Senja Untuk Ayana [✔] - Na Ja...

By Nafelluve

11.4K 3.7K 1.4K

Jatuh hati pada Senja itu sekaligus patah hati. Karena kita tahu Senja hadir namun sudah diatur untuk pergi. ... More

Cast -- Senja Untuk Ayana [✔]
Tebak Karakter Setiap Cast [?]
Ulang Tahun Ayana [1]
Timbul Keraguan [2]
Pekerjaan Tambahan [3]
Senja Tidak Sedang Baik - Baik Saja [4]
Senja Semangat! [5]
Antara Ayana dan Haikal [6]
Cinta dan Persahabatan [7]
Hilangnya Keraguan [8]
Masalah Baru [9]
Mulai Terbongkar [10]
Tak Di Restui [11]
Mengejar Maaf Ayana [12]
Bantuan Dari Jinan [14]
Luapan Perasaan Haikal [15]
Melawan Restu [16]
Dia Juga Tahu Segalanya [17]
Penyesalan Seorang Ibu [18]
Langit Senja [19]
Semakin Parah [20]
Papa Menyesal [21]
Sebelum Kejadian [22]
Matahari dan Senja Telah Menghilang [23]
Moment Senja dan Ayana
Tangan Senja [24]
Pertemuan Memilukan [25]
Antara Senja dan Haikal [26]
Ayana Harus Kuat [27]
Bertahanlah, Ja! [28]
Saat Terhancur [29]
Selamat Tinggal, Senja [30]
Depresi [31]
Dia Haikal, Bukan Senja [32]
Akhir Sebuah Kisah [33]
Ucapan Terima Kasih

Persaudaraan Yang Membaik [13]

203 92 37
By Nafelluve

- Senja Untuk Ayana -

Dua hari berlalu sejak Senja tidak lagi mampu menemui Ayana. Kini pria berwajah tampan itu terlihat tengah bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Meski semangatnya sudah tidak lagi ada, tapi Senja harus tetap menjalani aktifitasnya karena itu juga sudah menjadi tanggung jawabnya. Senja tidak mungkin meninggalkan pekerjaan yang telah ia jalani dengan susah payah begitu saja. Dan lagi Senja juga harus tetap mengumpulkan uang agar bisa melamar Ayana.

"Akh!" Senja jatuh terduduk di tepian ranjang saat tiba-tiba saja kepalanya berdenyut sakit. Senja menggelengkan kepala berusaha untuk mengusir rasa sakitnya. Dengan cepat Senja mengambil beberapa lembar tissu saat dirasa hidungnya mulai kembali mengeluarkan darah. Pandangannya semakin berputar sehingga membuat perutnya terasa begitu mual. Terlihat Senja tengah berusaha untuk berjalan ke arah kamar mandi meski sedikit sempoyongan. Perutnya terasa seperti di aduk-aduk dan ia ingin memuntahkan isi perutnya di dalam kamar mandi.

Bruk!

"Bang!" Jinan yang saat itu menerobos masuk ke dalam kamar Senja sontak begitu terkejut saat melihat sang kakak sudah jatuh lemas di depan pintu kamar mandi. Dengan perasaan yang begitu khawatir Jinan segera membantu kakaknya untuk bangkit. Perlahan namun pasti Jinan mencoba untuk membaringkan tubuh sang kakak diatas ranjang.

"Buka matamu! Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?" Jinan jelas panik karena tidak tahu apa yang bisa ia lakukan. Kedua tangannya terus berusaha mengguncang tubuh Senja dengan harapan kakak laki-lakinya itu mau membuka kedua matanya.

"Bang, buka matamu!" Kembali Jinan mengguncang tubuh Senja perlahan. Jinan terlihat mulai menghembuskan napasnya lega saat kedua kelopak mata Senja mulai terbuka sedikit demi sedikit. Tatapan mata Jinan kini bertemu dengan mata Senja. Tergurat rasa khawatir dan juga takut dari tatapan mata Jinan.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Jinan khawatir. Tanpa rasa ragu sedikitpun Jinan mengambil tissu dan membersihkan noda darah yang keluar dari hidung Senja. Jinan juga mengusap keringat dingin yang membasahi kening kakak laki-lakinya. Senja tersenyum tipis karena merasa begitu bahagia atas perhatian yang di berikan Jinan untuknya.

