°
°
°
"Sok jadi ratu banget tuh si bisu!" angel menghentakkan kakinya kesal. Gadis itu kini berjalan menuju kursi lusuh yang tengah di duduki oleh kekasih nya
Merapatkan tubuhnya pada sang kekasih, Angel menyenderkan kepalanya pada dada bidang Gibran "Sayang! Aku sebel! Tadi pagi, aku belum puas buat bully si bisu!" Ujar nya dengan nada merengek.
Audrey berlagak akan muntah "Menjijikkan. Muka antagonis lo gak cocok berlaga sok imut kayak tadi" Ujarnya seraya menunjuk ke arah Angel.
Angel yang tertunjuk hanya acuh, ia masih sibuk mencari perhatian pada gibran yang masih anteng memainkan ponsel "Sayang! Aku lagi sebel! Hibur aku kek!"
Melihat gibran yang masih tak merespon, Angel memajukan bibirnya beberapa senti
Rita mendekat, memandang datar wajah sok imut milik sahabatnya, lantas menyentil jidat Angel sedikit keras "Fuck! Haram muka lo sok imut begitu!"
Lia mengepul kan asap rokok di udara, lantas terkekeh pelan melihat interaksi ke tiga sahabatnya "Dasar para iblis"
Sementara Gibran, lelaki itu masih saja terdiam, meski tangan liar milik Angel terus menggoda nya.
Tatapannya masih fokus menatap benda pipih yang kini ada di genggamannya
Gibran beberapa kali memejamkan matanya saat tangan Angel semakin liar, lelaki itu mengumpat beberapa kali untuk menghilangkan hasrat miliknya
"Fuck!"
Angel menyeringai. Namun ketiga sahabatnya malah memandang datar pasangan mesum itu "Dia udah kayak guru yang lagi ngajarin murid nya!" Ucap Rita dengan nada ketus. Kemudian berlalu keluar dari gedung tak berpenghuni yang sudah menjadi markas mereka satu tahun terakhir ini
Audrey mengangguk, Ia kini mengambil ponsel miliknya yang tersimpan di meja "cuaca lagi panas, gue mau keluar nyari angin"
Lia mengikuti langkah sahabatnya dengan jemari yang masih asik mengapit rokok "Ck! Dasar manusia kelebihan hormon"
Setelah pintu tertutup, dan menyisakan keduanya.
Gibran dengan mata sayu kini membanting badan Angel untuk terlentang di sofa "Fuck! Tidak akan ada kata ampun untuk permainan siang ini"
..........
Ceklek
Cia tersenyum ke arah Bunda dan papa yang tengah terduduk di kursi ruang inap cakra.
"Nak cia, ini sudah malam loh sayang.. "
Gadis itu melangkah mendekat dan mencium punggung tangan keduanya.
"Tidak apa bunda. Cia baru sempat menjenguk cakra sekarang, maaf"
Bunda mengelus rambut gadis yang sudah resmi menjadi kekasih anaknya itu "Tidak apa sayang, tapi ini sudah terlalu malam. Nanti kalau kakakmu marah, bagaimana?"
"Benar apa kata bunda. Kamu bisa menjenguk cakra jika waktu senggang" Timpal Papa
Cia menggeleng "cia ingin menjaga cakra malam ini, apa boleh?"
Papa dan bunda saling berpandangan, sebelum anggukan ayah membuat bunda tersenyum kecil "Ya sudah jika itu mau cia, tapi jangan terlalu lelah ya? Bunda tau, cia baru pulang kerja"
Gadis itu tersenyum
Apa ini rasanya di berikan perhatian oleh seorang ibu?
Hanya dengan kalimat singkat itu, hati cia begitu tersentuh.
Seumur hidupnya, ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
Bunda memeluk gadis yang ada di depannya, sungguh ia tak tega. Hatinya begitu sakit melihat beberapa bekas luka dan memar yang ada di wajah si gadis.
Bunda tau jika cia adalah korban bully.
