wah~ perkiraan kalian buat yang mati di previous chap, hm~
question of the day~ merupakan pengulangan, kali aja berubah pikiran~
siapa karakter yang kalian pikir umurnya gak panjang?
//
February 16th (Pt. 3); 91
The Dead Inside Us
- Safe City -
//
"—menyangkut keamanan yang akan terus dijunjung tinggi untuk para warga dari Kota Aman itu. Sehingga, dengan ini, tercatat, tanggal 16 Februari, tahun—"
Kalimat yang dapat mereka dengar dari pengeras suara itu didengarkan secara baik oleh para warga yang tengah berkumpul di pusat kota. Pembukaan telah dilakukan sejak duapuluh menit lalu. Kini, Sang Walikota, yang berdiri di atas podium—namun tak terlihat jelas dari posisi mereka—tengah mengumumkan peraturan baru.
Lucas, mendengarkan secara seksama bersama Jennie dan Taehyung.
Sesekali berjinjit untuk dapat melihat jelas, di posisi mereka yang terhalang sekitar lima baris orang lainnya,
Sembari seringkali kehilangan fokusnya karena menunggu bagaimana kabar dari Inyeop, untuk menyampaikan pesannya. Akankah sampai? Akankah mereka bertemu? Lucas benar-benar membutuhkan jawaban.
Sampai tiba-tiba seorang pemuda berjalan ke arah mereka.
Melewatinya, untuk menepuk bahu Taehyung yang segera menoleh ke arahnya.
"Minho."
Oh, lelaki yang merupakan teman Taehyung itu.
Taehyung menatapnya, lalu pada Jennie yang tampak mengerjap.
"Hei. Aku menembus keramaian untuk mencapaimu." ucap Minho, lalu ikut berjinjit juga. "Karena posisimu lumayan strategis. Setidaknya samar kita bisa melihat Walikota Kim."
Dengan itu, Lucas berpindah ke samping Jennie yang juga mencoba mengabaikan pembicaraan kedua orang itu. Sementara Taehyung sendiri berusaha untuk tak terlihat sangat grogi maupun waspada, di hadapan Minho yang terus melempar senyuman ke arahnya, berharap di balas.
"Ya... aku sedang bersama dengan Jennie dan..."
"Aku tak sengaja bertemu saja." Lucas menyahut, sekilas, sebelum kembali ke depan.
Jennie meliriknya—memikirkan mungkin ia tak ingin terlalu kentara akan posisinya di sini. Sehingga gadis berambut coklat tua itu menyisir rambutnya, berusaha untuk membantu. "Ya, tak sengaja. Taehyung bersamaku sejak tadi."
"Aku mengerti~" Minho mengangguk-angguk, sebelum ia menyikut Taehyung pelan. "Omong-omong apa kalian adik kakak? Atau mungkin... sepasang kekasih?"
"Ah..." Jennie melirik ragu ke arah Taehyung.
Sedangkan Taehyung memberikan senyuman tipis yang sejak tadi Minho harapkan, dan menjawabnya. "Teman baikku. Jennie teman baikku."
Mendengar hal itu membuat Jennie menunduk.
Sekilas ada rasa menyayat dalam hatinya. Tak berpikir bahwa ia masih dianggap, setelah banyaknya keburukan yang ia lakukan.
Jennie pun memalingkan wajah dari Taehyung yang membuatnya menghadap Lucas.
Dan Lucas menyadarinya namun tak mengatakan apapun.
"—Dengan ini, peraturan baru nomor 21A, bagian dari keamanan. Bagi seluruh warga sipil, tidak memandang dari kasta manapun, yang dengan atau tidak sengaja melangkahkan kakinya keluar dari bagian gerbang utara, timur, selatan maupun barat, akan langsung ditembak mati."
Lucas mematung, mengeraskan rahangnya selagi kedua matanya membulat.
Sementara Taehyung menghentikan pembicaraan dengan Minho, lalu melirik Lucas. Sama seperi apa yang Jennie lakukan, dengan wajah khawatir tak tertahankan.
