Vote!
Pukul 22.00 WIB Rayyan berjalan menuju makam sang ibunda dengan berurai air mata. Kaki jenjangnya melangkah di atas paving blok yang sedikit basah karena gerimis hujan.
Suara burung malam terdengar. Suasana sedikit mencekam dan suasana horor sedikit terasa karena minimnya cahaya di area pemakaman umum tersebut. Rayyan nampak seperti tak peduli dengan situasi atau keadaan pemakaman di malam hari.
"Bunda" lirihnya menahan tangis dan bersimpuh di hadapan makam ibunya.
"Maafin Adik hiks... Seandainya Adik gak ke jalan waktu itu Bunda masih hidup dan Arkana pasti gak akan menderita hiks..."
"Arkana juga gak akan terlahir cacat hiks..."
"Rayyan yang harusnya dibenci sama Ayah dan Bang Rayhan bukan Arkana!"
"INI SEMUA SALAH RAYYAN!!!" Rayyan menangis histeris sambil memeluk gundukan tanah ibunya.
Di rumah sakit, Yunara tak henti-hentinya mengusap lembut surai hitam milik Arkana dengan penuh kasih sayang.
Karena esok Yunara dapat shift malam, ia memutuskan untuk menginap di rumah sakit menemani Arkana.
Sekitar satu jam yang lalu Arkana terlelap tidur setelah kejadian itu. Tak lama setelah Arkana terlelap tidur kedua anaknya, Jenovan dan Hendery pamit pulang.
"Tante tahu perasaanmu nak. Pasti kamu sangat menderita. Ayahmu tak mengakuimu sebagai anak dan kakak pertamamu tak mengakuimu sebagai adik. Kamu harus kuat menghadapi ini semua Ar. Tante yakin, suatu saat nanti ayahmu pasti akan mengakuimu nak"
Yunara menciumi telapak tangan Arkana dengan berurai air mata. Ia tahu betul apa yang terjadi pada saat Arkana lahir. Hari itu situasi benar-benar sangat darurat dan dihadapi oleh dua pilihan yang sangat sulit.
Flashback
"Maaf sebelum operasi caesar dilakukan. Kami hanya bisa menyelamatkan salah satunya" ucap dr. Anna
"Saya mohon Dok, selamatkanlah anak dan cucu saya!"
"Maaf Bu, itu sangat nihil"
"Bu, jika hanya salah satu dari mereka yang selamat. Fathan ingin Jihan yang selamat. Fathan ikhlas jika anak bungsu Fathan tak selamat. Fathan belum siap ditinggal Jihan. Anak-anak Fathan masih kecil Bu"
"Tolong selamatkanlah anak saya Dokter" ucap Halimah dengan berat hati. Ia sebenarnya tak ingin memilih. Kalau bisa dua-duanya selamat.
Ruang operasi bedah
Operasi dimulai. Dokter mulai memberikan anestesi pada Jihan. Jihan hanya diberikan anestesi lokal.
Dokter mengambil cairan coklat untuk mensterilkan area perut bawah Jihan. Kemudian dokter mulai menyayat kulit perut Jihan.
"Dokter pasien mengalami pendarahan hebat!" ucap salah satu perawat dengan panik.
"Kondisi pasien sangat lemah Dok!"
Para dokter dan petugas medis lainnya berupaya untuk menghentikan pendarahan yang dialami Jihan.
"Yu-na-ra" lirih Jihan
"Iya Jihan?" Yunara menghampiri Jihan.
"To-long se-la-mat-kan an-ak-ku"
"Pasti Jihan. Kami akan menyelamatkanmu dan anakmu"
Tak lama Jihan menutup matanya dan meninggalkan dunia untuk selamanya.
"Dokter, pasien meninggal dunia pukul 17.00 WIB" ucap Yunara
"Kita harus cepat menyelamatkan anaknya!" interupsi dokter bedah yang menangani Jihan.
"Jihan.... Innalillahi wainnailaihi roji'un" batin Yunara
Para dokter dan petugas medis saat ini berusaha untuk menyelamatkan bayi yang baru saja dilahirkan oleh Jihan. Keadaan bayi Jihan ketika keluar dari perut ibunya sudah tak bernafas.
Salah satu dokter menggelengkan kepalanya. Tandanya, bayi Jihan tak selamat.
