Housemate ✔

By Bbyze3_

11.8K 841 49

Permasalah fiona hanya satu, harus hidup satu atap sama mantan pacarnya yang punya gangguan hormon, sialnya l... More

00 : Housemate
01: Putus
02: Pindah Rumah
03: He Is My Exs
04: Alasan Tio
05 : Langkah Pertama
06: Mulai Gelisah
07: Tanda
08: Jadwal
09: Mulai Goyah
10: Liburan
12 : Pagi Yang Buruk
13 : Semakin Terjebak
14 : The Day
15 : A Choice
16 : Ending

11 : Gila But Its Okay

904 42 10
By Bbyze3_

[Mature content 18+]








Aku menatap rumah Tio, sangat sepi. Sama sakali tidak ada kehidupan di sana.

Aku mengernyitkan dahi bingung, apakah Tio diam-diam pindah rumah dan meninggalkan ku karna aku pergi begitu saja?!

Dengan langkah cepat aku membuka pintu kamarnya, berjalan ke arah lemari pria itu.

Aku bernapas lega ketika melihat baju-bajunya masih ada, artinya aku masih bisa tinggal di sini.

Kemudian aku kembali ke kamarku, tak peduli dengan baju yang masih di koper. Aku langsung naik ke kasur dan tidur, hari ini aku sangat lelah.

Baru saja mataku terpejam, ponsel ku kembali berdering. Dengan malas aku meraih kembali ponsel ku yang ada di nakas tempat tidur.

"Halo?"

"Udah pulang?"

"hm"

"Kalo gitu ke kantor ku sekarang!"

Aku mengernyit bingung, "hah?"

Apa-apaan itu, baru juga pulang dia sudah memerintah ku seenanknya.

"Ke kantor sekarang fio!"

"Ga mau, aku cape!"

"Sebentar, ada yang mau aku omongin sama kamu"

Aku membuang napas lelah, kemudian aku teringat ucapan jeni kemarin yang menyarankan agar aku lebih baik mencoba berhubungan badan dengan pria itu, dengan begitu tugas ku untuk membuatnya sembuh akan segera berakhir dan aku bisa meminta hak ku atas rumah yang dia janjikan.

Meskipun terdengar seperti aku yang menjual keperawanan ku untuk sebuah rumah, tapi jika di pikir kan lagi. Apa salahnya?

Toh tujuan akhir kenapa pria itu meminta bantuan ku adalah karna hanya aku yang bisa membuat pria itu ereksi.

Sama saja seperti cepat atau lambat dia akan meminta untuk berhubungan badan dengan ku, aku tau tio bukan pria munafik.

Jelas aku bisa melihat pria itu selalu menahan gairah yang selalu ingin dia tuntaskan dengan ku. Dia hanya menunggu waktu saja.

Dan aku rasa ini saatnya, aku juga tak mau terperangkap dengannya semakin lama.

Apa aku turuti saja ucapan gadis itu? Dengan begitu aku juga bisa cepat lepas dari pria ini dan mendapatkan rumah ini tanpa takut akan terusir.

"Ya udah, aku ke sana sekarang" ucap ku pada akhirnya.

"Oke, aku tunggu"

Pip

Setelah panggilan terputus, aku buru-buru mengambil tas dan turun untuk segera menemui tio di kantornya.






----






Ting

Aku ke luar dari lift, berjalan santai menuju ruangan tio. Pria itu tinggal di langai 30, sebelum masuk ke ruangannya aku tersenyum lembut pada gadis yang duduk di meja depan ruangan Tio, sepertinya itu sekertarisnya.

"Selamat siang, saya di suruh pak Tio untuk menemuinya. Nama saya Fiona" ucapku, gadis bernama Yuri itu langsung paham dan kemudian menelpon Tio untuk memastikannya.

"Halo pak, ada gadis bernama fiona yang bilang telah membuat janji dengan bapak" ucap yuri.

Aku hanya diam menyimak gadis itu berbicara dengan tip via telepon.