-://:-
Perjalanan itu berlangsung dalam keheningan.
Hanya Yoon-gi yang mengemudikan mobil tersebut, secara hati-hati.
Lalu Hanbin, yang mengambil posisi Yoon-giu sebelumnya, memangku ransel tersebut. Memastikannya dalam keadaan aman. Masih tak tahu apa yang berada di dalamnya.
Lisa masih waspada, duduk kembali di samping kaca mobil.
Heejin sendiri berada di tengah seperti sebelumnya, sesekali ikut melihat ke arah sekitar. Di mana Yoon-gi selalu mencari jalan memutar, untuk tak menyentuh Kabut Hitam lainnya.
Dan Hyunjin-ie tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia tengah berada di ambang kesedihannya, yang tak bisa siapapun mengerti.
-://:-
"Warga tak beridentitas pun tentunya akan ditembak mati."
Gumaman dari Taehyung membuat Lucas tak berhenti berpikir keras. Semua itu seperti mengacak apa yang sudah tersusun secara rapi di dalam kepalanya. Sehingga setelah mendengar salah satu pengumuman tersebut, Lucas tak henti-hentinya mengusap wajahnya sendiri karena kesulitan.
Minho merasa sulit untuk mengambil pembicaraan bersama mereka, berujung dengan dirinya mencoba menatap ke depan dan mendengarkan secara seksama.
Sementara Jennie, sesekali menyentuh lengan Taehyung, tahu bahwa semuanya sudah terlanjut sejauh ini. Tapi mereka tak membantu banyak sama sekali.
"Pertanyaannya, ada apa gerangan sampai Walikota Kim memperketat seluruhnya?"
Lanjutan kalimat itu membuat Taehyung mengangkat wajahnya, mencoba berpikir.
Tetapi Lucas mengatakannya bukan untuk meminta pertukaran pendapat dari yang lainnya. Justru dia tengah membuat dan mencari jawaban sendiri di dalam kepalanya.
-://:-
"Oh, terima kasih Tuhan. Terima kasih atas perlindungan-Mu."
Miyeon, yang kala itu membukakan pintu utama dari bunker tersebut, tak bisa menahan rasa haru dan tenangnya, melihat bagaimana kelima orang tersebut kembali dengan selamat.
Di mana yang lainnya pun perlahan datang menuju area utama tersebut, untuk menyaksikan mereka kembali tanpa kekurangan sedikitpun. Juga, tak ada luka sama sekali. Heejin dan Hyunjin-ie masuk terlebih dahulu. Di susul oleh Yoon-gi. Lalu Lisa dengan senapannya. Dan terakhir, Hanbin, dengan senapa miliknya juga sebuah ransel besar nan penuh di punggungnya.
Segera Miyeon menutup pintunya kembali.
Kemudian Hanbin memberikan kode untuk seluruhnya berkumpul di ruang makan. Seluruhnya, tanpa terkecuali. Karena untuk masalah seperti ini, semua orang baik anak kecil pun perlu mengetahuinya. Sehingga dapat terjalin rasa percaya yang lebih dalam lagi diantara mereka semua.
Kini semuanya sudah berkumpul di ruang makan tersebut, tanpa satupun yang tertinggal. Dengan tujuan yang sudah seluruhnya mengerti apa; untuk melihat apa yang Lucas titipkan kepada mereka, selaku tugasnya untuk menyusup ke Kota Aman.
Mereka duduk di kursi masing-masing, walau ada beberapa yang memilih untuk berdiri. Namun jelasnya, Hanbin duduk di bagian meja paling utama. Berdiri di posisinya, mengabaikan kursi yang tepat bertada di belakangnya. Dengan ransel tersebut di atas meja, dalam keadaan masih tertutup rapat.
Perlahan Hanbin menarik napasnya cuku panjang.
Tak mengulur waktu, ia mulai membuka resleting ransel tersebut.
