IMPOSSIBILITY [βœ“]

By lucretiamonte

16K 2.4K 182

[COMPLETED] Siapa sangka, dunia Fara mendadak carut-marut setelah hubungan asmaranya dengan seseorang bernama... More

00. Prolog
1. You and I
2. Apartement
3. Ardino
4. Farabella
5. New Feeling
6. Campus Event
7. Home
8. Second Home
9. Soo Many Heart
10. Gazebo
11. Best Boy
12. Midnight
13. Morning Coffee
14. De Javu
15. Rival
16. Nathan
17. Still Care
18. Station
19. Thunder
20. Another Fact
21. First Meet
22. Fear
23. Illusion
24. Fall For You βš οΈπŸ”ž
25. Unconditionally
26. Just Stay
27. Favorite Girl
28. Incomplete
29. Book Store
30. Save My Soul
31. Recovery
32. Silence in Guilty
33. Unstoppable Feeling
34. Bandung
36. End Game
37. Bakery
38. Temptation
39. Nightclub βš οΈπŸ”ž
40. Sober
41. Last Piece
42. Disappear ⚠️
43. Heartache
44. A Hint
45. Let It Be
46. Footsteps
47. You Win
48. Forgotten
49. New Start
50. Unfaded
51. Back To You
52. Long Way Home
53. Slow But Sure
54. Relentlessly βš οΈπŸ”ž
55. Crossroads
56. Epilogue
All Things About Melody
Sweet Escape

35. Three Minutes

144 28 2
By lucretiamonte

Suara pintu bagasi mobil yang ditutup terdengar berdebum hingga dapur. Memecah telinga Fara yang saat itu sedang menata berbagai macam kue di atas meja makan. Sedikit rasa takut Fara rasakan jika ia mengingat kejadian semalam. Meski raut wajah Nathan tidak menunjukan perbedaan berarti, namun ia merasa sangat bersalah dan sudah seharusnya tak memperlakukan Nathan dengan buruk.

Fara sudah berani membuka diri, namun perilakunya tak sama dengan kata-katanya yang ia ujarkan pada Nathan. Sesungguhnya ia pun tak menghendaki perasaan ini terus menerus menguasainya. Karena ia sudah cukup tersiksa dengan kisah yang sudah seharusnya ia tak tempatkan lagi dalam hatinya.

Nathan kembali dengan dua kantung kresek berwarna putih terakhir. Isinya oleh-oleh dari Bandung yang akan ia bawa esok ke kantor untuk tim dan staffnya. Ia kemudian menilik satu-satu kantung yang sudah Fara jejer dengan rapi.

"Udah kamu itung lagi Ra? pas kan?" ucapnya sambil tersengal-sengal.

"Udah kok, yang pake paper bag sendiri ini buat Bos kamu ya." Sahut Fara.

Sepi dan sunyi, rumah Nathan selalu begitu. Sejak Mamanya pindah ke rumah Ayah sambungnya, Nathan hidup bagai pemuda perantauan. Makan serba beli, kulkas yang hanya berisi air mineral, serta baju pun harus selalu dilaundry. Untuk sekedar bebenah rumah ia harus menunggu waktu liburnya terlebih dahulu. Itupun kalau dia tidak memutuskan untuk bermalas-malasan seharian.

Mamanya sibuk membantu Carissa mengurus toko kue, jadi tidak bisa datang sering-sering. Yang datang biasanya hanya kurir pengantar lauk dan kue yang sengaja di kirimkan Mamanya agar anak laki-lakinya itu tak selalu berteman dengan makanan cepat saji.

Fara mematung, sejak tadi ia mengamati Nathan yang sibuk membongkar isi mobilnya yang jika dilihat lagi sudah seperti rumah keong. Semuanya ada di dalam sana, dari baju kotor, baju bersih, sepatu, sandal hingga kotak bekas makanan yang bertumpuk terlihat entah sejak kapan ada di sana. Semuanya kini sudah berpindah di dapur, karena Nathan memang berencana untuk membersihkannya.

"Jangan suka nimbun barang kotor di bagasi dong Mas..." ucap Fara sambil memindahkan semua kotak makanan ke wastafel.

Nathan menggaruk kepalanya, ia terkekeh malu. "Nggak sempet Ra, aku juga kepengennya bersih rapi. Nggak mobil, nggak rumah. Tapi kamu kan paham kerjaan aku gimana."

