Forestesia | Putri, Peri dan...

By Adel_Aidan

97.8K 18.5K 5.4K

🍁Teen Lit - Fantasy - Minor Romance🍁 [ Pemenang Wattys 2021 - Fantasy ] Sebagai anak terlantar, aku cukup o... More

πŸ€β„™π•£π•’π•œπ•’π•₯π•’πŸ€
πŸ€I : Menguntit Saga (a)πŸ€
πŸ€I : Menguntit Saga (b)πŸ€
πŸ€I : Menguntit Saga (c)πŸ€
πŸ€II : Putri (a)πŸ€
πŸ€II : Putri (b)πŸ€
πŸ€II : Putri (c)πŸ€
πŸ€II : Putri (d)πŸ€
πŸ€III : Mengenal Ras Daun (a)πŸ€
πŸ€III : Mengenal Ras Daun (b)πŸ€
πŸ€III : Mengenal Ras Daun (c)πŸ€
πŸ€IV : Peri (a)πŸ€
πŸ€IV : Peri (b)πŸ€
πŸ€IV : Peri (c)πŸ€
πŸ€IV : Peri (d)πŸ€
πŸ€V : Adipati Wandra (a)πŸ€
πŸ€V : Adipati Wandra (b)πŸ€
πŸ€V : Adipati Wandra (c)πŸ€
πŸ€VI : Pulang Ke Bumi (a)πŸ€
πŸ€VI : Pulang Ke Bumi (b)πŸ€
πŸ€VI : Pulang Ke Bumi (c)πŸ€
πŸ€VII : Aderida dan Ras Sayap (a)πŸ€
πŸ€VII : Aderida dan Ras Sayap (b)πŸ€
πŸ€VII : Aderida dan Ras Sayap (c)πŸ€
πŸ€VII : Aderida dan Ras Sayap (d)πŸ€
πŸ€VIII : Mengintai (a)πŸ€
πŸ€VIII : Mengintai (b)πŸ€
πŸ€CONGRATULATIONπŸ€
πŸ€IX : Satu Lagi yang Bersembunyi (a)πŸ€
πŸ€IX : Satu Lagi yang Bersembunyi (b)πŸ€
πŸ€IX : Satu Lagi yang Bersembunyi (c)πŸ€
πŸ€X : Ras Ganjil (a)πŸ€
πŸ€X : Ras Ganjil (b)πŸ€
πŸ€XI : Yuanetta (a)πŸ€
πŸ€XI : Yuanetta (b)πŸ€
πŸ€XI : Yuanetta (c)πŸ€
πŸ€XII : Memori Asing (a)πŸ€
πŸ€ XII : Memori Asing (b)πŸ€
πŸ€XII : Memori Asing (c)πŸ€
πŸ€XII : Memori Asing (d)πŸ€
πŸ€XIII : Karma (a)πŸ€
πŸ€XIII : Karma (b)πŸ€
πŸ€XIII : Karma (c)πŸ€
πŸ€XIII : Karma (d)πŸ€
πŸ€XIV : Mauna Loa (b)πŸ€
πŸ€XIV : Mauna Loa (c)πŸ€
πŸ€Amara (b)πŸ€
πŸ€SagaπŸ€
πŸ€Amara (a)πŸ€
πŸ€YuanπŸ€
πŸ€RaditπŸ€

πŸ€XIV : Mauna Loa (a)πŸ€

761 214 16
By Adel_Aidan

Sangat klasik kalau aku berkata 'semuanya terjadi begitu cepat' lagi, tapi itulah yang terjadi.

Aku menghadap punggung Kak Amma dan Yoku, memunggungi Saga, Radit dan Lofi. Jemariku secara otomatis meremas punggung baju Kakak sambil menyisirkan pandangan ke celah di antara kedua petinggi ras Api, melihat robot manusia yang Saga bilang akan menghampiri mereka dari arah sana.