Keduanya tak bisa selamat. Yunara sebisa mungkin menahan air matanya. Keponakan dan teman sekaligus ipar sepupunya meninggal dunia di atas meja operasi.
"Jihan semoga kamu tenang di Surga. Insyallah kamu meninggal dalam keadaan syahid Jihan"
Oekk... Oekk... Oekk...
Suara bayi tiba-tiba terdengar di ruang operasi. Bayi Jihan hidup kembali setelah beberapa menit diumumkan telah meninggal dunia.
Flashback off
"Ray, bangun woi! Udah pagi nanti rejeki dipatok ayam"
"Eungh... Bang Rayhan"
"Muka lu pucet Ray. Lu sakit?" Rayyan menggeleng pelan.
Rayhan menyentuh kening Rayyan dengan punggung tangannya.
"Lu sakit Ray. Badan lu panas"
"Tunggu bentar! Gue mau ambil sarapan sama obat paracetamol buat lu"
"Gue gak laper. Gue mau ke rumah sakit jenguk Arkana!"
"Ngapain? Dia udah benci banget ama lu!"
"Gue gak peduli! Gue pengen liat keadaan Kalandra!"
"Eh begok! Tu anak tuli lagi gak waras! Lu ke sana bisa-bisa dia lempar benda berbahaya lagi ke elu!"
Rayhan sudah tahu tentang keadaan Arkana ketika ia terpaksa menemani Rayyan menjenguk Arkana di rumah sakit. Arkana benar-benar membenci Rayyan. Ketika Arkana tahu kalau Rayyan datang untuk menjenguknya Arkana marah dan mengusir Rayyan dari kamarnya. Arkana juga melempar botol minuman ke arah Rayyan hingga kening Rayyan memar.
Melihat Arkana mengamuk dan membenci Rayyan, Rayhan membawa Rayyan keluar dari kamar rawat Arkana.
"GUE GAK PEDULI BANG! GUE PANTAS MENDAPAT KEBENCIAN DARI KALANDRA! GUE YANG SALAH! BUKAN KALANDRA! GUE YANG UDAH BIKIN BUNDA MENINGGAL DAN MENYEBABKAN KALANDRA CACAT! SEHARUSNYA ELU DAN AYAH BENCI SAMA GUE! BUKAN KALANDRA!"
"STRES LU ANJIR! DENGER! UDAH BEBERAPA KALI AYAH BILANG, AYAH BENCI DIA KARENA DIA TERLAHIR CACAT BEGOK!"
"KALAU GUE BENCI DIA KARENA DIA CACAT! UDAH TULI PINCANG PEMBAWA SIAL! DAN GAK GUNA!"
"PUAS LU DIK?!!"
"ELU HARUSNYA BENCI GUE BANG BUKAN KALANDRA!" Rayyan mulai menangis meraung-raung. Ia benar-benar merasa bersalah.
"LU KAYAK GINI LAMA-LAMA KAYAK ARKANA TULI! STRES GILA!"
"Untung Ayah ke luar kota, coba kalau ada di rumah ikutan stress yang ada gara-gara lu Rayyan"
"Gue yang salah Bang, bukan Arkana!" Rayyan terus mengucapkan kata-kata itu sambil menjambak rambutnya.
"Harusnya lu benci sama gue, bukan sama Kalandra!"
"ISTIGHFAR LU! JANGAN KAYAK ORANG GILA BEGOK!"
"GAK LU, GAK SI TULI, SAMA-SAMA GILA SEKARANG! GAK WARAS SAKIT JIWA LU PADA! LEBAY MASALAH GINI DOANG, SAMPE BIKIN ELU SAMA SI TULI JADI GILA!"
Di rumah sakit tepatnya di parkiran mobil rumah sakit, Yunara dan Arkana sedang menunggu taksi online yang mereka pesan. Hari ini Arkana sudah diizinkan pulang ke rumah. Dengan catatan, bulan depan ia harus melakukan kontrol ke dr. Xavier.
"Tante, Arkana mau tinggal di kost saja. Bukannya Arkana menolak tawaran Tante, Arkana nanti menyusahkan Tante dan keluarga Tante"
Yunara menanggapi perkataan Arkana dengan senyuman.