"Aku baik-baik saja Ji. Terima kasih." Senja berucap lirih. Tangan kanan Senja beralih mengambil sebotol obat yang ia sembunyikan di balik bantal. Senja mengambil sebutir obat dan mulai menegaknya dengan segelas air putih yang di berikan oleh Jinan. Senja tahu semakin lama rasa sakit dalam dirinya semakin menjadi-jadi dan seolah sudah menguasai tubuhnya. Tapi ia juga tidak ingin menyerah begitu saja karena ada Ayana yang harus ia perjuangkan di dalam hidupnya.

"Kenapa kau tidak pernah mengatakannya? Kenapa? Kau sakit dan kau menyimpan semua ini sendirian. Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu penyakit apa yang kau derita selama ini. Kenapa? Seharusnya kau mengatakan semua ini pada Papa dan Mama." Jinan yang sudah tidak sanggup lagi akhirnya memilih untuk meluapkan apa yang tengah berputar-putar di dalam kepalanya.

"Bagaimana kau bisa tahu Ji?"

"Kau tidak perlu tahu. Yang pasti aku sudah tahu apa yang kau derita selama ini. Sekarang katakan padaku! Apa penyakit itu tidak bisa di sembuhkan? Kenapa aku tidak pernah melihatmu berobat sama sekali? Apa kau hanya meminum obat-obatan ini? Apa obat-obatan ini bisa membuatmu sembuh?" Begitu banyak pertanyaan yang Jinan lontarkan untuk Senja. Jinan merasa sangat khawatir dan ia ingin mengetahui semuanya. Setidaknya jika ia tahu, ia bisa membawa kakak laki-lakinya itu untuk melakukan pengobatan.

"Ji, tolong jangan pernah menceritakan tentang semua ini pada Papa dan juga Mama. Mereka hanya akan semakin membenciku karena penyakit yang aku derita ini. Mereka akan semakin menganggapku sebagai beban, jadi tolong jangan pernah katakan apapun pada mereka. Cukup kau saja yang tahu tentang semua ini Ji." Jinan hanya terdiam. Kedua matanya tidak pernah luput dari wajah pucat Senja.

"Penyakit apa sebenarnya yang kau derita ini?" Tanya Jinan penasaran.

"Koarktarsio Aorta. Penyakit ini adalah penyakit kelainan jantung bawaan yang sudah aku derita sejak masih kecil. Karena tidak pernah mendapatkan pengobatan, akhirnya penyakit ini semakin menjadi dan bertambah parah seiring dengan bertambahnya usiaku. Sepertinya penyempitan pada aorta abang sudah semakin parah Ji." Jinan benar-benar terkejut hinga kedua matanya kini berkaca-kaca. Selama ini Senja menderita penyakit yang mematikan dan ia sama sekali tidak mengetahuinya.

"Pengobatan seperti apa yang bisa di lakukan? Aku punya banyak uang tabungan dan kalau masih kurang aku juga bisa menjual mobilku. Kau harus sembuh. Tolong kau harus sembuh." Jinan akhirnya menangis. Tangan kanan Jinan kini meraih tangan Senja dan menggenggamnya. Seandainya saja ia tahu lebih awal, mungkin ia masih bisa membantu Senja melawan penyakitnya.

"Tidak ada gunanya Ji. Kau simpan saja uang itu untuk masa depanmu kelak. Aku akan baik-baik saja, jadi kau jangan terlalu khawatir." Terlihat setitik air mata juga berhasil lolos dari sudut mata Senja. Tangis Jinan semakin pecah hingga pada akhirnya ia menundukkan tubuh guna memeluk tubuh Senja yang terbaring diatas ranjang besarnya.

"Maafkan aku. Selama ini aku tidak pernah peduli padamu. Aku justru selalu menyusahkanmu dengan meminta ini dan itu. Tolong maafkan aku bang. Aku tahu tidak ada gunanya minta maaf padamu sekarang, tapi aku benar-benar menyesal. Kau begitu menyayangiku dan aku tidak pernah sedikitpun membalas kasih sayangmu. Mulai sekarang biarkan aku yang menjagamu. Aku tidak ingin kau semakin kesakitan, jadi berhentilah bekerja." Jinan menjauhkan tubuhnya dan menatap penuh harap ke arah sang kakak. Jinan mendesah kecewa saat melihat Senja justru menggelengkan kepalanya.