"Baik pak" yuri menutup telponnya, kemudian menatapku dengan senyum ramahnya.

"Silahkan, pak tio sudah menunggu anda" ucapnya lagi, aku hanya balas tersenyum kemudian masuk ke dalam ruangan tio.

Ku buka pintu besar yang cukup berat itu, di mejanya tio menatap ku dengan sorot mata dingin. Aku hanya meneguk ludah, sialan.

Sepertinya aku datang di waktu yang kurang tepat.

"Kunci pintunya" titah tio, aku hanya menurut saja. Enggan menanggapi pria itu.

Aku duduk di sofa yang ada di ruangan tio, pria itu juga bangkit dari kursinya dan berjalan mendekatiku. Dia duduk tepat di samping ku.

Aku terkejut saat dia langsung memeluk ku, bahkan pelukannya membuatku sedikit terhuyun sampai membuatku bersandar pada sandaran sofa.

Helaan napasnya sangat terasa dengan jelas di leherku, sepertinya dia sedang tidak baik-baik saja.

"Kenapa?" tanya ku, tanganku terangkat untuk balas memeluknya.

"Jangan pergi lagi" ucapnya terdengar sangat lemah.

"Hah?"

"Jangan pergi tanpa izin lagi! Kamu bikin aku pusing tau ga! Aku takut kamu ga bakal pulang"

Aku terkekeh kecil, kemudian mengelus rambut tio membantunya agar sedikit tenang. "Aku masih belum punya rumah yo, jadi pasti bakal pulang ke rumah kamu"

"hm, bagus kalo gitu." gumam tio yang tanpa aba-aba lagi langsung mengangkat tubuhku untuk duduk di pangkuannya.

Posisi kami sangat membuat ku canggung, aku duduk di pangkuan tio sambil menghadap tepat ke arah pria itu. Kedua tanganku bertumpu pada bahunya.

Bahkan wajah kami sangat dekat saat ini, aku menjadi gugup seketika saat tio menatapku dengan sangat intens. Tangan tio menyingkirkan helai rambut ku dan menyampirkannya ke belakang telinga.

"Fio…" tio berucap dengan suara rendah, aku tau arti dari panggilannya itu.

Dia menginginkan ku.

Ku tatap matanya, mencoba untuk membuat ku yakin dengan keputusan yang akan ku ambil.

"Apa kalo kita melakukannya, artinya kamu sudah sembuh kan? Berarti aku tidak harus membantu mu lagi kan?" ucapku.

Tio menatapku, pandangannya menatapku dalam. "Kalo aku bilang iya, kamu mau ngelakuin itu?" tanyanya.

Aku tersenyum tipis, kemudian menganggukkan kepalaku sebagai jawaban. "hm, aku akan melakukannya dengan kamu selama tiga kali"

"Tiga kali dalam seminggu?"

"Engga, kali ini hanya tiga kali. Setelah itu aku anggap tugasku selesai"

Tio kembali terdiam, kemudian dia mengecup bibirku singkat membuatku mengerjap selama beberapa saat.

"Oke" ucap tio, tangan kanannya menangkup wajahku. "--aku mau kamu sekarang" lanjut tio.

"Di sini?" tanyaku.

Tio tersenyum menyebalkan, "Aku selalu punya fantasi liar di ruangan ini tapi ga pernah bisa di wujudkan, jadi ini saatnya aku mewujudkan setiap fantasi di dalam Otaku"

Sialan!

Aku ingin mengumpatin tio ketika pria itu sudah menunjukan seringai setannya.

"Tio ini pertama kalinya untukku!" ketusku.

Tio kembali tersenyum tipis, "Aku tau, aku akan tetap bersikap lembut jangan khawatir"

Aku hanya diam, ini sudah keputusan ku untuk bisa segera bebas dari pria itu. Jeni bilang kehilangan keperawanan tidak terlalu buruk bagi kita yang merantau di negri orang.

