.happy reading & enjoy.
.vote and comment will be greatly appreciated.
🔅🔅🔅🔅🔅
"Sebentar ya, Chef Radi barusan kasih kabar kalau Beliau masih dijalan. Kira-kira sebentar lagi sampai."
Perkataan Andre dengan jabatan Sous Chef alias orang kedua setelah Radi yang paling disegani membuat para pekerja mengangguk perlahan. Lagi pula ini jam delapan pagi, masih terlalu jauh untuk mencapai jam buka.
Berkumpulnya para pekerja di lantai satu bukanlah tanpa alasan. Hari ini, restoran Radi kedatangan koki muda yang ditransfer langsung dari salah satu rekan sesama kokinya di Perancis sana. Infonya, dia adalah perempuan muda berdarah Indonesia. Pernah bekerja di restoran khusus makanan penutup yang amat terkenal juga. Kemungkinan Radi mengenalinya karena rekannya itu tak akan jauh-jauh merekomendasikan seseorang yang asing kepadanya, sekalipun orang tersebut handal. Niel—rekannya yang berdiam di Perancis—bilang, perempuan itu masih satu almamater dengan mereka. Ditambah lagi sebagian besar mahasiswa yang tergabung dalam komunitas pelajar Indonesia pasti ia ketahui. Sudah pasti Radi kenal atau paling tidak, tahu wajahnya.
"Enggak biasanya Chef Radi agak ngaret. Biasanya udah stand by duluan tuh di dapur sambil ngecekin bahan-bahan."
Bisikan dari arah samping membuat perempuan yang baru bekerja itu semakin menegang. Maklum saja ini adalah hari pertamanya dan ia akan bertemu chef sekaligus pemilik restoran.
Ivy yang bernama panjang Ivania Ayarra, sekarang tengah menyatukan telapak tangannya dan membentuk sebuah genggaman. Keringat keluar di sekujur telapaknya akibat rasa yang tak karuan. Ia grogi, tentu saja. Merupakan bentuk alamiah bagi manusia, jika sedang berada di bawah tekanan jantungnya akan berdentum kencang sampai hampir putus dari penyangganya. Katakanlah seperti itu karena memang bentuk reaksi tubuh Ivy sekarang adalah hal yang wajar. Lagi pula, siapa yang tidak begitu di hari pertamanya masuk kerja.
"Ya paling kesiangan. Mana tahu semalam chef ada urusan." Sebuah bisik dari balasan lawan bicara perempuan tadi kembali terdengar.
Ivy melirik tipis kumpulan perempuan yang berkisar empat orang kitchen helper yang berada tepat di sampingnya sekarang. Masih muda dan jelas punya tampilan seperti gerombolan penggosip. Yang bisa Ivy lakukan sedari tadi hanyalah diam. Selain untuk meredakan pacuan jantungnya, ia juga masih belum terlalu akrab dengan pekerja lain. Alhasil hanya diamlah yang bisa dilakukan, meski sebenarnya ia tak tahan ingin menegur mereka yang masih saja membicarakan atasan dengan leluasa.
"Iya, maksudnya urusan ranjang, kan? Hihi."
Kali ini suara cekikikan mereka spontan membuat Ivy menoleh polos. Salah satu perempuan dengan wajah sedikit kearaban sadar jika mereka kedapatan menggosip tak senonoh oleh anak baru. Selain itu, mereka juga baru sadar jika Ivy sedari tadi berada di samping mereka, menyendiri tanpa ditemani siapa pun.
"Oh, hai anak baru! Sini gabung ke kita. Sekalian kenalan gitu." Panggilan dari perempuan berparas Arab menyadarkan lamunan Ivy yang memang sudah kepalang ketahuan menguping pembicaran mereka sedari tadi.
Senyum kikuk Ivy membalas sapaan perempuan itu. Matanya melirik ke name tag di bagian dada yang bertuliskan namanya.
Shanie. Namanya Shanie.
