this chapter contains Agatha's curiousity.
***
"Tha, tolong ambilin susu."pinta Fajar pada Agatha.
Gadis yang memang berdiri di dejat tempat susu langsung mengambilkan untuk Fajar. Fajar saat ini tengah membuat sereal untuk sarapan.
Untuk dirinya sendiri.
Ya itu karena Agatha sendiri yang menolak dibuatkan.
Fajar melirik layar ponsel Agatha. Pasalnya gadis itu terlihat sangat serius membaca sesuatu di sana.
"Baca apa?" Fajar yang sudah sangat intin tau memutuskan untuk menanyakannya saja.
Agatha mendongak. Dengan cepat gadis itu menutupi layar ponselnya.
"Kepo."kata Agatha.
"Dih, nanya doang kali."jawab Fajar.
"Emang kenapa pengen tau?"tanya Agatha heran.
"Nanya doang. Bukannya pengen tau,"elak Fajar.
Agatha mengangguk-anggukkan kepalanya. "Gue berangkat duluan ya," Agatha berdiri dari duduknya dan beranjak keluar.
"Nggak sarapan lo?"tanya Fajar dengan berteriak.
"Gak."jawab Agatha simpel.
***
Seperti biasa Agatha berjalan menyusuri koridor sekolahnya dengan headset yang tersumpal di kedua telinga.
Sekolah belum terlalu ramai. Karena masih ada setengah jam lagi sebelum jam masuk.
"Patah hati banget gue, kak Fajar beneran pacaran sama Amanda. Huhuhuuuu,"
"Iya sama, huhu. Tapi di satu sisi gue setuju sih, kalo Amanda jadi cewenya kak Fajar."
"Iyakan? Mereka tuh, kayak cocok banget buat jadi couple!"
"Tau darimana deh kalian kalo mereka pacaran?"
"Lo gak liat beritanya di ig lambe Gemilang?"
"Enggak."
"Ish, liat gih buru! Rame banget tau, di sana!"
Walau dengan kedua telinga yang tersumpal, Agatha masih dapat mendengar pembicaraan disekitarnya dengan jelas.
Gadis itu menghela napas. Dari kemarin pembahasannya selalu itu.
Fajar dan Amanda.
Agatha bahkan belum mengetahui siapa Amanda itu. Tidak pernah melihat wajahnya, apalagi tau sesuatu tentangnya.
"Ga peduli gue,"gumam Agatha pelan. Menyahuti suara-suara dari dalam kepalanya sendiri.
Agatha mempercepat langkahnya menuju kelas. Hari ini ia dapat giliran piket.
"Pagi, Agatha!"sapa Lea-teman sekelas Agatha yang mendapat giliran piket hari ini juga.
Agatha mengangkat kedua alisnya. "Pagi,"
"Tha, lo ngepel ya? Gapapa kan?" Agatha menoleh.
Kemudian ia mengangguk dan memulai mengepel ruang kelas.
***
"Yang ini 23 hasilnya, Devi Peacya Gemerthin,"ujar Gia menahan emosi.
"Hah masa sih? Kok gue dapetnya 45?"tanya Devi kebingungan.
Gia menoyor kepala Devi. "Berarti otak lo sengklek, goblok!"
Devi menepis tangan Gia tidak terima. "Paansi, Gi. Agatha! Ajarin gue rumus yang ini dongg,"melas Devi.
Agatha menoleh. "Kan rumusnya gituan doang. Apa yang susah?"tanya Agatha.
"Iniiii, kok hasil gue sama Gia beda?? Ngga sama Thaaa,"rengek Devi.
Gia menatap sahabatnya itu jijik. Jujur gadis berambut bondol itu paling jijik jika Devi sudah seperti ini.
"Hasilnya 23 bener. Lo emang berapa?"tanya Agatha.
"45 gue! Beda sendiri aaaaa,"
Dahi Agatha mengerut. Gadis itu memfokuskan mata dan otaknya pada buku milik Devi. Meneliti satu persatu rumus yang dituliskan oleh Devi.
"Ini kok ditambah? Kan harusnya dikurangin, Dev."ujar Agatha menemukan satu kejanggalan.
Devi membelalakkan matanya. "Hah?? Serius? Gue salah tulis??"tanya Devi heboh.
"Gak mungkin salah tulis, hasilnya jauh gitu."cibir Gia.