Aku hanya perlu jujur sejak awal pada pasanganku kelak, daripada aku terus terikat dengan pria ini yang tak bisa memberikan ku kepastian.

Tio mencium bibiku yang langsung ku balas, tangan kirinya melingkar posesif di pinggangu sedangkan tangan kanananya menekan tengkukku agar semakin meperdalam ciuman kita berdua.

Kedua tanganku mengalung di leher tio, dia terus menciumku dengan sangat liar. Melumat, menghisap, dan mengobrak abrik mulutku dengan lidahnya.

Oh kepala ku pusing sekarang, ini pertama kalinya aku merasa sangat ingin di sentuh.

Tangan kanan tio perlahan masuk ke dalam kemeja yang sekarang ku pakai, mengusap abstrak punggungku. Membuat perutku menjadi geli seakan ada yang ingin meledak di sana bulu kuduk ku pun meremang saat usapan sensual tio di kulit punggungku kian liar.

Aku mendongakan kepalaku saat ciuman tio beralih pada leher jenjangku memberinya akses lebih untuk menjamahnya, aku bisa merasakan dengan jelas bagaimana leherku di hisap dan di gigit oleh tio.

Aku yakin akan ada banyak bercak merah setelah itu, tapi aku tak peduli. Bahkan ketika tio membuka satu persatu kancing kemejakupun aku tak peduli lagi.

Aku membungkuk ke arah tio menyembunyikan wajahku di celuk lehernya, membuat deru napasku membuatnya mendesis aku tersenyum kecil.

"Fio.. Tetap tegak" perintah tio suaranya sudah ssngat serak dan berat sarat akan gairah yang sedang dia tahan.

Aku menggeleng, aku tak berani untuk menegakkan tubuh ku ketika kancing kemejaku sudah sepenuhnya terbuka menampilkan bra warna hitam yang bahkan pengaitnya sudah di lepaskan oleh itu.

"Fio…"

Aku menghembuskan napas pasrah, kembali tegak di depan tio. Dia mulai melepaskan sepenuhnya kemejaku dan membuangnya ke lantai bersamaan dengan bra warna hitam milikiku.

Aku sangat risih dengan tatapan tio yang menatap tubuh setengah naked milikku, bibirnya tersenyum kecil kemudian dia menyenderkan punggungnya ke senderan sofa.

"Fio tolong lepaskan ikat pinggangku" ucapnya, nadanya sangat tenang dengan intonasi rendah.

Aku meneguk ludahku sendiri, dengan ragu mengarahkan tanganku ke pinggang tio melepas ikat pinggang pria itu dengan perlahan. Saat akan menarik ikat pinggangnya ibu jari ku tak sengaja menyentuh milik tio membuat pria itu kembali mendesis terkejut, aku pun sama terkejutnya.

Aku menatap wajah tio yang sekarang memerah, matanya terpejam. Aku jadi takut jika aku telah menyakitinya.

"Tio.. Kamu ga papa?" tanya ku yang mulai khawatir.

Tio menggeleng, kemudian dia kembali menatapku. Kali inu aku bisa melihat dengan jelas kobaran gairah di matanya.

"Sekarang tolong bukan jas dan kemeja ku" pintanya, aku mengangguk.

Tio kembali menegakkan tubuhnya saat aku hendak meloloskan jas hitam yang dia kenakan, saat jas nya sudah tergeletak di lantai. Tio kembali berdandar, aku mulai membuka kancing kemeja putih tio dengan perlahan sampai terbuka sempurna.

Tio tersenyum ke arahku, "Fio.. Bisa sentuh tubuhku dengan jarimu?"

Aku menatap tio bingung, aku sama sekali tak mengerti dengan hal-hal seperti ini.

"Sentuh?" aku bertanya dengan pandangan bingung. Membuat tio lagi-lagi terkekeh gemas.

"Iya, seperti ini---"tubuhku merinding saat jari telunjuk tio menyusuri leherku pelan sampai ke dada, kemudian dia membuat garis abstrak membuatku reflek mendongak dan meremas kemeja tio yang masih dia kenakan.