Lambaian tangan mengisyaratkan agar Ivy cepat menghampiri mereka. Senyuman hangat menghujami Ivy yang masih canggung berada di tengah-tengah mereka semua. Salah satu perempuan berbadan sedikit timbun menyengir lebar, dirangkulnya pula bahu Ivy dengan tak kalah hangat. Kelihatan sok akrab namun begitulah sifanya.
"Hai! Nama gue Rita! Salam kenal ya." Sahut perempuan itu riang. Senyuman Ivy berganti sedikit tenang, tak secanggung tadi.
Perkenalan singkat pun berlanjut satu per satu, disertai dengan topik-topik ringan yang terlontar kepada Ivy guna menuntaskan rasa penasaran sekaligus sebagai ajang pengakraban diri satu sama lain.
"Pokoknya lo enggak usah takut sama Chef Radi. Gue berani jamin dia baik banget. Asal ingat, lo juga enggak boleh ngelakuin kesalahan-kesalahan di dapur. Soalnya, selain bikin Chef Andre dan Chef Radi bad mood, itu juga bakal bikin seisi dapur jadi jengkel. Yah...gue sebenarnya juga yakin kok lo pasti tahu hal-hal kayak gitu. Secara, lo kan bukan anak baru lulus banget." Wejangan Shanie membuat Ivy mengangguk-angguk paham. Semua yang ia katakan sudah dicatat dengan benar ke dalam otaknya.
Ya benar, ia bukanlah koki amatiran yang baru terjun ke lapangan. Ia memang sudah pernah dua tahun menjadi koki pastry di salah satu restoran Perancis. Namun begitu, beda negara beda juga kebudayaan. Dan juga perlu diingat, beda atasan, beda juga perlakuannya. Maka dari itu ia harus tetap bersikap profesional dan hati-hati di segala perbuatannya kelak.
"Selamat pagi, Bu." Sapa Chef Andre begitu Nara menampakkan batang hidungnya.
Semua orang saling menyapa kedatangan Nara yang terlihat rapih dan sangat cantik walaupun hanya memakai pakaian kasual. Tak perlu model yang mewah, Nara masih bisa merepresentasikan wanita anggun kepada semua orang.
Ivy turut menyapa walaupun ia tak tahu siapakah yang datang. Yang ia tahu, Radi adalah nama laki-laki. Meski begitu, dengan adanya sapaan sopan dari semua pekerja maka turut meyakinkan dirinya bahwa di depannya kini bukanlah perempuan biasa.
"Hai semuanya. Bapak masih di mobil, tunggu ya. Enggak lama, kok." Nara menyahut dengan senyuman yang tak ketinggalan terlampir pada wajahnya.
Mata Nara memerhatikan semua bawahan Radi dengan seksama. Matanya menangkap satu orang asing yang tak pernah dilihatnya barang sekali pun. Seorang perempuan manis dengan postur menunduk segan menarik perhatian. Nara melangkah mendekat menujunya untuk berkenalan. Sebelumnya, Radi sudah bilang bahwa akan ada koki baru dari Perancis yang direkomendasilan rekannya di sana.
"Ini pasti pegawai barunya?"
Sapaan ramah menyapa Ivy yang masih tertunduk. Wajahnya diangkat perlahan setelah sikutnya disenggol oleh Shanie.
"Selamat pagi, Ibu. Saya Ivy, pegawai baru di bidang pastry." Ucapan canggungnya membuat bibir Nara sedikit terangkat.
"Salam kenal, Ivy. Semoga betah, ya!" Sambutan Nara membuat Ivy tersenyum menunduk.
Nara mundur sedikit lalu berpamitan sebentar sebelum ia naik ke lantai tiga, tempat privat Radi sekaligus tempat miliknya juga.
Ada alasan mengapa di hari Sabtu ini ia rela mendatangi restoran Radi sejak pagi. Selain karena sudah lama tidak ikut mengamati restoran, Nara juga bosan berada di rumah sendirian. Walaupun ujungnya juga ia akan ditinggal sendirian di sana, namun setidaknya mereka masih berada di satu tempat. Jika bosan, Nara bisa turun ke bawah dan mengamati para pelanggan. Sesekali jika sedang bosan akut, Nara juga tak segan-segan untuk berpura-pura menjadi pelayan dan menghampiri setiap mejanya guna mencatat pesanan mereka.
