuh terduduk menatap lantai kosong. Lengan kanan semula mulus, mulai meneteskan cairan merah. Cakaran Minho tidak main-main.

Dengan wajah sengak, Rena Wang menghadiahi jari tengah, membuat mereka makin tidak berkutik di meja. Ia lalu melenggang bersama Seungmin.

''Wanita suka menjatuhkan sesama wanita. Mengerikan." Minho mengomel sendiri, sesekali mengernyit jijik pada gerombolan lain yang terkikik di meja seberang.

"Kau kan bukan wanita." Seungmin memutar bola mata malas.

"Diam Sisilia."

Saat hendak berbalik ke kiri, Minho menepuk bahu Seungmin karena lorong yang mereka cari ada di sudut kanan ruangan. Mereka harus berjalan mepet jendela, pada titik buta cctv. Terlihatlah dihadapan mereka lorong temaram. Tidak begitu panjang, dengan pintu kayu di ujung mengarah ke bawah tanah.

"Tunggu." Seungmin menahan langkah Minho begitu maniknya menangkap tumpukan peti kemas di pinggir lorong.

Rena Wang paham. Ia langsung mengangkat dress pendeknya, mengeluarkan beberapa alat pertukangan yang tertempel di paha. Dengan lihai mengutak atik lubang kunci peti paling atas, kemudian mengintip.

Ternyata benar. Senjata milik Tuan tersusun rapi, siap terbang ke Italia. Menghela napas lega Seungmin membantu menutup peti, mengode Minho segera menyelesaikan pekerjaan utama mereka.

Sampai di depan pintu, Minho kembali mengutak-atik sementara Sungmin berdiri tenang menghadap ujung lorong, menyembunyikan kegiatan rekannya. Mereka turun ke bawah tempat pusat listrik gedung dan segala macam kabel berada.

"Aku berjaga disini. Minta Felix dan Jisung memindahkan senjata. Hubungi jika Tuan sudah siap mengeksekusi keparat itu." Ujar Seungmin.

Minho mengangguk. Ia segera kembali ke atas, berbaur dengan keriuhan pesta mengawasi kehadiran Takegawa Christ yang belum tampak batang hidung. Tatapan angkuhnya kembali melayang pada para wanita yang mengamati takut-takut sembari menempelkan ponsel di telinga.

"Kami dapatkan senjatanya." Bisik Minho begitu telepon tersambung.

****

Hyunjin dibawa ke meja di sudut kiri oleh pria yang mengaku bernama Nam. Mereka duduk berhadapan. Secara otomatis pelayan datang meletakkan gelas wine serta beberapa kudapan.

"Aku adalah wakil direktur perusahaan penyedot debu. Memiliki beberapa unit apartemen di pusat kota dan kondominium yang kusewakaan." Tidak ada angin, tidak ada hujan, pria itu menjelaskan profil dirinya dengan bangga, sambil tetap memasang raut wajah mesum pada Hyunjin.

Hwang Jinny sendiri daritadi ingin menghantam kepala Nam si keparat, namun ia tahan. Informasi keberadaan Takegawa Christ belum didapat. Alih-alih mengabaikan, Hyunjin menyunggingkan senyum tipis dan memasang binar tertarik pada netranya.

"Mengagumkan." Pujinya menopang dagu dengan satu tangan. Tuan Nam membusungkan dada, terkekeh.

"Itu belum seberapa, nona Jinny. Masih ada beberapa hektar kebun teh di lereng gunung serta pabrik pengalengan ikan langsung di tepi pantai." Ia berujar jumawa.

"Aset anda banyak juga ya..." Hyunjin mengikuti alur permainan. Ia putar wine di gelas sebelum menyesap cairan tersebut sedikit demi sedikit. Pria dihadapannya masih sibuk menjelaskan beberapa masalah bursa dan saham entah milik siapa hingga kemudian netra mereka bertemu. Tuan Nam tiba-tiba meraih tangan Hyunjin, memandang intens dengan wajah sedikit memerah.