Namun, dari pada serangan kejutan, kami bertiga melihat kejutan yang lain. Dua cyborg laki-laki tergulung dari tangan sampai betis oleh akar kokoh pohon yang tak jauh dari kami dan diseret ke arah pohon.

Bersamaan dengan itu, kudengar suara gemeresak dedaunan yang ramai, disusul suara remukkan yang tak begitu nyaring. Aku menoleh, melihat cabang-cabang pohon menggulung, dan meremas kuat-kuat tiga cyborg yang datang dari sana.ˆ

Wajah mereka yang tetap datar meski tubuhnya mengalami kerusakan, menciptakan kengerian tersendiri bagiku. Eh ... sebentar, cyborg wanita pirang itu tampak familier. Namun aku gagal mengingatnya.

"Serang sekarang," ucap Yoku sebelum lari ke arah cyborg di depan dengan pedang berapi.

Kakak menyusul meski ekspresinya tampak ragu. Aku melirik Saga, merasa keganjilan ini ada hubungannya dengan dia.

Aku mendengar percakapan ketiga laki-laki di belakangku.

"Ada satu langkah kaki yang aneh," ucap Saga tenang. "Aku baca dari sensor tanaman putri malu, gak begitu jauh dari kita."

"Aneh kenapa?" tanya Radit.

"Langkahnya ... kayak hewan berkaki enam yang besar, tapi ...." Dia tertawa canggung. "Gak mungkin Kuda di sini kakinya enam, ya, kan, ya?"

"Gila aja kalau ada," timpal Radit.

Hewan berkaki enam ....

"Gak ada hewan darat berkaki enam," kataku. "Kalau serangga dan beberapa hewan laut ada yang punya kaki lebih dari empat."

Setidaknya itulah yang aku tau.

Kami berempat serentak menoleh ke depan ketika mendengar suara khas mesin beroperasi. Dua dari cyborg yang remuk mengarahkan senjata mereka ke arah kami. Satu robot hendak menembak kami dengan senapan berpeluru banyak yang terpasang di seluruh bagian tulang rusuknya yang sudah rusak, satu lagi siap menembakkan laser berwarna biru neon dari mata yang menyala berwarna serupa.

Aku merapatkan diri ke punggung Saga. "Dit, bikin pelindung kaya tadi," pintaku.

"Gak bisa, Kak. Itu bukan kemampuan aku. Itu kemampuan orang yang aku tiru."

Mulutku menganga sejenak. Dia meniru kemampuan orang?

Ah, benar. Dia pernah bilang padaku kalau kemampuannya itu ... copy ... copy ....

Tau, deh. Aku lupa.

Tepat beberapa detik ketika kedua senjata itu meluncurkan peluru dan laser, pepohonan yang tadinya berjauhan mendadak bergeser seperti menyeret diri mereka ke depan kami. Saga merangkulku dan kami menunduk dari serangan laser yang berhasil menembus batang pohon. Sementara Radit dan Lofi terlindung dari hujanan peluru yang berisik.

Tunggu, apakah Saga yang mengatur pohon-pohon ini untuk bergeser?

Kalau iya, berarti dia juga yang mengikat dan meremukkan cyborg-cyborg itu?

Mataku membulat menatap si Peri. Itulah kenapa dia bilang 'hutan perangkap' ....

Manik dan wajahnya berpaling dariku. "Apa, sih, Na ...."

"Kamu beneran peri," tuturku otomatis.

Entah kenapa dia mendadak menaruh telapak tangan kanannya di wajahku.

"Ih!" Segera kusingkirkan tangannya.

Padahal, sebelum-sebelumnya dia selalu mendeklarasikan status penting itu dengan sombong. Namun, kali ini dia diam dan berpaling.

"Langkah kaki aneh tadi datang dari arah kiri," lantang Saga ke arah Radit dan Lofi.

"Ha?" lantang Radit, menutup telinganya seperti yang Lofi lakukan.