"Nak, Tante tak merasa direpotkan olehmu. Jenovan dan Hendery yang meminta Tante untuk mengajakmu tinggal di rumah Tante. Mereka takut kamu terluka lagi nak"
Keesokan pagi harinya, keluarga Dimas sedang sarapan bersama di ruang makan. Dan pagi-pagi juga Yunara memasak menu sarapan untuk keluarganya sebelum berangkat menuju tempat kerjanya.
"Abang! Itu steak ayam punya gue, kenapa lu ambil?"
"Ye, orang ini request-an gue ke Ummah. Gue yang duluan minta" Hendery menjulurkan lidahnya ke arah Jenovan.
"Jenovan ni punyamu nak. Sudah jangan ribut! Tak baik ribut di hadapan makanan"
"Terima kasih Ummah"
"Sama-sama"
"Ayam goreng mentega punya Yumna mana Ummah?"
"Di sana sayang" unjuknya pada mangkok kramik berwarna coklat.
"Yuna kamu makan sana!" titah Dimas
"Iya Mas"
"Arkana jangan bengong sayang. Mau makan apa?" tawar Dimas
"Arkana mau makan ini, nasi dan ayam goreng mentega boleh?"
"Kamu ngapain nanya Ar? Jelas boleh. Lain kali jangan bertanya. Jika kamu mau makan lauk itu ambilah. Jangan sungkan" ucap Dimas
"Iya Om terima kasih" Arkana mengambil secentong nasi dan satu potongan dada ayam goreng mentega.
"Abi hari ini antarkan Yumna sekolah!" tegas Yumna, anak bungsu Dimas dan Yunara.
"Oh tidak bisa Yumna. Abi hari ini mau mengantarkan Abang Jenov sama Abang Dery" ucap Jenov
"Kalian harus mengalah sama Yumna!" Yumna mulai merengek.
"Gak bisa Yumna! Hari ini Papa udah di-booking sama Abang Dery dan Abang Jenovan!"
"Yumna sayang, sama Ummah aja berangkatnya. Naik motor dibonceng sama Ummah"
"Yeay!" sorak Yumna
"Jenovan, Yumna, sama Hendery beda-beda manggil Om Dimas. Kayak saudara tiri jatuhnya" ucap Arkana
"Begitulah Ar. Sampai wali kelas Jenovan dan Hendery menyangka kalau mereka saudara tiri. Seperti satu bapak lain ibu. Awalnya Papa semua manggilnya kami membahasakan panggilan umma dan papa. Ketika Jenovan sekolah mendengar temannya manggil kedua orang tuanya dengan sebutan abi dan ummah jadi ikut-ikutan manggil abi. Kalau Hendery, tetap manggilnya Papa" jelas Dimas
Di dalam kelas X TKJ A para siswa dan siswi sedang diskusi pembagian kelompok untuk ujian praktik olahraga yaitu senam.
Dalam kelas dibagi 4 kelompok masing-masing terdiri dari 6-7 anggota perkelompok.
Arkana hanya termenung menyaksikan teman-teman heboh membagi kelompok masing-masing.
Dikarenakan guru olahraga meminta siswa membuat kelompok senamnya masing-masing. Jadi kebanyakan dari siswa mengambil anggotanya dari teman terdekat.
"Selalu saja kayak gini. Gak bakalan ada yang mau sama Arkana. Kalau kelompok ditentukan sendiri Arkana kadang dapat yang sisa. Kalau bagian ini pasti alasannya macam-macam. Udah penuhlah, tanya ke yang lain lah, dan lain sebagainya. Intinya mah cuman 1, gak mau nerima Arkana masuk di kelompok mereka karena Arkana cacat. Takut menghambat nilai mereka, gak singkron gerakannya, dan lain-lain"
"Sabar aja Ar. Hidup dengan kondisi beda dari yang lain harus siapin mental setebal baja. Walaupun sakit rasanya tetap sabar aja. Gak ada teman gak apa-apa, toh kamu bukankah sudah terbiasa sendiri dan menerima penolakan dari teman-temanmu karena kamu berbeda?" batin Arkana tak lama ia meneteskan air matanya.
Ya begitulah. Arkana sudah terbiasa dengan semua ini. Mereka, teman-teman Arkana kecuali Gio, Chenchen, dan Felix, kerap memandang Arkana dari segi fisiknya. Arkana seperti sudah terbiasa dengan ini semua. Menerima penolakan dikalangan teman-temannya dan bullying dari teman-temannya.
