(END) Senyummu Tampak Tak Bai...

By ShiningHaha

259K 45.3K 2.5K

Apakah kesempurnaan selalu jadi tolak ukur kesuksesan manusia? Tidak bagi Cantika. Seorang mantan finalis rat... More

Cek Ombak
1. Hujan di Tengah Terik
2. Si Ratu Kamuflase
3. Aroma Narasumber
4. Apa Kabar?
5. Boba di Coffee Cafe
6. Cekalan di Basement
7. Tuntutan Keluarga
8. Anak Menteri
9. Teman Sekamar
10. Konser Bujangga
11. Ingkar Janji
12. Pria Berkacamata di Pantai
13. Departemen Forensik
14. Bocah Gondrong Menyebalkan
15. TKP Kesepakatan
16. Calon Pengantin
17. Trending Topic No. 5
18. Patah Hati
19. Permintaan Lagu
20. Tamu Tak Diundang
21. Kepala Basarnas, Menteri ESDM, Menkes dan Youtuber
22. Candaan Bocah
23. Ketampanan Hakiki
24. Surat Kaleng
25. Kita Sama
26. Jangan Menghalangi
27. Hanya Sebuah Pernikahan
29. Senyummu Tampak Tak Baik-Baik Saja
30. Malam Pertama
31. Menjadi Nyonya
32. Dulu dan Sekarang
33. Berharap pada Manusia
34. Rumah Duka
35. Dua Lelaki Pilihan
36. Hampanya Rumah Tangga
37. Pintu Belakang Parahyangan Menu
38. Kolam Plastik Anak-anak
39. Empat Lelaki Pelindung
40. Pendengar Terbaik
41. Relawan dan Pemburu Berita
42. Kunjungan Menteri atau Camer?
43. Koper di Bagasi
44. Kamar Bayi
45. Sakit Jiwa (END)
OPEN ORDER Now!

28. Ketakutan yang Nyata

3.9K 940 78
By ShiningHaha

Lagu romantis mengalun di ruangan berkapasitas 2000 orang. Athar Pahlevi bersama teman-teman squad band lamanya waktu berkuliah di FK UNI turut memberi sumbangsih lagu. 

Kuat sekali badan besar itu. 

Dari meja bulat area terbatas keluarga, Cantika mengedar pandang menikmati suasana. Padahal, sudut mata itu tertuju satu titik. Pada pemain drum di atas panggung yang sesekali mengernyit menahan nyeri di ulu hati. 

"Setelah ini, kamu yang nikah ya, Tik? Mama tunggu. Rais udah rencana mau datang ke rumah untuk lamar kamu."

Cantika tidak kaget oleh bisikan Mama Hayati yang duduk satu meja. Saat pandangannya tertuju ke barisan para tamu VIP, Rais tersenyum manis di sana. Cantika bergidik ngeri. Makin lama perasaannya pada Rais makin tertimbun oleh kekesalan dan rasa benci. Kilasan malam durjana seakan terputar otomatis bak film dokumenter di kepala Cantika jika memandang Rais.

Pria tampan, kaya, latar lagu romantis, restu orang tua dan cinta lama yang coba dipertahankan. Rasa-rasanya, menikah tak cukup berbekal modal itu saja.

"Gimana kalau Cantika nggak bisa sebahagia Rara, Ma?"

"Bisa. Mama yakin bisa. Jangan takut ya?"

"Iya ... Cantika ... takut."

-----------

Zona nyaman yang konon disebut-sebut menjadi penyebab Cantika tidak sanggup berpaling dari Rais, kian dekat. 

Besok adalah hari lamaran Rais untuk Cantika. Tepat dua minggu setelah adik Cantika menikah. 

Pahlevi kelimpungan. Berita yang ia dapat mendadak dari Bu Wulan menghancurkan hati hingga berkeping. Otaknya berpikir keras untuk mencegah semua terjadi. 

Pahlevi belum punya keberanian berdiri di depan Profesor Doktor Dokter Bedah, mantan dosennya kala itu, tanpa mengantongi surat cerai dari pengadilan. Palu hakim belum diketuk. 

"Bunda Tika di dalam, Mas, kalau mau bertemu?"

"Ada di sini? Mobilnya?"

