7 HARI 7 MIMPI (On going/slo...

By jabiee_lee

8.6K 904 628

tentang tujuh remaja, yang ditakdirkan untuk berjuang sampai kegaris finish secara bersamaan, segala rintanga... More

▪︎ DISCLAIMER
▪︎ CAST
▪︎ OO1 - Papa dan semestanya
▪︎ OO3 - Jisnu and his fear
▪︎ OO4 - Jisnu and bullying
▪︎ OO5 - Maven and his longing
▪︎ OO6 - a house that doesn't feel like home
▪︎ OO7 - pesawat kertas
▪︎ OO8 - Jisnu dan Chaka
▪︎ OO9 - jafan and anger
▪︎ O1O - punishment for Jafan
▪︎ O11 - pergi yang kesekian kalinya
▪︎ O12 - "gue siap jadi obat lo"
▪︎ O13 - jemi and his pain
▪︎ O14 - Rindu yang tak memiliki ujung
▪︎ O15 - last day of relationship
▪︎ O16 - Ratan and his wound
▪︎ O17 - hadiah dari Chaka
▪︎ O18 - return ratan
▪︎ O19 - chaka and basketball tournament
▪︎ O20 - Maven dan Yera
▪︎ O21 - ratan birthday
▪︎ O22 - Jemi, please don't leave us.
▪︎ O23 - Jemi, tolong bertahan sebentar lagi.

▪︎ OO2 - Ayah, luka dan kedua anaknya

452 43 69
By jabiee_lee

"Ini kalo pintunya di ketuk, kedengeran ke dalem gak?" Tanya Hilmi bingung, sebab rumah Jemi cukup besar. Pikir mereka, mengetuk pintu akan terasa sia-sia.

"Gak tau" Sahut Jisnu sambil menggelengkan kepalanya, namun netra nya masih fokus menatap pintu itu.

"Terus gimana?" Tanya Jafan

Ratan maju satu langkah, dengan ragu dirinya mengetuk pintu perlahan sambil menempelkan daun telinga kanannya pada pintu yang masih tertutup rapat

"permisi" katanya lirih

"Lo ngapain, Tan?" tanya Maven yang bingung atas tingkah laku Ratan

"Makan gorengan! Ya ngetuk pintu lah, gimana sih" dengus Ratan kesal

"Minggir minggir" Seru Chaka sambil menggeser pelan tubuh Ratan agar mau menepi.

"Pencet ini" Ujar Chaka sambil memencet tombol Bel yang berada di tembok sebelah kanan. "Nah, ribet amat dari tadi" serunya setelah usai memencet tombol.

"Kok gak dari tadi sih, Chak?!" Seru Ratan kesal.

"Yeuu, tombol bel nya baru keliatan"

"Udah udah gak usah berantem" Ucap Maven menengahi

Sejujurnya ini pertama kalinya mereka mengunjungi rumah Jemi. Oleh sebab itu yang lain cukup takjub atas kemewahan yang Jemi punya. Kecuali Chaka tentunya.

Jika ditanya, bagaimana bisa mereka tau alamat rumah Jemi, Chaka tadi menelfon Om Sukma untuk meminta alamatnya.

Karena rutenya yang cukup dekat dengan sekolah mereka, keenamnya memutuskan untuk berjalan kaki, sempat Chaka mengeluh tadi. Tapi Hilmi terus bersorak untuk memberikan semangat pada Chaka.

Sepeda Jisnu, Hilmi, dan Maven dititipkan di warung si mbok yang terletak di depan sekolah, Ratan tidak punya kendaraan atau sepeda bagitupun Jafan. Keduanya selalu naik angkot jika ingin berangkat dan pulang sekolah, tak jarang mereka memilih berjalan kaki, karena terkendala ongkos.

Beberapa detik kemudian, terlihat pintu itu terbuka, menampilkan se sosok pria berumur setengah abad, yang kini tengah tersenyum hangat ke arah mereka.

"kalian udah dateng, ayo masuk, Jemi ada di kamarnya" Ujar Om Sukma sambil menuntun keenam teman anaknya itu untuk masuk ke dalam.

