"I said drop it!"
Newt dan Minho mengernyit mendengar suara lantang seorang perempuan. Pasalnya tak ada yang berteriak diantara Clara, Teresa, dan Brenda yang bersembunyi dibalik truk. Mereka semua mengenali ketiga suara perempuan itu.
"Berdiri, ayo!"
Mereka kompak menoleh melihat Thomas dan Jorge disebrang mobil. Ternyata, mereka tertangkap oleh dua perempuan yang tertutup masker kain. Kedua perempuan itu mengacungkan pistol kepada Jorge dan Thomas.
"Lets go! Move!!"
Mereka bangun mendekati Thomas dan Jorge yang melangkah pelan dengan dua tangan ke atas. Saat ini kedua pria itu terlihat pasrah dengan dua perempuan dibelakangnya yang tengah mengacungkan pistol tepat dikepalanya. Melawan sedikit saja, nyawa mereka tak tertolong.
Jorge sendiri terlihat menggeram kesal. Semestinya dia tahu Marcus hanya mencoba menyebaknya. Kalau begini, Jorge juga merasa bingung karena tak bisa melakukan apa apa kalau disekitarnya terdapat banyak mata mata.
Gadis berambut pirang cerah beralih kepada remaja lainnya yang berdiri dengan ragu. Sonya mengacungkan pistolnya ke arah mereka. "Let's go!"
"Don't be stupid, move!" serunya lagi ketika mereka masih diam berdiri. Kemudian mereka akhirnya berjalan pelan menuruti gadis itu. "Slowly!"
Harriet menfokuskan pandangannya melihat salah satu remaja yang sangat tak asing disana sebelum raut wajahnya berubah tak percaya mendapati itu. Ia membuka maskernya, "Aris?"
Aris ikut mendekati mereka. "Oh my god! Harriet?"
Harriet mendekati Aris dan memeluknya erat. "What the hell are you doing here?"
Aris beralih kepada Sonya yang membuka maskernya. Gadis itu segera memeluk Aris sama eratnya.
"Sonya." gumam Aris senang, masih tak percaya bahwa ia menemukan kawan lamanya.
"You're lucky we didn't shoot you dumb ass." ucap Sonya lalu melepaskan pelukannya. Dia meraih wajah Aris dan memperhatikannya. "kau hidup.."
Aris tersenyum menanggapi.
"You okay, budy?" tanya Harriet pada Aris yang langsung mengangguk.
"Emm, ada apa ini?" Minho membuka suara bingung memperhatikan mereka bertiga.
Aris menoleh, "Kami berasal dari labirin yang sama."
Mereka melihat satu sama lain kemudian mengangguk percaya. Ucapan Alex tempo lalu ada benarnya.
Harriet bersiul kencang melihat bebatuan tebing diatas. "Kita selesai guys, kelaur sekarang!"
"Clear! Stand down!!" suara dari atas tebing terdengar yang kemudian tak lama terlihat para tentara keluar dari tempat persembunyian disana.
Mereka bertiga kembali berpelukan. Pandangan itu tak lepas dari Jorge yang tersenyum melihat Aris. Kemudian dia beralih melihat Brenda seraya merangkul gadis itu.
Brenda mengernyit heran, "Ada apa?"
"Tidak ada." jawab Jorge lalu melepaskannya. Dia beralih menatap Sonya dan Harriet. "Kurasa sudah waktunya kita jalan."
Sonya mengangguk, "Ayo, aku akan membawa kalian ke suatu tempat."
Mereka kembali melangkah mengikuti Harriet dan Sonya yang memimpin jalan didepan, berjalan menuju dua mobil yang terparkir disana. "Kami akan membawamu ke markas."
"Tunggu, bagaimana kau bisa disini?" tanya Aris.
Harriet menoleh, "Right Arm membantu kita keluar."
"Tunggu." ucap Thomas membuat mereka menoleh melihatnya. "Right Arm.. kau tau mereka?"
Harriet tersenyum membuka pintu mobil, "Masuklah."