Sungguh keberuntungan yang Allah beri untuknya. Pasalnya, sejak datang, Pahlevi tidak melihat penampakan mobil Cantika di halaman. Suasana panti juga sedang sepi.

"Bunda tadi diantar Bunda Prita bentar. Beliau masih ada praktek, nanti ke sini lagi."

Pahlevi masuk. Tiga tempat dimana Rais— melalui tangan dan mata Mina— tidak bisa berkutik mengekang Cantika. Di rumah pribadi Cantika, rumah Prita, dan Sayang Bunda.

Suasana lengang. Hanya dihuni Bunda Wulan, Cantika dan beberapa anak-anak terbesar Cantika yang tidak ikut tur amal yang diadakan oleh salah seorang donatur.

Rumah khas Belanda zaman dulu masih berdiri kokoh di beberapa sisi. Sisa ruang lainnya telah diganti dengan dinding putih yang lebih baru. 

Pahlevi mengikuti langkah Bu Wulan hingga ke dapur. Di sana, Cantika sedang sibuk menyikat ubin kamar mandi dapur dalam keadaan setengah basah kuyup. Baju panjangnya basah di ujung. Juga wajah ayu itu. Entah basah oleh cipratan selang atau justru air mata sendiri.

"Hei, ngapain?"

"Lo?" Cantika tak menyangka Pahlevi akan tetap mendatanginya di detik-detik ia tak punya pilihan. Ia memalingkan wajah ke Bunda Wulan. "Bu Wulan, saya kan sudah bilang nggak terima tamu."

"Maaf. Tapi saya rasa Bunda Tika butuh seseorang yang bisa memberi nasehat, kalau nasehat saya sama Bunda Prita tidak berhasil menghentikan kebiasaan Bunda yang seperti ini. Jujur, saya sedih." Bu Wulan memungut satu set karbol dan pembersih lantai yang telah terpakai setengahnya. "Saya tinggal sebentar."

"Jadi ... ?"

Pahlevi tidak perlu melanjutkan ucapannya, karena Cantika yang sudah paham, segera tersedu-sedan bersamaan tangan yang tidak berhenti menyikat lantai yang sudah bersih. Ia mengangguk-angguk. 

Kesedihan yang ia tahan sejak tadi, tumpah di sana. Di hadapan Athar Pahlevi yang masih setia berjongkok di depan pintu kamar mandi.

Cantika memang pintar berkelit. Cantika pintar dalam menghadapi laki-laki karena pengalaman merah jambunya. Tapi tidak jika menyangkut nama baik keluarga. Ia akan mengorbankan semua kesenangannya untuk kelangsungan senyum di wajah orang tercinta. 

Benar. 

Bagaimana jika foto-fotonya terkuak di depan media?
Pandangan orang-orang kepada Bapak Sudjatmiko yang terhormat pasti akan berubah seketika.
Mama Hayati? 
Cantika tidak sanggup menambahkan kesedihan di hati Mama yang baru saja merasakan bahagia di hari tua.
Dan, panti asuhan? 
Orang-orang pasti akan seketika mencabut donasi tetap yang selama ini menjadi nafas anak-anak di sini.

Nyatanya, beberapa bulan Cantika tidak melawan Rais, semua terkendali. Rais mengaku telah menemukan pelaku. Namun, menurut Rais, Cantika tidak perlu tahu siapa dia. 

Seharusnya, semua aman. Kecuali, satu pesan yang ia dapat kembali dari nomor asing ketika ia memutuskan untuk ingkar dari undangan jamuan makan bersama keluarga besar Maharaja. 

"Gue ... besok ... "

"Hei ... ssst! Keluar dulu. Nggak kedinginan?"

Cantika menggeleng.

"Mau gue bantu culik nggak? Kita pergi sebentar. Sembunyi?"

Cantika terkekeh dalam tangis mendengar candaan bernada ringan dari Pahlevi.

"Apa nikah sama lo akan lebih baik daripada sama Rais?"

Bocah Gondrong tersenyum teduh. Ia menjawab dengan penuh jumawa. "Sure. Lebih, lebih, lebih baik."

"Lo aja nggak bisa pertahanin rumah tangga lo, Lev."

"Hei, gue punya alasan. Nikah sama gue ya?"

Cantika menggeleng. "Gue nggak pantas buat lo, Lev. Percaya gue. Lo bakal nyesel."