"Aku datang kesini demi memenuhi keinginan Christ. Dia mengatakan mengundang semua wanita dari rumah pelacuran, namun entah kenapa.... kau sangat berbeda dari mereka." Kalimat dari mulut Tuan Nam membuat Hyunjin mual. Tangannya sudah bergerak ke bawah hendak melepas sepatu dan menancapkan sol yang berat ke kepala pria itu, namun masih ditahan. Lagi-lagi ia menyunggingkan senyum tipis.

"Terimakasih." Gumam Hyunjin. "Ini kali pertama aku datang ke pesta. Baru seminggu bekerja, induk semang langsung mengutusku kesini." Bohongnya.

"Ka... kalau begitu, ikutlah denganku, nona Jinny. Ayo berkencan malam ini." Tatapan Tuan Nam penuh harap.

"Dengan senang hati." Ucapan Hyunjin berbanding terbalik dengan perempatan kesal imajiner yang terbentuk di dahinya. "Tapi sebelum itu... dimana rekan anda Tuan Takegawa Christ berada?" Tanyanya dengan suara rendah.

"Christ? Ah, daritadi dia disana. Sepertinya sudah dapat wanita yang sesuai kriterianya." Tunjuk Tuan Nam ke arah belakang Jinny.

Pemandangan yang membuat emosi Hyunjin seketika naik ke ubun-ubun, bagaimana si bajingan yang ditarget malah menangkap Jeongin, merengkuh pinggang kekasihnya. Para wanita yang semula mengerubung berusaha mencuri perhatian Christ, terpaksa menyingkir memberi space sang Tuan Muda Takegawa untuk membawa Jeongin ke lantai dansa.

Hyunjin meremat gelas wine hingga hampir retak.

Berani-beraninya.

Sudah menipu, sampai repot menyamar untuk membunuhnya, sekarang malah kurang ajar menyentuh Jeongin.

Sang bos mafia berdiri dari duduk. Raut wajahnya tidak terbaca. Sepertinya ia akan terang-terangan mencabut nyawa pria kurang ajar itu.

"Tu.. tunggu nona Jinny. Mau kemana?" Tuan Nam mencegah lengan Hyunjin.

"Ada sesuatu yang harus kulakukan." Ia berujar kelam hendak menuju kerumunan, namun tangannya masih ditahan.

"Jangan pergi. Kau sudah janji menemaniku." Pria itu memelas padahal Hyunjin sudah melayangkan tatapan mematikan. Dasarnya saja tidak bisa membaca situasi.

"Ada sesuatu di wajah anda." Desis Jinny.

"Huh? Memangnya ada----ugh!" Hyunjin melayangkan satu pukulan pada wajah Tuan Nam, membuat pria itu seketika menelungkup pingsan di kursinya.

Dikendalikan emosi, Hyunjin langkahkan kaki mendekat ke lantai dansa. Entah karena aura hitam menguar kental, atau memang rupa sang bos mafia saat itu sudah di tahap membahayakan, kerumunan wanita mendadak beringsut mundur dengan sendirinya, memberi akses pada Hyunjin melihat apa yang dilakukan Takegawa Christ di tengah sana.

Wajah pria berkacamata itu masih sama angkuh, namun sorot mata memandangi Jeonginnya dengan tatapan melecehkan.

Christ menyeringai.

Ia merengkuh pinggang Jeongin dengan satu tangan, sementara tangan yang lain tertaut pada jemari lentik pemuda itu. Kaki mereka bergerak seirama alunan musik.

Jeongin daritadi berusaha setenang mungkin. Ia tidak buta mengenali tatapan mesum dari Christ terus-terusan tertuju pada wajah dan belahan dada palsunya. Pemuda manis itu tetap mengikuti alur permainan agar Hyunjin tidak kesusahan. Senyum tipis terpaksa disunggingkan saat pinggangnya diremat, makin membuat Christ menyeringai.

"Kau pendiam ya..." Bisiknya di telinga Jeongin. Musik tetap mengalun, mengiringi liuk tubuh dua orang itu di lantai dansa. Lagi-lagi Moon Jane yang cantik hanya menanggapi seulas senyum. Rasa penasaran dan terpesona jadi satu, membuat Takegawa Christ mendekatkan wajah. Dada bidangnya yang tertutup kemeja dan tuxedo sampai menempel pada dada Jeongin.