***
Harriet dan Sonya membawa mereka ke sebuah camp. Tempat itu dipenuhi banyak tenda dan persiapan senjata dibeberapa tempat. Dari sini terlihat banyak orang orang berlalu lalang disana, juga pemandangan damai dari beberapa orang yang mengobrol santai sambil memakan sesuatu.
Thomas dan sekawannya melihat itu dengan kagum, masih tak percaya bahwa mereka akhirnya menemukan Right Arm. Setelah berkendara tak jauh dari tebing pegunungan tadi, Harriet dan Sonya memperkenalkan mereka kepada Vience.
"Siapa mereka?" tanya Vience kepada Harriet.
"Mereka kebal, tertangkap saat datang kesini." jawab Harriet.
"Sudah kau periksa?"
Harriet menunjuk Aris, "I know this guy, Aris. I trust them."
Vience mengangguk, "Baiklah, urus mereka."
Clara menoleh saat mendengar nafas putus putus Brenda, dia mendekati gadis itu. "Brenda?"
"Hey bos.." salah satu pria memanggil Vience kala melihat ada yang tak beres dari salah satu kelompok remaja itu.
Nafas Brenda semakin putus putus. Wajah gadis itu terlihat semakin pucat. Clara terpekik saat Brenda jatuh tersungkur ditanah, "Brenda!"
"Brenda!" Jorge langsung mendekatinya. Menggoyangkan lengan gadis itu yang hampir tak sadar.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Vience ikut mendekat.
"Aku tak tau." jawab Jorge lalu kembali mencoba menyadarkan Brenda. "Brenda, kau baik baik saja?"
Brenda menghela nafas panjang tak kuat menahan sesak, "i'm sorry.. i'm sorry.."
Clara menoleh menatap Teresa, berharap gadis itu mau membantunya karena hanya dia lah yang mengerti tentang kondisi Brenda saat ini. "Teresa."
Teresa menggeleng kecil, membuat Clara semakin panik. Gadis itu memegang lengan Brenda khawatir.
"Brenda, bicara padaku!" Jorge terus berusaha membuat Brenda tetap sadar.
Vience mendekat ketika melihat perban dikaki Brenda. Lelaki itu melepaskannya dari sana dan terkejut mendapati sebuah bekas gigitan di kaki Brenda. Lantas dia bergerak mundur dan mengambil pistol disakunya, "Crank! Crank!"
"Jangan!" seru Jorge berusaha menghentikan Vience.
"Tunggu, tunggu!" Thomas ikut maju membela.
"Minggir! Dia terinfeksi!" Vience berusaha menyingkirkan Thomas yang menghalanginya.
"Ya, i know."
Vience kembali maju, "Mundur!"
"Dengarkan aku sebentar!" Thomas menunjuk infeksi dikaki Brenda, "Lihat, itu baru saja terjadi. Dia belum berbahaya."
"Kau tak seharusnya membawanya kesini!" ucap Vience mulai emosi, "Jika dibiarkan, kita tidak akan bertahan dalam seminggu."
"Oke, aku mengerti-aku mengerti." Thomas menahan Vience, "Dengarkan aku, aku diberitahu kalau kau bisa membantu."
"Kau pasti bisa melakukan sesuatu." sambung Thomas.
"Ya, memang." Vience kembali mencondongkan pistolnya kearah Brenda. "Aku bisa menghilangkannya dari kesakitan."
"Jangan!" Jorge berseru.
"Viece cukup!" seru seorang perempuan yang menghampiri mereka. "Lepaskan mereka!"
Vience menatap Mery, "Dia terinfeksi, dok. Kita tak bisa berbuat apa apa."
Dokter Mery terpaku pada Thomas, menatap pemuda itu dengan tatapan tak terbaca. "Tidak, tapi dia bisa."
"Helo, Thomas." sapa dokter Mery seraya tersenyum.
Semua orang terlihat terkejut kala dokter itu tiba tiba saja mengenal Thomas. Hal yang tak jauh beda dari pemuda itu sendiri yang terlihat mengernyit kecil, "You know me?"
