Hai...
Mungkin kali ini aku bawain cerita yang kalem kalem wae.
Pesenku dari awal, hargai apa yang orang buat. Kalau gak suka ya tinggalkan kalau suka harus meninggalkan jejak.
Soo enjoy it~
<3
Indonesia, 01 Februari
"Aku tidak bisa jika harus merawatnya, kalian tahu sendiri aku dan suamiku sangat sibuk" ucap seorang wanita, salah satu diantara enam orang dewasa yang masih bersitegang. Ini sudah pukul 10 malam, seharusnya mereka sudah menentukan dengan siapa dua anak kecil yang menangis tersedu itu tinggal. "Bagaimana jika kau saja Rios? Istrimu tidak bekerja bukan?" Celine athariz, wanita itu sekarang yang tertua di antara persaudaraan mereka sejak beberapa jam yang lalu.
"Istriku sedang hamil, dan anakku masih berumur 2 tahun. Kenapa tidak mas Fendie saja?" Kali ini Stradivarios athariz yang menolak. Bukannya dia tidak peduli dengan kedua ponakannya yang masih kecil untuk ditinggal kedua orang tuanya. Tapi memang keadaannya yang tidak memungkinkan. Fendie athariz yang namanya disebut langsung saja mengelak. "Aku dan istriku mempunyai pekerjaan yang sama, tidak tahu saja jadwal dokter selalu berubah, bahkan anakku biasanya kutitipkan di mertuaku" Semuanya terdiam, "ditaruh di panti saja bagaimana? Mereka akan mempunyai banyak teman disana" usulan gila dari suami celine—Davies, mengundang tatapan nanar kedua bocah itu.
Kemana paman dan bibinya yang penuh kasih sayang? Kenapa mereka tidak mau merawatnya? "Jaga mulutmu mas Dav! Mas Hermes dan mbk Miranda sangat baik kepada kita" pembelaan Istri Fendie—Sophia Anderson, kini membuat mereka bungkam. Benar sekali apa yang dikatakan dokter cantik itu, Hermes Athariz dan istrinya terlalu baik jika diingat kembali, mereka adalah orang dengan jiwa sosial yang sangat tinggi. Kakak pertama untuk para adiknya yang sedikit kenal bagaimana kasih sayang seorang ayah dan ibu, Hermes dengan bersusah payah sudah mengenalkan arti keluarga untuk adik adiknya.
Brakkk!!!
Semua orang melihat ke arah suara, seorang wanita dengan muka yang kacau membawa sebuah koper ditangannya. "Aku yang akan merawatnya!!" teriaknya dengan sedikit emosi. Telinganya sedikit panas mendengarkan percakapan kakak kakaknya dari luar. Frada athariz berlari kecil memeluk kedua keponakannya sayang. "Calvin dan Vie, are you okay?" Keduanya hanya mengangguk sambil terus sesenggukan.
Kelakuan si bungsu itu tidak lepas dari penglihatan para kakak kakaknya. "Fra, kamu masih kuliah. Mana bisa mengurusnya?!" ini pertanyaan dari istri Stradivarios—Jean Acchiles, sangat masuk akal. Frada masih mahasiswa semester 7 yang hidup di negeri orang selama tiga tahun belakang ini.
"Aku akan membawanya ke new york, sambil kuliah, aku akan merawatnya disana" air mata yang sedari tadi ia tahan mati matian, kini meluncur begitu deras. Sakit sekali menerima kenyataan ini, pikirannya semakin keruh. Bagaimana dia harus menjalani hidup tanpa pengawasan sang kakak?
Frada terduduk diatas dinginnya lantai dengan kedua bocah yang terus memeluk lengannya. "Apa kau yakin?" Celine yang melihat adik bungsunya seperti itu langsung menghampiri. Ditatapnya netra frada dengan perasaan yang sangat tidak tega, tapi juga apa boleh buat? Celine tidak mampu jika harus ia yang merawat Calvin dan Vie. Profesinya yang menduduki gelar direktur membuatnya seperti orang yang selalu dikejar waktu.