Betapa takjubnya kelima remaja itu saat melihat interior rumah milik Jemi, terlihat simple namun terkesan mewah, ditambah ruangannya yang cukup luas

"Rumah gue kek nya setengahnya ni ruang tamu" Bisik Hilmi pada Maven, Maven tak menjawab, pria itu hanya terkekeh geli saat mendengar bisikan Hilmi

"Kalian masuk aja ke kamar Jemi, anaknya gak tidur kok, tadi om liat dia lagi baca buku di kamarnya"

"Iyah om" Sahut kalimanya dengan sungkan

"Om.." Panggil Jafan

"Iyah, Jaf?"

"Ini... kamar Jemi sebelah mana?" tanyanya sambil terkekeh canggung

"Ohh iyah, itu naiknya lewat tangga yang itu, nanti ada pintu warnanya putih, itu kamar Jemi. Kalo masih bingung, pintunya yang paling banyak stikernya, ada papan namanya juga" Jelas Om Sukma

"Oh iyah Om. Makasih"

"Yang ini ya?" Tanya Jafan memastikan

"Iyah yang itu, pintu warna putih, banyak stikernya, ada papan namanya" Ujar Jisnu sambil menunjuk stiker dan papan nama yang tergantung di pintu kamar Jemi

"langsung masuk apa ketuk pintu dulu?" Tanya Hilmi memastikan

"Ketuk pintu dulu oon! yah kali main nyelonong aja, tata krama bertamu di pakek dong" Ujar Ratan

Hilmi terkekeh lalu dengan segera mengetuk pintu kamar milik Jemi yang kini sedang tertutup, entahlah pintunya di kunci atau tidak, mereka kurang tau.

tok tok tok

"Masuk aja, Pa. Gak Jemi kunci kok pintunya" Terdengar suara khas milik Jemi dari dalam

"Sejak kapan gue jadi bapaknya Jemi?" Tanya Hilmi bingung saat mendengar jawaban dari dalam sana.

"Gak gitu juga cok!" Kata Maven sambil menoyor kepala Hilmi perlahan

"Tadi itu Jemi manggil Papa ke gue"

"Hilmi plis, Kan Jemi gak tau kalo kita mau jenguk dia" Seru Jisnu pelan

"Udah lah, gak usah di ladenin si Hilmi. Masuk aja sekarang" Kata Jafan, lalu pria itu memutar knop pintu kamar milik Jemi.

Lagi-lagi kelima remaja itu di buat takjub, kamar milik Jemi begitu keren menurut mereka, tentunya tidak bagi Chaka, pria itu tak memberi reaksi yang sama dengan temannya. Chaka itu di atas Jemi, maka dari itu, Chaka hanya diam saja. Seperti sudah terbiasa dengan rumah mewah.

"Waduh gilaa, keren banget kamar lo, Jem" Seru Hilmi, membuat si pemilik kamar langsung mengangkat kapalanya kaget melihat kedatangan teman temannya itu secara tiba-tiba.

"Loh kalian? kok gak bilang kalo mau ke sini?"

"Udah tadi, si Chaka nelfon bokap lo" Sahut Ratan

Jemi mengangguk paham, tidak heran Jika Chaka punya nomer telfon Papanya. Sebab, orang tua Chaka dengan Papa Sukma bekerja dalam satu perusahaan yang sama. Dan yang pasti, perusahaan itu milik keluarga Chaka.

kelimanya mendekat ke arah Jemi yang kini duduk bersender di atas ranjang empuknya.

"Ini" Kata Jisnu sambil meletakkan roti tawar di sebelah Jemi, yang sempat mereka beli tadi.

"Kalian beli roti segala, dapet duitnya dari mana?"

"Seperti biasa" Sahut Hilmi sambil menaik turunkan alisnya

"patungan, tenang aja rotinya gak mahal kok" timpal Maven

"Harusnya kalian gak usah repot repot. Tapi makasih yah"

"gimana keadaan lo?" Tanya Ratan

"gue baik-baik aja" sahutnya sambil menaruh roti yang temannya bawa barusan ke atas nakas.

"kalo sakit, jangan di paksain masuk lagi Jem. Kasian lo nya juga. Banyakin istirahat pokoknya mah" Tutur Hilmi memperingatkan temannya ini.