Bunyi pintu terbuka kembali terdengar setelah kurang lebih lima menit suasana lantai satu hening. Seorang laki-laki dengan baju santai yang jarang digunakan terlihat masuk. Matanya memakai kacamata hitam seperti ingin berpergian entah ke mana. Radi sengaja memakai pakaian santainya karena Nara memilih menemaninya bekerja. Tak mau terus menerus meninggalkan istri dan fokus kepada dapur sampai lupa sekitar, akhirnya Radi memilih untuk hanya mengawasinya sesekali. Semua urusan dapur, hari ini ia akan serahkan kepada tangan kanannya yaitu Chef Andre, sang Sous Chef restorannya.
"Selamat pagi semuanya, terima kasih sudah mau nunggu saya. Maaf ya saya sedikit terlambat tadi." Sahut Radi setelah semua pegawainya berkumpul tepat di depan dirinya sekarang.
Mata Radi mengabsen di balik gelapnya kacamata. Sampai bola matanya berhenti bergerak, menangkap seseorang yang asing tidak asing. Ia tahu perempuan itu. Ia tahu anak baru itu.
"Hari ini kita kedatangan anggota baru setelah sekian lamanya. Saya dapat rekomendasi dari teman saya yang punya resto di Perancis sana. Dia anak Indonesia tulen. Jadi enggak perlu pakai bahasa inggris buat komunikasi."
Mata Radi dan Ivy saling menatap walaupun dihalangi oleh kacamata hitam. Radi tidak menyuruh Ivy untuk berkenalan secara gamblang. Namun Ivy tahu keheningan ini sedang menunggunya untuk angkat bicara. Maka dari itu ditatanya tubuh agar tegak, sedikit memberikan impresi anggun dan profesional kepada semua rekan kerja barunya.
"Selamat pagi rekan semua, saya Ivy yang akan bekerja di bidang pastry. Salam kenal dan mohon bantuannya!" Ivy membungkuk sopan sebagai bentuk rasa hormat kepada pekerja lain.
"Oke, silahkan dilanjut lagi ya persiapannya. Saya hari ini bakal gak terlalu sering nengokin ke dapur. Jadi, Chef Andre mohon diperhatikan dengan baik." Ujar Radi kemudian berlalu untuk menyusul Nara di atas sana. Sempat matanya bertabrakkan dengan Ivy yang turut melirik dalam diam walaupun hanya sekejap saja.
🔅🔅🔅
Nara sudah bilang jika berdiam diri di ruangan Radi itu membosankan. Walaupun hari ini ia ditemani suaminya, namun Nara justru merasa tak enak dengan pekerja lain. Padahal sudah Nara bilang di rumah tadi jika jangan hiraukan dia. Bekerjalah seperti tidak ada Nara di sana. Namun kenyataannya, suaminya itu tetap berdiam diri di ruang tv, menemani Nara yang sedang fokus menonton serial dokumenter netflix tanpa sedikit pun bergeming saking serunya. Oleh karena itu, mau tak mau Nara harus hengkang sebentar agar Radi juga beranjak untuk bisa sekedar turun ke dapur. Apalagi ada anak baru yang harus diobservasi kinerjanya untuk pertama kali.
Kaki Nara menyusuri jalan setapak yang nampak ramai setelah turun dari taxi online yang dipesan. Rencananya ia ingin mengitari mall untuk menghilangkan bosan. Sekali-kali cuci mata, namun niatnya lebih ingin jajan berbagai macam cemilan ringan saja.
Perhentian pertamanya jelas sebuah kedai minuman terkenal. Panasnya kota membuat ia sedikit dehidrasi, Nara perlu minum yang segar-segar sekarang. Tak perlu memakan waktu banyak, hanya butuh lima menit saja namanya sudah dipanggil. Hari ini ramai, tapi antrian tempat minum tadi tak sepanjang biasanya. Mungkin juga karena Nara datang di jam baru buka, sehingga belum banyak pengunjung yang datang.