Dua lembar kertas terlipat rapi di dalam amplop terdapat di sana.
Hanbin meraihnya. Membuka pelan amplop tersebut, lalu meluruskan salah satu lembarannya.
Setelah tiga jam menunggu, tak memperbolehkan siapapun untuk pergi, akhirnya terdapat kejelasan lagi. Seperti bagaimana mereka diminta untuk merapikan barisan dengan sangat teratur.
"Luruskan! Ayo luruskan!"
Perintah itu diminta dari beberapa pihak keamanan untuk merapikan barisan di bagian depan tersebut. Membuat posisi Lucas, Taehyung, Jennie dan Minho sendiri ikut terdorong. Namun begitu beruntungnya mereka, yang semula mendapati lima baris di hadapan, kini mereka berada di baris kelima tersebut.
Setidaknya lebih dekat sedikit menuju ke bagian depan.
Terlebih, mereka tepat berada di bagian menghadap podium. Bukan di sisi kiri, kanan ataupun baliknya.
Hanya saja, dengan itu artinya akan ada pengumuman lainnya.
Melihat bagaimana Walikota Kim kembali berdiri di atas podiumnya setelah menghilang selama tiga jam. Berdiri dengan tegap, menunggu bagaimana semuanya siap.
"Halo semuanya. Lucas di sini. Bagaimana kabar kalian?"
Awalan dari surat tersebut membuat yang lainnya tersenyum secara tidak sadar.
Walau dibacakan oleh Hanbin, tapi mereka mengenal jelas bagaimana bayangan jika Lucas yang mengatakannya. Setidaknya, itu semua mengobati rasa rindu mereka terhadap sosok yang telah pergi dari sekitar dalam empat belas hari terakhir ini.
"Aku harap kalian sehat selalu. Di sini, aku baik-baik saja. Aku bertemu dengan keluargaku."
Hanbin mengambil jeda sesaat, sebelum ia melanjutkannya perlahan.
"Kalian masih di bunker, bukan? Jangan pergi kemanapun, selain jika terdesak, okay? Aku akan mengusahakan sebisaku agar kalian tak perlu berlari lagi."
Yuqi, di posisinya, menutup mulutnya sendiri. Entah mengapa airmatanya lolos begitu saja.
"Aku tak akan berbasa-basi untuk ini. Sekarang, tolong ambil telepon satelit yang sebelumnya Hanbin berikan padaku."
Hanbin mengikuti permintaan dari kalimat yang ia baca sendiri tersebut.
Dirogohnya telepon satelit yang berada di paling atas ransel tersebut. Hanbin mengamatinya sejenak, berusaha mencari perbedaan. Tapi ia merasa Lucas mengembalikannya secara serupa.
Karenanya, ia pun mulai membaca kembali.
"Aku berhasil membuat saluran khusus yang hanya terbaca oleh telepon satelit ini, dengan satu yang berada di tempatku." Hanbin memberikan jeda untuk menatap telepon satelit itu kembali, sebelum menaruhnya di atas meja samping ransel. "Di lembar lainnya, aku mencatat tertanda mulai besok, kapan aku akan menghubungi kalian. Aku tahu kalian tidak bisa melihat waktu dalam hitungan jam sepertiku. Tapi kurasa, kita sudah ahli untuk memperkirakan waktu berdasar kapan matahari terbit, bukan? Maka dari itu, aku membuat urutan. Ada lima urutan, yang kembali lagi ke awal setiap lima hari. Dan dalam satu hari, aku akan menghubungi kalian sebanyak dua kali."
Baik Yoon-gi maupun Soojin yang mendengar hal itu, mengangguk menyetujui keputusan Lucas.
"Sengaja kubuat seperti ini, agar saluran kita tak terdeteksi. Namun jika ada perubahan jam, akan kuberitahu kalian di waktu untuk menghubungi."
"Perhatian! Perhatian!"
Tak sadar, Lucas menelan ludahnya sendiri.