"Interesting," gumam wanita itu lalu mendekati Brenda. Mengecek nadi dari tangan Brenda, dokter Mery kembali melihat Thomas. "Masuk akal juga mengingat mereka menaruhmu ke labirin. Walaupun harus kuakui.. aku takut kau dibunuh setelah apa yang kau perbuat."
"Apa yang ku lakukan?" tanya Thomas penasaran.
"Pertama kali kita bicara, kau bilang kau sudah tak tahan lagi melihat satu persatu temanmu mati. Dan terakhir kita bicara, kau memberiku sesuatu untuk percobaan di lab."
Mery tersenyum melihat Thomas, "Kita takkan bisa melakukan ini tanpa dia." ucapnya pada semua orang.
Mereka semua menatap Thomas dalam diam, melihatnya dengan bermacam ekspresi. Kemudian, Mery bangkit melihat Brenda. "Bawa gadis ini ke tenda, dan beri mereka pakaian hangat."
Setelah mendengar perintahnya langsung, bawahan Vience segera mengangkat Brenda membawa dia masuk ke dalam tenda. Sedangkan Vience memerintahkan Herriet dan Sonya mencarikan pakaian hangat untuk mereka.
"Thomas, ayo. Aku perlu sedikit darahmu." ucap Mery lalu beranjak pergi saat Thomas mengikutinya.
Mereka kemudian diberikan makanan dan pakaian hangat oleh Harriet dan Sonya. Kedua gadis itu mengizinkan mereka untuk melihat lihat sekitar asal tidak terlalu jauh. Minho dan Frypan pergi ke tebing tak jauh dari sini. Lalu Newt terlihat berbincang dengan Vience. Sedangkan Clara dan Teresa tengah jalan jalan kesekitar seraya mengunggu Thomas keluar dari tenda.
"Clara."
Clara mengangkat alis, "Ya?"
Teresa terdiam beberapa saat. Gadis itu menunduk, terlihat ragu. Sedangkan Clara menunggunya dengan sabar.
"Kau mengingatnya bukan?"
Clara terdiam beberapa saat. "Mengingat apa?"
Teresa merubah rautnya kecewa. "Aku pikir kau mengingatnya."
"Sudah lama sekali aku ingin katakan," Teresa kembali melihat Clara. "Aku pikir ini bukan jalan satu satunya."
"Maksudmu?"
"Saat aku bangun dari tidur, aku mengingat semuanya." Teresa memainkan jari jemarinya. "Aku senang saat itu telah menemukan teman baru, rasanya seperti bermain setiap hari. Tapi aku menyadari kalau kau lebih pintar dariku, kau begitu baik dan berguna.. sampai aku merasa tersaingi."
Teresa tersenyum simpul. "Aku sadar kemampuanku tak lebih baik darimu. Kau mendapat pujian setiap hari, hadiah, atau apapun yang aku inginkan kau mendapatkannya. Tapi dari sana, aku mulai belajar untuk lebih baik lagi."
"Dan aku menyadari kalau aku tak bisa melakukannya sendiri. Aku butuh kau, Clara." Teresa menghela nafas. "Tapi pada saat itu, kau mulai berubah."
Clara memperhatikan dalam diam.
"Kau berubah lebih buruk. Aku tau kau melakukannya dengan niat yang baik. Tapi kau lupa, Clara. Kau tak bisa melakukan itu. Kau tak bisa mengambil keputusan secara sepihak, apapun itu kau harus bertanggung jawab."
"What are you talkin' about?"
Teresa menipiskan bibirnya kala melihat perubahan raut wajah Clara. "Aku mau kita kembali kesana."
Terkejut, Clara semakin berkerut tajam. Langkah kaki nya berhenti berjalan. "Kembali ke wckd?"
Teresa tak menjawab, membuat Clara semakin yakin bahwa dugaanya benar. "Apa yang membuatmu berpikir begitu?"
"Setelah apa yang kita lewati, kau mau kembali kesana? Kau tak mengingat mereka hampir membunuh kita?" Clara menatap Teresa heran, "Ada apa denganmu?"
