Oneshoot [SingtoKrist]

By magiew_

3.4K 162 26

Kumpulan oneshoot Peraya Cast: Singto Prachaya Ruangroj Krist Perawat Sangpotirat ⚠️ bxb, boyslove, homo, LGB... More

30 Hari
Unexpected
I Got You [21+]

Hadiah Untuk Ayah

591 34 4
By magiew_

Brurb:

Takdir tengah mempermainkan mereka, seakan sedang menari diatas tangisnya.

__________

Pagi menyongsong bumi, mentari mulai berpijak pada tempatnya. Cahaya terang menembus tirai putih dan mengusik seorang pria yang masih tenggelam dalam mimpi. Perlahan ia membuka mata, menerjap untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Kepalanya masih berdenyut sakit, efek alkohol yang ia tenggak hingga tak sadarkan diri.

Setelah cukup lama mengumpulkan kesadarannya, ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Mungkin air dingin dapat meringankan rasa sakit kepalanya.

Selesai dengan rutinitas pagi, ia bersiap untuk berangkat ke kantor, memakai kemeja, dasi, dan terakhir mengenakan jas dengan warna senada. Meskipun tanpa senyum yang menghiasi wajahnya, namun ia tetap terlihat sangat tampan.

“Selamat pagi tuan Singto, sarapan anda sudah siap.” Ujar bibi Nam—asisten rumah tangga.

Pria yang dipanggil Singto itu hanya mengangguk, kemudian berjalan ke meja makan. Mengambil posisi untuk duduk dan menyantap makanannya tanpa berkata sedikit pun.

“Maaf tuan, saya mau mengatakan jika tuan Krist sedang sakit, badannya demam tinggi.” Ujar bibi Nam lagi.

Singto hanya melirik kemudian melanjutkan makannya tanpa membalas apapun. Bibi Nam yang tidak mendapatkan jawaban apapun dari majikannya pun hendak pergi.

“Kau urus dia dan bawa dia ke rumah sakit, ini uangnya.”

Singto memberikan beberapa lembar uang diatas meja lalu ia pergi meninggalkan rumah tanpa berkata apapun lagi. Sedangkan wanita paruh baya itu langsung menuju kamar tuannya yang lain.

Bibi Nam membawa Krist ke rumah sakit diantar oleh supir. Setelah sampai, bibi Nam meletakkan tubuh Krist pada bangsal rumah sakit dan meminta dokter untuk memeriksa keadaan Krist.

“Keluarga pasien?” Tanya dokter pada bibi Nam.

“Saya asisten rumah tangga dok, ayahnya sedang sibuk dan dia sudah tidak memiliki ibu.”

“Baiklah. Sudah berapa lama pasien mengalami demam seperti ini?”

“Mungkin 3 atau 4 hari dok, tapi dia sempat sembuh dan bisa bersekolah. Tadi pagi tiba-tiba dia panas lagi.” Jelas bibi Nam sembari mengingat-ingat.

“Saya akan mengambil darahnya untuk uji laboratorium, karena dari gejala yang saya lihat, pasien mengalami demam berdarah. Tapi saya belum bisa pastikan sebelum mendapatkan hasil uji lab. Apa anda bersedia?”

“Lakukan apa saja asal dia bisa sembuh, dok.”

Suster mengambil darah Krist dan membawanya ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan suster yang lain tengah memasang selang infus pada lengan anak berusia 5 tahun itu.

“Tuan Krist kuat, tuan Krist harus sembuh, bibi akan selalu mendo'akan tuan.” Bisik bibi Nam pada Krist yang masih memejamkan matanya.

Tak terasa air mata mulai membasahi pipinya, ia merasa kasian pada anak yang tidak berdosa itu. Bagaimana seorang anak selalu diperlakukan dengan kasar oleh orang yang dipanggilnya 'ayah'. Krist sangat menyayangi ayahnya, bahkan ketika Singto membentaknya sekalipun ia tetep peduli padanya.

“Ayah marah pasti karena Krist nakal ya, bibi?”

Kata yang selalu diucapkan anak itu, padahal kenyataannya, Krist tidak melakukan kesalahan apapun. Dia dimarahi tanpa alasan, dibentak tanpa melakukan kesalahan, bahkan dipukul hanya karena tidak sengaja menumpahkan segelas susu ke baju Singto.