"Kirei [cantik] ." Pria itu berucap tanpa sadar. Tangan nakalnya berpindah dari pinggang sempit Jeongin, turun memberi remasan pada pantat, membuat pemuda manis itu terkejut setengah mati.

Hyunjin sedaritadi mengawasi tanpa berkedip, sudah meremat pistol di balik saku dress merah marun yang dikenakan. Api hitam berkobar  makin pekat menandakan amarahnya sudah di ambang batas. Tinggal menunggu sedikit dipantik, api itu akan melalap habis sekelilingnya.

Beruntung. Belum sempat melangkah ke tengah sana, Minho sudah berdiri di sebelah Hyunjin, menahan pergelangan tangan sang Tuan. Ia yang didandani paling seksi untuk mendapat atensi Christ, malah kecolongan.

"Kendalikan dirimu, Hwang Jinny." Bisiknya tegas. Sang bos mafia hanya melirik Minho dari ekor mata, sementara tangan di dalam saku dress bergetar menahan emosi.

"Aku sudah putuskan."
Musik berhenti mengalun, tepat saat posisi Christ menyangga badan Jeongin membuat wajah pemuda manis itu tepat di bawah wajah sang Tuan muda Takegawa.

"Aku mengumumkan sebelumnya, tujuan pesta ini digelar untuk menemukan kandidat wanita yang akan kubawa ke Italia."

Perasaan Jeongin tidak enak begitu mendengar kalimat tersebut. Pun seringai menjijikan pada wajah di depannya.....membuat bulu kuduk meremang ngeri. Ia masih berusaha tenang ketika tatapan Christ menghujam.

"Setidaknya katakan sesuatu sebelum kita berangkat malam ini...nona." Ujarnya tanpa memutus pandangan dari Jeongin.

Dengungan-dengungan para wanita timbul, sebagian besar menggumam iri dan tidak terima. Mereka datang kesini sengaja berdandan glamour untuk merebut perhatian Takegawa agar dibawa ke Italia, menikmati kemewahan. Namun tanpa mengerahkan banyak energi, yang 'beruntung' mendapat kesempatan tersebut adalah Moon Jane alias Yang Jeongin.

Belum hilang kekagetan akibat pengumuman barusan, Takegawa Christ tiba-tiba menelusupkan kepala ke bawah wajah Jeongin, dengan kurang ajar menghisap dan menggigiti leher putih pemuda manis itu dihadapan semua yang hadir. Jeongin kaget setengah mati menerima perlakuan tersebut, segera mendorongnya menjauh. Namun Christ makin mengeratkan cengkeraman pinggang.

Hisapan pada leher Jeongin berhasil terputus karena seseorang menyeruak di antara mereka.

Itu Kanako Mei. Dia mendorong Christ menjauh dari Jane. Tangan kurus dihiasi kuku panjang bercat merah sudah bertengger pada leher pemuda manis itu, mencekik.

"Aku menunggu kesempatan ini lama!" Teriaknya menggila di depan wajah Jeongin sembari mengeratkan cekikan. "Tiga tahun aku melayani anda, berkali-kali terpaksa menggugurkan calon anak yang tidak anda inginkan, tapi kenapa anda selalu memilih jalang lain untuk diajak bersenang-senang?! Kuso Takegawa!!! [Takegawa bajingan!!!]" Kali ini tatapan nyalang Kanako tujukan pada Christ.

"Kanako san, aku peringatkan kau.." Christ yang dipermalukan di depan umum wajahnya sudah mengeras. Ia hendak menarik tangan Kanako yang mencekik Jeongin, namun malah ditodong pisau steak. Pria itu terpaksa mundur, kalah oleh marahnya seorang wanita.

Jeongin berusaha mengais oksigen, sementara tangannya menahan pergelangan tangan Kanako agar tidak terlalu menyakitinya. Ia bisa saja menendang perut wanita itu, namun tidak tega setelah menangkap rentetan kalimat frustrasinya tadi. Di sisi lain, rasa pusing dan keringat dingin mengaliri pelipis. Trauma karena pernah dicekik oleh sang kakak sepupu agaknya naik ke permukaan.

Di antara kepanikan, Minho kalang kabut menelepon Seungmin dengan tangan bergetar. Penyebabnya....sang Tuan sudah tidak bisa dibendung lagi.