"Iyah, Hil"

"Jangan cuma iye-iye aja lo, lakuin!"

"Iyeh ah, berisik lo" Jemi terkekeh geli mendengar teman-temannya yang memberikan nasehat pada dirinya. Beruntung sekali Jemi bertemu mereka.

"Jem, lo belom mau ngasi tau, alasan lo sering check up ke rumah sakit?" Tanya si Jisnu, memang benar adanya, Jemi sama sekali tak terbuka perihal penyakit yang ia derita, bukan tak ingin, hanya saja, Jemi tak mau teman-temannya terlalu khawatir dan terus memikirkan kesehatan dia, Jemi tau betul watak temannya ini seperti apa.

"Cuma buat mastiin gue sehat apa kagak" elaknya.

"Boong lo ya?" Sergah Chaka sambil menunjuk ke arah Jemi.

"Kagak, beneran emang gitu, gue anaknya emang lemah, gampang sakit, makanya bokap rajin bawa gue check up. Biar gue senantiasa sehat walafiat" Jelasnya sedikit berbohong, sambil tersenyum lebar ke arah teman-temannya

"Ya udahlah gue iyain aja, walau masih kurang percaya sebenernya" sahut Chaka

"Ratan, inhaler lo masih ada kan?" Sengaja Jemi mengalihkan topik, agar temannya tak terlalu fokus pada dirinya.

"Masih kok, gue juga udah nabung buat beli inhaler baru, jaga jaga kalo yang lama udah gak ada"

"Baguslah, jangan sampe lo lupa beli, entar kaya waktu itu lagi, lo tiba-tiba kambuh, tapi inhaler lo abis. untung di UKS ada" ujar Jemi

Ratan terkekeh, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal "waktu itu lagi gak ada duit hehe" katanya

"Urusan duit, lo bisa minta tolong gue, Tan. Kapan aja gue bantu" Sergah Chaka tiba-tiba.

"Gue gak enak ngerepotin kalian terus-terusan"

"Gak ada kata repot, disini kita saling nopang, saling ngasi semangat satu sama lain, siapapun di antara kita, kalo emang butuh bantuan, gak usah sungkan. Kek ke siapa aja" Ujar Chaka sambil merangkul Jisnu yang duduk di sebelahnya.

🍁🍁🍁

"Ayah, Jafan pu-"

"Kasih saya kesempatan seminggu lagi, Pak. Saya janji akan ngelunasin semuanya"

Baru saja Jafan memasuki pekarangan rumahnya, namun dirinya sudah disuguhkan oleh pemandangan seperti ini.

"Halah, situ dari dulu ngomong gini terus, tapi apa buktinya? belom juga bayar sampe sekarang" Ucap pria tua yang kini tengah berdiri di hadapan Ayah, sambil menghisap putung rokok, dengan tampang angkuhnya.

"Kali ini saya janji pak, saya akan ngelunasin semuanya, kasih saya waktu seminggu lagi, saya juga lagi usaha buat dapetin uangnya. kasih saya seminggu lagi pak, saya mohon" Tangan Ayah Doni menyatu, meminta mohon dan belas kasihan, agar pria tua dihadapannya ini mau memberikan Ayah waktu.

Pria itu berdecih mendengar permohonan Ayah Doni, seperti sudah muak dengan janji janjinya itu

"Oke, saya kasih kamu waktu seminggu, kalo sampe belum ada setelah seminggu, silahkan kalian cari kontrakan baru, inget cuma seminggu! jangan sampai luput dari janji!" Ujarnya yang seperti tengah menahan emosi

"Terimakasih banyak pak, saya janji, saya akan segera bayar hutang saya" kata Ayah Doni

"Makanya, kalo gak sanggup bayar, jangan ngontrak! udah tau miskin, sok-sok an ngontrak di sini, cih!" Gertaknya lalu pergi begitu saja meninggalkan tempat itu, pria tua itu sempat melirik ke arah Jafan yang sedari tadi memperhatikan debat di antara keduanya.