Sungguh malang nasib anak manis itu, orang yang melahirkannya meninggal saat berjuang untuk memberikan kehidupan padanya. Sedangkan orang yang membesarkannya dan satu-satunya orang yang dia punya malah tidak menganggap dia layaknya seorang manusia. Kenapa Tuhan tidak adil pada majikan kecilnya itu?

Lama menunggu, akhirnya dokter memberikan hasil uji laboratorium darah Krist. Sesuai dugaan, anak malang itu mengalami demam berdarah. Dokter menjelaskan tentang bahaya demam berdarah jika tidak tepat ditangani. Saat ini Krist membutuhkan donor darah karena trombositnya terus menurun.

Bibi Nam segera menghubungi Singto namun tidak pernah digubris, berkali-kali panggilan ditolak. Wanita paruh baya itu semakin cemas, ia tidak ingin terjadi sesuatu yang akan membahayakan nyawa majikan kecil yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Bibi Nam langsung meminta supir untuk mengantarkannya ke kantor Singto, ia harus bergerak cepat agar Krist cepat mendapat pertolongan.

“Saya ingin bertemu tuan Singto.” Ujar bibi Nam pada resepsionis kantor Singto.

“Apakah anda sudah membuat janji?”

“Belum, tapi saya asisten rumah tangganya, saya ingin memberikan kabar darurat.”

“Maaf, tidak bisa bu. Anda harus membuat janji terlebih dahulu jika ingin bertemu dengan Pak Singto. Lagipula, beliau sedang ada rapat penting dengan klien.”

“Tolong beri saya waktu sebentar saja, saya mohon, ini menyangkut nyawa anaknya tuan Singto.”

Dua resepsionis saling berpandangan, mereka tidak mengetahui jika Singto sudah memiliki anak. Bukankah bosnya itu belum menikah, lalu bagaimana dia bisa memiliki anak?

“Saya tidak punya banyak waktu, tolong izinkan saya bertemu dengan tuan Singto.”

“Saya akan coba menghubungi pak Singto, tapi jika beliau tidak mau menemui anda, kami tidak bisa melakukan apapun, bu.”

Bibi Nam hanya mengangguk dan berdo'a dalam hati agar Singto mau menemuinya sehingga ia bisa menjelaskan keadaan Krist saat ini. Tak lama resepsionis mempersilahkan untuk menemui Singto dalam ruangannya karena rapat telah usai.

Tok.. tok..

“Masuk.”

“Maaf tuan Singto, saya ingin meng—”

“Dia kenapa? Menyusahkan saja.”

Hati bibi Nam berdenyut sakit, bagaimana seorang ayah mengatakan itu pada anaknya sendiri? Sedangkan ia yang bukan siapa-siapa anak manis itu saja sangat sedih melihat keadaannya terbaring kritis di rumah sakit.

“Tuan Krist mengalami demam berdarah tuan, kondisinya sedang kritis saat ini dan dia membutuhkan donor darah dengan cepat, jika tidak dia akan—”

“Aku tidak bisa.”

“Tapi tuan—”

“Pergilah ke alamat yang aku kirimkan padamu dan minta dia mendonorkan darahnya. Dia bukan anakku.”

Bibi Nam sangat terkejut mengetahui fakta itu, pantas saja perilaku Singto pada Krist sangat kasar, ternyata anak manis itu bukan anak kandung majikannya. Bibi Nam memang baru bekerja di rumah Singto 4 tahun yang lalu sehingga ia tidak banyak tau tentang kejadian sebelum Krist dilahirkan.

Bibi Nam tidak mau membuang waktu, ia segera menuju alamat yang telah dikirim Singto padanya. Saat sampai, rumah itu terlihat sepi dan pintu pagar tertutup rapat. Apa tidak ada orang dirumah?

“Maaf ada sedang mencari siapa, ya?” Tanya wanita cantik yang baru keluar dari mobilnya.

“Saya mencari tuan Mike. Apa benar ini rumahnya?”

“Benar, Mike adalah suami saya. Ada perlu apa ya?”

Bibi Nam menjelaskan kronologinya secara rinci dan memohon pada wanita itu untuk menyuruh Mike menyumbangkan darahnya untuk Krist yang sedang Kritis. Wanita itupun segera menelepon suaminya dan mengatakan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh bibi Nam.

“Saya sudah menghubung suami saya dan dia sedang menanganginya.”

“Terima kasih. Terima kasih banyak, nyonya.”