Langkah kakinya kembali menelusuri tiap-tiap sekat toko dengan berbagai merek ternama. Sesekali ia masuk sembari menyedot minuman yang berada di genggaman kanannya. Sudah tiga kali masuk toko namun tangan Nara masih saja kosong. Tidak ada satu pun tas belanjaan selain cup minuman yang tinggal es batunya saja. Pada dasarnya juga ia tak ada keinginan untuk membeli barang, maka yang terjadi sekarang memang jadi tak tentu arah. Walaupun kakinya pegal, Nara tetap senang memutari setiap lantai yang masih sepi ini.
"Oh, beli lipstik!" Gumam Nara ketika di depannya terlihat sebuah toko kosmetik yang sering ia hampiri.
Nara disambut ramah oleh beberapa pelayan yang memang berada di bagian depan toko. Salah satu dari mereka mengikuti Nara dari belakang sembari memegang satu tas belanja. Kemana Nara pergi, pelayan itu akan selalu mengikutinya. Nara sama sekali tidak keberatan. Menurutnya itu sangat membantu ketika ia sedang membutuhkan rekomendasi beberapa barang sedangkan ia tidak tahu manakah merek yang bagus.
Toko itu seperti biasa ramai dipenuhi oleh para wanita. Sangat jarang melihat laki-laki turut melihat-lihat produk kecantikan di sini. Entah kenapa, namun Nara paham akan ego yang tertanam di otak sebagian besar kaum adam. Demi memertahankan kemaskulinitasannya, mereka enggan masuk ke dalam toko demi menemani sang pasangan atau sekedar membeli beberapa barang untuk dirinya sendiri. Radi sesungguhnya termasuk ke dalam golongan itu. Walaupun sebenarnya Radi tak pernah menolak jika diajak ke toko ini, namun Nara tahu ekspresi wajah yang timbul adalah bentuk keterpaksaan.
Radi itu tipikal 'yes man'. Dia akan mengiyakan segala ajakan Nara meski sebenarnya ia tak ingin. Radi ingin selalu menyenangkan perempuannya terlepas itu sedikit memalukan bagi dirinya. Ia jarang memerlihatkan emosinya. Ia jarang bilang tidak dan sebisa mungkin memenuhi semua keinginan pasangan yang ia cintai. Sekarang, apakah Nara sadar? Ya, Nara sangat sadar akan hal itu. Namun, apakah ia suka? Tidak. Sama sekali tidak. Dengan tingkah seperti itu, Nara merasa ia tak benar-benar mengenal Radi. Radi is too good to be true. Nara tak puas. Nara merasa ia hanya tahu bagian kulitnya saja, tak sampai ke dalam-dalamnya.
Setelah beberapa kosmetik ia masukan ke dalam keranjang, Nara akhirnya mengantri ke bagian kasir. Hanya ada satu orang yang sedang membayar, maka Nara dengan sigap berdiri di belakangnya masih dengan menjaga jarak. Nara mengamati punggung orang di depannya. Seorang laki-laki dengan bahu lebar dan lengan yang berotot namun tak serta merta begitu besar. Laki-laki itu memakai kemeja panjang yang digulung hingga siku. Gambar tato Mengintip kecil dari celah kemeja. Orang ini laki-laki, bertato pula. Datang sendiri tanpa didampingi seorang perempuan. Juga membeli beberapa skin care yang diperuntukkan khusus kaumnya. Sungguh luar biasa melihatnya yang dengan cuek membayar belanjaan tanpa sedikit pun terusik oleh tatapan pengunjung lain.
Laki-laki itu menenteng sebuah tas belanjaan dan mulai beranjak pergi, kemudian. Baru saja Nara ingin meletakkan barang-barangnya ke atas meja, pegawai kasir tiba-tiba memanggil laki-laki itu karena uang kembaliannya lupa diambil. Nara ikut menoleh ke arahnya yang nampak tak terusik oleh panggilan kecil pegawai kasir tersebut. Pada akhirnya, Naralah yang dengan sukarela menghampiri lelaki tersebut agar ia balik dan mengambil uangnya yang tertinggal.
