Stingy for shopaholic (LENGKA...

By Jovinasepta_

43.7K 2.4K 175

|| Story 2 Jovinasepta_ || Genre: Fiksi remaja || Ekhem follow dulu sebelum baca biar berkah!!! || "Jangan me... More

01
02
03
04
05
06
07
08.Pergi
09.Kode mama?
10.paksaan
11.Pengusiran kembali
12.Ramalan masa depan?
13.Tetangga cengeng
14.Tayo
15.Om pedo?
16.Syal maroon
17.Perkara bulu ketek
18.Apa ini?
19.Doi
20. Kecewa
21. Kawatir?
22.Jepit rambut
23. Tanding
24.Rafael Ardan Nugraha
25.One by one
26.Kupu-kupu
27.Tangisan dibawah hujan
28.Apa kabar Ge?
29.Hampir terbongkar
30. Seragam katun
31.Toko buku
32.Kabar mengejutkan
33. Mas Suami
34.Secercah kenangan
35. Let's make a little angel
36.Belum selesai
37.Kacau
38.Tercyduck
39. Pesawat kertas
40. Saksi hujan
42. Olimpiade
43. Bandara
44. Hari tanpa dia
45. Gak nerima penolakan
46. Akhir
Cerita baru
SEQUEL??

41. Abim Gila

650 47 1
By Jovinasepta_

Hai hai hai

Kalian masih pada hidup kan?

Nih aku up! Awas aja ga nongol, share lock! Betumbuk kita😤

Maaf baru muncul karena authornya sibuk nugas.

Seperti biasa tinggalin jejak sabi lah:v

Yaudah happy reading sayang-sayang ❤️🐥

Sudah tiga hari laki-laki itu masih berdiri didepan kamarnya membuat gadis bermata belo itu selalu menggerutu setiap saat. Sudah tiga hari juga ia bolos sekolah membuat kegiatan yang sempat ia tinggalkan sekarang mulai terbiasa kembali.

Bau masakan memuncak kan hasrat maruk nya. Matanya berbinar, didepannya terdapat hidangan rendang begitu menggiurkan. Melihat hal tersebut, gadis berpiyama satin berwarna merah itu langsung melahapnya. Sedangkan Bi Mani berdiri disamping majikannya sambil menunduk.

Kela melirik ART nya itu lalu menyenggol lengan Bi Mani. Wanita itu mendekatkan dirinya. "Bi, udah pisahin makanan mantu saya?"

Bi mani mengangguk. "Sudah nyonya."

"Habis ini bibi temui Dirga dan kasih makanannya."

Geha menoleh dengan mulut penuh makanan. Merasa aneh sesuatu menjanggal di pikiran apalagi melihat gerak-gerik mamanya.

"Gege gak mau sekolah sampe orang sialan itu minggat!"

"Hush ... Suami sendiri dibilang gitu. Dia juga bolos sekolah demi nunggu kamu, rela hujan-hujanan, tapi kamu malah ngelunjak."

"Diem, Ma!!!" Geha meletakkan sendoknya. Gadis itu menghampiri Kela, menyipitkan kedua mata dan memfokuskan ke mata ibu kandungnya.

"Mama suka Abim ya?"

Plak

"MAMA! GEGE KAN CUMA NANYA!" pekik Geha saat satu pukulan mengenai lengan yang masih terbalut baju tidur.

"Kamu ini malah bicara yang nggak-nggak."

"Biarin aja, Ma. Kalau dia capek ya bakal pulang kerumahnya sendiri."

"Terserah kamu, Nak. Ayo Bi ikut saya."

"Saya akan ambil makannya dulu."

"Eh, makanan apa nih?" Geha menatap mamanya meminta penjelasan. "Makanan? Mau dikasih kesiapa?"

"Kalau mama bilang dikasih ke suamimu gimana?"

"Oh jadi mama lebih memilih A-a———"

Ucapannya terpotong saat Bi mani telah datang dengan satu rantang makanan. Jelas-jelas Geha ingin marah kepada mamanya, ia bukan anak kecil lagi yang masih lugu, mendapati lirikan Kela yang ditujukan kepada asisten rumah tangga.

Cekalan erat Kela membuat gadis itu meringis, padahal niatnya ingin mencegah Bi Mani tapi tangannya keburu dicekal.

Ya ... Katakan saja Geha anak durhaka berani menghempaskan tangan Mamanya, perlakuan barusan gadis itu terlalu kasar untuk seorang wanita paruh baya.