Sedangkan ditempat lain, Mike mendatangi kantor Singto setelah mendapatkan telepon dari istrinya itu. Ia tidak peduli petugas keamanan yang sedari tadi meneriakinya karena masuk tanpa izin dan tanpa membuat janji. Tujuan utamanya hanyalah bertemu Singto.

Brak..

Suara pintu ruangan Singto dibuka dengan kasar oleh Mike membuat sang empu ruangan terlonjak kaget. Wajah Mike memerah melihat Singto yang masih santai di depan laptopnya saat tau kondisi Krist yang sedang kritis. Amarah Mike memuncak, ia mendekati Singto dan mencengkram erat kemeja pria tampan itu hingga badan Singto terangkat. Satu pukulan melayang dari tangan Mike.

“Bangsat! Kenapa kau memukulku?” Emosi Singto juga ikut tersulut saat Mike memukulnya.

“Karena kau layak mendapatkan itu, bajingan! Kau masih bisa duduk tenang disini saat Krist sedang kritis di rumah sakit?”

Singto tertawa kecil, “harusnya aku yang mengatakan itu? Kau masih bisa membuang waktumu disini saat anakmu sedang sekarat?”

Tangan Mike mengepal dengan keras hingga buku-bukunya memutih. Satu pukulan lagi melayang ke wajah tampan Singto, kali ini sangat keras hingga darah segar keluar dari hidungnya.

“Kau memang bukan manusia, Singto! Krist pasti sedang menangis di Surga karena mencintai orang sepertimu.”

“Jangan membawa Krist dalam masalah ini, dia tak ada hubungannya!”

“Kau bilang apa? Tidak ada hubungannya? Kau lupa jika Krist kecil lahir dari rahim Krist?”

“Aku tidak akan lupa. Karena dia, aku harus kehilangan Kristku. Aku sangat membencinya, aku membenci anakmu, Mike!”

Ujar Singto dengan nada membentak, emosinya tak lagi tertahan. Ia akan sangat marah jika mengingat kejadian itu, kejadian dimana nyawa Krist kekasihnya harus terengut untuk menyelamatkan bayi yang ada dikandungannya. Itu adalah penyebab Singto sangat membenci Krist kecil.

“Haha jadi selama ini kau mengira anak itu adalah anakku dengan Krist?” Mike tersenyum remeh kemudian mencengkram kembali kemeja Singto. “Bahkan aku tidak pernah menyentuh Krist sama sekali.”

“Apa maksudmu?”

Mike melepaskan cengkramannya dan menghela nafasnya kasar. Ia kembali mengingat kejadian enam tahun yang lalu saat Krist datang padanya untuk meminta tolong, penampilannya sangat kusut dan wajahnya memucat. Siapapun tak akan tega melihat keadaan Krist saat itu.

Flashback.
Enam tahun yang lalu.

Krist mengetuk rumah Mike dengan tenaga yang tersisa. Hujan mengguyur tubuhnya hingga basah kuyup, badannya bergetar kedinginan, wajahnya pucat pasi, Krist tidak bisa menunggu lebih lama lagi atau ia akan pingsan.

“Krist, kau kenapa malam-malam kesini? Astaga kau kehujanan, kau tidak membawa mobil?” Mike memberondong banyak pertanyaan saat membukakan pintu untuk Krist. “Kau kedinginan? Ayo masuk dulu, aku akan membuatkanmu teh hangat.”

Krist hanya menuruti perkataan Mike dan berjalan mengekorinya. Badannya masih bergetar karena kedinginan, ditambah lagi pakaian basahnya terasa lebih dingin saat terkena AC.

“Minum dulu agar badanmu lebih hangat, lalu keringkan rambutmu dengan ini agar tidak masuk angin.”

“Terima kasih, Mike.”

“Ya, sama-sama. Lalu, apa yang membawamu kemari hujan-hujan begini?”

Krist menatap Mike, bibirnya terasa keluh untuk berucap, ia tak yakin jika Mike akan mau membantunya. “Ehm... aku.. aku ingin... meminta bantuan padamu, Mike.”

“Bantuan apa?” Mike menatap bingung pada sahabatnya itu, tidak biasanya Krist bersikap gugup padanya.

“Mike... maukah kau menikah denganku?”

“Apa?” Ujar Mike dengan nada lantang karena terkejut, matanya terbebalak tak percaya. Tolong katakan bahwa Krist hanya bercanda.