Jafan benar-benar di buat sakit hati saat mendengar kalimat terakhir yang pemilik kontrakkan itu ucapkan, Jafan menunduk menahan emosi dan tangisnya. Tangannya terkepal begitu kuat, Jafan sedih melihat orang tuanya di perlakukan seperti itu, Jafan merasa gagal menjadi seorang anak.

Ayah baru saja sadar keberadaan Jafan yang tengah berdiri di depan pagar, sambil tertunduk. Dengan segera, Ayah menghampiri anak bungsunya itu.

"Jafan, udah pulang nak" Katanya sambil memegang pundak anaknya

Perlahan kepala Jafan terangkat menatap sang Ayah dengan ibah

Sadar, kedua netra anaknya memerah seperti ingin menangis, Ayah langsung bertanya "Loh? anak Ayah kenapa mau nangis?"

"Ayah maaf"

"Maaf kenapa Jafan?"

"Ayah, Jafan berhenti sekolah aja ya? Nanti Jafan bantuin Ayah cari uang aja, biar Ayah gak dikatain sama bapak bapak tadi, sakit hati Jafan dengerinnya, Yah"

Kaget bukan main, mata Ayah membulat sempurna saat mendengar ucapan sang anak barusan

"Jafan... Gak gitu caranya, Nak. Kamu gak boleh berhenti sekolah, kamu harus belajar yang bener, urusan uang Ayah bisa cari sendiri, gak usah dengerin apa kata bapak tadi, rejeki gak akan kemana"

"Tapi, Yah..."

"Jafan? katanya anak Ayah yang satu ini mau jadi arsitek? masa iya mau berhenti di tengah jalan gitu aja. Gak boleh dong, Jafan jangan berhenti sekolah ya, nak? kamu harus semangat ngejar cita-cita kamu, Anak Ayah yang satu ini kan pantang menyerah" Suara Ayah Doni terdengar begitu lembut, kedua matanya menatap netra sang anak begitu intens, tangannya masih setia memegai bahu Jafan.

Dirasa air mata nya mulai jatuh, dengan segera Jafan mengusapnya, ia tidak boleh menangis, Ia harus terlihat kuat, tidak boleh terlihat lemah didepan sang Ayah.

"Iyah..., Jafan janji kalo Jafan udah jadi Arsitek hebat, Jafan bakal buatin rumah yang bagus buat kita tinggalin bareng bareng, jadi Ayah gak perlu lagi ditagih tagih kaya tadi, gak perlu lagi bayar uang sewa, Jafan janji" katanya sambil menahan tangis

"Iyah, Nak. Aamiin, Ayah selalu dukung semua impian kamu sama Abang. Apapun itu" Katanya sambil tersenyum simpul ke arah putra bungsu nya ini

"Ayo masuk, kamu pasti belum makan kan? Ayah sudah masak barusan. Tapi kamu bersih bersih dulu yah, ini keringetnya banjir banget, sekalian nunggu Abang pulang" Lanjutnya sambil mengelap kening Jafan yang berkeringat cukup banyak.

"Siapp Ayah!" Jawabnya sambil memberikan hormat ke arah Ayah Doni.

Tawa Ayah lepas saat melihat tingkah anaknya ini, rasanya semua beban yang ia tanggung terasa lebuh berkurang saat melihat semangat anak anaknya.

"Jafan mau mandi dulu"

"Abang pulang" Ucap si sulung yang baru saja tiba di rumahnya. Pria itu tengah menaruh sepeda nya di tempat yang teduh.

"Abang udah pulang ya, sini makan dulu" Ujar sang Ayah saat sadar anak sulungnya sudah tiba dirumah, sambil menaruh beberapa piring di lantai.

"Widih enak ni kayanya" Jefrian terlihat begitu bersemangat saat melihat menu makanan hari ini.

"Maaf ya, Ayah cuma bisa kasi kalian makan pakek tempe orek sama semur kangkung"

"Ngapain minta maaf, Yah? Ini kan makanan kesukaan Jafan, ini tuh makanan paling enak, apalagi Ayah yang masak. Makin kerasa enaknya" ujar Jafan, tidak bohong. Dirinya benar-benar suka dengan tempe orek buatan Ayahnya ini. Rasanya sungguh nikmat, makanan sederhana akan terasa spesial jika yang memasak adalah orang yang paling kita sayang.