"Musuh! Dari kiri!"

"HA?"

Aku ikut melantangkan suara. "MUSUH—"

Visiku berganti lagi—yang benar saja, saking tiba-tibanya, jantungku hampir melompat keluar dari mulut. Tadinya aku melihat Radit dan Lofi di sebelahnya, sekarang pandanganku menatap punggung seorang pria yang surainya agak beruban berdiri, menengadah ke layar komputer 72 inchi yang dikelilingi beberapa layar komputer 42 inci. Seorang pria lagi bersurai gelap agak tebal dan bergaya, duduk di sebelah kanannya, mengawasi layar komputer dengan jemari menjelajahi tombol keyboard.

Setiap layarnya ada yang menampilkan diagram garis digital, diagram garis batang, dan rekaman live yang menunjukkan hutan. Layar yang paling besar menampilkan peta samudra pasifik di mana gunung merapi Mauna Loa berada di tengahnya. Di peta itu ada beberapa titik merah yang berkedip.

Pria itu menoleh ke belakang, seolah melihatku yang melihatnya dari kejauhan. Dia Karma.

Tiba-tiba, aku seperti di seret keluar dari ruangan itu. Aku melihat bangunannya, area di sekitarnya sedikit dikelilingi pepohonan. Empat orang—aku ragu mereka orang— berjaga di pintu masuk bak satpam. Semakin aku diseret mundur, aku melihat banyak sekali cyborg yang sedang menjelajahi hutan jebakan. Jumlahnya tak bisa kuhitung. Saat aku melihat tempat di mana saat ini aku berada, aku sadar kalau cyborg-cyborg itu tau pasti lokasi kami dan menuju kemari.

Visiku kembali normal dan aku segera menghampiri Yoku dan Kak Amma. Mereka harus tau ini!

"Karma ada di sini, Kak. Gak jauh dari kaki gunung, agak ke arah barat laut dari tempat kita berdiri sekarang," kataku. "Mereka mengirim lebih banyak cyborg ke sini."

Kak Amma mengangguk dengan was-was. "Kalau begitu Kakak sama Yoku aja yang ke sana."

"Putri!"

Yoku melempar dirinya, menyeruduk punggung Kakak dan aku ikut jatuh bersama mereka. Manikku sempat melihat benda hitam mengilat yang meluncur bak kilat di atas kami dan beberapa menancap ke batang pohon.

Suara kaget juga terdengar dari para laki-laki di belakangku meski aku tak bisa melihat apa yang terjadi pada mereka.

Itu ... pecahan sayap hitam Yuan!

Tak sampai di situ, pohon-pohon yang tumbuh di arah yang Saga maksud mendadak tumbang akibat potongan rapi dan acak di batang dan cabangnya. Dedaunan menyingkir, menunjukkan Yuan dan serbuk magnetnya yang kini membentuk kaki panjang runcing khas laba-laba, membuat gadis itu melayang stabil di ketinggian satu setengah meter dari tanah.

Kudengar suara tawa singkat dari gadis itu. "Seru banget liat kalian susah payah menghindar!"

Kusadari dia kembali memasang perangkat di pelipisnya yang tadi dicuri Yoku. Aku gemetar takut melihat kemampuan Yuan menggunakan perangkatnya. Tidak memakai alat saja dia bisa bertarung.

"Saga, Radit, jaga Anna," kata Kakak.

Radit membantuku bangun. "Kak, kita geser agak ke ke belakang, ya? Biar Mbak Amma sama Tante Yoku yang lawan dia."

Aku melotot. Anak ini barusan memanggil Kolonel Sektor militer inti Iredale dengan sebutan 'Tante'?

"Tapi, Karma sama anak buahnya ada di sekitar sini dan mereka mau ngirim beberapa cyborg lain," risauku. "Kita mesti lari dari Yuan dan pergi ke sana, mengambil alih kendali cyborg dan menangkap siapa saja yang ada di sana."