"Mama mau mutusin hubungan dengan Gege? Aku muak, Ma!!!" Geha menunjuk dirinya sendiri. "Ini anak mama tapi kenapa perlakuan mama lebih mementingkan perasaan Abim daripada Gege?"

Kali ini air mata gadis itu tidak jatuh, justru tatapannya datar dengan intonasi suara tinggi.

Geha menunjuk Kela. "Gua bakal minggat dari sini. Hubungan kita udah putus, lo bukan wanita yang mengandung gua lagi." Raut wajahnya tidak terganti, tetap datar.

"Jangan cari gua!"

Perkataan putrinya sangat menyakiti Kela. Wanita itu meremas dada begitu sakit dan sesak, nafasnya terengah-engah menghirup udara dengan rakus. Menyender pada kursi makan, beliau meremas ujung baju.
Perasaan ibu mana yang tidak sakit hati saat anaknya mengucapkan kata-kata sangat menyakitkan itu?

Berlari memasuki kamar, memasuki seluruh barangnya kedalam koper sambil menggerutu tak ada hentinya.

"Gua kagak butuh belas kasihan!" Geha menarik kopernya menuruni tangga namun baru menuruni dua tangga, titik fokusnya adalah seorang wanita yang tidak lain mamanya sedang meremas-remas dadanya dengan tangan yang mencengkram erat kursi.

Tentu jasa Geha khawatir, Semarah-marahnya anak jika orang tua apalagi yang melahirkannya kedua ini sedang sakit pasti akan khawatir juga.

"MAMA!!" Teriaknya langsung berlari menuju Kela.

Geha  mengelus punggung tangan Kela, kekhawatiran begitu terlihat di raut wajah cantik itu.

"Ma, kerumah sakit?"

"Gausah, Ge. M-mama emang suka gini."

Geha menggigit bibir bawahnya. Ia bisa merasakan betapa sakitnya kondisi Kela saat ini.

"Nyonya, tuan Dirga sepertinya sudah pulang. Terus ini Bibi letaki..."

Geha menoleh dengan air mata menetes dari pipinya.

"Non, nyonya kenapa?" Tanya Bi mani bersimpuh di samping Kela.

"Ma, ayo kerumah sakit."

"Betul itu, nyonya seharusnya kontrol kerumah sakit."

Menoleh cepat, ia mengkerutkan kening. "Maksud Bibi? Mama udah sakit? Dari kapan?"

Bi Mani terkejut. Asisten rumah tangga itu menutup mulutnya spontan.

"Nona gak tau? Nyonya sudah sakit asma semenjak nona meninggalkan rumah ini."

Geha menatap sendu wajah mamanya. Sifat egois tadi entah sekarang lenyap begitu saja digantikan oleh rasa bersalah.

"Ma, maafin Gege, ya? Ayo kerumah sakit."

"Gak usah, Ge." Kela mengelus pipi Geha. "Panggilin Dirga kesini."

Geha menjauhkan tangganya. "Ma, baru aja Gege dilanda rasa bersalah tapi mama malah ngelunjak. Gege makin kesini makin ngerasa kalau aku anak pungut."

Kela semakin menghirup udara semakin rakus. Hatinya sekaligus dadanya kembali begitu sesak. Apalagi melihat anaknya mulai mengambil kopernya dan melangkah kearah pintu.

"Non, diluaran sana banyak anak yang membutuhkan kasih sayang ibu, tapi nona disini tega menelantarkan ibunya yang jelas-jelas melahirkan dan rela berkorban nyawa untuk nona?"

Geha mengeratkan genggaman pada kenop pintu. Dalam hati ia mengumpat, berani-beraninya seorang asisten merendahkannya.

"Non, meskipun masa kecil nona kurang kasih sayang, nyonya selalu menitipkan nona ke Bibi, nyonya selalu menanyakan kabar nona." Kela meremas tangan Bi Mani.

Mata wanita paruh baya itu berkaca-kaca sambil menggelengkan kepalanya pelan, meminta Bi Mani menutup mulutnya.

"Saya tidak tega melihat nyonya." Bi Mani kembali menatap Geha masih mematung.

"Jika nona marah ke tuan Dirga, setidaknya jangan durhaka ke orang tua."

Geha menoleh cepat. Tatapan sinis ia pancarkan tanpa memandang bulu. "Lo cuma pembantu! Dan pembantu gak usah sok nasehatin gua. Gua udah dewasa!" Cercanya.

Geha membuka pintu rumah, tetapi jantungnya seakan-akan akan meloncat ketika mendapati Abim berdiri didepannya sambil memandanginya tajam.

Dia denger?