"OB kantor kamu kan bisa kalau libur suruh kesini, minta tolong beberes rumah. Kasian banget rumah ini kayak nggak di urusin."

"Iya, iya... nanti aku minta tolong dia ya..."

Sambil mengobrol panjang lebar, tidak terasa keduanya sudah membuat suasana rumah tampak hidup kembali. Tidak ada lagi tempat makan kotor, debu-debu di atas meja sudah sirna, serta jemuran baju di halaman samping rumah terlihat penuh karena Fara memutuskan untuk mencuci dua kantung besar baju kotor yang Nathan biarkan teronggok begitu saja. Nathan berulang kali melarang Fara, namun Fara bersikeras. Ia bilang tidak betah melihat sesuatu yang berantakan.

Lelah pasti iya, karena mereka baru selesai melakukan perjalanan panjang. Namun Fara beralasan agar sekalian capek, daripada ia kesal sendiri terus-terusan mengingatkan Nathan untuk lebih memperhatikan rumahnya itu.

Fara membawa dua gelas kopi dan meletakannya di meja. TV berukuran besar itu menyala menayangkan saluran khusus film box office. Nathan kemudian meletakan bantal yang sejak tadi ia dekap di sampingnya, dan menyambar kopi buatan Fara.

"Yang semalem aku minta maaf Mas, nggak seharusnya aku bersikap kayak gitu sama kamu." Fara berucap gemetar, dia bahkan tak mampu untuk sekedar memandang wajah Nathan.

"Ini udah beda hari Ra, lupain aja ya. Sayang banget kalau waktu kita berdua kebuang sia-sia cuma bahas soal ginian."

"Tapi perasaan aku nggak enak sendiri, aku ngerasa jahat banget sama kamu..."

"Nggak... aku tahu itu nggak gampang buat kamu, dan akunya juga yang terlalu terbawa suasana. Sekarang lupain aja ya!" jawab Nathan sambil menepuk-nepuk pucuk kepala Fara.

"Makasih..."

Fara kemudian membalas kemurahan hati Nathan dengan memeluknya erat. Meski kaos yang Nathan kenakan masih basah karena keringat. Nampaknya Fara sama sekali tidak terganggu dengan itu.

Nathan tidak ingin kehilangan kesempatan saat ia merasakan kembali pelukan Fara yang begitu nyaman. Ia mendekap dan menciumi kening Fara beberapa kali. Dan membiarkan Fara membutuhkannya selama yang gadis itu mau. Hingga suara bel terdengar memecahkan keheningan di antara keduanya.

"Makanannya udah sampe, makan dulu ya. Habis itu aku baru anter tuan putri aku pulang ke rumah. Oke?"

Fara tersenyum dan mengangguk. Nathan begitu pintar membuat hatinya tenang kembali. Setelahnya kemudian mereka masih melanjutkan obrolannya yang tak habis-habis. Entah itu soal pekerjaan, keluarga ataupun kisah konyol masa kecil. Nathan tidak pernah kehabisan cerita, selalu ada yang cerita baru yang ia bagi, serta berhasil membuat Fara geleng-geleng kepala dan tertawa terbahak-bahak.


---------


Krekkk....

Suara rem tangan yang ditarik kencang menandakan Fara dan Damar sudah tiba di tempat tujuannya. Pagi itu rencananya Fara akan bertemu dengan salah satu customer di cabang yang letaknya agak jauh dari kantornya. Karena si customer ada jadwal yang tak bisa di batalkan siang harinya, mau tidak mau Fara harus mendatangi sebagai salah satu bentuk layanan yang ia berikan. Sebuah tindakan wajar tentunya bagi seorang sales yang selalu dikejar oleh target penjualan.

Damar kemudian jadi korbannya, sebenarnya Damar sendiri tidak merasa dirinya menjadi korban karena harus bangun lebih awal. Menemani Fara ke cabang jauh dari tempatnya bekerja, yang jalanannya tentu saja sudah pasti macet di senin pagi. Semuanya ia lakukan dengan senang hati asalkan itu tentang Fara. Asalkan bisa seharian dengan Fara.

"Customer lo udah dateng? jangan sampe sini kita di suruh nunggu lagi nih. Kaga enak ini kan bukan daerah kita." tanya Damar.

"Udah di ruang tunggu, baru sampe katanya. Slow aja sih, kan Si Bos udah bantu ijinin."