Devi menoleh dengan sinis. "Diem aja deh lo, badak!"
"Ini salah, harusnya dikurang sayang. Gimana sih,"kata Agatha.
Devi menggaruk kepalanya. "Aduuhh, gue salah ya berarti?"
"Emang,"
Devi mendecak. "Ngulang lagi deh."
"Nggak usah kode biar gue kasih punya gue cuma-cuma,"sindir Agatha menusuk.
Devi mendesis. "Ck, ish. Yaudah!"
Sementara Devi dan Gia sibuk dengan urusan masing-masing, Agatha pamit pada mereka untuk ke kantin. Gadis itu tiba-tiba kepingin pudding yang dijual di kantin.
"Gue kantin ya," Devi dan Gia mengangguk.
"Mau nitip?" Mereka menggeleng.
***
"Yang rasa coklat satu ya,"
"Ngga pake kacang,"
Sembari menunggu, Agatha memainkan ponselnya. Ada beberapa pengunjung namun tidak seramai saat jam istirahat.
"Aaahh, lambe Gemilang kapan posting tentang Fajar lagi yah?? Ga sabar nunggu kabar dia pacaran!"
Agatha menoleh ke sumber suara.
"Iya ya? Semua orang juga pada tau kali, kalo Fajar sama Amanda pacaran."
"Gue setuju banget sih kalo mereka beneran pacaran. Soalnya kek cocok aja gasi?"
"Enggak ah! Fajar kakel, sedangkan Amanda adik kelas. Ga cocok,"
"Mereka cocok-cocok aja sih, kata gue."
Agatha menghela napas pelan. Bahasannya soal itu lagi.
"Sebenarnya Amanda siapa sih?" batin Agatha.
"Ini dek," Agatha tersadar dan membayar pudding yang dipesannya.
Agatha berjalan ke kelas sambil melamun. Gadis itu kepo total. Ingin tau kebenarannya. Apakah Fajar dan Amanda memang benar berpacaran?
Atau hanya rumor yang dibesar-besarkan?
Agatha menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghalau semua pertanyaan-pertanyaan tentang mereka.
Setelah kembali ke kelas Agatha langsung duduk di bangkunya dan memakan pudding coklat yang dipesan.
"Lo berdua tau soal gossip yang lagi rame?"tanya Agatha kepada kedua sahabatnya.
Gia yang sedang memoleskan liptint menoleh. "Gossip?"
Devi yang sedang mengerjakan pr matematika tidak menoleh. Gadis itu memilih untuk diam.
"Kalo tau bilang tau, nggak usah pura-pura nggak ngeh."sindir Agatha keras.
Gia saling tatap dengan Devi. "Ya tau kita kan update banget kalo soal gossip sekolah."kata Gia ragu-ragu.
Devi mengangguk pelan.
"Amanda siapa sih?"tanya Agatha.
Selama ini Agatha sudah menahan untuk tidak membicarakan hal ini dengan kedua sahabatnya. Tapi hari ini ia tidak bisa. Ia merasa semuanya harus ia ketahui hari ini juga.
Gia menaruh kembali liptint nya dan memusatkan perhatian pada Agatha.
"Dia itu murid seangkatan kita yang katanya lagi deket sama kak Fajar."jawab Gia menjelaskan.
"Banyak banget yang bilang mereka itu pacaran. Bahkan beberapa temen gue ada yang bilang, kalo mereka udah pacaran bahkan sebelum lo nikah." Gia mengecilkan suaranya di akhir kalimat.
"There's so much issues about kak Fajar, Tha. Yang lo nggak tau."ujar Devi.
"Well, I don't need to know."sahut Agatha acuh.
Gia menatap Agatha sangsi. "Hah?? You definitely need to know. Harus tau Tha. Lo itu sekarang ada hubungan spesial sama dia. Walaupun ya, nggak kayak kak Fajar ke Amanda."
"Tapi tetep. Kalian harus saling update soal satu sama lain."sambung Gia.
Agatha memutar bola matanya malas. "Apaansih. Dia nggak peduli, dan gue juga. Jadi yaudah,"
"Gue sama dia dijodohin, bukan nikah yang beneran nikah."kata Agatha pelan.
Gia mendengus. "Yaudah. Intinya itu, rumor yang lagi beredar, asekkk," Gia seketika merasa keren setelah menyebut kata rumor.