PLAK

Kepala Geha tertoleh saat itu juga rasa panas menjalar di pipi kanannya. Rambut hitam panjangnya menutupi seluruh wajahnya akibat kerasnya tamparan Abim.

"Ini sifat jagoan lo? Apa ini yang diajarkan papi ke lo?" Abim mencengkram erat kedua pundak Geha. "Mana sopan santun lo dan mana rasa empati lo?"

Geha mengangkat dagunya, kedua kelopak mata gadis itu terbuka, mata merah diiringi genangan air di pelupuk mata akhirnya lirih begitu saja.

"Mama lo sakit, Ge!" Abim mengapit dagu Geha menolehkan kepala agar menatap wajah Kela yang tersiksa. Abim menunjuk mama mertuanya.

"Itu ibu lo, Ge. Jika bukan karena dia lo gak mungkin ada di dunia ini. Jika beliau udah gak ada yang ada di hati lo cuma kata penyesalan!"

"ARGGGHHH GUA GAK PEDULI!" Geha mendorong tubuh Abim hingga laki-laki itu terbentur pintu, langkahnya mundur perlahan, gadis itu menarik rambutnya frustasi.

"GAK ADA YANG SAYANG GUA, GAK ADA YANG BELA GUA. SEMUANYA MUKA DUA!!!" Teriaknya lalu bersimpuh.

Geha menunjuk Abim memberinya peringatan untuk tidak mendekat. "Lo cuma orang asing yang datang ketika gua merasa bebas, tau apa lo tentang hidup gua? Mana ada orang tua yang tega nyerahin tanggung jawabnya ke seorang pembantu?"

"Ge, dengerin gua dulu." Abim mendekap erat tubuh mungil itu.

"GAUSAH MELUK GUA!" Teriak Geha sambil memberontak.

Abim semakin mengeratkan pelukannya. Ia tau jika gadis itu kekurangan kasih sayang dan perhatian.

"Yang pertama maaf udah bikin lo salah paham, yang kedua, maaf gua kurang ngasih lo kasih sayang, yang ketiga, tolong maafin Mama." Abim menumpukan dagunya ke atas kepala Geha, mengelus ujung kepala gadis itu.

"Gua sayang lo, princess kecil."

Geha menggeleng mantap. "Lo bohong, Bim. Lo gak sayang gua, dan gak ada orang yang beneran tulus sayang gua."

"Gua sayang lo lebih dari apapun, jika nyawa gua bisa ditukar dengan rasa sayang, gua ikhlas."

"Lo bohong, Bim! Hiks... Lo sayang Aca bukan Geha?!" Geha menghapus air mata.

"Lo cuma sayang dan cinta Aca. Ngaku aja sekar-"

"Iya gua sayang Aca kenapa?!"

Geha membeku, baru saja ia akan tulus memaafkan Abim kenapa laki-laki menyebalkan ini kembali mengulang kesalahan yang sama.

"Lo mati keknya gua ikhlas, lepasin gua!" titahnya bernada sinis.

"Iya gua sayang Aca sebagai adik, dan sayang lo sebagai tulang rusuk gua. Puas?"

Geha terdiam.

"Nyonya, ayo sini saya bantu."

Geha tersadar dari lamunannya. Gadis itu sontak mendorong Abim.

"BOHONG!"

Geha merangkak mendekati Kela ia turut serta membantu Bi Mani yang kesusahan mengangkat tubuh Kela supaya terbaring diatas sofa.

Melepaskan sandal jepit, membenarkan letak posisi bantal di kepala juga tidak lupa menyuruh Bi Mani mengambilkan kompresan air dingin, Geha memijat betis mamanya.

"Bi, suruh dia keluar sana! Gua masih gak mau bicara sama sama orang asing."

"Nggak mau kalau bukan lo yang dorong gua," celetuk Abim sembari bersedekap dada.

"Bi, cepet usir dia atau gua pecat Bibi?!"

Tentu saja ancaman itu membuat Bi Mani ketar ketir.

Abim menatap prihatin orang dihadapannya. Ia tau Bi Mani tidak berdaya.

"Bi, Geha gak kira setega itu."

"Mama gua yang gaji Bibi, bukan dia!"

Geha melirik Kela yang sedikit terkekeh akibat perdebatan keduanya hal itu kembali mendidihkan emosi Geha.

Geha mendekati laki-laki itu, mendorong tubuh tegap Abim ke ambang pintu memerlukan kekuatan ekstra. Sudah beberapa kali Geha mengelap pelipisnya dan kaki yang menapak tidak sempurna seolah-olah lantai rumah begitu licin.