Satu tepukan mendarat di pundak orang itu. Dari sini Nara bisa melihat jika dia sedang memakai earpods. Pantas saja dipanggil dari tadi tak acuh. Mau sampai kapan pun, kalau telinganya tetap tersumbat dengan benda itu ya pasti akan tuli walau sasaat.
Laki-laki itu terhenti begitu merasakan sesuatu menyentuhnya di pundak. Dilepasnya dua earpods yang menggantung pada lubang telinganya sebelum benar-benar berbalik menghadap seseorang di belakang sana.
"Sorry, itu kembaliannya masih di—."
Ucapan Nara terputus begitu mendapati orang yang ia hampiri. Ia tahu laki-laki ini. Tidak. Lebih tepatnya ia kenal. Dia adalah orang yang selama ini menghilang bak ditelan matahari. Tak terlihat dan tak tahu di mana keberadaannya.
"Bian....."
Ini lucu. Bertemu dengan orang yang amat sangat ia rindukan di tempat yang sama sekali tak pernah ia pikirkan. Siapa sangka, sebuah toko kecantikan bisa menjadi tempat pertemuan mereka setelah lima bulan lamanya hilang kabar.
"Bentar-bentar, duit lo masih di kasir. Cepatan ambil!"
Jika ada definisi perusak suasana yang sebenarnya, itulah yang menggambarkan Nara tadi. Bukan pelukan, bukan juga sapaan hangat yang Abian dapatkan. Meski begitu, tak bisa dibohongi pula jika jantungnya sekarang tengah berdegup kencang.
Abian mengangguk lalu berjalan kembali menuju toko kecantikan itu untuk mengambil uangnya di kasir. Berjalan bersisian bersama Nara membuat pikirannya bernostalgia. Dulu, berjalan seperti ini bukanlah sesuatu hal yang mustahil pun bukan sesuatu yang sulit dilakukan. Namun sekarang, Abian harus mengatur napasnya yang tiba-tiba saja tersendat seperti hendak kehabisan oksigen. Katakanlah ia berlebihan namun memang benar adanya.
"Bi, tungguin gue ya." Sahut Nara ketika Abian hendak melanjutkan langkah setelah mengambil uang kembalian dari pegawai kasir.
Abian terdiam. Mungkin ini saatnya ia berdamai dengan keadaan. Masa-masa bersembunyi telah usia, kehidupan di depan matanya susah menyambut dengan hangat.
Ya, mari berjalan seperti air. Kemana takdir mengarah, tugasnya hanya tinggal mengikuti saja. Jika ada lubang maka hindarilah. Jika jatuh sekalipun, ia tak perlu terlalu terpuruk. Masih banyak tangan yang terulur dari orang-orang terdekatnya agar ia bisa keluar dari sana. Masih ada tangga yang dapat dipakai agar ia bisa menghirup udara bebas. Hidup memang terkadang suka bercanda, serius dan bahkan kejam kepada semua makhluknya. sesungguhnya tidak adil karena kita hanya bisa mengikuti setiap alur yang telah dirancang. Namun, berdiam diri di kegelapan tanpa niat keluar dari sana jugalah salah. Satu-satunya cara yang dapat dilakukan hanyalah dengan berserah diri. Pada dasarnya pun semua yang terjadi pasti ada pelajaran yang bisa diambil.
"Oke, Nar."
Dan ya, Abian memilih untuk menyambut uluran tangan itu agar bisa hidup dengan baik seperti sedia kala.
🔅🔅🔅🔅🔅
Hi, guys. I know ini telat...😬
Tapi tenang aja ya, aku pasti bakal tetap update kok even publishnya lewat jadwal. Yang jelas aku hanya akan update di hari Jum'at - Minggu, ya^^
Oh, happy weekend ya!!!