"Aku setuju itu cara yang patut dicoba, tapi agaknya mantan temanmu itu tidak mau membiarkan siapa pun pergi," timpal Lofi yang juga merapat, menatap Yuan dengan fokus sambil tersenyum sinis. "Jujur saja, aku ingin mencuri perangkat bertarungnya itu. Keren sekali."

"Lah, orang ini malah salah fokus," cela Radit.

Dua kaki laba-laba paling depan naik dari tanah, ujungnya ternyata bukan seperti ujung pensil yang runcing, tapi pipih kecil seperti pisau bedah yang sempat kulihat di ruang rawat.

Kalau pedang itu yang Yuan pakai untuk membabat pohon tadi, aku semakin meragukan keselamatan kami.

Api biru di kedua lengan Kak Amma membara ganas. Baru kali ini aku melihat kulitnya menghitam sampai ke pundak, membakar baju yang membalut bahunya. Kakak pasti sudah sering melatih kemampuannya.

"Singkronkan seranganmu denganku, ya," pesan Yoku sebelum mereka berdua berlari menyerang dan mengadu pedang dengan Yuan.

Walaupun aku merasa takut, aku tetap terpana pada kecekatan dan keluwesan pergerakan kedua petinggi di Iredale itu—terutama Kak Amma.

Gerakan itu tidak mungkin bisa dilakukan tanpa latihan berat.

Selain mengandalkan kaki tajam laba-laba, Yuan juga menggunakan tombak pendek hitam tajam seperti yang dia luncurkan sebelumnya, mengendalikannya dengan ayunan lengan, terus mengincar Yoku dan Kak Amma.

Aku membatin, jangan sampai kena, jangan sampai kena!

Yoku sudah terluka dua kali dan aku tidak kuat melihat Kak Amma berdarah, begitu pun dengan yang lain.

Dua tombak hitam meluncur ke arahku dan karena refleksku jelek, aku baru sadar ketika batang pohon tumbuh miring di hadapanku dan terdengar suara benda tajam menancap.

Eh, itu bukan batang pohon, itu tangan Radit yang jadi batang pohon!

"Pengecut. Hanya berani menindas yang tak berdaya," celanya.

"Tangan kamu gak sakit, Dit?" panikku, langsung menarik tangannya yang dibentuk dari batang pohon Sequoia yang kokoh dari api dan peluru.

Yuan membalas. "Anna memang lemah, kan? Siapa yang gak tau coba?"

"Kamu membicarakan diri sendiri?" lantang Yoku, kemudian kudengar suara besi yang bertabrakan dengan besi lain, disusul gerutuan kesal dari Yuan.

Aku mencabut tombaknya tanpa kesusahan—karena tidak menancap dalam-dalam. Di saat itu, kudengar Saga menggumam, "Dua ... gak, tiga orang ...."

Mendadak suara langkah kaki yang berlari terdengar ramai dari sekitar. Aku melihat sekelebat warna putih dan merinding. Sebelum aku menyuarakan kata 'setan', warna emas pola floral khas Iredale yang menghiasi pinggiran warna putih itu langsung membuatku lega.

"Prajurit Tante Yoku udah datang!" ujar Saga.

Ketiga prajurit dengan cepat melempar api berbentuk tali ke kaki laba-laba yang paling belakang, kemudian menariknya, membuat Yuan kehilangan keseimbangan dan jatuh.

Gadis itu mengirim tombak ke tiga prajurit putih dengan wajah murka sembari meneriakkan kata-kata kasar. Perhatiannya yang terkalihkan menciptakan peluang untuk Kak Amma yang mengayunkan kakinya ke belakang kepala Yuan, berhasil membuatnya runtuh dan pingsan. Kaki laba-labanya meluruh menjadi manik-manik hitam yang tidak berbahaya akibat hilangnya kontrol dari si pemakai perangkat.