"Ya udah, gue ke atas deh nungguin lo nya. Mau nyari kopi dulu sama anak-anak lain. Kabarin nanti kalau udah kelar."

"Iyaa Paaakk...."

Mungkin sekitar satu jam, tidak membutuhkan waktu lama untuk Fara. Akhirnya proses dealing tercapai juga. Customernya membeli satu unit mobil keluarga dengan warna hitam metalik. Meski ada sedikit kendala saat memilih leasing mana si customer akan mempercayakan datanya, namun semuanya selesai karena Nathan melalui panggilan telepon membantu Fara untuk menjelaskan rate bunga dan asuransi terbaik serta benefit-benefit apa saja yang akan di dapatkan jika menggunakan leasingnya nanti.

Agar tidak ribet di perjalanan pulang ke kantor, Fara kemudian meminta izin untuk memfotocopy semua berkas customernya di ruang admin. Letaknya bersebelahan dengan ruang tunggu customer bengkel yang berdiding kaca. Sehingga jika Fara berjalan menuju ruang admin, para customer bengkel bisa dengan jelas melihatnya melewati ruangan. Meskipun kacanya tak benar-benar polos. Kaca itu ditempeli stiker garis-garis di separuh bidangnya.

Dino dibuat terperanjat, ia terdistraksi dengan suara derap langkah sepatu berhak tinggi yang Fara kenakan. Ia melihat ke arah kaca pembatas, tidak salah. Itu Fara, ia yakin betul. Dino kemudian buru-buru meletakan kembali katalog-katalog yang selalu Showroom sediakan sebagai bahan bacaan customer agar tak jemu menunggu. Ia mengejar Fara kemana pergi, dan ternyata sosoknya hilang memasuki pintu bertulisan STAFF ONLY.


"Kak..."

Bahkan itu bukan sebuah kata yang utuh. Tapi mampu membuat sekujur tubuh Fara kemudian bergetar. Sebendel berkas di tangannya jatuh berantakan. Fara mematung tak percaya bisa-bisanya bertemu dengan Dino di tempat yang tak pernah ia duga sebelumnya.

"Ini... berkasmu. Cek lagi ada yang ilang nggak?"

Semenjak lo ngilang... hidup gue udah ilang sebagian Din... "Kok lo bisa di sini?" tanya Fara dengan kebingungannya.

"Service mobil Papa."

"Nggak di cabang gue?"

"Mmm... di cabang kamu nggak ada waktu yang pas. Jadi aku di alihin ke sini."

Tentu saja itu hanya alasan palsu Dino belaka. Apalagi kalau bukan karena menghidari Fara. Rasa rindu pada gadis itu yang ia pendam, nyatanya belum menguatkan nyalinya untuk bertemu dengan Fara secara langsung.

Bagi Dino, melihat Fara dari kejahuan saat ia pulang bekerja saja itu sudah cukup. Namun sekarang, sepertinya Tuhan sedang memberinya kesempatan mungkin?. Sehingga ia memberanikan diri untuk menunggu Fara yang sejak tadi berada di dalam ruangan admin.

"Oh, kirain masih ngehindarin gue. Kalau gitu gue duluan ya, nggak enak ninggalin kantor lama-lama."

Baru dua langkah menjauh, tangan Dino kemudian dengan cekatan menahan pergelangan tangan Fara. "Tunggu dulu Kak, lima menit. Aku mau ngomong sama kamu."

Fara berlagak menilik jam tangannya seolah-olah ia tak punya banyak waktu untuk meladeni Dino. Padahal jauh dalam dasar hatinya tentu saja ia bisa merelakan sebanyak waktu yang ia punya untuk pemuda itu. Perpisahan keduanya ibarat kisah menggantung, karena Fara merasa di tinggalkan begitu saja. Sedangkan Dino sendiri ia dipaksa mundur teratur saat cintanya untuk Fara sudah ia tumpukan. Sampai sekarang, kalau soal perasaan, masih tidak ada yang berubah.

"Tiga menit..." ucap Dino sekali lagi.

Di bangku smoking area keduanya berhadapan. Fara mendekap dua tangan di dadanya, menyenderkan punggung ke kursi. Ia berusaha sebisa mungkin mengontrol ekspresinya di depan Dino. Menyembunyikan debaran jantung yang tak kira-kira. Bercampur amarah yang mendadak muncul lagi saat ia mengingat detik-detik kandasnya hubungan keduanya.

