Plak!
"Saya nggak pernah mengajari kamu jadi manusia biadab seperti ini ya, Haruto!" ucap papa Haruto setelah memberikan tamparan renyah pada anaknya itu.
Jadi seperti yang diceritakan kemarin, Haruto dibawa pulang oleh kedua orangtuanya untuk dijatuhi hukuman mati. Eh, enggak. Maksudnya untuk diinterogasi.
Dalam hati orangtua Haruto berharap kalau anaknya bisa memberi pembelaan, atau enggak ya minimal agak ngeles dikit, eh ternyata jawabannya malah bikin sembelit.
"Dihasut apa aja kalian sama Junkyu? Dia ngadu?" tanya Haruto.
Wajahnya sudah babak belur karena Taehyun dan sekarang ditambah oleh papanya. Haruto yakin sebentar lagi mamanya juga ikutan ngegebuk.
Mama Nana mengatur napasnya yang nggak beraturan. Daridulu dia memang nggak bisa menahan emosi jika berurusan dengan kegilaan anak sulungnya itu.
"Ruto, sekarang mama tanya, kamu cinta kan sama Junkyu?"
"Kalau enggak, ngapain aku nikahin dia?"
"Terus kenapa kamu jadi begini? Sadar nak, Junkyu itu manusia bukan manekin yang cuma jadi pajangan."
Haruto berdecak sambil membenarkan posisi duduknya. "Nggak ada yang bilang kalau dia benda mati."
"Haruto-"
"Apa? Mau ceramah apa lagi?"
Haruto capek mendengar semua makian yang orangtuanya ucapkan. Semua selalu membela Junkyu dan juga menyalahkan dia. Hell? Dia semua yang salah?
"Papa pernah bilang, kalau kamu nggak sanggup memberikan seluruh jiwa raga untuk pasanganmu, maka jangan sekali-kali meminang seseorang." Papa Haruto memberi jeda sejenak. "Ingat, kamu itu orang paling egois yang pernah papa kenal."
"Ck! Egois? Semua kesalahan selalu dilimpahin ke pihak kepala keluarga. Terus kalian pikir Junkyu selalu benar? Wah hebat, yang anak kalian itu aku loh."
Papa langsung menegakkan punggungnya, bersikap menantang Haruto. "Oh ya? Kalau begitu, bisa kamu sebutin apa saja kesalahan Junkyu?"
"Dia orang paling egois."
"Oh, memutar balikkan fakta ternyata," kata mama, sambil bertepuk tangan memberi tanggapan sarkas.
"Aku masih terlalu muda buat ngurusi dia sama anaknya."
"Terus kenapa nikah, tolol?" Nana menoba menekan emosinya.
Jujur, berurusan dengan anak sendiri memang suka bikin darah tinggi.
"Aku nggak mau dia sama orang lain," jawab Haruto tegas.
Halah, ngomong doang tegas, tapi jadi kepala rumah tangga malah amblas.
"Ya terus dipikir dia mau kamu sama orang lain? Mikir dong, punya otak kan?"
Papa Haruto itu sebenarnya orang yang paling menjaga sikap dan tutur kata. Sampai waktu itu pernah bikin Suho ngira kalau dia anggota dewan saking berwibawanya.
Tapi semua sikap itu hilang kalau di depan keluarga. Beliau bakalan jadi manusia yang apa adanya. Nggak segan ngomong kotor bahkan mencela kalau ada bukti kuat keluarganya penuh maksiat.
"Empat tahun dia tahu aku gimana, terus kenapa sekarang dipermasalahkan? Bedanya apa coba?"
"Masih nggak ngerti? Perlu mama bedah kepala kamu buat tahu ada otaknya apa enggak?"
"Kalau anakmu lahir-"
"Oh, janinnya masih hidup?"
Tendang aja kepalanya nggak apa-apa.
Papa kelihatan menghela napas berat. "Pembicaraan berakhir. Ruto, tanda tangani surat ini, kamu dipindah tugaskan ke cabang lain. Cepet!"