"Kak Fajar itu lagi deket sama si Amanda ini."
"Yang dari awal gue tanya, Amanda itu siapa? Biodatanya. Bukan dia siapanya Fajar."tegas Agatha.
"Ngomong!"sentak Gia.
"Anak IPS 2, ranking 3 di kelas, dan ikut ekstra modelling. Jadi primadona-nya kelas IPS 3." Gia mulai menjelaskan.
"Terus, kata temen gue yang di kelas sana, Amanda emang udah ngincer kak Fajar dari lama. Katanya sih, klepek-klepek pas nontonin doi main basket."
"Terus juga, temennya Amanda ada yang sempet deket sama kak Bino. Makanya mereka semua tuh pernah sering ketemu gitu. Dan dari sanalah Amanda mulai deket sama kak Fajar."ujar Devi menambahkan.
Agatha diam fokus mendengarkan.
Demi kerang ajaib ya, ini pertama kalinya Agatha ikut nimbrung soal hal-hal seperti ini-gossip sekolah. Biasanya gadis itu akan acuh tak acuh dan sekedar tau saja.
Tapi ini benar-benar mendengarkan secara mendetail.
"Jadi mereka udah deket sebelum gue sama dia-?"tanya Agatha memberi jeda.
Gia mengangguk. "Udah lama Tha. Udah jauh sebelum kak Fajar notice lo bahkan."
"Cuman kayaknya pacarannya tuh, beberapa hari sebelum you guys married."celetuk Devi.
Beberapa hari sebelum Agatha dan Fajar dijodohkan. Bukankah itu gila?
Mengapa Fajar tidak bilang kalau ia sedang dekat atau bahkan sudah punya pacar kepada kedua orang tua mereka? Kalau Fajar bilang, perjodohan itu pasti tidak akan pernah terjadi.
"Stupid,"gumam Agatha.
Gia mengelus bahu Agatha lembut. "Gue juga kaget kok, pas tau."
"No, it's not about my heart."tukas Agatha.
"Tapi, bukannya sama aja dia ngebohongin orang tua gue dan orang tua dia?"tanya Agatha.
"Bro, harusnya dia bilang. Kan, gue nggak akan jadi peran jahatnya kalo dia bilang."keluh Agatha.
"Enggak Tha. Lo dari awal bukan kayak gitu kok,"ucap Devi memberi semangat.
"Lo kan ga tau."imbuh Devi.
Ada tiga hal yang membuat Agatha kesal dengan kenyataan ini. Lebih tepatnya kecewa sih.
1. Agatha merasa Fajar menyakiti perasaan kedua orangtuanya dan kedua orang tua Agatha dengan tidak mengatakan kebenarannya.
2. Agatha merasa menjadi perebut milik orang lain setelah meneliti lebih dalan tentang rumor ini.
3. Bukankah Fajar termasuk selingkuh jika sudah begini? Agatha bukannya kesal karena ternyata sebelum menikah dengannya Fajar sudah dekat dengan gadis lain. Tapi kayak,
Jika pernikahan sudah terjadi entah itu dipaksakan atau tidak, bukannya kita harus melepaskan semua masa lalu kita?
Oh, it might sound corny, tapi bukannya memang seperti itu?
"Lo nggak akan tanya kak Fajar langsung kan?"tanya Devi.
Agatha menggeleng keras. "What for."
Kemudian Agatha beranjak untuk membuang sampah.
***
Karena Agatha tidak terlalu merasa lapar, jadi gadis itu memutuskan untuk membaca novel di halaman belakang sekolah.
Dan seperti biasa, Agatha akan menyumpal kedua telinganya dengan headset.
Ia membuka halaman terakhir yang ia baca. Dan mulai lanjut membaca.
Agatha membaca dengan tenang. Hanya ada beberapa gangguan kecil seperti seorang laki-laki yang mencoba meminta nomor teleponnya tadi.
Namun sekarang siswa itu telah pergi seetlah ditolak mentah-mentah oleh Agatha.
Agatha melepas headset di telinga kanannya. Jaga-jaga bila bel telah berbunyi tapi Agatha tidak dapat mendengarnya.
Dahi gadis itu mengerut. Ia seperti mendengar suara seseorang yang ia kenal.
Dapat Agatha tangkap beberapa laki-laki tengah berjalan menuju halaman belakang.
Tapi, Agatha juga seperti mendengar suara Fajar.