Arkana beranjak dari tempat duduknya dan pergi keluar kelas.
"Mau ke mana Ar?" tanya Chenchen
"Mau ke kantor, mau ke Pak Ilyas"
"Ngapain?"
"Mau bilang ke Pak Ilyas, Arkana gak mau ikut ujian praktik olahraga senam"
"Kenapa?"
"Gak ada yang mau sekelompok sama Arkana dan gak ada yang menerima Arkana"
"Ar, ke kelompok Chenchen aja"
"Gak mau Chen. Ada Jenov di sana. Arkana gak mau dibully karena udah bikin nilai kelompok kecil kayak waktu itu"
"Arkana gak mau dihakimi lagi sama teman-teman Chen"
"Maaf Ar"
Di rumah milik Fathan, Rayyan masih berada di dalam kamarnya. Kondisi Rayyan jauh dari kata baik. Sudah seharian ini Rayyan tak memakan makanan yang Rayhan berikan dan juga tak menunaikan shalat. Jiwanya seperti terguncang. Rasa bersalah semakin melekat di dalam dirinya.
"Rayyan yang salah! Bukan Arkana!"
"Jangan menyalahkan Arkana atas kematian Bunda!"
"Rayyan yang salah!"
"RAYYAN YANG SALAHHH!!!"
"Arghhh!!!!!" Rayyan menjambak kuat rambutnya.
"Bunda, Rayyan ingin menyusul Bunda. Bunda tunggu Rayyan di sana"
Rayyan mengeluarkan 1 strip kaplet paracetamol dari kemasannya dan meneguk semuanya dengan bantuan air.
Tak lama tubuhnya mengejang dan keluar buih dari mulut Rayyan.
Di lain tempat, di dalam kamar yang gelap Arkana menangis di ujung meja belajar. Lampu kamar sengaja ia matikan. Arkana menangis karena merasa dirinya benar-benar tak berguna.
"Ya Allah, Arkana capek tiap hari dibully. Setiap hari diasingkan dan dikucilkan oleh teman-teman"
"Setiap Arkana gabung, Arkana selalu diusir oleh teman-teman. Seolah, Arkana hama perusak"
"Kalau kelompok Arkana selalu dapat kelompok sisa. Kenapa begini banget hidup Arkana? Dunia pasti enggan berteman dengan Arkana"
"Arkana benci kaki kiri Arkana yang cavat! Arkana benci sama pendengaran Arkana yang tuli!" Arkana mulai terisak dan mengamuk.
"Anak cacat gak pantas untuk hidup!"
"Pembawa sial! Tak guna!"
"Mati saja kamu!"
"Lu cacat Ar! Yang ada menghambat nilai kita!"
"Orang cacat kayak lu gak pantas bersekolah di sekolah umum. Pantasnya lu masuk SBKh. Alias sekolah berkebutuhan khusus"
"Lu benalu! Lu hambatan! Cacat!"
Arkana seketika teringat ucapan ayahnya yang sangat menyakitkan.
"CUKUP!!!"
"JANGAN MENGHAKIMI ARKANA!"
Arkana berdiri dan melihat sebuah cutter yang berada di atas meja belajarnya.
"Ayo sayat nadimu, Arkana. Setelah ini semuanya akan berakhir"
Suara ilusi masuk ke dalam indera pendengarannya. Ia mengalami halusinasi auditori.
Arkana mengambil cutter yang berada di atas meja belajarnya. Dan membuka cutter itu.
Ia duduk bersandar di sudut meja belajarnya. Netranya menatap lekat benda tajam yang ada di gengamannya.
"Apa setelah ini semuanya akan berakhir?"
"Semua penderitaan Arkana akan selesai hari ini?"
"Apakah semuanya akan senang?"
Arkana membuka cutter dan mengarahkan benda tajam itu ke urat nadi di pergelangan tangan kirinya.
Slet!
Arkana menyayat urat nadi di pergelangan tangan kirinya. Darah mengalir dari sela luka yang Arkana buat.
"Semuanya akan berakhir. Penderitaan Arkana selesai" sayup-sayup suara yang keluar dari mulut Arkana.
.
.
.
.
Hi assalamualaikum, marhaban yaa Ramadhan. Selamat menunaikan ibadah puasa.
Maaf baru sempat update. Sudah sebulan aku gak up Give Me A Life.
Jangan lupa votenya
2422