Dengan cepat tanpa berpikir buat baca dulu, Haruto menandatangani surat itu tanpa beban.
"Oke, siap-siap minggu depan kita ke sidang pertama kamu."
"Sidang apa?" tanya Haruto heran.
"Perceraian lah, apalagi?"
Haruto berubah jadi panik. "Siapa yang cerai? Perasaan nggak ada kabar apapun dari Junkyu."
"Ngapain dia ngabarin orang nggak penting kayak kamu? Suratnya udah papa urus."
"Tapi aku suaminya! Terus itukan surat pindah tugas!"
"Kapan papa ngomong kalau ini surat pindah tugas? Makanya punya otak tuh jangan dianggurin."
****
"Senyum-senyum mulu nih, mambul. Suka banget ya sama kartunnya?"
Junkyu langsung mengangguk semangat. "Iya, mirip banget sama kak Jay. Sama-sama merah kalau marah."
"I diem aja loh daritadi."
"Masalahnya you diem tuh malah kelihatan nista-able, bro."
"Valid sih ini, no debat!" Junkyu memvalidasi dengan semangat.
Jay dengan jahil menjawil dagu Junkyu. "Seneng banget ya kalau nistain orang lain?" Tangannya mulai melipir rangkul pinggang Junkyu mendekat setelah mendapa trespon tawa kencang.
Takut aja gitu kalau Junkyu kejengkang :)
"Banget deh, bisa bikin moodku naik. Abis patah hati nih, ternyata kak Pawpaw udah punya cemewew. Jadi kangen Asahi," curhat Junkyu.
"Nyambung ke Asahinya darimana ya, I no paham."
"Di sambungin aja lah, soalnya aku imut lucu dan terlalu tinggi."
Agak bernada ya pemirsah.
Reyu yang menangkap gelagat aneh kakaknya langsung berdeham pelan. "Nggak perlu galau dan risau, you kalau mau cari pengganti I punya rekomendasi. Contohnya my bro yang gantengnya nggak seberapa ini, agak ugly sih tapi kualitas hati dijamin ori dan tahan lama. You bisa coba, garansi tiga tahun, CO sekarang bonus harta dan kekayaan hasil jual batu alam."
Hmm, S3 marketing take me out.
Srak!
Iya pemirsa. Baru saja Junkyu menyaksikan acara jenggut menjenggut yang dilakukan oleh saudara Jay Sutopo Diningrat.
"Sakit sekali loh, Gilang Dirga!"
"You pikir I barang lelang di Tanah Abang?"
"Ih, you sendiri yang mikir gitu. I nggak ada said begituan ye, yah walaupun perawakan you mirip Mampang doll sih."
Junkyu sebagai penonton hanya bisa tertawa dan tertawa. Lucu juga ya kalau misal pasangan kita punya kembaran. Ada adegan berantem versi lawaknya.
Jadi pengin...
"Jay, boleh cubit pipi nggak? Baby gembulnya pengin cubit-cubit pipi papa Jay."
"Hah?" Dua oknum yang perang baratayuda itu langsung melongo.
"Papa Jay?"
"Iyalah, kan selama ini kamu yang jagain baby gembul. Masa mereka manggil kamu Mamang sih?"
HAHAHAHA
Kalian mendengar suara tawa, kawanku?
Itu suara kemenangan Reyu yang berhasil melihat kembarannya salting sampai kepalanya merah mirip tomat depan rumah.
"T-tapi, kan mereka itu, anu apa namanya?"
"Kok mukamu merah, sakit?" Junkyu langsung pegang kedua sisi pipi Jay. "Ih anget, masuk angin ya?"
"Kena panah asmara tuh, Kyu. Cium aja pipinya, nanti pasti sembuh."
"Oh, iyakah?"
Chu!
"Loh, kok tambah merah?"
"Ahahaha!"
———TBC
Fyuh...
Chap depan Haruto Junkyu mulai daring. Mari kita keluarkan power Mambul yang lama terpendam.
YOKSI!!