"Dengar, kau tak mengerti." Teresa melihat Clara dengan yakin. "Mereka tak membunuhmu, Clara. Hanya saja.. jika kau mengingatnya, kau pasti mengerti dan memilih kesana."
"Kenapa aku harus kesana? Kenapa aku harus menyerahkan diriku untuk pengujian?"
"Kau..?"
"Mereka mengorbankan banyak orang, Teresa. Mereka melakukan hal yang sia sia. Apapun yang ada didalam pikiranmu, enyahkan saja." Clara beranjak melangkah meninggalkan Teresa.
Gadis itu menggeleng tak habis pikir dengan Teresa. Bagaimana bisa Teresa mau kembali kesana setelah mengetahui apa yang wckd lakukan. Clara memang mengingat sepenuhnya. Apa yang Teresa katakan, dia mengingat semuanya dengan jelas. Tetapi Clara tak sebodoh itu, apalagi mengingat kematian orang tuanya ditangan wckd. Setiap mengingatnya, membuat Clara semakin membenci mereka.
"Clara, tunggu!"
Clara berbalik. "Maaf, Teresa. sebaiknya kita lupakan tentang tadi, dan anggap kita tak pernah membahasnya."
Teresa menatap punggung Clara dengan kecewa. "Aku harap kau memikirkannya kembali, Clara."
Clara terus melangkah menghampiri Newt. Pemuda itu terlihat tertawa ringan bersama Vience sebelum mereka menoleh melihat kedatangannya. Gadis itu tersenyum melihat keduanya. "Hai."
"Aku rasa kita harus mulai berkenalan," ucap Clara pada Vience, "Aku Clara. Senang bertemu denganmu."
Vience mengangguk seraya tersenyum. "Bagaimana keadaan temanmu?"
"Oh, aku belum melihatnya." jawab Clara menggeleng.
"Kalian harus lebih hati hati." ucap Vience, "Walaupun kita sudah berada ditempat yang aman, orang yang terinfeksi pintar menyembunyikan gejalanya."
Clara tersenyum tipis, mengerti maksud pembicaraan Vience yang mengarah pada Brenda. Gadis itu menyahut. "Dia akan baik baik saja, aku yakin."
Vience mengalihkan pandang ke arah Newt, "Tentang yang tadi, aku akan mengajarimu nanti."
Newt berseru senang, "Aku selalu siap."
Vience terkekeh, "Alright, sampai nanti." ucapnya lalu masuk kembali kedalam tenda.
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Clara.
"Senjata." jawab Newt lalu mulai melangkah menjauhi tenda bersama Clara yang berjalan disampingnya.
"Senjata? Untuk apa?" tanya Clara lagi.
Newt terkekeh mendengar nada bicara gadis itu yang polos, "Menurutmu untuk apa?"
"Maksud aku, kalian akan menembak siapa? Aku pikir kita sudah sangat aman disini."
"Aku mau berlatih." Newt melihat Clara yang masih tak paham. "Untuk berjaga jaga."
Clara berseru mengerti. Mereka menghentikan langkahnya tepat di depan tenda Thomas. "Aku menitipkan makanan kita sama Minho."
Newt mengangguk. Kemudian mereka berdua sama sama terdiam menunggu Thomas sampai kain tenda itu terbuka dan menampilkan Thomas yang keluar dari sana.
"Thomas," Clara beranjak berdiri. Gadis itu memperhatikan kapas yang terselip dilengan Thomas.
"Dia hanya sedikit mengambil darahku." ucap Thomas mengerti maksud Clara. Pemuda itu memperhatikan Clara dan Newt bergantian. "Dimana yang lain?"
"Mereka diatas," jawab Newt.
"Baiklah. Aku akan segera menyusulnya, aku harus memastikan Brenda dulu." ucap Thomas membuat mereka menyetujuinya dan meninggalkan Thomas.
"Ternyata dia dikenal lebih banyak daripada yang kukira."
Clara menoleh melihat Newt, "Siapa?"
"Thomas."