Bunda juga tau, tentang kakak cia yang selalu berlaku buruk pada adiknya. Karena bunda sempat bertanya pada cakra perihal keluarga cia.
Cakra berkata jika orang tua kekasihnya telah meninggal, dan kakaknya yang berlaku seperti iblis.
Dan yang paling membuat bunda sakit adalah ketika cia di sebut sebagai pembunuh oleh kakaknya sendiri. Hanya karena sang Ibu yang meninggal saat melahirkan nya kedunia.
Anak tak berdosa yang selalu di cap pembawa sial
Cia membalas pelukan bunda, lengannya memeluk erat pelukan yang selalu ia inginkan.
Papa tersenyum tulus melihat interaksi keduanya. Ia jadi teringat, dulu bunda ingin sekali mempunyai anak perempuan. Namun, bunda tak bisa lagi mengandung.
"Cakra tak pernah salah untuk memilih mu, Zivalicia"
...........
Cia tersenyum hangat begitu ada lengan yang melingkar di pinggang rampingnya. Gadis itu hendak berbalik namun pelukan itu masih enggan untuk mengendur.
Cakra kini menjatuhkan dagunya di pundak sang gadis. Menyesap aroma strawberry yang begitu manis, wangi tubuh cia yang selalu ia sukai
Hembusan angin malam yang begitu menusuk kulit tak mereka rasakan. Kedua nya sibuk memandang bintang malam
"Ci, aku harap, Tuhan mau berbaik hati untuk tak pernah memisahkan kita"
Cia tersenyum kecil, gadis itu mengangguk. Berbalik untuk menangkup wajah kekasihnya "Aku pun berharap hal yang sama. Tapi, kita hanya mampu menjalani apa yang telah tertulis di garis takdir"
Cakra kini mendekatkan wajahnya dengan wajah cia "Dan aku harap, takdir aku akan selalu bersama kamu"
Mereka tersenyum, terkekeh secara bersamaan.
Cakra menggesekkan hidung mancungnya dengan hidung milik cia "I love you anymore"
Cup
Cakra mencium kening milik kekasihnya.
Lelaki itu kini berlutut, memegang kedua tangan cia, senyum cia merekah bahkan wajah gadis itu sudah memerah karena malu
"Jangan pernah tinggalin aku, jangan pernah ngerasa bosen untuk aku peluk. Jangan pernah berpaling, dan jangan pernah untuk berpikir kalau suatu saat aku akan berhenti mencintai kamu. Because, setiap harinya aku akan selalu jatuh cinta sama kamu. Dan juga, jangan pernah merasa bosen untuk aku selalu bilang I love you di setiap malamnya"
Jder!
Cia terperanjat, gadis itu terkejut karena suara petir yang begitu keras. Lamunannya buyar.
Cia masih mengingat satu minggu yang lalu tentang ia dan cakra kala malam itu. Di mana cakra begitu romantis menurutnya. Lelaki itu selalu bisa membuat ia merasakan jatuh cinta, lagi.
Cia meregangkan tubuh nya, ia masih belum mengantuk meski jam sudah menunjukan pukul 2 malam.
Bahkan papa dan bunda, mereka sudah tertidur di sofa.
Cia kini berjalan ke sisi ranjang milik cakra "Cakra, I love you"
"Apa cakra masih mau istirahat? Tapi cia mohon, cakra cepat bangun. Nanti cia akan peluk cakra lama lama"
Gadis itu terkekeh miris, tiada air mata yang tak pernah keluar untuk setiap harinya.
Cia memandang keluar jendela, langit malam ini tak ada bintang. Tergantikan oleh hujan deras dan beberapa kilatan petir.
Cia beberapa kali menutup telinga, suara petir yang begitu besar membuat nya takut "aku memang menyukai hujan. Tapi, aku takut pada petir"
°
°
°
Jangan pernah bosan untuk selalu aku peluk
Jangan lupa vote and coment
See u