"Aku paham kok kamu benci sama aku. Sudah seharusnya aku nggak menampakkan diri di depan kamu kayak gini."

Dino mengepalkan kedua tengannya di atas meja. Dengan mata penuh penyesalan ia kemudian mengutarakan perasaan yang menyiksanya selama setahun belakangan ini. Dino tak sampai nyali menatap gadis impiannya itu. Karena ia pikir segala yang akan ia lakukan sekarang, tidak akan merubah apapun.

"Aku belum bener-bener minta maaf dengan layak atas perbuatan aku ke kamu dulu..."

"Udah terlambat Dino, nggak ada yang tersisa di antara kita berdua. Gue udah mati rasa. Gue udah nggak peduli lagi lo mau bilang apa ke gue." sergah Fara.

"Meski kamu nggak peduli lagi. Aku pengen kamu tahu kalau sampai detik ini perasaan aku nggak pernah berubah. Semuanya masih selalu tentang kamu Kak..."

Fara kemudian mendecak, ia memejamkan matanya sesaat. "Nggak ada gunanya. Semuanya udah beda sekarang, gue udah terima kok kalau kita cuma jadi masa lalu. Ada baiknya kita mulai jalani kehidupan kita masing-masing."

Dino mengangguk cepat, "Aku udah duga kamu bakalan jawab gitu. Aku tahu kamu perempuan kuat, pasti kamu nggak perlu waktu lama larut dalam kesedihan. Kayak... keadaan aku sampai sekarang ini. Tapi yang penting aku udah ngasih tahu perasaan aku kayak gimana. Selanjutnya aku tinggal ngelanjutin hidup aku dengan ikhlas... ngerelain kamu sama pria yang pantas."

Brengsek, dulu pergi gitu aja lo bikin sakit gue. Sekarang, ketemu lagi sakitnya nggak jauh beda. Bahaya emang ni anak...

"Lo nggak kerja?" tanya Fara mengalihkan pembicaraan tiba-tiba.

"Rencananya habis dari sini aku langsung ke lapangan."

"Gue beneran harus cabut Din..."

"Oh... okey... makasih Kak, terus... aku selalu berdoa biar kamu bahagia."

"Lo juga." Fara membalas dengan senyuman, dan kemudian berlalu meninggalkan Dino seorang diri.

Dengan langkah cepat Fara memasuki toilet. Ia tertunduk memegangi dadanya, menahan rasa sakit yang kembali memutar potongan kenangannya dengan Dino. Ia boleh saja berujar dengan tegas kalau kisah keduanya sudah tak bersisa. Nyatanya seorang Dino masih jelas menyita banyak tempat di dalam hatinya. Fara menarik napasnya dalam-dalam, membuangnya kemudian perlahan.

Ia berusaha sebisa mungkin agar air matanya tak tumpah. Kepalanya terasa akan pecah memikirkan duduk perasaannya yang sebenarnya. Di hadapan cermin besar, ia kemudian membasuh wajahnya. Fara sempat memoles wajahnya kembali dengan make up tipis-tipis. Ia lakukan agar nanti Damar tak curiga dengan perubahan raut wajahnya tiba-tiba.

"Di mana lo, udahan belom sih? kok gue ke bawah lo malah nggak ada?" tanya Damar lewat telepon.

"Di toliet. Tunggu di mobil gih, gue mau ke atas sebentar. Mau bilang makasih sama Bos sini."

"Ye.. ye... yee... nggak pake lama."

----------












Continue Reading

You'll Also Like

6.2K 821 70
Aku jatuh cinta pada sang bulan, pada korban penindasanku, pada dosa maupun pengampunanku. Aku terhina. Aku membawa diriku sendiri masuk ke dalam jur...
270 56 7
"Apa ada seseorang yang kau pikirkan akhir-akhir ini? sikapmu begitu aneh." "Ada," "Siapa itu?" "Kau." [ ROMANCE ] Β©Jeongraa, 2021
854K 89.3K 71
Karalyn Sarasasmita Tjandra adalah putri tunggal dari Suryadi Tjandra. Karena kesepakatan Suryadi Tjandra dan juga Damar Lesmadi sang pemimpin negara...
755 157 9
Hari itu Yeshana baru mengetahui kalau ayah mendapat tugas ke luar kota selama 40 hari dari kantornya. Berhubung gadis itu merupakan anak tunggal, ay...