"Fra tidak apa apa, tidak usah khawatir. Tapi Fra minta mas Davies membantu Fra membawa Calvin dan Vie ke new york dengan identitasnya sebagai anak Fra" Frada sangat pintar untuk mencari pertolongan, karena Davies adalah direktur yang mempunyai kekuasaan yang tidak bisa dianggap remeh. Perusahaan Suami Celine itu sudah menduduki 5 besar perusahaan sukses seAsia.
"Aku usahakan" ucap Davies, mereka menghela napas berat. "Lusa aku kembali" ucap frada membuat Davies menganggukkan kepala tanda dia akan sesegera mungkin mengurus semuanya. "Sesekali aku akan kesana" ucap Fendie Athariz dengan perhatian. Frada hanya mengangguk sekilas, dari sikap kakak kakaknya bukan berarti mereka tidak peduli dengan keadaan yang sedang dialami keponakannya. mereka hanya tidak bisa menyisihkan waktu padatnya untuk anak kakak pertamanya itu.
"Istirahatlah, kami akan pulang" pelukan singkat Celine terlepas dari bahu frada, dan detik itu juga ia benar benar merasakan kesunyian sendiri. Rasanya seperti ia keluar dari persembunyian selama bertahun tahun, tidak ada lagi benteng yang menghalangi benda yang bisa membuatnya terluka.
Setelah semuanya pulang, Frada mengajak Calvin dan Vie menuju kamar, kedua anak itu harus segera tidur karena malam sudah semakin larut. Frada melihat seluruh penjuru rumah, Tidak ada yang berubah sejak tiga tahun yang lalu ia meninggalkan rumah ini, hanya suasananya yang jauh berbeda.
"Anty fra sekarang yang akan merawat kalian, okay?" ucap frada dengan nada yang sedikit ceria, hanya calvin yang mengangguk. Sang adik menatapnya dengan wajah yang sulit frada artikan. Tangan frada menggendong mereka satu persatu untuk tidur di atas kasur. Dirinya juga memposisikan diri di tengah tengah keduanya "Vie? Tidak mau eoh?" Sedetik setelah itu vie menangis dengan keras.
Frada terkekeh pelan dengan air mata yang ingin memberontak keluar. "V-vie maunya mama-hikss. Papa ndak sayang Vie l-lagi!!!" Calvin yang melihat adiknya seperti itu langsung memeluk dengan erat, sebisanya memberi ketenangan disaat dia juga tidak tahu mendapatkannya dari mana. "Kan ada kakak disini vie... Anty juga akan ada di samping kita. Berhenti menangis, mama dan papa sangat sayang, jangan berkata seperti itu mereka akan sedih mendengarnya" frada tersenyum melihat vie yang langsung membungkam mulutnya karena perkataan calvin.
"Apa mereka melihat kita kak? Tapi kenapa aku tidak bisa melihatnya. Aku sudah merindukannya" ucap vie dengan air mata mengalir tanpa suara, calvin mengusap lembut surai adiknya. Posisinya kini terganti, Vie yang berada di tengah tengah antara calvin dan Frada.
"Iya sayang, sudah ya. Ini sudah malam, ayo tidur" kata frada menarik selimut mereka sampai batas dada. "Tapi-" hendak mengelak dengan semua hal yang ia pikirkan, Vie kembali terdiam melihat tangan kakaknya yang berada dibibir. "Jangan menjadi anak bandel vie" tukas calvin yang sekarang mencoba memejamkan mata. "Baiklah"
Frada melihat keduanya, hatinya sangat sakit mengetahui fakta bahwa kedua kakaknya telah pergi meninggalkan mereka. Dia sakit, hanya dia yang tidak bisa melihat detik terakhir bagaimana wajah kakak tersayangnya berpulang. Rasa menyesal berkuliah di luar negeri muncul begitu saja. Andai dulu frada mendengarkan ucapan Miranda untuk melanjutkan study di Universitas Indonesia, dia gak harus melewatkan momen terakhir dengan kakaknya. Tidak ada untungnya juga frada menaiki jet pribadi milik Davies, tetap saja dia terlambat.