Sentuhan jari tio masih berlanjut, jarinya berjalanl melewati belahan dadaku sampai ke perut dan kembali membuat pola abstrak yang membuat ku menahan napas seketika. "--seperti itu, kau bisa?" lanjutnya.

Aku mengangguk patuh, perlahan aku mengarahkan jari telunjuk ku ke arah wajah tio. Menelusiri pahatan sempurna wajah pria itu, kemudian menurun ke leher putihnya, tio mendongak saat jariku berada di bahunya, aku menunduk reflek meletakkan sebelah tanganku ke bahu kirinya sedang kan tangan ku membuat pola abstrak di dada bindangnya, menurun sampai perutnya. Aku mengelus abs sempurna milik tio mulai merasa kagum pada tubuh sempurna yang tio miliki.

"sshhh!" tio meringis saat aku memainkan jemari ku di sekitar pusarnya, reflek aku langsung mendongak kembali menatap wajah tio yang kian memerah. Saat pandangan kita bertemu, tanpa aba-aba tio kembali menyerang bibirku.

Menarik tubuh polosku bersentuhan langsung dengan dada bindangnya, aku bagai tersengat listrik saat merasakan payudara ku menempel langsung dengan dada bindang tio. Bahkan kelita tangan tio mengusap lembut pinggangku, rasanya aku seakan melayang ke udara.

Mulut tio berpindah, bermain di dengan payudara ku bergantian menghisapnya seperti bayi. Kepalaku mendongak ke atas dengan kedua tangan yang mengalung di lehernya sesekali meremas rambut tio.

"eumhh!" aku menahan erangan yang akan keluar dari mulutku ketika tangan tio makin liat menjamah tubuh polosku.

Kepalaku sangat pusing sekarang, rasanya sulit ku utarakan yang jelas aku menginginkan tio lebih lagi menyentuhku.

Tio masih asik menyusu dengan tangannya yang merayap dan memeluk punggungku erat, saat ini aku seperti seorang ibu yang tengah memberikan asi pada putranya. Rasanya sangat geli dan membuat bulu kuduk ku meremang, apalagi ketika lidah tio terus bermain dengan puting ku rasanya itu membuat ku jadi gila dengan perasaan yang tak bisa ku jelaskan.

"ti--tioo ouh jangan di gigit!" aku mendelik sewot saat tio lagi-lagi mengigit gemas putingku. Entah kenapa dia selalu melakukan hal itu, kadang membuatku kesal. Karna rasanya sangat perih.

Tio terkekeh di sela kegiatannya, ucapan ku tak membuat tio berhenti. Justru dia kian semangat menjamah tubuh ku. Kedua tanganku berpegangan pada sandaran kursi saat tio mengangkat pinggangku, membuatku seperti sedang mengungkung tio. Dia melepaskan celana jeans yang ku pakai, entah sejak kapan dia berhasil melepaskan kancing celana ku itu.

Sekarang aku duduk di pangkuannya hanya menggunakan celada dalam berwarna hitam saja, tio menatapku dengan mata satunya. "Fio, tolong buka kancing celana ku" pintanya.

Aku menurut, dengan ragu membuka kancing celana tio dengan hati-hati. Tapi jari tanganku beberapa kali tak sengaja menyentuh gundukan milik tio, membuat pria itu harus meringis beberapa kali. Saat aku berhasil menbuka kancing dan menurunkan resleting celananya. Tio menyuruhku untuk berdiri dengan kedua lututku, karna tio akan melepaskan celananya.

Sekarang tio hanya mengenal boxer hitam dengan kemeja yang sudah tidak lagi terkancing rapih.

Aku kembali duduk di pangkuannya dengan kedua kaki ku yang tertekuk di atas sofa, tangan tio menuntuk tanganku untuk menyentuh miliknya yang masih terbungkus celana.