Sambungan telepon belum sampai pada Seungmin, Hyunjin mengibaskan lengan Minho yang menahannya. Hanya satu gerakan namun berefek luarbiasa. Pria itu terpelanting agak jauh ke belakang dengan kepala mendarat lebih dulu.

Hyunjin menyeruak keriuhan para wanita. Tanpa ampun ia tarik bagian depan dress seksi Kanako hingga nyaris robek memperlihatkan payudara. Tidak cukup sampai disana, Hyunjin benar-benar mendekatkan wajah wanita itu ke wajahnya hingga cekikan terlepas, sementara tangan yang satu dengan gesit menangkap tubuh limbung Jeongin.

"Jauhkan tangan kotormu dari milikku, jalang." Desis Hyunjin seraya melempar tubuh Kanako dengan mudah hingga terjengkang di atas meja. Orang-orang yang melihat kekuatan Hwang Jinny, menjauh panik. Tepat ketika ia mengeluarkan pistol, semua penerangan tiba-tiba padam. Minho berhasil menghubungi Seungmin detik-detik terakhir.

Kepanikan makin menjadi-jadi dalam ruangan gelap gulita. Takegawa Christ belum mencerna sepenuhnya apa yang terjadi, tiba-tiba merasakan tekanan benda keras pada dada kiri. Ujung hidung bersentuhan dengan seseorang entah siapa. Ia sudah akan beringsut mundur, namun ada tangan lain membekap mulut dan mengunci lehernya dari samping.

"Omae. Boku no ai, nani wo shiteirunda? [Apa yang sudah kau lakukan pada kesayanganku?] "

Christ dapat merasakan hembusan napas orang didepannya. Bulu kuduk pria itu mulai meremang. Ini bukan suara wanita lagi, melainkan suara kelam seorang pria menggunakan bahasa ibu nya. Suara familiar....ia pernah dengar. Tapi dimana?

"Kenapa diam? Tidak mengerti? Anak buahku bilang kau menggunakan bahasa Jepang saat mengambil senjata bukan?"

Ah....sekarang ia ingat, suara itu milik siapa.

"Kematian seperti ini terlalu mudah, setelah apa yang kau lakukan. Memanipulasi transaksi senjata, melecehkan milikku, aku sangat kecewa tidak bisa menyiksa mu lebih lama...Takegawa Christ."

Kedua kaki Christ melemas seketika. Ia berusaha menangkap bayangan Hwang Hyunjin dalam gelap, namun rasanya seperti bicara dengan hantu. Tidak ada rupa. Bibirnya gemetar ingin teriak minta tolong, namun peluru sudah lebih dulu meledakkan jantung.

DOR!

Keriuhan berubah tangisan di dalam ruangan tatkala suara pistol yang memekakan telinga terdengar nyaring.

Minho yang bertugas membekap mulut Christ, melempar tubuh si keparat ke arah Kanako Mei yang masih berusaha untuk bangun setelah tulangnya dibuat hampir patah oleh bantingan Hwang Hyunjin.

"Akh!!" Pekik wanita itu menerima tubuh berat Takegawa Christ. Belum usai kekagetan, dalam gelap ada yang memasukkan sesuatu ke sela buah dadanya.

Lima detik kemudian, lampu ruangan kembali menyala. Semua orang memekik histeris.

Penyebabnya sudah jelas.

Tubuh Christ bersimbah darah di atas meja menindih Kanako Mei.

Sementara pistol yang digunakan untuk membunuh, ada di dada wanita itu.

****

Hyunjin memandang langit kelabu di atas kepala, tidak memedulikan angin musim dingin mengigiti kulit. Tampaknya hujan akan turun sebentar lagi.

Ia dan Minho berhasil keluar dari pesta malapetaka tepat waktu, berhenti di taman samping gedung yang sedikit gelap. Histeria kepanikan sayup-sayup terdengar di belakang. Bodyguard sewaan Takegawa Christ yang berjaga diluar kecolongan karena Tuan mereka sudah meregang nyawa.