Aku meringis memikirkan betapa sakitnya tendangan itu dan berharap Yuan tidak gegar otak atau semacamnya.

Namun, mengingat apa yang dia lakukan pada teman-temanku, aku rasa dia harus mendapatkan balasannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan, begitu pula sebaliknya.

"Rasakan," ungkap Saga.

"Akhirnya kalah juga dia," kata Radit.

Yoku dan tiga prajurit kini benar-benar memastikan Yuan ditahan dengan lebih ketat dengan mencoba mencopot perangkat yang terpasang di punggung gadis itu.

Namun, sang kolonel mendadak jatuh terduduk sambil memegangi pinggangnya. Aku langsung menutup mulutku yang memekik.

"Yoku!" panik Kak Amma.

Ya Tuhan ... banyak sekali darah yang merembes ke pinggang seragam putih-emas Yoku. Aku juga baru memerhatikan perban di kakinya sudah lepas entah di mana dan kembali berdarah.

"Aku baik-baik saja ...," gumam Yoku. Tidak meringis sakit atau menunjukkan ekspresi demikian, tapi aku yakin dia menahan rasa sakit yang sangat.

Aduh, aku tidak kuat melihat lukanya.

"Yoku, kamu tampaknya tertusuk kaki tajam yang tadi," tekan Kakak dengan risau.

Lofi menampar punggung wanita itu dengan kasar. "Pulang sana. Kamu jelas-jelas sekarat."

"Lofi!" bentakku dan Kakak.

"Kalau saja aku bukan prajurit terhormat Putri Iredale dan seorang kolonel, aku sudah melakukan sesuatu pada omonganmu itu," ancam Yoku.

Wanita itu berusaha bangkit, hendak jatuh lagi sebelum Kak Amma membantunya dengan merangkulkan tangan Yoku ke bahunya. "Kamu harus diobati segera, Yoku. Kalau tidak—"

Yoku mengempas napas sarkas. "Saya yang kebal racun ini sekarat? Tidak, Tuan Putri. Selama si keparat Karma itu belum ditangkap, Saya menolak untuk pergi."

"Tapi, Tante Yoku, tante harus pulang mengawal prajuritmu yang membawa Yuan. Kalau tidak, dia akan kabur lagi seperti sebelumnya," kata Radit tiba-tiba. "Tante gak mau dia ke sini lagi seperti tadi, bukan? Masa' seorang kolonel membiarkan kesalahan yang sama dua kali."

R-radit ....

Kakak setuju. "Benar, tuh. Aku tidak bisa mempercayai mereka bertiga saja setelah Yuan berhasil kabur. Yoku, kamu harus kawal mereka sampai Yuan masuk tahanan."

Wanita itu hendak protes, tapi Kak Amma memotongnya. "Bagus. Pokoknya pastikan Yuan tak bisa ke mana-mana lagi, ya? Hanya kamu yang bisa aku andalkan. Kamu tau betul itu."

Kak Amma mengoper lengan Yoku ke prajurit putih lain, lalu dia berpesan. "Hati-hati."

Radit melambai, disusul aku, Saga, lalu Lofi yang lambaiannya paling tinggi dan mengejek.

Yoku jelas tampak keberatan. "Saya akan kembali sesegera mungkin bersama prajurit tambahan. Sampai saat itu, tolong bersumpah untuk tidak mengambil tindakan berisiko. Anak-anak, kalian juga."

"Baiiik," lantang Saga dan Radit bak anak TK.

Dari nadanya, aku yakin mereka tidak serius mengiyakan Yoku dan mereka akan berbuat seenaknya.

Setelah Yoku dan prajuritnya pergi, Saga bertanya. "Jadi, kita langsung pergi meringkus Karma, nih, Mbak Amma?"

"Iya, tapi aku ingin kita berpencar."

"Eh?" bingungku.

