-Pada akhirnya aku di sini, bersama kenangan yang aku ciptakan sendiri dan kamu yang tak pernah aku miliki.-
Menjadi Osis memang tidak mudah, itu lah yang dirasakan gadis 17 tahun itu, ia harus mengorbankan banyak hal, salah satunya jam tidur siangnya untuk membantu persiapan prom night.
"Dis, sound sistem aman?" Tanya Karel
"Aman, Rel."
Tak terasa langit sudah gelap, satu persatu siswa dan siswi kelas 12 memasuki aula. Tema prom night kali ini adalah 'Fantasy Night' mereka bebas memakai kostum dari karakter fantasy mereka masing-masing.
Acara dibuka dengan sambutan oleh kepala sekolah dilanjutkan dengan acara-acara lain.
Saat pemutaran video perpisahan, Andis tak sengaja mendapati Alka yang sedang melihatnya. Ia terlihat tampan dengan jas hitam yang melekat sempurna di tubuhnya.
"Rel, gue ke belakang dulu jagain makanan ya," izin Andis
"Iyaa, tapi jangan dimakan makanannya!" Karel memperingati
"Gak janji, hehe." Andis menampilkan senyum lebarnya
"Jangan macam-macam, ntar Lo dapet jatah makanan kok."
"Oke pak ketos." Andis segera ke belakang menghindari tatapan Alka.
"Eh Andis, tolong jagain ini ya, gue mau liat acara prom, seru kayaknya," ucap Adel
"Yaudah sana."
Tinggal lah Andis sendirian. Semenjak kejadian di bazar waktu itu, Andis benar-benar menghindari Alka, walaupun beberapa kali tidak sengaja berpapasan, gadis itu berusaha bersikap tak acuh.
"Kak Awan?" Ucap Andis melihat Awan memasuki ruangan.
"Kak Awan butuh apa? Mau makan?"
Awan terdiam sejenak, menormalkan detak jantungnya. Gadis di depannya sangat cantik hanya dengan baju panitia yang melekat di tubuhnya.
"Dis, gue mau ngomong sesuatu." Atmosfer di sekitar pun berubah dingin.
"Ngomong apa kak?"
Hening beberapa saat. Awan berusaha mengumpulkan keberanian.
"Gue sebenernya suka sama Lo."
Andis mematung
"Gue udah suka sama Lo semenjak di lab waktu itu. Waktu Lo lupa ngembaliin sapu, waktu Lo ditarik sama Gita, waktu Lo gugup, gue inget semuanya. Waktu itu gue mau ngajak Lo ngobrol tapi gue terlalu takut. Gue takut Lo ilfill dan sekarang gue udah lulus, gue gak mau nyia-nyiain kesempatan ini. Andis, gue suka sama Lo," sambung Awan.
Matanya seperti mengunci pergerakan Andis. Tak satu pun ekspresi gadis itu terlewat dari pandangannya.
"Kak Awan, a-aku." Andis benar-benar tidak tau harus menjawab apa, terlalu mendadak, ia bahkan tak pernah berpikir Awan mempunyai perasaan padanya.
Awan menghela napas.
"Jadi gue ditolak ya?" Ucapnya sambil menampilkan senyumnya.
Senyum terpaksa, Andis tau itu.
"Kak Awan, maaf," ucap Andis pelan.
Bagaimana bisa ia tidak menyukai Awan yang sangat baik padanya dan malah menyukai orang yang membuatnya hancur? Ia sendiri tidak mengerti dengan jalan pikirannya.
"Nggak usah minta maap, Dis, gue sadar diri kok," ucap Awan santai. Meskipun begitu ia dapat melihat kilatan terluka pada matanya.
"Kakak gak perlu sadar diri. Aku yang gak tau diri kenapa gak bisa nerima orang sebaik kakak. Semoga lain kali kakak sukanya sama orang yang tepat, gak kayak aku." Mereka terdiam
"Btw, Dis. Lo nanti kalo udah lulus mau ngambil fakultas apa?" Tanya Awan memecah keheningan
"Fisip, kak."
"Fisip apa? Sorry gue bego, jalur lompat pagar makanya gini hahaha."