“Mike, aku mohon padamu.”

“Krist, katakan padaku bahwa kau hanya bercanda. Iya, 'kan?”

“Aku serius, Mike.”

Mike menengguk ludahnya kasar, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa, lidahnya serasa keluh. Mike memang menyukai Krist tapi Mike tak pernah berharap lebih pada pria manis itu karena Mike tau, Krist hanya menganggapnya sebagai sahabat.

“B-bukannya kau pacaran dengan Singto?”

“Ya, tapi aku tidak bisa bersamanya. Kau tau, 'kan, papaku tidak pernah menyukai Singto.” Ujar Krist sembari menggigit bibirnya untuk menahan tangis yang berontak ingin keluar.

“Krist, jika kau benar-benar mencintai Singto, kau harus memperjuangkannya. Aku tau kalian sama-sama mencintai, kalian pasti bisa melewati semua ini.” Tutur Mike.

“Tidak bisa, Mike. Aku hamil anak Singto.”

“Apa?” Lagi-lagi Mike dibuat terkejut oleh ucapan Krist.

“Beberapa bulan lagi perutku akan membesar dan papa pasti akan tau jika aku hamil. Kau tau, 'kan, papaku orang yang sangat nekat, aku takut papa akan mencelakai Singto, aku tidak sanggup kehilangannya, Mike. Aku juga tidak mau menggugurkan anak ini, aku menyayanginya, bahkan sebelum aku bisa melihatnya hadir di dunia.”

Mike terdiam, ia tak bisa melakukan apapun. Rasa takut akan salah mengambil keputusan sedang menghantuinya. Ini adalah keputusan terbesar yang harus ia ambil dalam hidupnya dan resikonya juga tinggi.

“Lalu bagaimana dengan Singto? Apa dia tau kau hamil anaknya?”

“Tidak, dia tidak tau. Aku akan meninggalkannya dengan alasan aku sudah tidak mencintainya lagi dan aku akan menikah denganmu. Aku tau, dia pasti terluka, tapi itu lebih baik daripada dia harus menderita seumur hidup karena memperjuangkanku.”

“Kau yakin?”

“Aku sangat yakin. Aku akan melihat Singto bahagia nantinya, meskipun tidak bersamaku dan aku bisa memberikan kehidupan untuk anakku.” Krist tersenyum walau air mata menetes dari kedua mata indahnya. “Dan kau Mike, kau tidak perlu terikat dengan pernikahan ini, kau bisa menceraikanku kapanpun yang kau mau, kau bisa bersama orang lain. Hidupmu akan seperti biasanya, aku tidak akan mengganggumu.”

“Baiklah, aku akan menikahimu.”

Tubuh Singto limbung dan terjatuh ke lantai, kaki tak lagi bisa menopang tubuhnya, seluruh badanya terasa ngilu. Kenyataan yang baru ia dengar terasa sangat menyakitkan, hatinya bagai tersayat belati, air mata mulai bercucur deras dari kelopaknya. Jadi selama ini, anak yang selalu Singto perlakukan dengan kasar adalah anak kandungnya sendiri?

“Saat kau memergokiku bersama dengan wanita lain dan kau membawa Krist pergi, aku sangat bahagia. Akhirnya Krist telah kembali bersama cintainya dan anak itu akan mendapatkan kasih sayang dari ayah kandungnya. Tapi ternyata aku salah, kau malah menelantarkan anakmu sendiri dan membiarkannya kritis di rumah sakit.”

Ucapan Mike merenggut kembali kesadaran Singto setelah beberapa saat ia tenggelam dalam rasa bersalah. Singto segera mengambil mobilnya dan bergegas untuk pergi ke rumah sakit. Segala do'a ia panjatkan agar anaknya baik-baik saja, semoga ia masih memiliki waktu untuk memperbaiki keadaan.

“Tuan, tuan disini?” Ujar bibi Nam yang terkejut dengan kedatangan Singto.

“Bagaimana keadaannya?”

“Kata dokter kondisinya semakin menurun, tuan. Saya sudah mendatangi tuan Mike tapi beliau belum datang, tuan.”

Singto mendekati ranjang anaknya, hatinya terasa sakit saat melihat wajah pucat dengan infus ditangannya. Air matanya mulai berjatuhan, rasa bersalahnya mulai muncul kembali.