Sementara Minho menghubungi Jisung untuk menjemput mereka, sang Tuan tidak mengalihkan perhatian dari langit bergemuruh. Sama seperti gemuruh dada yang saat ini ia tahan. Wig gelapnya sudah dilepas, menampakkan surai hitam panjang hasil spray rambut yang dibubuhkan Yuta.

Tangan dingin terulur menyentuh pipi Hyunjin, membuat pria tersebut mau tidak mau mengalihkan perhatian pada pemuda dalam bopongan.

Jeongin masih dalam dandanan wanita, memandangnya dengan tatapan paling sendu yang pernah dilihat. Hati Hyunjin semakin remuk.

Jeongin paham, keterdiaman Hyunjin karena ia membiarkan tubuhnya disentuh Christ. Pemuda manis itu tersenyum kecut, siap menerima kemarahan sang kekasih setelah ini.

'Maaf, aku---'

"Kau tidak mengerti." Hyunjin memotong gumaman Jeongin, frustrasi. "Bahkan dengan keberadaanku disampingmu, aku tetap tidak bisa melindungimu. Aku--"

Jeongin tidak membiarkan Hyunjin menyelesaikan kalimat. Kedua tangannya mengalung pada leher sang kekasih. Manik rubahnya berubah teduh.

'Kau selalu menjagaku. Tolong jangan bicara seperti itu lagi.' Gumam Jeongin tersendat. Ia agak kesulitan bicara setelah mendapat cekikan tadi.

Awan kelabu tidak mampu membendung muatan lagi. Akhirnya hujan turun membasahi mereka berdua. Tatapan Hyunjin tidak lepas dari wajah manis dalam bopongan. Ia mengecup pelan bibir sang kekasih. Manik tajam sang bos mafia kemudian turun pada leher putih Jeongin yang terdapat tanda, hasil perbuatan si keparat Christ.

Tanpa berkata apa ia menunduk, menghisap bagian ungu pada leher Jeongin. Pemuda manis itu memejamkan mata, menikmati bagaimana sensasi gigitan lembut dari sang Kekasih membuat tubuhnya melemas seketika. Tanpa sadar jemari lentik Jeongin meremat rambut belakang Hyunjin.

Pria itu menyelesaikan pekerjaan menumpuk tanda dari si bajingan dengan tanda baru yang dibuatnya. Ia memandangi wajah basah Jeongin akibat tetesan air hujan yang jatuh dari helai rambutnya. Mereka berdua tersenyum.

"Kita lanjutkan di rumah....Ai." Ujar Hyunjin berbisik. Wajah Jeongin memerah.

'Ai..?'

Sang bos mafia mengangguk.
"Panggilan sayang untukmu."

Pemuda manis itu tersenyum malu, tidak menyangka akan dapat panggilan sayang khusus dari sang kekasih.

'Kak...'

Hyunjin memberi atensi penuh pada Jeongin, menunggunya menyelesaikan kalimat.

'Rambut hitam sangat cocok untukmu. Aku suka.'

****


Secuil cuplikan dari the sutradara, otak kekacauan, pencetus ide penyamaran chapter 16.
Behind the scene di balik kericuhan suasana pesta.

Felix mendapat telepon dari Minho perihal senjata-senjata curian ada di dalam gedung. Setelah memutus sambungan, ia menepuk bahu Jisung yang sibuk memata-matai situasi dengan teropong.

"Mereka sudah menemukan senjatanya."

Jisung mengangguk. Setelah menutup pintu mobil, dua orang itu bergerak bagai bayangan dalam kegelapan.

Mereka dengan lihai melompati tembok halaman. Penjagaan ketat hanya dilakukan di lobi depan. Sementara mereka memiliki akses bebas keluar masuk macam pencuri lewat tembok samping.

"Kita tidak pakai ini?" Jisung mengangsurkan penutup kepala hitam pada Felix.

"Tidak usah aneh-aneh. Kau ingin digebuki memakai itu ha?" Ujar Felix melengos.

Mereka menarget satu jendela besar paling ujung bangunan, dekat koordinat tempat senjata berada. Jisung mengeluarkan peralatan pertukangan miliknya, mengutak-atik jendela dengan mudah.

Beruntung, jendela tertutup oleh tirai merah kelam, sehingga mereka bisa mengintip sejenak. Takut jika ada orang di dekat sana.