"Tidak Ji, aku harus tetap bekerja. Aku harus mengumpulkan uang untuk melamar Ayana. Mungkin inilah tujuan akhirku Ji, jadi aku tidak mungkin berhenti di tengah jalan begitu saja. Aku akan menyesal nanti jika aku tidak bisa melamar Ayana. Tolong kau doakan saja aku Ji." Jinan mengusap air matanya kasar. Ia merasa begitu iba pada sang kakak, tapi ia juga tidak bisa melarang jika memang ini adalah keinginan terakhir kakak laki-lakinya.

"Baiklah, tapi jangan menolak kalau aku berniat membantumu. Hari ini lebih baik kau istirahat saja dulu Kak. Hubungi temanmu itu dan katakan kalau kau masih tidak bisa bekerja hari ini." Senja tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Jika seperti ini, terlihat jelas jika Jinan sangat menyayangi dirinya.

"Tunggu disini! Aku akan meminta Bibi untuk membuatkan bubur untukmu. Tetap berbaring seperti ini dan jangan banyak bergerak. Aku akan segera kembali." Sekali lagi Senja menganggukkan kepala. Ia merasa begitu bahagia melihat perubahan pada diri Jinan. Meski baru sekarang Senja merasakan kasih sayang dari adik satu-satunya yang ia miliki itu, ia tetap merasa begitu bahagia.

.
.

Ayana membuka kembali toko rotinya setelah dua hari ia memutuskan untuk tutup dan beristirahat di rumah. Ini bukan berarti rasa sakit dan kecewa di hati Ayana sudah sembuh, tapi ia merasa tidak enak pada Alenha jika terus menutup toko rotinya. Bagaimana juga Alenha bekerja bersamanya dan ia tidak boleh bersikap egois. Jika ia terus mengurung diri di dalam kamar, maka Alenha tidak akan bisa bekerja dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhannya.

"Ayana, kau yakin baik-baik saja? Wajahmu terlihat begitu pucat. Kedua matamu juga begitu sembab. Bahkan tubuhmu terlihat lebih kurus dari tiga hari yang lalu. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?" Alenha sedari tadi memang terus memperhatikan Ayana. Melihat kondisi fisik Ayana yang begitu menyedihkan membuat Alenha yakin kalau ada sesuatu yang telah terjadi. Terlebih Ayana juga terlihat lebih banyak melamun, tidak seperti biasanya yang begitu cerewet.

"Aku baik-baik saja. Selama dua hari ini aku hanya merasa tidak enak badan." Tutur Ayana yang jelas merupakan sebuah kebohongan. Ayana mengalihkan pandangan mata ke arah ambang pintu dan menemukan Haikal baru saja masuk ke toko roti miliknya masih dengan mengenakan seragam barista yang membalut tubuhnya.

"Kau tidak perlu terus-terusan datang kemari. Apa di cafe tidak ada pengunjung? Lagipula aku baik-baik saja, jadi jangan khawatir." Ayana mencoba untuk menyunggingkan senyuman dengan harapan Haikal mau mempercayainya dan berhenti khawatir padanya. Sejak Ayana membuka toko tadi pagi, Haikal hampir tiap jam datang menemuinya hanya untuk memastikan keadaannya baik-baik saja. Karena Ayana yang memang tidak bisa di hubungi selama dua hari ini membuat Haikal tidak bisa untuk tidak khawatir. Apalagi Ayana tidak mau menemui Haikal saat pria tampan itu berkunjung ke rumahnya.

"Melihatmu seperti ini apa bisa di katakan baik-baik saja? Aku sudah mengenalmu sangat lama Ayana, jadi kau tidak bisa berbohong padaku. Mungkin kau bisa berbohong pada orang lain, tapi tidak denganku. Sekarang lebih baik kau katakan saja semuanya. Aku tahu ini pasti ada hubungannya dengan Senja bukan? Setelah hari itu kau mengatakan ingin bertemu dengan keluarga Senja, kau jadi seperti ini. Katakan padaku apa yang sebenarnya!" Ayana menundukkan kepala saat Haikal melancarkan tatapan penuh tuntutan padanya.