“Maafkan ayah, Nak. Kamu harus kuat, ya. Ayah akan menolongmu, kamu harus sembuh. Ayah sangat menyayangimu.”

Untuk pertama kalinya dalam hidup Krist kecil, ayah yang selama ini ia sayangi mengatakan bahwa ia juga menyayanginya dengan memanggil namanya. Sayang sekali anak manis itu tidak bisa mendengarkan yang Singto ucapkan.

Singto ingin keluar untuk memeriksakan darahnya tapi mengurungkan niatnya saat melihat Krist yang tiba-tiba kejang. Singto panik langsung berteriak memanggil dokter.

“Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi anak anda tidak bisa diselamatkan.”

“Tidak-tidak, kau bohong, 'kan? Katakan kau bohong. Anakku baik-baik saja, katakan!” Teriak Singto tak terima dengan kenyataan pahit yang di dengarnya.

“Maaf.” Ucap dokter sebelum akhirnya meninggalkan ruangan.

Hati Singto bagai tertancap ribuan anak panah, badannya semakin lemas, tenaganya terkuras habis, untuk berdiri saja ia tak mampu. Singto memeluk tubuh mungil yang tak bernyawa itu dan menangis dengan keras.

“Krist, jangan tinggalkan ayah, Nak. Ayah minta maaf, tolong kembali kepada ayah. Ayah sangat menyayangimu, Krist. Bangun, Nak.” Ucap Singto sambil tersenggal-senggal karena tangisnya.

“Kit, kau pasti marah padaku tapi aku mohon jangan ambil anak kita. Aku janji akan menjaganya dengan baik, aku akan menyayanginya, aku tidak akan menyakitinya lagi. Tolong Kit, kembalikan anakku.”

Singto masih setia memeluk anaknya, tangisnya tak berhenti, penyesalan terus mengiris hatinya. Sakit, rasanya sangat menyakitkan. Mengapa ia baru menyadari saat semuanya telah hilang. Baru saja Singto ingin memperbaiki keadaan tapi takdir mempermainkannya.

“Maafkan ayah, Krist.”

Singto memakai tuxedo berwarna hitam dengan menatap sebuah bingkai foto yang terpajang di kamarnya. Foto Singto dan Krist yang sedang mengandung buah cinta mereka. Air matanya tanpa tau diri kembali menetes.

Semua ingatan, semua kenangan, semua janji, berputar-putar dalam pikirannya seakan mengolok dirinya. Lihat bagaimana takdir mempermainkannya saat ini, seakan sedang menari dalam tangisnya.

“Kit, jika Mike meninggalkanmu, aku siap menggantikan posisinya. Aku siap bertanggung jawab atas anak dalam kandunganmu. Aku berjanji akan menjadi ayah yang baik untuknya. Dia tidak akan kekurangan kasih sayang, aku akan menyayanginya seperti anakku sendiri.”

Singto duduk bersimpuh karena kakinya tak sanggup lagi menopang berat tubuhnya. Air matanya terus menetes, ia menangis dengan kencang.

“Maafkan aku, Kit. Maaf aku tidak bisa menepati janjiku untuk menjaga anak kita. Maaf aku terlambat untuk menyelamatkannya. Kau pasti sangat marah padaku, 'kan? Sampai kau membawa anak kita pergi?”

“Singto, aku tau ini berat untukmu, tapi Krist harus segera dimakamkan.” Ujar Mike yang baru saja memasuki kamar Singto. “Ikhlaskan dia Sing, biarkan dia tenang disana bersama dengan papanya.”

Mike membantu Singto untuk berdiri dan membawanya ke tempat peristirahat terakhir anak manis itu. Singto tak bisa menutupi kepedihannya, ia masih tidak mau menerima kenyataan bahwa anaknya kini telah tiada.

Lima tahun lalu, Singto mengantarkan Krist ke tempat ini dan sekarang ia harus mengantarkan Krist yang lain untuk dikembalikan pada semesta. Sungguh ini sangat berat untuk Singto. Luka yang lama belum sembuh, tapi luka baru sudah tumbuh. Bagaimana ia bisa menjalani hidupnya lagi setelah ini?

Perlahan peti yang membungkus tubuh Krist tertimbun dengan tanah, bersamaan dengan itu, tangis Singto semakin pecah. Ia belum siap untuk melepas anak yang baru saja ia ketahui bahwa itu adalah anak kandungnya, buah hati dengan kekasihnya.