Jangan-jangan itu gengnya Fajar yang sedang mengarah kesini?
"Biarin aja sih? Kenapa harus peduli." batin Agatha.
Agatha menoleh kearah depan kanannya. Dan benar saja. Yang tadi itu adalah gengnya Fajar.
Dan sekarang keempat laki-laki itu tengah dikerumuni siswi-siswi yang berada di halaman belakang.
Agatha memutar bola matanya melihat pemandangan itu.
"Alay."
"Wooo, wooo! Neneng manis, nyariin akang yah?"kata Ciko sok genit pada salah satu siswi di sana.
Siswi yang diajak berbicara oleh Ciko itu dengan entengnya menggeleng.
"Saya teh, nyari kak Glen atuh kak. Bukan kak Ciko,"sahutnya.
Bino menahan tawanya dengan sangat keras.
Glen menepuk-nepuk bahu Ciko. "Jangan kepedean jadi orang makanya,"
Ciko menepis tangan Glen. "Diem deh lo,"
"Bisa tolong ga ngumpul disini nggak? Kita kesini mau nongkrong santai bentar, sebelum masuk. Jadi gue minta tolong, kalian semua jangan keruminin kita gini ya?"ujar Fajar kepada para siswi-siswi itu.
Para siswi itu langsung mengangguk dan segera beranjak dari sana.
"Wih, kalo udah Fajar aja yang ngomong pada nurut langsung."celetuk Ciko.
"Yaiyalah, emang lo!"ledek Bino mengundang jitakan dari Ciko.
Keempat laki-laki yang paling digemari satu sekolah itu duduk-duduk santai sembari sesekali membicarakan sesuatu di sana.
"Eh Jar,"panggil Ciko.
Fajar yang tengah berbaring menutupkan matanya menyahut, "Paan?"
"Agatha kira-kira baca artikelnya hotthings@gemilang.com gak ya?"tanya Ciko tiba-tiba.
"Kalo iya nih, beuh k.o lo Jar!"seru Ciko.
"Lah iya. Agatha udah tau soal lo sama Amanda, Jar?"tanya Bino.
Glen menolehkan kepalanya menghadap Fajar. Tapi tanpa mengatakan apapun.
Perkataan Ciko dan Bino berhasil membuat Fajar membuka matanya.
"Gak tau gue."jawab Fajar.
Ciko melongo. "Lo gimana sih? Cari tau dong!"
"Terus kalo Agatha ternyata tau gimana?"tanya Bino.
"Kecilin suara lo,"ujar Fajar memperingati.
Pasalnya di sana ada beberapa murid juga yang sedang nongkrong. Kan bisa berabe kalau mereka mendengar percakapan mereka.
Ciko auto menutup mulutnya. "Maap,"
Glen menoyor kepala Ciko. "Sakit goblok!"sentak Ciko.
"Yaudah biarin aja. Emang gue harus gimana kalo Agatha tau?"tanya balik Fajar.
"Kok lo nanya gue. Kan lo suaminya,"jawab Bino pelan.
"Tapi beneran Jar, lo nggak takut ketauan apa? Masalahnya berita lo sama Amanda udah kemana-mana anjir."celoteh Ciko.
"Ntar kalo Agatha cepu ke bunda lo gimana? Ke ayah apalagi,"ujar Ciko.
"Ngga akan. Dia kayaknya nggak se-peduli,"balas Fajar.
Bino menghela napas. "Kalo entar ketauan sama Agatha, gue gak ikut-ikutan ya Jar."
"Gue juga,"sahut Ciko.
"Tapi Jar, kalo ditanya nih, lo lebih milih Amanda atau Agatha?"tanya Bino kurang kerjaan.
"Dua-duanya sama-sama bidadari anjir! Mana bisa dia milih!"sentak Ciko.
"Yeee, tapi kan berdasarkan hati bukan penampilan!"tukas Bino.
"Kalo kata gue sih, lo bakal milih Amanda, Jar. Pasti itu,"ujar Bino beropini.
Fajar terkekeh mendengar itu.
"Tapi mendingan Agatha gasih? Kok gue lebih milih Agatha ya,"kata Ciko.
Bino menoyor kepala Ciko. "Yeee, yang gue tanya itu Fajar! Bukan lo kutil!"
"Yee!" Ciko balik menoyor Bino. "Jadi gimana Jar? Lo milih siapa?"tanya Ciko dengan dua alis berkejit.