"Kenapa Rais nggak nyesel dan ngejar lo terus? Berarti, kan, Cantika Aasiya ini permata berharga yang harus dilindungi dan dimiliki bukan?"

"Gue bukan permata. Gue busuk juga belatungan. Sama seperti Rais. Cuma Rais yang mau terima dan harus bertanggung jawab sama diri gue. Ini soal harga diri gue dan keluarga, Lev."

"Maksudnya bertanggung jawab? Come on, Tik. Dia bahkan—"

"Kami melakukannya bersama. Kami udah ... sama-sama busuk, Lev. Kehormatan gue udah gue gadai. Di ranjang dia. Di hotel dia. Malam itu, kami—"

"Stop!"

Pahlevi terdiam. Ia menunduk sejenak dan meremat kasar kepala di balik rambut bergelombangnya itu.

"Damn!! Damn it!!! Astagfirullah!! Oh, God!!!"

Gelengan halus pria bermata merah itu, bisa Cantika tangkap dengan amat jelas.

Pahlevi berdiri. Perlahan berjalan mundur. Cantika terdiam. Ia tidak mungkin bangun dan menarik pria yang tadi mengajaknya kabur sejenak. Pahlevi tidak siap mendengar pengakuan Cantika yang satu ini. Apapun akan ia terima, tapi tidak untuk perbuatan hina yang tidak pernah ia bayangkan akan dilakukan oleh Cantika. 

Bagaimana sesuatu yang busuk bisa diubah menjadi segar lagi?
Terkadang, lalat pun sudah tak tertarik untuk hinggap. Menyisakan belatung merayapi sisa-sisa hingga habis. 

Pahlevi berbalik. Ia berjalan cepat meninggalkan tempat. Dadanya terlalu sesak untuk melanjutkan keyakinannya akan merusak acara lamaran besok. 

Ragu merambati nalar.

Ia butuh pikiran jernih menelaah semua. Tanpa memandang sebelah hati yang ia takkan tahan untuk menggertaknya demi penjelasan. 

Kedua kali, hatinya tersakiti. 

Cantika merasakan kesakitan yang sama di dalam hatinya. Satu lagi lelaki yang menggaungkan cinta yang lebih, lebih, lebih baik untuknya, nyatanya kabur setelah pengakuan sederhana barusan.

Nasehat yang akan Cantika turuti, kata Bu Wulan? Cantika terbahak. Pahlevi bahkan tidak memberikan penyelesaian apapun.

Perasaannya kosong. 
Sedih memenuhi lubuk. 
Keyakinannya pada cinta sejati menguap ditelan oleh waktu yang selama ini terbuang.
Menyelami samudera cinta siapapun, kini terasa tiada guna.

Ia akan menjadi patung bernafas yang menjalani segala rencana sang Pengatur saja. Menerima suka rela alur yang ada. Meski tak ada lagi cinta manusia baginya, siapa tahu ia akan mendapat hal lain.

Cinta dari sang Maha Pencipta.

Itu saja, yang Cantika bisa kais ... di sisa-sisa usia. Setitik ... cinta.

-------

🥲🥲🥲🥲🥲🥲
Maukah kamu memberi setitik cinta untuk sang pengemis cinta ini, Pembaca? Jika bukan cinta, setidaknya peluk akan meringankan.

🌷🌷🌷

Continue Reading

You'll Also Like

66.7K 4.3K 32
Tentang sebuah rasa yang terlambat. Tentang rasa sabar yang hampir tidak terbatas. Tentang pertahanan yang mulai runtuh. Tentang kesalah pahaman. Ten...
22.8M 1.9M 91
[CHAPTER MASIH LENGKAP, EXTRA CHAPTER TERSEDIA DI KARYAKARSA] Sembari menunggu jadwal wisuda, Sabrina memutuskan menerima tawaran bekerja sementara d...
259K 45.3K 47
Apakah kesempurnaan selalu jadi tolak ukur kesuksesan manusia? Tidak bagi Cantika. Seorang mantan finalis ratu sejagad, yang kesulitan menemukan pend...
Can I ? By Kim

General Fiction

13.1K 1.4K 19
Maaf. Karena membutuhkan banyak waktu untuk melepaskan mu. Berbahagia lah.