Melihat, dari kejauhan, terdapat rombongan pasukan dengan seragam elit yang belum pernah ia lihat sama sekali. Seragam itu tampak berbeda dari yang sering Lucas lihat. Mungkin, mereka bagian dari tentara yang bertugas keluar.
Tapi mengapa sampai dibuat sepenting ini?
Seolah pihak keamanan lain tengah mengawal bagian penting di sana.
Sampai kemudian, Lucas melihat Ayahnya di kejauhan. Bersama sosok sang kakak, yang perlahan mendekat ke arah podium, di mana Walikota berada bersama.
"Selanjutnya, aku mendapatkan sesuatu yang dapat membantu kalian mempelajari segalanya."
Perlahan, Hanbin merogoh benda lainnya dari dalam ransel.
Sebuah lembaran terlipat yang cukup besar, yang membuat dirinya agak menggerenyit sebelum pupilnya melebar. Sontak, Hanbin memberikannya kepada Namjoon yang tak jauh darinya. Di mana Namjoon mulai membuka lembaran lebar tersebut dan Hanbin kembali membaca.
"Aku mendapatkan salinan peta Kota Aman. Kalian perlu tahu, kota ini benar-benar nyata."
"Ayah... Kak Vivian..."
Gumaman itu membuat Taehyung dan Jennie melirik Lucas secara khawatir.
Arah tatapan Lucas benar-benar mengikat ke depan, seolah ia sendiri ingin membawa tubuhnya maju. Tepatnya, ketika Sang Walikota memulai kembali seluruh pembicaraan penting yang akan ia sampaikan.
Hingga kemudian, Minho yang juga masih menatap ke depan, menggerenyit.
Sebelum kemudian berseru, melihat bagaimana pasukan elit tersebut bergerak lebih maju ke arah mereka. Mengikuti ke arah depan di mana Benjamin Wong dan Vivian Wong mulai berdiri di sisi kanan dan kiri Walikota Kim, secara tegap dan sigap.
"Oh! Itu Bang Chan dan Changbin!"
"Ada satu hal yang penting di Kota Aman. Yaitu tentang bagaimana orang elit maupun mereka dengan kekayaan luar biasa, dan juga mereka yang memiliki keluarga sebagai Aparatur Sipil Negara dan juga di bagian militer, memiliki tempat di Kota Aman." Hanbin melanjutkannya dengan hati-hati. "Tapi ada hak istimewa yang ditujukan kepada orang-orang tertentu. Seperti bagaimana Ayah Yeonjun ternyata adalah bagian dari Ke-Empat Pendiri Kota Aman. Namun ia diminta mundur dengan catatan memiliki hak istimewa. Ayah dari Yeonjun menggunakan hak istimewa itu untuk Keluarga Soobin, yang dapat tinggal di sana walau bukan bagian dari Pemilik Tempat Kota Aman."
Sontak, Soobin membulatkan matanya.
Heejin, yang berdiri di balik tubuhnya yang duduk langsung terkejut pula. Segera dipeluknya leher Soobin dari belakang, sembari melihat bagaimana perubahan raut wajah Hanbin saat membacanya.
"Tapi hak itu hanya berlaku jikalau Yeonjun masih hidup."
Seketika itu juga, keheningan mengambil alih.
Soobin langsung menunduk; bukan. Ia bukan menginginkan Kota Aman itu. Justru Soobin tengah tenggelam dalam kesedihannya atas kepergian Yeonjun. Yang dengan mati-matiannya berusaha untuk menyelamatkannya sendiri. Yang pada akhirnya, memang harus mencapai kematiannya sendiri karena itu.
"Bukan maksudku untuk mengungkit ini tanpa alasan. Tapi, kalian ingat Jiho, bukan? Hak tinggal akan dimatikan jika orangtua sudah mati atau belum mencapai Kota Aman. Dan Jiho memiliki hak tersebut walau kedua orangtuanya sudah tiada."
"Bagaimana bisa...?" Lisa berbisik pelan mendengarnya.