"Aku sudah mengakhiri hubunganku dengan Senja." Lirih Ayana yang sukses membuat Haikal dan juga Alenha terkejut saat mendengarnya.

"Apa? Bagaimana mungkin?" Kembali Haikal melontarkan sebuah pertanyaan yang memang rasanya sedikit tidak masuk akal. Ayana dan Senja saling mencintai, jadi rasanya tidak mungkin jika hubungan keduanya berakhir begitu saja. Hal itu semakin membuat Haikal yakin kalau memang ada hal besar yang telah terjadi pada Ayana dan juga Senja.

"Aku yang sudah mengakhiri hubungan kami secara sepihak." Ayana semakin menundukkan kepalanya berusaha menyembunyikan air mata yang sudah jatuh membasahi kedua sisi wajahnya. Alenha yang tidak tega akhirnya memeluk tubuh Ayana dari samping berusaha untuk membuat Ayana sedikit lebih tenang.

"Kenapa kau harus mengakhirinya jika kau juga akan terluka pada akhirnya? Kau sangat mencintai Senja bukan? Kau pasti mengambil keputusan disaat emosimu sedang panas. Dengarkan aku Ayana, keputusan yang kau ambil disaat kau sedang di kuasai oleh amarah bukanlah keputusan yang benar. Suatu saat nanti kau pasti akan menyesali hal itu. Lihatlah dirimu! Kau tampak begitu menyedihkan karena keputusan yang telah kau buat sendiri." Ayana hanya bungkam. Terlihat ia tengah mengalihkan perasaannya dengan memainkan kuku-kuku jarinya.

"Apa alasanmu sebenarnya?" Tuntut Haikal lebih lanjut.

"Orang tuanya tidak menyukaiku. Mereka tidak merestui hubungan kami hanya karena aku anak dari tukang pembuat roti. Aku tidak bisa mendengar ada yang menghina dan merendahkan ibuku, jadi aku segera mengakhiri hubunganku bersama Senja. Tidak mungkin bukan terus melanjutkan hubunganku setelah semua penghinaan yang di berikan oleh ayah Senja pada ibuku?" Haikal terdiam sejenak mencoba untuk tetap berpikir jernih. Ternyata masalah di balik kesedihan Ayana cukup besar dan rumit.

"Lalu bagaimana dengan Senja? Apa yang dia lakukan saat melihat ayahnya merendahkanmu? Aku sangat yakin Senja tidak akan tinggal diam mengingat seberapa besar dia mencintaimu." Mendengar hal itu, Ayana menarik nafas panjang-panjang dan menghembuskannya perlahan.

"Senja memang melawan ayahnya waktu itu. Dia juga mengatakan kalau dia akan tetap mencintaiku meski tanpa persetujuan orang tuanya. Tapi tetap saja, aku sudah terlanjur kecewa karena perkataan ayah Senja. Aku tidak bisa berpikir panjang saat itu. Aku melampiaskan semua rasa kecewaku pada Senja. Aku bahkan mengusirnya saat dia mencoba untuk menemuiku di rumah." Giliran Haikal yang terlihat menghela napasnya. Haikal memang menyukai Ayana, tapi bukan berarti ia juga merasa senang saat melihat hubungan Ayana dengan Senja berakhir. Sebisa mungkin Haikal akan mencoba untuk membantu Ayana kembali pada Senja karena hati dan cinta Ayana memang untuk Senja.

"Lalu setetelah itu apa Senja kembali menemuimu?" Alenha pada akhirnya menyuarakan rasa penasarannya masih dengan tangan yang bergerak teratur mengusap lengan Ayana yang berada di dalam pelukannya.

"Entahlah. Sejak aku menyuruhnya pergi hari itu, dia sama sekali tidak pernah lagi terlihat. Aku memang terus memintanya untuk tidak muncul di hadapanku, jadi mungkin dia memang sudah tidak akan lagi muncul di hadapanku. Iya, dia pasti benar-benar menjauhiku sekarang." Ayana tersenyum miris sedikit menyesali perkataannya sendiri waktu itu. Haikal benar, Ayana semakin terluka karena keputusan yang telah dibuatnya sendiri.