“Krist, kenapa kau meninggalkan ayah sendirian?”

Nisan telah tertancap, taburan bunga menghiasi makam yang basah itu. Nama Krist ada disana, untuk pertama kalinya, Krist mendapatkan nama panjangnya.

Krist Peechaya Ruangroj.

Sampai semua orang pergi meninggalkannya, Singto masih setia disana. Menangis, meraung, mengiba, diatas dua makam orang yang sangat dicintainya.

“Tuan, saya mau memberikan ini, hadiah dari tuan Krist untuk anda.” Ucap bibi Nam.

Singto mengusap air matanya sebelum mengambil sebuah kotak yang berukuran sedang berwarna biru muda dengan hiasan pita diatasnya.

Singto membuka perlahan kotak itu dan menemukan sebuah gantungan elektronik yang bisa mendeteksi keberadaan benda jika disambungkan dengan perangkat. Singto tau benda itu tidak murah, Krist dapat uang dari mana untuk membeli ini?

Bibi Nam menyerahkan sebuah video yang direkam dalam ponsel miliknya, jauh sebelum Krist sakit. Singto mengumpulkan niatnya untuk menonton video itu, meski hatinya tak mampu menatap anaknya sendiri.

Halo ayah. Happy birthday. Krist selalu berdo'a pada Tuhan biar ayah diberikan kesehatan, tidak sakit, tidak capek dan punya banyak waktu biar ayah bisa bermain dengan Krist. Krist ingin sekali bermain dengan ayah. Krist ingin dipeluk sama ayah. Krist ingin diantar sekolah sama ayah kayak teman-teman Krist. Krist juga ingin pergi ke pantai sama ayah. Tapi kalau ayah sibuk, tidak apa-apa, Krist akan menunggu ayah tidak sibuk lagi.

Ohya, Krist memberikan hadiah ini untuk ayah, bibi Nam yang membantu Krist untuk memilihkan, semoga ayah menyukainya. Krist membeli itu karena ayah sering lupa menaruh iPad, jadi biar ayah tidak susah mencari iPad ayah lagi. Ayah jangan marah ya, aku tidak mencuri uang ayah kok, aku menabung dari uang sakuku.

Ayah jangan sedih-sedih lagi, ya. Krist juga rindu papa, tapi Krist tidak menangis. Krist ingin ayah juga tidak menangis lagi, Krist tidak suka lihat ayah menangis. Kalau ayah sedih, nanti Krist belikan es krim, pasti sedih ayah akan hilang.

Ayah, Krist sayang sama ayah. Jangan marah-marah terus ayah, Krist takut. Krist akan berusaha jadi anak baik biar ayah bisa sayang sama Krist. Dadah ayah, muaahh.

Singto menangis histeris saat mendengar setiap kata yang keluar dari mulut anaknya itu. Dadanya terasa sesak, ia tak mampu menahan duka ini. Rasanya lebih menyakitkan berkali-kali lipat daripada ketika Singto kehilangan kekasihnya. Karena rasa sakitnya kini dibumbui dengan penyesalan.

Tuhan telah menghukum Singto atas apa yang telah dilakukannya. Tiada hari tanpa penyesalan, setiap menit yang bergulir membawa duka. Singto akan berumur panjang untuk merasakan detik-detik penuh luka. Semoga di kehidupan selanjutnya mereka betiga bisa menemukan akhir yang bahagia.

End.

Senin, 24 Januari 2022
10:04 WIB
2949 words

Continue Reading

You'll Also Like

155K 10.2K 27
Just Oneshoot of Chanbaek. ini bakalan bener bener random ada kalanya pacar. temen. sahabat. suami. rekan kerja. ya pokoknya Chanbaek always jadi Cas...
6.1K 1.5K 38
So-hyun itu cewek galak, makanya dijuluki macan betina. Sedang Eunwoo adalah cowok dingin yang irit bicara, sehingga dapat predikat manusia es. Takdi...
7.6K 621 10
YOU WHO HOLDS MY HEARTS it was hate at first sight And after couple of years? Somethings growing... an 8 part story!! BRIGERTON Inspired!!! kebencia...
3.7K 346 14
First kanaphan seorang pria berusia hampir kepala 3,ia sangat terobsesi oleh adik temannya Penasaran dengan ceritanya? Tunggu update terbaru ya