Sementara Hanbin sendiri agak menekan lidahnya pada pipi bagian dalam, mencoba mencernanya dengan baik.
"Dengan itu, kita bisa memanfaatkanya. Satu orang bisa masuk. Setidaknya sebelum aku bisa memasukan kalian semua ke tempat ini agar bisa aman."
"Kalian akan pindah ke Kota Aman?" Hyunjin-ie tiba-tiba menyahut.
Namun Miyeon segera mencapainya, lalu menggeleng pelan untuk menenangkannya, yang ia sendiri ketahui kabur dari Kota Aman tersebut.
"Rencana ini akan dilakukan jika memang dalam desakan aku membutuhkan bantuan." Hanbin melanjutkan kalimat dari surat tersebut lagi. "Sejauh ini, aku masih bisa. Tapi jika kita harus mengambil rencana ini, mari kita buat Jiho kedua dalam lindunganku."
"Tunggu, apa yang dimaksud dengan Jiho kedua?" tanya Olivia kemudian.
Lisa sendiri terdiam.
Sementara Hanbin, dengan sadar meliriknya, tahu bahwa ia tengah memikirkan sesuatu.
Dan benar adanya. Bagaimana Lisa membulatkan mata, lalu menatap ke satu orang yang tepat, seperti yang tertulis dalam kalimat selanjutnya pada surat tersebut.
"Rose, kita akan menjadikanmu sebagai Jiho jika memang dibutuhkan."
Taehyung ikut melirik ke arah depan, setelah bagaimana Minho berseru, mengucapkan nama kedua temannya, yang secara jelas ia jual untuk dapat kemari. Tapi sontak saja, kedua pupil Taehyung membulat lebar, melihat bagaimana delapan orang berseragam elit itu mulai lebih dekat ke arah depan.
Membuatnya terlihat lebih jelas.
Bahkan sampai Jennie sendiri yang menyadarinya langsung menutup mulutnya tak percaya.
Dan Lucas, yang masih terkejut akan bagaimana Ayah dan Kakaknya sendiri berada di depan sana, mulai melewati kerumunan satu-per-satu. Agak memaksa, untuk mendapatkan bagian depan. Walau memang, dia diberikan jalan setelahnya melihat ban lengannya.
Tapi lutut Lucas melemas seketika.
Ada satu sosok dari delapan orang itu yang membuat tubuh Lucas melemas bukan main.
Tekanannya menggila.
Setahu Lucas... dia ditinggalkan untuk mati...
Tanpa berpikir panjang, Lucas berlari ke arah belakang, meninggalkan kerumunan panjang tersebut. Tanpa bisa Taehyung dan Jennie hentikan, ketika sosok tersebut berlari pergi. Karena Lucas mencoba untuk mencapai satu tujuan sekarang.
Tidak... ini semua tak mungkin terjadi...
"Selanjutnya, dan lebih jelasnya, aku akan menghubungi kalian untuk memastikan apakah pesanku sudah sampai atau belum."
Saat itu, Hanbin membaca kembali pesan tersebut secara seksama.
Sampai di ujungnya, membuat kedua matanya perlahan membaca kalimat-kalimat terakhir yang tertera.
"Aku harap kalian sehat selalu. Makan yang baik. Dan jikalau ada matahari, teruslah berjemur." Hanbin menghentikan sejenak ucapannya, telah membaca kalimat lanjutannya dalam hati. Yang membuat ia melirik isi dalam ransel tersebut, sebelum senyuman tipis tersirat di wajahnya. "Dan aku membawakan kalian tiga buah apple pie besar. Pemiliknya adalah langgananku saat kecil. Lisa kau ingat ini? Tolong kalian nikmati bersama, ya?"
Lucas sampai di apartemen tempat tinggalnya.
Napasnya terengah. Langkahnya begitu tergesa untuk menembus ruang tidurnya, untuk mencapai sesuatu. Tak memikirkan bagaimana keringat mengguyur tubuhnya. Tak memedulikan bagaimana tubuhnya gemetaran.