Aku terkejut, ini pertama kalinya aku menyentuh benda seperti itu. Rasanya sangat keras dan cukup menyeramkan.

"Fio… mau engga sentuh dia?" tanya tio matanya menatap ku sayu dan penuh harap.

Aku masih bingung, rasanya takut dan geli jika harus menyentuh milik orang lain secara langsung. "aa-aku, eum kamu yakin ga papa?" tanya ku.

Tio menganggukan kepalanya, wajahnya masih memerah. Aku jadi kasihan melihat dia tersiksa seperti itu, akhirnya aku menuruti keinginannya. Aku mulai menyentuh milik tio di balik celananya, sesekali memijatnya, dan mengelusnya. Membuat tio berulang kali mengerang dan mendesah karna sentuhanku.

"ouhh! Mau menyentuhnya secara langsung?" ucap tio lagi, aku yang mulai tertarik langsung mengangguk. Saat menyentuh milik tio rasanya seperti bermain dengan slaim.

Tapi ketika tio mengeluarkan miliknya dari balik celana, aku mendelik malu. Ini pertama kalinga aku melihat kejantanan pria secara langsung.

Tio yang melihat wajah merahku terkekeh, tangannya menyentuh pipiku yang memanas. "Ga usah malu, nanti juga biasa" ucapnya.

Dengan perlahan aku mengarahkan tanganku untuk menyentuh milik tio, aku terkejut saat menyentuhnya. Ku pikir rasakanya akan sekeras batu, tapi ketika aku sentuh rasanya sangat lembut dan kenyal. Persis seperti slaim.

Aku kembali tertarik, ini menyenangkan. Tanpa ragu lagi aku memainkannya, mengurutnya, mengusapnya dengan hati-hati.

Erangan tio makin terdengar, dia mendongakan kepalanya. Membuat ku kian semangat untuk menggoda tio, sesekali aku mencubitnya gemas membuat tio mendelik kesal. Sedangkan aku terkekeh gemas.

"Jangan di cubit fio!" sewot tio

Aku terkekeh melihatnya kesal, "Kamu juga sering gigit puting aku! Biar impas!" balas ku.

Tio mendengus sebal, aku tak peduli anggap saja ini bayaran karna selalu membuat putingku ngilu.

Tio menghentikan aksi pijat memijatku, dia langsung menarikku untuk duduk lebih dekat dengannya. Tio membiarkan milik kita berdua bergesekan. Aku langsung terkejut bukan main, rasanya seperti ada ribuan semut yang merayap di tubuhku. Sangat geli dan membuatku melayang.

Aku berpegangan pada bahu tio saat dia menuntun pinggulku untuk bergerak di atasnya, kepala ku kembali pening. Tio sangat tau bagaimana membuatku melayang, bibir tio kembali meraihku. Kembali mengulang ciuman panas kita berdua. Lidahnya kembali menerobos masuk ke dalam mulutku, dengan tangannya yang tak henti menuntun ritme gerakan pinggulku.

"aaa!" aku kembali terkejut saat jari tio menyelusup masuk ke dalam milikku. Kepalaku menuduk melihat bagaimana jari tangan tio mulai bermain disana.

"aaah!" aku menutup mulutku sendiri, malu rasanya jika harus mengeluarkan suara desanan itu dari mulutku sendiri.

Dua jari tio sudah mengobrak-abrik milikku, membuat ku makin mabuk dan pusing. Aku mendongak dengan mengigit telapak tangaku sendiri menahan erangan dan desahan yang akan keluar dari bibirku.

Tio yang melihat aku mengigit tanganku sendiri langsung melepaskannya, aku menatap tio dengan sayu jari-jarinya masih bermain tanpa ampun di sana. Wajahku mungkin sudah memerah sekarang, aku hendak kembali menutup mulut ku tapi tio langsung menahannya.

"Jangan di tahan!"

"Ma--ouh--malu! aahh shit!" aku mengumpat saat tak bisa mrnahan desahanku sendiri, tio terkekeh melihat ku.