"Ayo makan dulu" tangan Ayah begitu telaten menyendoki nasi pada piring anak-anaknya. "Dihabisin yah" Lanjutnya, Ayah tersenyum bahagia, saat melihat kedua anaknya begitu lahap memakan masakan sederhananya, ia benar-benar bersyukur masih memiliki kedua anaknya ini.

"Diana, lihat.. anak anak kita sudah besar sekarang" monolog Ayah dalam hatinya

"Ayah, makan juga dong, jangan bengong gitu, ntar kesambet" Ucap Jefrian tiba-tiba, membuat Ayah sedikit tersentak

"Eh iyah, ayo makan"

semuanya kini terfokus melahap makanannya masing-masing, cukup sunyi, hanya ada suara denting sendok yang tengah beradu dengan piring.

"Abang, tadi gimana kerjanya? lancar kan?" Tanya Ayah setelah menelan suapan terakhirnya

"Lancar Yah. Agak capek aja"

"Capek mah wajar, Abang. Yang gak wajar itu berhenti karena capek" Ujar Ayah sambil menumpuk beberapa piring yang sudah kosong

"Hahaha, bener"

Jefrian ini bekerja sebagai OB, gajinya memang tidak seberapa, tapi baginya itu sudah lebih dari cukup untuk membiayai keluarga kecilnya ini. Lelah sering kali ia rasakan, tapi tak sekalipun dirinya menyerah.

"Jafan, minta tolong. bawakan piring kotornya ke dapur, sekalian cuciin ya, Nak." Pinta Ayah sambil menyerahkan tumpukan piring kotornya pada Jafan.

Tak menolak, sesuai perintah sang Ayah, Jafan langsung mengerjakan tanpa mengeluh. Dengan sigap dirinya menerima piring kotor itu lalu berjalan menuju dapur untuk mencuci piring-piring kotor itu.

"Abang mandi dulu gih, biar gak gerah"

"Sebantar, Yah. Perut abang masih penuh"

Diam sejanak, lantas Ayah kembali membuka suaranya

"Jefrian, kamu gak mau lanjutin kuliaumu saja, Nak?"

Jefrian seketika terdiam mendengar pertanyaan sang Ayah. Bohong jika dirinya bilang tak mau. Untuk saat ini dirinya ingin lebih fokus membantu sang Ayah mencari nafkah. Biayaya kuliah itu cukup mahal, Jefrian juga tidak terlalu pintar untuk mendapatkan Beasiswa.
Gaji Ayah sebagai kuli bangunan, juga pas pas san, hanya cukup untuk makan sehari saja. Itu semakin berat bagi Jefrian untuk melanjutkan kuliahnya.

Tak masalah, jika dirinya tak bisa melanjutkan belajar ke jenjang selanjutnya, tapi dia akan usahakan agar sang adik bisa terus melanjutkan belajarnya agar mimpi sang adik bisa tercapai.

Jefrian menggeleng pelan sambil menampilkan senyum tipisnya ke arah Ayah "Engga, Yah. Aku mau bantu Ayah nyari uang aja, biar bisa sekolahin adek"

"Kenapa gak di lanjut aja kuliah kamu? Urusan uang gampang"

"Engga Ayah, aku sudah nyaman cari uang"

Ayah menghelas nafasnya pelan saat mendengar jawaban si sulung

"Ya sudah, Ayah gak akan maksa kamu, apapun pilihan kamu, Ayah tetep dukung. Tapi kalo kamu berubah pikiran buat lanjut kuliah, bilang ke Ayah ya? gak usang sungkan"

"Iyah, Ayah" Teringat akan sesuatu, Jefrian lantas meraih tas nya, mengambil sesuatu di dalam sana "Ayah ini, tadi aku baru gajian, uangnya buat bayar sewa kontrakan rumah, Ya" Ujarnya sambil memberikan amplop putih besar yang berisi uang ke Ayah Doni

"Alhamdulillah, makasih ya Abang" Ayah begitu terharu saat menerima uang dari anak sulung nya ini. Mungkin nominalnya tak seberapa, setidaknya ini masih bisa di pakai untuk membayar uang sewa kontrakan.