Fajar menghela napas lelah dengan sikap teman-temannya.
Glen menggelengkan kepalanya lalu menoleh kearah lain karena sudah tidak tahan dengan Ciko dan Bino.
Mata Glen menangkap Agatha yang sedang duduk di bangku halaman belakang.
Pandangan mereka bertemu. Agatha menatap Glen dengan tatapan datarnya. Bisa Agatha rasakan Glen sedikit tersentak melihat kehadirannya.
Eye contact mereka diputus oleh Glen.
Kalau kalian bertanya apa Agatha mendengar percakapan keempat laki-laki itu, jawabannya adalah iya.
Agatha mendengar semuanya.
Karena ia duduk tidak terlalu jauh dari tempat Fajar, makanya Agatha bisa mendengar semuanya dengan jelas.
Ditambah suara mereka yang bisa dibilang agak keras membuat Agatha dapat mendengar semuanya.
"Udah gue bilang, pasti dia milihnya Amanda lah!"seru Bino membalas pertanyaan Ciko.
"Cih,"
"Amanda tuh jauh banget sama Agatha. Amanda baik, manis, ramah. Lah Agatha? Judes gitu. Mana cuek banget lagi. Emangnya lo suka ama modelan begitu Jar?" Bino berkata panjang.
Ciko memegang dagunya berpikir. "Iya juga ya."
Glen menyiku bahu Ciko memberinya kode.
Ciko menoleh kebelakang dengan wajah setengah sewot. "Paan sih?!"
Bino jadi ikutan menoleh kearah Glen.
Glen menunjuk kearah Agatha duduk dengan dagunya.
Ciko dan Bino sontak menolehkan kepala mereka kearah yang Glen maksud.
Ciko terkesiap mendapati ada Agatha di sana tengah duduk membaca buku.
Bino menelan ludahnya susah payah. "Kok lo ga bilang sih Glen,"bisik Bino.
"Gue juga baru tau anjrit,"jawab Glen.
Agatha yang merasa diperhatikan langsung melihat kearah Fajar dan teman-temannya duduk. Dan benar saja. Ketiga teman Fajar sedang menatapnya saat ini.
Tatapannya yang datar namun dingin membuat Ciko dan Bino langsung menurunkan pandangan mereka.
"Baru tau apaan?"tanya Fajar yang kebingungan.
Ciko kemudian memukul lengan Fajar agar laki-laki itu bangun. "Itu liat,"bisiknya.
Fajar mendudukkan dirinya kemudian mengikuti arah yang ditunjuk Ciko.
Fajar sedikit mendelik melihat Agatha duduk di arah sana sambil menatap kearahnya.
Tatapan itu.
Tatapan datar namun tajam.
Agatha menghela napas. Keempat laki-laki itu kini memandangi tiap gerak-geriknya.
Agatha menutup novelnya dan berdiri. Ia memutuskan untuk kembali ke kelas saja.
Sebelum berbalik dan berjalan menuju kelas, Agatha menyempatkan diri menatap Fajar. Datar, seperti biasa.
Fajar yang ditatap begitu menelan ludahnya.
"Kok gue takut gini anjir?!?!?!"
Ciko akhirnya dapat bernapas lega. "Wah, adik kelas kita yang satu itu, seremnya bukan main anjir!!"seru Ciko.
"Kaget gue bangke!" Bino memegangi dadanya. "Eh, dia denger nggak apa yang kita omongin?"tanya Bino.
***
Jam pulang akhirnya berbunyi. Kelas XI IPA 3 mengakhiri kelas mereka dengan pelajaran Seni Budaya.
Agatha membereskan barang-barangnya dan memakai jaketnya. Gadis itu sangat mengantuk dan ingin segera pulang.
"Nanti jadi?"tanya Devi.
"Ngapain?"tanya Gia.
"Kemana?"tanya Agatha.
Malah saling tanya.
Devi berdecak. "Katanya mau nongki di sana itu, tempat yang baru buka itu,"
Gia menepuk jidatnya. "Oh iya! Eh tapi kayaknya batal dulu deh Dev. Soalnya gue belum ngerjain esai bahasa Inggris,"kata Gia mengeluh.
"Dikumpul besok."imbuh Gia.
"Ga hari ini dulu deh Dev, gue lagi ngga pengen."ucap Agatha.