"Aku mau denger suara kamu, jangan di tahan" balas tio.

Akhirnya aku tak menahan suara ku lagi, persetan dengan rasa malu. Saat ini aku tak ingin memikirkan hal itu, aku membungkuk memeluk tubuh tio saat gerakan tangan tio kian cepat di dalam sana.

Oh sial

Rasanya ada sesuatu yang akan keluar dari sana, aku tak bisa membendungnya lagi. "ti--tiooh aku mau ketoilet!" ucapku yang di balas kekehan oleh Tio.

"Keluarin disini sayang, itu namanya orgasmen" saut tio dia makin semangat membuatku sampai puncak.

Aku tak bisa menahan lagi, aku menunduk lemas di pundak tio saat berhasil orgasmen untuk pertama kalinya. Tubuh ku sangat lemas rasanya, tio membopong tubuhku untuk kembali berdiri dengan kedua lututku. Dia melepaskan celana dalamku dan juga boxernya.

Tio menatapku dengan pandangan sayunya, "Kamu siap?" tanyanya.

Aku menatap tio ragu, "Kita beneran ngelakuinnya disini?" tanyaku lagi yang di balas anggukan dari tio.

"Wish list ku itu bercinta di ruang kerja aku sendiri fio" balas tio yang membuatku mendengus. Kemudian mengangguk pasrah.

Tio mulai melebarkan paha ku, aku berpegangan pada bahunya menunduk melihat bagaimana tio mulai mengarahkan miliknya masuk ke dalamku.

"Bakal sakit, tapi ga lama ko. Kalo ga kuat gigi bahu aku atau cubit aja" ucapnya aku hanya mengangguk saja.

Tio mulai memasukan miliknya, menarik pinggangku perlahan untuk turun. Saat milik tio sampai di bibir vagina ku rasakan sangat geli dan cukup sesak, tapi ketika tio menarik pinggangku menghantamnya sekaligus dan langsung membuatnya masuk sepenuhnya di dalam ku rasakan sangat sakit.

"TIO PELAN PELAN!" aku berteriak marah saat tio malah menghujam milik ku sekaligus, darah mulai mengalir di pahaku. Rasanya perih sekali, aku bahkan hampir menangis, tio memang kurang ajar!

"Maaf, kalo pelan-pelan nanti mah makin sakit" ucapnya menghapus air mata yang ada di pelupuk mataku.

"Tapi sakit banget ini! Kalo lecet gimana?!" sewot ku tio terkekeh kecil dia mengecup bibirku singkat.

"Ga akan sayang, aku udah kasih perhitungan yang pas"

"Tapi masih perih"

"Ya udah diemin dulu gini, nunggu kamu mulai biasa sama milik aku"

"Tunggu deh! Kamu ga pake kondom?!"

"Aku ga mau pake kaya gituan"

"Tio kita harus main aman!"

"Aku ga mau, lagian kalo kamu hamil juga aku bakal tanggung jawab ko dengan senang hati"

Aku menatap tio sebal, sedangkan tio tampak tersenyum tanpa dosa ke arah ku. Bisa-bisanya dia bersikap bodo amat di saat aku mempertaruhkan hidupku sekarang.

"Tio kita ga lagi dalam hubungan yang harus saling terikat!"

"Tapi aku mau kita terikat, aku mau kamu terus di sisi aku"

"Ga bisa tio! Kita ga saling suka, kamu cuma butuh tubuh aku aa--aah shit tio!"

Aku mendelik saat tio langsung menggerakan tubuhnya, dia dengan sengaja membuatku berhenti berbicara. Aku beremas bahu tio saat dia mulai bergerak dengan ritme perlahan namun lama-lama menjadi cepat.

Tio meraih bibirku dan kembali menciumnya, aku menuduk tak peduli bagaimana rambut ku yang terurai menjuntai ke arah wajahnya.

Tanganku membelai pipinya saat tio kembali bermain-main dengan payudaraku, ini pertama kalinya aku bercinta dan aku tak tau jika rasanya akan sedasyat ini.