"Dia memang dikenal oleh orang orang penting yang kita temui."
"Kau tau itu?"
Clara mengangguk, menaruh kedua tangannya disaku bajunya. "Aku tau semuanya setelah bangun dari sana. Aku juga mengingat pertama kali kita bertemu.. kau jauh lebih kecil dariku."
Newt tertawa.
Clara ikut terkekeh. "Kita sering mengobrol, bahkan terkadang kamu masuk ke kamarku diam diam hanya untuk mengobrol bersama." Clara tersenyum simpul kembali mengingat memori itu.
"Pada suatu malam, kau masuk ke kamarku lalu menceritakan seorang gadis yang kau temui. Kau bilang, dia sangat berharga untukmu. Saat itu aku merasa kehilanganmu karena kau terus pergi mencarinya. Dan ketika kamu kembali, kau terus saja menceritakannya."
Clara memperhatikan ekspresi Newt yang mengernyit. "Lalu sampai suatu hari menjelang tes terakhir, kau mengajaku menemuinya. Dia berada di ruang yang cukup jauh dan ramai. Aku melihatnya untuk pertama kali. Dia perempuan yang sangat cantik. Hanya saja kita tak sempat mengenal satu sama lain karena mereka menangkap dan mengurung kita sampai seminggu."
Clara menghela nafas. "Ketika aku bangun, aku mulai sibuk meneliti. Aku tak pernah lagi melihatmu. Aku hanya bersama Thomas dan Teresa, kami mencarimu dan yang lain bersama sama."
Clara menatap Newt lekat. "Maaf, aku tak bisa mencegah mereka. Aku seharusnya tak membiarkan itu."
"Itu sudah berlalu," Newt mengusap bahu Clara. "Ini bukan karenamu."
"Mungkin inilah jalan hidup kita. Sekarang kita menemukan Right arm, kita berhasil melewati ini bersama. Yang terpenting sekarang kita aman." sambung Newt.
Clara mengangguk. "Aku berharap mereka tak lagi menemukan kita."
"Itu takkan terjadi." Newt mengelus puncak kepala Clara.
Newt dan Clara kembali melanjutkan langkahnya menghampiri Minho dan Frypan yang tengah duduk memandang orang orang yang berlalu lalang dibawah, sekaligus pemandangan pegunungan asli yang berada didepan mereka.
"Hey, guys!" sapa Clara riang.
"Hi, dari mana saja kalian?" tanya Frypan membuat Clara terkekeh dan duduk disampingnya. Clara merangkul Frypan bersahabat. "Kau pasti kangen aku kan?"
Frypan tertawa ringan. "Yang benar saja, Clara? Kau benar benar percaya diri."
"Aku kangen kita masak bareng." ucap Clara jujur.
"Well, kita akan melakukannya." balas Frypan mengangguk melihat Clara, "Saat semuanya sudah normal kembali."
Clara berseru senang. Disamping itu, Newt bersama Minho tengah mengobrol kecil. Pemandangan keempat remaja dari labirin yang sama itu menjadi perhatian kecil Thomas untuk menghampiri mereka. Kedatangan pemuda itu membuat mereka kompak menoleh dan menyapanya.
Thomas duduk disamping Newt, ikut melihat pemandangan damai dari atas. "Kita semua seharusnya bisa melihat ini."
Newt mengangguk setuju.
"And, Winston." sahut Frypan ikut bicara.
Thomas mengalihkan pandang dari mereka, mengeluarkan boneka kayu milik Chuck disakunya. "And, Chuck."
"They will be proud of you, Tommy." ucap Newt.
Thomas mengangguk, "Ya."
Frypan tersenyum megalihkan pandang dari Thomas, kembali menatap kebawah melihat Aris dan kedua perempuan yang baru ia tahu namanya, Harriet dan Sonya. Tangan Frypan terangkat menyapa pemuda itu. "Hey, Aris!"
"Hai, guys!" balas Aris melambaikan tangan.
Clara tersenyum melihat Aris, dia mengingatkan Clara pada Chuck.