Raut Kak Amma mendadak serius, dan dia mengalungkan tangan ke bahuku dan bahu Lofi, lalu kami membentuk lingkaran. "Berhubung ada cyborg yang mengincar kita entah dari arah mana, maka Saga harus tetap berada di hutan ini untuk menahan pergerakan mereka."

"Sudah diatasi bukannya? Saga langsung tau kalau ada cyborg yang masuk ke hutan ini, kan?"

"Kalau jaraknya terlalu jauh, Saga harus agak mendekat ke mereka agar bisa terhubung ke tanaman di sekitarnya," jelas Radit.

"Kenapa kamu tau?"

"Aku bisa pakai kemampuan ras Daun, otomatis aku tau beberapa triknya."

Katakan padaku, kalau kami benar-benar bersaudara, kenapa aku tidak sepintar dirinya? Minimal aku bisa masuk sepuluh besar di kelas, tapi aku sama sekali tidak pernah mengalaminya. Curang.

"Nah, karena Saga akan mengatasi mereka, aku dan Lofi akan keluar dari hutan dengan lebih cepat dan melakukan sesuatu pada Karma serta mengambil alih para robot. Anna dan Radit pulang saja. Oke?" lanjut Kak Amma. "Lofi, berikan alat teleportasi yang kamu pegang. Anna, kamu bilang tempatnya Karma sekarang di arah mana?"

"Eh ... Aku gak begitu perhatiin." Aku coba memejamkan mata, mengingat lagi bangunan beton tak dicat tempat Karma mengawasi beberapa layar monitor.

Gelap. Aku tidak melihat apa-apa.

Eh? Tunggu. Aku buka mata dan memejamkannya lagi dengan lebih kuat. Menunggu beberapa saat. Tetap hanya kegelapan yang kulihat.

"Kamu kenapa, Na?"

"Mata kamu bintitan?" lontar Lofi.

"Aku tadi bisa lihat lokasi Karma dari pikiran aku, tapi kok sekarang gak bisa, ya ...."

Kakakku menunjukkan keheranannya dengan halus dari ekspresi wajah.

"Aku jujur, Kak! Beneraaan!"

"Ya udah, Kakak gak bilang kalau aku gak percaya, kan?"

"Lagian mukanya begitu," kesalku.

"Coba kamu bayangin jadi Kakak, deh. Gimana rasanya setelah tau adiknya yang selama ini manusia biasa ternyata punya kemampuan?"

Ya ... iya, sih. Aku saja masih tidak bisa mempercayai keberadaan kemampuanku sampai saat ini.

"Seingatku Kak Annna nunjuk ke arah sana," ucap Radit, menunjuk arah yang dimaksud.

"Baiklah. Kalau nanti kami tersasar, aku punya cara lain untuk mencari lokasinya. Meski agak beresiko."

"Mbak, tadi Sady berpesan kalau Anna harus menetap di sini, mungkin dia bisa melakukan sesuatu yang dapat membantu kita," lontar Saga.

"Sady?" bingung Kakak.

"Kamu ... bisa berkomunikasi sama arwah?" ungkapku agak ngeri.

"Sady itu teman imajinya Saga dari kecil, Kak, Mbak Amma," ejek Radit. "Atau dia ngakunya begitu biar gak dianggap gila sama rencananya sendiri."

Saga menyikut Radit dengan gestur jengkel. Ini pasti bukan kali pertama laki-laki itu mengejeknya demikian.

"Menurut lembaran di kubah sentral Nascombe, para peri dirumorkan bisa berkomunikasi ke pendahulunya dan itulah alasan mengapa mereka bisa memberikan solusi pada masalah tertentu. Mungkin si 'Sady' ini pendahulu peri yang sempat mengalami masalah serupa dengan yang kita hadapi," timpal Lofi.

"Sebenarnya ... Sady adalah sahabat Karma dan Niida dulunya," ungkap Saga dengan tak yakin.