Aku mulai mengikuti instingku sendiri, mengecup lembut seluruh wajah tio dan lehernya. Gerakannya masih intens, tio membawaku untuk berbaring di sofa dengan dia yang berada di atas tubuh ku tanpa melepaskan penyatuan kami.

Aku berkali-kali mendesah saat tio kian mempercepat Gerakannya, tanganku meremas rambutnya. Kedua tangan tio menyangga tubuhnya agar tidak menimpaku sspenuhnya. Gerakannya kian cepat, isyarat jika dia akan segera sampai, aku pun mulai merasakan hal yang sama. Peluh membasahi tubuh kami, tapi tak membuat kita berhenti. Aku menahan tubuh tio saat dia akan mengeluarkan spermanya di dalamku.

"Jang--an di dalam!" ucapku, tapi tak di hiraukan tio, dia justru kian semangat menunggangiku dan ketika akan sampai dia membenamkan miliknya semakin dalam membuat spermanya membanjiri rahim dan vaginaku.

Aku mendengus kesal, tio sama sekali tidak mendengarkan ku. Tio membenamkan wajahnya di celuk leherku, sesekali dia mengecup bahuku.

"Kenapa ga pernah mau dengerin aku si yo" ucapku. Tanganku mengusap rambutnya yang basah karna peluh.

"Soalnya kamu mau ngebunuh anak-anak berharga aku" balas tio. Aku mengernyitkan dahiku bingung.

"Butuh waktu lima tahun buat aku bisa ngerasain orgasmen dan ngeluarin sperma ku dengan baik, tapi kamu malah mau bikin bayi-bayi berhaga aku mati!" sewot tio.

Aku terkekeh kecil, "Kamu bisa ngelakuinnya sama orang yang kamu suka tio, dengan orang yang bakal jadi pendamping hidup kamu"

"Tapi aku cuma bisa turn on sama kamu fio! Kenapa kamu  ga ngerti-ngerti, orang yang mau aku bawa ke masa depan aku itu kamu"

"Ga usah kebawa suasana deh yo, aku tau kamu ga pernah bener-bener suka sama aku"

Kali ini tio menatapku, sorot matanya terlihat marah dan kesal. "Kalo gitu hari ini jangan harap kamu bisa pulang cepet! Aku ga akan berhenti sebelum kamu bener-bener ngandung anak aku fio!"

"YAK!"

Aku mendengus saat tio kembali mengulangi kegiatannya, dia bahkan tak peduli dengan protesanku.

Hari ini aku salah menyerahkan diriku pada tio, ku pikir ide jeni benar.

Nyatanya aku malah semakin terjebak!

Sialan!

Aku hanya berdoa pada tuhan semoga saja aku tidak benar-benar hamil setelah ini.


























Gue percepat alurnya, kenapa?
Karna sebentar lagi bulan puasa sayang
Gue ga mau dosa bikin cerita dewasa pas
Yang lain puasa :)

Papaaaiii~

Continue Reading

You'll Also Like

226K 16.5K 29
[[PROSES REVISI!]] Kisah Park Hara,si badgirl dan Kakak tirinya yg Badboy. Sama-sama saling membenci karena sebuah kesalahpahaman. ~~END~~
48.6M 4.2M 35
[Telah Dibukukan, Tidak tersedia di Gramedia] ❝Untukmu, Na Jaemin. Laki-laki tak sempurna Sang pengagum hujan dan sajak❞ ©tx421cph
131K 9.6K 19
Pernikahan Mark dan Renjun yang mendadak membuat fans terkejut ketika sang kepala agensi mengumumkan kabar pernikahan mereka, selang beberapa tahun k...
2.5M 315K 34
"Kamu tahu gak alasan kenapa Tuhan ngasih semua rasa sakit ini sama kamu? Karena untuk bahagia itu perlu luka Bumi. Tuhan tahu kamu hebat makanya Dia...