"Cukup kan, Yah? coba di lihat dulu"

Saat Ayah mengecek isi amplop isi tersebut, Jafan berdiri tepat di belakang sang Ayah, memperhatikan obrolan kedua orang tersebut secara sembunyi-sembunyi

"Masih kurang 500 ribu lagi, tapi gapapa. Sisanya nanti Ayah cari pinjeman dulu"

"Jangan Ayah, jangan minjem, nanti aku jual barang aku aja, siapa tau cukup"

Jafan yang mendengar hal itu, lantas dirinya buru buru masuk ke dalam kamar, lalu membuka lemari bajunya, mengambil sesuatu di dalam sana, lalu membantingnya begitu saja tanpa banyak berfikir

PRANG!!

Membuat kegaduhan secara tiba-tiba, lantas Ayah dan Jefrian tersentak kaget saat mendengar barang pecah dari kamar si bungsu, rasa khawatir di antara kedua nya datang secara tiba-tiba.

"Jafan?!! kamu kenapa?" teriak sang Ayah panik, lalu dengan segera berlari menuju kamar Jafan di susul si sulung.

"Jaf-" Omongan Ayah terpotong lantaran melihat Jafan yang tengah berjongkok di bawah sambil memungutinya satu persatu di lantai

"Jafan, celengan kamu kenapa di pecahin?" Tanya Jefrian bingung, alisnya menyatu menatap heran sang adik

"Sebentar" Ujar Jafan yang masih fokus memunguti uang tabungannya

"Jafan, itu celengan kamu kenapa di pecahin?" kali ini Ayah yang bertanya

Dirasa uangnya sudah tidak ada lagi di atas lantai. Jafan lantas menghitungnya, tak memperdulikan kedua orang yang kini tengah menatap nya heran.

"300, 350, 400, 500. Nahh pas ternyata" Dirinya bangkit, lalu menyerahkan uang tersebut kepada Ayah "Ayah, ini uang nya pas 500, cukup kan buat tambahan bayar uang sewa kontrakan?" Ujarnya

"Jafan, uangnya kamu simpen aja, itu uang tabungan kamu, Ayah gak berhak ambil ini" Ujarnya sambil mendorong pelan tangan Jafan

"Engga Ayah" Jafan meraih tangan Ayahnya, lalu memberikan uang tersebut secara paksa kepada Ayah "Ayah berhak ambil uang ini, pakek aja gapapa. Jafan masih bisa nabung lagi kok. Gak usah dipikirin, sekarang yang paling penting itu, Ayah bisa bayar uang sewa kontrakan" Ujarnya

tak dapat berkata-kata lagi, lantas Ayah tersenyum getir ke araha anaknya itu.

"Jafan... makasih. Ayah bener-bener beruntung punya anak seperti kalian berdua" Tanpa sadar, air mata Ayah terjatuh, hatinya benar-benar tersentuh melihat tindakan kedua anaknya itu

"Abang juga bangga, punya orang tua kaya Ayah, punya adek kaya Jafan" Ujar si sulung menambahkan

"Ibu pasti juga bangga di sana, lihat anaknya yang super hebat kaya kalian"

Ayah, Abang Jefrian sama Jafan















TO BE CONTINUED

__________________________________________

Hai hai haii!!
Gimana chapter kali ini?
jangan lupa kritik, saran, komen dan vote.

thank u for reading💗

Continue Reading

You'll Also Like

539K 61.1K 101
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
48.8K 6.2K 53
Zhou Yichen tidak pernah membayangkan dia akan jatuh cinta pada Siluman Monyet yang telah membunuh ayah dan kakak laki-laki tercintanya. Tapi setelah...
605K 68.8K 45
Kosan Amour tercipta untuk seluruh rasa sakit yang akan di sembuhkan oleh kehangatan. ....... Highest rank 1 - #Jaerose 2 - #vsoo 3 - #vsoo 3 - #kpop...
279K 20.4K 104
Tiga pasang remaja yang di takdirkan menemukan bayi yang di takdirkan mengurus ke empat bayi karna suatu insiden dulunya bayi bayi itu di tempatkan...