"Fakultas ilmu sosial dan politik, gak bego kak, aku juga baru tau ada kek gitu." Andis merasa tidak enak.
"Ooh, bagus tuh. Ya udah, sekolah dulu yang bener, jangan bikin kecewa orang tua Lo."
"Iyaa hehe. Tapi udah bikin kecewa kakak."
"Gue gak kecewa kok Dis, lagian perasan gak bisa dipaksain jadi santai aja lah."
Bohong jika Awan tidak kecewa.
"Ribet banget ya kak cinta cintaan, nyakitin."
Awan tau maksudnya.
"Ah gak juga kalo udah nemu orang yang tepat."
"Orang yang tepatnya ke mana sih? Gak ketemu-ketemu deh perasaan." Andis mulai sedikit santai
"Lagi pada main kayaknya," ucap Awan dengan nada bercanda
"Mainnya kejauhan sampe gak ketemu," balas Andis.
"Bukan kejauhan cuma belum waktunya aja."
"Lama banget ya waktunya kak."
Mereka pun tertawa, menutupi hati yang sama retaknya. Berharap di masa depan mereka menemukan cintanya masing-masing dan berdamai dengan masa lalu.
"Dis, gue mau ngembaliin ini." Awan mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
Andis ingat, dasi itu miliknya.
"Waktu itu Lo ngasih pinjem gue dasi supaya gue gak dihukum. Gue sebenernya gak masalah dihukum karena udah biasa, cuma waktu itu ada Lo seakan gue mau ngasih liat sisi terbaik di diri gue."
Andis diam, tidak tau mau merespon apa.
"Gue berharap Lo cepet ketemu sama orang yang tepat." Sambungnya
"Kak Awan juga."
Mereka menikmati suasana malam ini, malam mereka retak, malam mereka saling mengikhlaskan.
"Ya, acara selanjutnya pengumuman king and queen prom night malam hari ini." Samar-samar Andis mendengar suara mc.
"King and queen pada malam ini jatuh kepada pasangan Alka dan Cika. Silahkan maju.
Riuh tepuk tangan dan sorakan memenuhi indera pendengar Andis.
"Kak Alka aja udah dapat cewe yang tepat, kak Awan masa belum," ucap Andis berusaha mencairkan suasana.
Tak ada jawaban dari Awan.
"Kak?"
"Ha? Lo juga belum dapet orang yang tepat, jadi kita sama, harus saling mendukung dan menguatkan sesama jomblo."
Ia menatap Awan. Entah kenapa Andis merasa Awan menyembuyikan sesuatu.
"Jomblo kek gini tapi dinaksir sama orang ganteng kek kak Awan heheh."
"Percuma ganteng kalo ditolak."
"Mampus, salah ngomong gue!"
"Hehehe, semangat kak!"
"Iya iya, ini gue semangat. Btw ayok ke luar, ntar kita dikira ngapa-ngapain lagi berduaan di sini." Awan beranjak dari duduknya
"Tapi ini nggak ada yang jaga."
"Lo biar gak jaga juga gak papa, tuh ada cctv." Andis mendongak.
"Lah iya ya, sejak kapan tuh cctv nempel di situ?"
"Sejak Lo masih main tanah!"
"Berarti momen pas kak Awan ditolak ke rekam dong?" Tanya Andis polos
"Asem lu Dis! Udah ah, yuk buruan!"
Gadis itu berjalan di samping Awan.
Saat memasuki aula, matanya langsung tertuju pada Alka yang memakai selempang dan mahkota king prom night. Terlihat seperti pangeran, sangat tampan seperti seharusnya. Tak lupa di sampingnya berdiri putri yang pantas bersanding dengannya, Cika. Gadis itu terlihat sempurna dengan gaun Cinderella yang melekat di tubuhnya.
"Mau gimana pun gue tetap jadi seseorang yang memperhatikan Lo dari jauh ya Al? Lo udah nemuin Cinderella Lo, pada akhirnya gue kalah sama ekspektasi gue sendiri."
Matanya tak lepas dari sosok Alka yang menatap datar sekitar.
"Doain gue bisa benci sama Lo, Al. Gue berharap Lo bahagia selalu."
If we meet again, let’s make a beautiful goodbye.
-End-