"Aku suka anak itu." ucap Frypan.
"Yea.. walau aku tidak percaya padanya." balas Minho membuat mereka bertiga terkekeh.
"Kau tak berencana menyukai mereka, Minho?" tanya Clara.
"Siapa?" tanya Minho.
Clara menunjuk Harreit dan Sonya dengan dagunya. "Mereka."
Minho diam beberapa saat lalu menatap Clara dengan seringai candanya, "Ku rasa?"
Melihat itu, Clara dan Frypan sontak tertawa keras.
Frypan menepuk nepuk bahu Minho, "Aku mendukungmu."
"Kau tak mungkin menyukai keduanya bukan?" Clara menggeleng tak habis pikir.
"Tidak, tidak." ucap Minho, dia menunjuk Harriet. "Aku akan mendekati yang itu."
Newt seketika tertawa. "Kau tau yang bagus."
Minho ikut tertawa mendengar ucapan Newt.
"Hey, where's Teresa?" tanya Thomas kepada mereka. Ia mengalihkan pandang melihat Clara yang tak bereaksi.
Newt menunjuk tebing sebelahnya membantu menjawab pertanyaan Thomas. "Diatas sana."
Thomas melihat kearah yang ditunjukan kemudian beranjak. "Aku akan segera kembali."
Clara melihat punggung Thomas sampai benar benar menghilang. Apakah ia perlu menemani pria itu kesana? Sejujurnya Clara takut Teresa akan membahas tentang apa yang baru saja mereka katakan. Namun kalau Clara pergi mengikutinya, mereka mungkin bisa salah paham dengannya.
"Aku ingin lihat brenda, kalian mau ikut?" Clara beranjak menepuk nepuk bokongnya yang kotor oleh pasir.
Frypan dan Minho menggeleng.
"Aku disini." ucap Newt membuat Clara mengangguk dan beranjak pergi. "Hati-hati!"
"Yang benar saja, Newt. Clara hanya ke tenda dibawah." Minho memutar bola matanya malas.
Sedangkan Newt hanya tertawa ringan.
***
Clara memasuki tenda setelah mendapat izin dari dokter Marry. Wanita sebaya itu sangat ramah dan memberikannya sebatang coklat untuk mengganjal perutnya. Clara tentu senang dan mengucapkan banyak terimakasih. Tak dipungkiri lagi memang kalau ia benar benar lapar.
"Kau tidur?" Clara memperhatikan Brenda yang memejamkan mata.
"Tidak." Brenda membuka matanya dan menemukan Clara. "Ada apa?"
Clara tersenyum kecil, "Bagaimana keadaanmu?"
"Masih hidup." jawab Brenda.
Terkekeh, Clara membuka coklatnya dan memotongnya menjadi dua bagian. Gadis itu memberikannya pada Brenda. "Kau akan lebih baik setelah mengisi perutmu sedikit."
"Thanks." Brenda tersenyum tipis.
"Tadinya aku pikir kau sudah berubah." Clara menggigit batang coklat itu.
"Kau berharap secepat itu?"
Clara menggeleng, masih dengan kunyahan dimulutnya. "Aku sama sekali tak ingin kau menjadi Crank. Terlihat tidak cocok dengan penampilanmu."
Brenda tersenyum miring. "Kalaupun aku terinfeksi, aku lebih memilih menembak diriku sekarang juga."
"Dan kau masih menjadi manusia."
Brenda mendengkus. Sebenarnya gadis ini benar benar mau dia menjadi Crank atau bagaimana?
"Kau bertahan selama 30 menit lebih. Seharusnya 10 menit cukup untuk menjadi mereka." ucap Clara menjawab isi pertanyaan pikiran Brenda.
"Apa artinya itu?" Dengan ragu Brenda bertanya.
"Artinya kau takkan menjadi mereka." jawab Clara. "Apa kau baru saja dikasih obat?"
Brenda mengangguk.
"Baguslah, aku harap kau lekas sembuh." Clara beranjak berdiri. "Istirahatlah, aku akan membiarkanmu."
***
haii:D