"Selamat siang." Ketiga insan yang saat itu tengah berada di dalam toko sontak mengalihkan pandangan mata mereka ke arah pintu masuk. Seorang pria tampan bertubuh jangkung baru saja memasuki toko dan kini tengah berjalan lurus menuju ke arah Ayana. Pria itu tersenyum saat sudah berada di hadapan Ayana.

"Kak Ayana bukan?" Ayana hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali. Haikal yang saat itu berdiri di dekat Ayana sontak berpindah tempat menjadi di depan Ayana. Haikal tidak pernah melihat ataupun mengenal pria tampan itu, jadi naluri menyuruhnya untuk melindungi Ayana.

"Kenapa kalian menatapku seperti itu? Aku bukan orang jahat. Perkenalkan, namaku adalah Jinan. Aku adalah adik laki-laki dari Senja." Terlihat Ayana, Haikal dan juga Alenha terkejut saat mendengarnya. Senja memang pernah menceritakan tentang adiknya pada Ayana, tapi Ayana sama sekali tidak pernah tahu seperti apa sosok adik kandung Senja. Ia bingung, apa alasan Jinan saat ini berada di toko rotinya.

"Aku datang kemari karena aku ingin bertemu dan mengenal calon kakak iparku. Bang Senja bilang dia akan segera melamar seorang gadis, jadi aku merasa begitu penasaran dan memutuskan untuk menemuimu langsung disini. Bagaimanapun juga kau akan menjadi kakakku sebentar lagi. Aku senang karena selama ini aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya punya saudara perempuan. Kak, semoga kau tidak kerepotan punya adik sepertiku." Jinan tersenyum lucu. Ada perasaan hangat yang Ayana rasakan saat Jinan kini meraih tangannya dan menjabatnya.

"Kau tahu Kak? Selama ini aku begitu penasaran seperti apa sosok gadis yang sukses membuat bang Senja jatuh cinta. Ternyata kau adalah gadis itu. Sekarang aku tidak heran kenapa abangku bisa tergila-gila padamu. Dia sangat mencintaimu. Bahkan setiap hari yang dia bicarakan hanya dirimu. Aku senang pada akhirnya kalian berdua akan semakin mempererat hubungan kalian ke jenjang yang lebih serius." Ayana masih bungkam karena tidak tahu harus merespon seperti apa.

"Em, apa aku boleh mencoba roti buatan ibumu? Aku dengar roti dan kue yang dibuat oleh ibumu sangat lezat. Aku jadi ingin mencobanya." Ayana dengan cepat menganggukkan kepalanya. Ayana memberi isyarat pada Alenha untuk mengambil beberapa potong kue untuk Jinan. Sementara Ayana masih tidak bisa meluputkan pandangan matanya pada sosok adik laki-laki Senja. Dia sangat hangat dan baik, sama seperti Senja.

"Terima kasih." Ujar Jinan setelah menerima satu piring berisi berbagai macam roti dan juga kue.

"Em, semoga kau menyukainya." Jinan mengangguk. Jinan mengambil tempat duduk dan mulai lahap menyantap roti dan kue yang di berikan oleh Ayana. Tujuannya datang ke tempat ini memang untuk membantu Senja mendapatkan kembali semangat hidupnya. Tidak masalah jika ia harus berbohong dan sedikit mengarang cerita. Semua itu ia lakukan demi kakak laki-lakinya, Senja.

To be continued.

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 121K 37
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
702K 62.2K 54
⚠️ BL LOKAL Awalnya Doni cuma mau beli kulkas diskonan dari Bu Wati, tapi siapa sangka dia malah ketemu sama Arya, si Mas Ganteng yang kalau ngomong...
351K 38.2K 40
Versi buku bisa dibeli di Shopee Lunarbooks.id "Tidak ada yang lain selain kamu, dan tak ada satu kata pun yang cukup untuk menggambarkanmu." -Albirr...
2.2K 443 6
Asmaraloka series 1 Short story by Melody Dari hati yang paling dalam, melewati perasaan yang terpendam dalam. Melalui aksara, cerita tawa, dan duka...