"Anty..." frada membuka mata, suara calvin berbisik memanggilnya. "Kenapa? Tidak bisa tidur?" Calvin mengangguk, dilihatnya mata vie yang sudah terpejam dengan dengkuran halus yang mengalun. "Adikmu sudah tertidur" ucap frada menunjuk sosok mungil yang memeluk nyaman kakaknya.
"Anty, apa kita tidak merepotkanmu? Aku—merasa sedikit tidak enak karena ini" ucapnya lirih, frada sedikit kaget mendengar penuturan calvin. Padahal hubungan mereka selalu dipenuhi oleh tawa dan kejahilan masing masing, tapi sekarang? kenapa sangat awkward.
"Hey kenapa calvin bicara seperti itu? Anty sudah tiga tahun tidak bertemu denganmu, kau semakin dewasa saja" ucap frada sedikit terkekeh, umur calvin memang sudah menginjak 7 tahun tapi untuk usia anak segitu seharusnya pemikiran calvin tidak sedewasa ini.
Calvin hanya tersenyum samar, pikirannya hanya takut. Melihat beberapa jam yang lalu para bibi dan pamannya menolak untuk merawat mereka, membuatnya berfikir jika dirinya sangat merepotkan. "Anty tidak seperti yang calvin pikirkan, besok kita harus membereskan barang barang kalian. Lusa anty akan membawa kalian ke New york, mau?" Calvin mengangguk, tangannya memeluk vie dengan sayang.
"Tapi calvin tidak mau jika rumah ini bukan milik calvin lagi, apa boleh anty?" Frada menggapai tubuh mungil calvin, mengusap punggungnya sayang. Sedari mereka kecil frada sudah hidup bersama mereka, dia tau harus bagaimana memperlakukan keduanya dan bagaimana menanggapinya.
"Of course boy, tidur sekarang, besok akan melelahkan" calvin mengangguk patuh, terbukti kini kedua matanya sudah terpejam. Frada langsung membelakangi keduanya, air matanya kembali jatuh, sebisanya dia menahan isak karena takut keduanya terbangun.
"jaga dirimu baik baik disini, jangan selalu bergantung dengan mas"
"fra, masa depanmu gak bisa diraih lewat jalur orang dalam loh ya.."
"kok bisa sih? jangan kayak gini lagi dek"
"astaga bangga banget loh ini"
"jangan jadi perempuan lemah"
"mas gak nuntut apa apa untuk frada masuk ke univ mana"
"kamu tentuin sendiri yang terbaik menurutmu, mas hanya mengawasi"
Kilas balik ucapan ucapan Hermes mengalun layaknya kaset rusak, isak tangis frada terdengar pilu. "mas dan mbk gak usah khawatir, mereka akan fra rawat dengan baik seperti kalian merawat fra" ucap frada lirih seakan kedua kakaknya berada di hadapannya.
Ini saatnya frada membalas semua budi yang hermes dan miranda berikan, ia berjanji dengan dirinya sendiri akan mendedikasikan hidupnya untuk Calvin dan Vie. Karena Frada sudah hafal betul rasanya kehilangan orangtua disaat dirinya kecil yang mana masih membutuhkan kasih sayang, lukanya benar benar dalam dan sulit untuk disembuhkan. Untuk mengobatinya hanya membutuhkan rasa ikhlas dan berdamai atas apa yang terjadi, tapi sungguh rasanya begitu sulit.
Seperti ada seutas tali yang melilit leher, semakin ingin berlari semakin kuat lilitan yang terjadi. Sesak dan Menyakitkan.
Awal bulan Februari begitu menyakitkan, niat hati ingin pulang ke Indonesia untuk melepas rindu. tapi ternyata kepulangannya hanya untuk merasakan jika rumahnya sudah sepi tanpa diselimuti kehangatan-- lagi.
<3
Frada Athariz~
Tbc.
jangan lupa vote dan comment ya say...:*