Geha mengelap pelipisnya sembari menghembuskan nafas akibat begitu lelahnya cuma mendorong seorang laki-laki padahal dirinya sudah sekuat tenaga mendorongnya keras.

Makan batu kali saking miskinnya.

"Gua bakal pergi selamanya jika lo tega biarin gua lompat dari kamar lo?"

"Tapi...." Geha rasanya ingin membunuh Abim, beraninya dia selalu pergi saat ia belum selesai biacara.

"Anjwing banget gak sih?" Umpatnya melihat Abim menaiki tangga.

Abim berlari menuju kamar Geha di lantai atas. Menyibak gorden membuka jendela, laki-laki itu berdiri di batas cendela. Hanya menunggu Geha menyusulnya maka rencananya akan berhasil.

Senyuman tipis terukir di bibirnya. Benar kan dugaannya, gadis itu cuma tampangnya doang yang serem, hatinya sih lemah lembut.

"Udah gua duga." Batinnya dan wajah manis itu tidak melupakan menunjukkan smrik andalannya.

"Lo kira gua peduli?" Geha berdecih lalu melangkah menjauh, tapi suara menginterupsinya untuk terpaksa berhenti.

"Gengsinya jangan digedein sayang!"

Geha membalikkan badan cepat. "Maksud lo bilang gitu apaan?"

Abim kembali menunjukkan seringainya. "Bener kan? Kalau lo makin melangkah ngejauh gua tanpa pikir panjang bakal lompat dari sini?!"

Geha mengepalkan kedua tangannya. "Gua gak peduli!" Geha kembali melangkah namun pecahan kaca kembali membuat jantungnya berdegup kencang.

Gadis itu melototkan bola mata melihat aksi Abim yang sama sekali ia kira.

Pecahan-pecahan kaca berjatuhan dari kamar Geha. Abim melihat tangannya sendiri mengeluarkan darah segar kemudian menatap Geha serius.

"Gua hitung mundur dari sepuluh, kalau lo gak mendekat gua bakal akhiri hidup gua, Ge."

Geha meneguk air ludahnya susah payah. Hatinya memang masih menghawatirkan Abim namun raganya seolah-olah kaku untuk mendekat.

"Satu...."

"Dua...."

"Tiga... come here!"

Abim mulai menghitung hingga tinggal dua angka lagi namun gadis itu masih diam mematung dan membisu. Abim memegang pinggiran cendela yang masih tersisa pecahan kaca. Kakinya mulai mundur, menutup mata sambil menghirup udara dalam-dalam, Abim semakin mundur.

"S-sat-"

"ABIM GILA!!" Geha berlari memeluk Abim sembari menariknya agar tidak terjatuh dari lantai dua.

Bruk

Geha masih memeluk erat tubuh atletis pria itu. Entah kenapa ia sangat takut menyaksikan kematian seseorang semenjak ditinggal papa tercintanya.

Abim tertawa geli sembari memandangi langit-langit kamar. "Gengsi teros sampe mampos!"
























Eh, prik banget ga sih chapter ini?😭

Yang belum follow author, Kuy follow jstarini

If you are reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you are very likely to be at risk of a MALWARE attack. If you wish to read this story in it's original, safe, form, PLEASE GO TO: https://www.wattpad.com/story/269042926?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=story_info&wp_page=story_details_button&wp_uname=jstarini&wp_originator=u3yJSGUeffWYD2S%2BSU32pTndJz9ioBDBrfrcSO9jBv09mvJZH6GiXnFt5OhhvLLZOwxzzd1hELhZ7KZH1O2K618OKRxnUlFoYHpiXZ0znNgcOTezht%2BrjsWG63bxo5%2F3

28-03-2022_Jstarini

Continue Reading

You'll Also Like

428K 19.9K 65
(END) ----- "Gara-gara pesta sialan itu, gue terpaksa nikah sama cewek yang engga gue kenal. Baru juga sehari gue dapat ktp, eh, langsung di susul bu...
2.8M 164K 67
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
719K 40.2K 56
Diam-diam Syaza menyukai Kaivan. Suatu malam yang menyedihkan bagi Syaza, tidak terduga, sosok yang disukainya itu tiba-tiba mengajaknya menikah. Lar...
SYAQILA [Selesai] By tja

General Fiction

116K 4.9K 47
[Follow Sebelum Di Baca!!] Apa jadinya jika pernikahan yang selama ini kau jalani ternyata di landasi dengan sebuah kebohongan?. Sakit? Itulah yang p...