"Gue duluan ya," Gia dan Devi memandangi Agatha yang berjalan duluan keluar kelas.
"Kenapa dia?"tanya Gia pada Devi.
Devi menggelengkan kepalanya tidak tau.
Di sisi lain, Agatha tengah berjalan menyusuri koridor sekolah. Gadis itu hari ini sangat lelah. Tidak mengerti karena apa. Padahal hari ini tidak ada pelajaran olahraga, namun tubuh Agatha rasanya sangat lelah.
"Eh, hai Agatha!" Agatha menoleh.
Terlihat Juli–teman Agatha di beda kelas melambaikan tangan menyapa Agatha.
Agatha langsung tersenyum membalas sapaannya. "Hai,"
Tatapan mata Agatha teralih pada gadis yang berdiri di samping Juli.
"Amanda,"
Amanda tersenyum ramah kepadanya. Tapi Agatha hanya menatapnya datar kemudian melenggang pergi.
Amanda dibelakang mengerutkan keningnya bingung.
"Udah biarin, dia kan emang jutek gitu."kata Juli.
Agatha menghela napas mengingat pembicaraan Fajar dengan teman-temannya tadi.
Kata-kata Bino seperti menghantui benak Agatha.
***
Fajar menoleh keluar saat mendengar suara vespa Agatha memasuki pekarangan rumah.
Fajar berdecak. "Dia denger ga ya tadi,"
Laki-laki itu mengintip keluar. Dan ketika melihat Agatha memasuki rumah Fajar kembali menatap kearah televisi.
Suara langkah kaki Agatha mendekat. Agatha berhenti diujung tangga ketika Fajar mengeluarkan suara.
"Eh, udah balik lo?"tanya Fajar basa-basi.
Agatha hanya membalasnya dengan deheman. Lalu mulai menaiki tangga.
Fajar menghela napas pasrah. "Kayaknya dia denger,"
Fajar mematikan televisi dan beranjak. Setelah memantapkan niatnya, Fajar memutuskan untuk berbicara dengan Agatha mengenai rumor dirinya.
***
Fajar menunggu Agatha selesai mandi. Laki-laki itu duduk dengan tenang di atas kasur.
Fajar mendongak ketika pintu kamar mandi terbuka.
Pandangan mereka bertemu. Namun Agatha langsung memutuskan pertemuan mata mereka dan berjalan berniat keluar.
"Lo udah liat artikelnya?"
Pertanyaan Fajar menghentikan langkah Agatha.
Tapi bukannya menjawab gadis itu memilih diam.
"Lo liat ya,"kata Fajar pelan.
"Agatha, gue–"
Agatha membalikkan badannya dan berjalan mendekati Fajar.
"Amanda siapa sih?"
Fajar langsung terdiam. Laki-laki itu hanya menatap Agatha.
"Amanda siapa gue tanya?"
"Pacar lo? Beneran pacar lo?"tanya Agatha berturut-turut.
Agatha tertawa sinis melihat Fajar hanya diam tidak menjawab.
"Dengerin gue dulu,"ujar Fajar.
"Lo yang dengerin gue,"tandas Agatha.
"Denger ya, andai lo kasih tau kedua orang tua kita kalo lo punya pacar, kita nggak akan nikah dan gue gak akan pernah kejebak dirumah ini sama lo."kata Agatha dengan nada meredam marah.
Fajar terdiam. Sebegitu tidak sukanya kah Agatha dengan pernikahan mereka?
"You lied to us."
Deg.
"Tha, dengerin gue dulu. Gue bukannya niat bohong ke keluarga kita, tapi–" Fajar mencoba memberi penjelasan.
"Kalo sampe keluarga kita tau, gue ngga ikut-ikutan." Lalu Agatha keluar dan menutup pintu kamar dengan keras.
Fajar menyisir rambutnya kebelakang.
"Kalo sampe keluarga kita tau, gue ngga ikut-ikutan."
Fajar mendengus kesal. Apa Agatha benar-benar marah kepadanya? Lalu sekarang Fajar harus bagaimana?
***
NAHLOOOOO FAJARRRR
ckckckck makanya Jar, jangan suka main cewek. Hadeuuu
gimana gimana? menurut kalian part kali ini gimana? semoga suka ya ;)
jangan lupa vote yawww sebagai bentuk dukungan kalian ke cerita ini! <3
terimakasih telah membaca!!