Keriuhan pesta menyambut begitu mereka sudah di dalam. Namun dua orang itu segera melesat ke tujuan karena kebetulan tidak ada yang memperhatikan sisi kanan bangunan.

Di pinggir lorong sesuai arahan, tampak lima peti kemas yang harus di angkut keluar. Felix memelototi benda-benda itu. Susah payah menggotong Minho, sekarang harus mengangkat benda berat lagi?!

"Cepat!" Jisung memberi kode untuk membawa peti. Mereka segera menggotong satu persatu melewati jendela tadi.

Wanita dengan dress hijau selutut alias Minho sudah berdiri berkacak pinggang dekat jalan menuju lorong untuk menyamarkan penyelundupan yang mereka lakukan sembari mengawasi keriuhan.

Dua-tiga kali angkut, mereka berhasil memindahkan empat peti berkat penjagaan Minho.

Namun saat memindahkan peti terakhir, si Rena Wang sudah menghilang. Jisung mengangkat bahu, cuek.

Mereka sudah akan mengangkut peti-peti yang sudah berada di luar gedung ke mobil, saat Jisung menepuk dahi, panik.

"Kita melupakan sesuatu!" Desisnya.

"Hah? Apa???" Felix tidak kalah panik, memandang Jisung dengan tatapan penasaran.

"Kita lupa dengan semua makanan di dalam!"

Pria bersurai perak itu menatap datar rekannya, namun tak urung ia keluarkan dua wig ikal berwarna cokelat sebagai penyamaran dan masuk lagi lewat jendela untuk... makan.

Meja panjang penuh makanan enak di pojok, tidak tersentuh. Entah apa yang para wanita lakukan berkerumun di tengah sana, Jisung dan Felix tidak ambil pusing. Mereka mengambil piring kosong, mengisi dengan berbagai makanan dan menggelinding ke bawah meja, mulai makan.

"Ayamnya enak sekali." Ujar Jisung dengan mulut penuh. Namun ia berhenti sesaat dari kegiatan mengigiti paha ayam saat mendengar keributan di luar.

"Ah....  paling Tuan sudah mulai buat masalah. Yah... habis." Jawab Felix menjilati piringnya hingga bersih.

Tiba-tiba lampu ruangan mati. Kepanikan yang terjadi makin pekat. Saat orang-orang berhamburan di tengah kegelapan, mereka berdua keluar dengan senang, meraup apapun yang bisa diambil dari meja hidangan.

Di tengah euforia makan gratis tersebut, Felix salah mengira batang lilin sebagai makanan.

"Sial." Ujarnya sembari melepehkan lilin yang sempat dikunyah.

DOR!

Suara tembakan adalah puncaknya. Mereka bergegas memasukkan makanan ke dalam kantung yang dibawa, lalu kabur lagi lewat jendela.

Tepat saat lampu kembali menyala, mereka sudah lenyap. Menyisakan meja makan yang tandas tak bersisa.

****

yyoursweetjjj note:
Hayo siapa yang bener nebak dress mereka? itu saya yang ngusulin dress buat mereka hehe (●′ω'●)

Sehat selalu ya, semoga bisa ketemu lagi di bulan februari pai pai~
(o・・o)/

Ayusa note:
Mulai next chapter alurnya akan lebih cepat ya. Diusahakan update lebih sering biar segera tamat 😁

Nggak bosen aku ngucapin makasiii banyak buat temen-temen udah mau baca dan nungguin book ini. Semoga bisa menghibur kalian~
See ya 🤗❤️

Continue Reading

You'll Also Like

2.6K 81 20
Tentang hidup San dan Wooyoung setelah tak bertemu 2 tahun lama nya. Akankah perasaan mereka masih sama? Apa masih menyukai satu sama lain? Atau suda...
173K 31K 35
(c o m p l e t e d ) no matter how good you are, you're evil in someone's story. { bxb; angst!; chanjin; jeonglix; minsung } ©soursome, 2019.
30K 1.3K 29
bottom!Seonghwa / Seonghwa centric Buku terjemahan ©2018, -halahala_
8.9K 1.1K 14
"When dreams come true and grow with the love of one from my Lord," Thanks for 23 years, a wonderfull breath for me.