Selain diriku, yang lain melotot dan agak menganga mendengarnya.

"Serius?" heboh Kak Amma.

"Tidak heran kamu selalu melibatkan diri pada masalah ini, Ga," ungkap Lofi.

"Betul juga," kata Radit, seolah dia baru paham. "Aku pikir kamu suka sama—"

Saga langsung membekap laki-laki itu dari belakang. "Kamu mending diam."

Sady, ya ....

Dari memori si pendahulu peri yang kudapatkan saat itu, aku sama sekali tidak merasakan kemarahannya pada Karma meski dia sudah melihat langsung penolakan pria itu terhadap permintaan terakhir Niida. Agaknya, Sady benar-benar ingin membantu kami agar sahabat lamanya itu tidak melakukan tindakan jahat.

"Oke, deh," kata Kakak. "Anna tetap di sini."

"Eh, Mbak Amma percaya?" kejut Saga. "Mbak gak anggap aku gila ngomong begitu?"

"Loh, kamu gak mungkin bohong di saat begini, ya, kan? Lagi pula, kalau aku anggap kamu gila, terus Anna gimana? Kemampuan dia juga sama misteriusnya seperti kamu."

Aku bingung mesti merasa terharu karena Kak Amma begitu perhatian atau merasa tersinggung karena omongannya terlewat jujur.

"Ngomong-ngomong, kalian punya sesuatu yang bisa kujadikan senjata?" tanya Lofi.

Kak Amma dan Radit segera merogoh-rogoh saku mereka.

"Aku punya belati kecil," ucap Radit sembari memberikannya.

Kak Amma merogoh saku depan celana seragamnya, mengeluarkan sarung tangan hitam yang pernah diberikan padaku oleh Paduka Raja Iredale. "Nih."

Si mekanik menerimanya dengan ragu meski tidak berkomentar apa-apa selagi memakainya. "Aku harap tanganku tidak tampak cantik ketika memakai ini."

"Tapi, kemampuan Anna belum stabil, kan?" tanya Kak Amma.

"Anna bisa bantu, kok." Saga menarik senyumnya sambil mendaratkan telapak tangan ke puncak kepalaku dan menepuk pelan dua kali. "Dia bakal tau caranya."

"Ngaco kamu. Tadi kamu bilang aku gak bisa bertarung," jengkelku.

"Oh, aku gak bilang kamu mesti bertarung buat membantu mereka."

Saga masih tersenyum dan aku tidak paham maksud yang terselip dari ucapannya.

"Sudahlah, nanti kamu bakal tau pas datang momennya."

Momennya?

Aku melirik Kak Amma yang tersenyum penuh maksud.

"Apa?" judesku.

"Eh, kok, galak?"

Mendadak Saga menoleh ke arah kanannya. "Empat ... empat langkah kaki mendekat ke sini."

"Itu mereka." Kak Amma menepuk bahu Radit dan saga. "Aku titip Anna, ya?"

"Kalau urusan kalian dengan robot-robot itu sudah selesai, kalian susul kami. Lebih banyak bantuan, lebih mudah meringkus mereka," tambah Lofi.

Continue Reading

You'll Also Like

4.2K 705 34
Ft. Renjun NCT DREAM as Juna Ft. Lia ITZY as Lia "Gue pengen tau gimana kehidupan lo." - Lia Juna menggeleng. "Gak perlu, Lia. Kita hidup masing-ma...
1.2M 8.8K 26
nina and papa (21+)
3.7K 616 14
[Fantasy - Scifi - Adventure] [Selesai Revisi] [Cerita ini sudah tamat di draft] [Reading List WIA Indonesia Periode 8 | Juli 2024] Pada liburan akhi...
28.1K 4K 23
[[Pemenang Watty Awards 2019 Kategori Misteri & Thriller]] (BUKAN CERITA HORROR) Archie ditantang oleh temannya untuk ikut menelusuri sebuah pemakama...