Tapi dia berusaha sekuat tenaga, untuk mencapai sebuah alat buatannya. Lalu mencoba menekan salah satu tombol dari sekian, untuk memastikan apakah salurannya terbaca dalam jauhnya jarak mereka atau tidak.
"Test, test! Tolong masuklah! Hanbin?!"
"Ini akhir suratku. Sampai jumpa lagi. Ah, satu lagi. Terlebih untuk Yuqi yang telah memberanikan dirinya untuk menyelamatkanku saat itu."
Yuqi terkesiap.
Tanpa tertahan, tangisannya meluncur begitu saja.
Sementara yang lain, menunggu kalimat penutup surat tersebut.
"Terima kasih, kalian telah mengizinkanku untuk hidup dan bergabung. Aku takkan pernah melupakan semua itu seumur hidupku. Tolong maafkan aku atas kesalahanku dahulu. Aku akan berusaha untuk meringankannya untuk kalian."
Tiba-tiba saja telepon satelit itu berkedip.
Hanbin meraihnya di atas meja, sebelum menjatuhkan surat tersebut.
Yang lainnya pun benar-benar teralihkan dari suasana sebelumnya, menjadi ketegangan dan rasa penasaran melihat bagaimana benda itu mulai berkedit. Hingga terdengar suara saluran masuk. Yang semula agak samar. Namun setelahnya dapat terdengar lumayan jelas.
"Test, test! Tolong masuklah! Hanbin?!"
"Lucas?" Hanbin membalas. "Masuk. Kami baru selesai membaca suratmu dan—"
"Tidak! Dengar aku!"
Hanbin menghentikan kalimatnya dan menjadi waspada. Ia melirik sekitar perlahan, sebelum mengangguk. "Baik Lucas, silahkan."
"Perubahan rencana besar-besaran, tapi kalian harus tahu ini!"
Lucas terdengar terengah di sebrang sana, kesulitan untuk mengontrol diri.
Namun kalimat ia selanjutnya membuatyang lain mematung. Dalam rasa terkejut, tak percaya, sekaligus haru mengambil alih seluruh perasaan mereka.
"Jungkook ada di sini!!"
"Kemana Lucas pergi? Haruskah kita menyusulnya?"
Jennie menjadi sangat khawatir karena kepergian Lucas secara tiba-tiba.
Namun Taehyung langsung meraih tangannya dan menggenggamnya erat. Kemudian menariknya untuk maju, melewati orang-orang lainnya, menembus kerumunan untuk sampai lebih depan. Untuk melihat bagaimana sosok yang membuat mereka menganga tak percaya adalah benar adanya.
Namun, ucapan dari Walikota Kim yang sejak tadi samar tiba-tiba menembus pendengaran mereka secara cepat.
Terlalu sulit untuk diterima, namun nyata adanya.
"Pasukan elit ini akan menjadi pemimpin dalam genosida yang akan dilangsungkan dalam waktu satu bulan lagi, tercatat hari ini."
Kedua pasang mata itu membelalak bukan main.
Tak tercegah.
Tubuh mereka terasa melemas. Tahu pasti akan apa yang biasanya mereka baca dalam sebuah sejarah, kini akan terjadi secara nyata.
"Seluruh keluarga kalian yang masih berada di luar akan dicari dalam kurung waktu dua minggu lagi. Setelah itu, pembantaian besar-besaran akan dilaksanakan tepat pada tanggal Enam-belas Maret, di Negara tercinta kita ini, untuk membuat Kota Aman ini sebagai tempat tinggal terakhir yang lebih aman untuk kita semua."
Dan di sana... Jungkook, menjadi salah satu orang yang akan melenyapkan seluruh umat manusia tersisa di Negara mereka.
-://:-
dimohon dengan sangat reviewnya aaaa acu butuh semangat :(
aku butuh tau persaan kalian selama baca ini~ itu membantu aku banget!
LOVE YOU!