[Name] PoV
"Tadaima.."
Hari ini cukup melelahkan. Bos yang biasanya tersenyum manis, hari ini ia membentak semua pekerja yang bermasalah, bersyukur aku tidak masuk ke salah satunya.
"Tadaima!"
Aku kembali teriak di depan pintu. Kenapa tak ada yang membuka pintu atau menjawab ucapan ku? Kemana lagi bocah itu? Apa Mah-
Ah... benar. Dia pergi.
Dengan sedikit rasa kesal, aku mulai mengacak isi tas untuk mencari kunci rumah.
"Kemana kunci sialan itu!"
Ya? Mungkin aku sedikit gila. Berbicara sendiri lalu kesal tanpa sebab, apa aku akan kedatangan tamu bulanan?
Setelah kunci ku dapatkan, segera aku membuka pintu dan membereskan rumah. Ternyata dia membuatku sedikit bergantung dalam hal mengurus rumah, sangat merepotkan.
"Astaga, rasanya badanku akan hancur sekarang juga!"
Aku terus protes tetapi tubuhku terus melakukan pekerjaan. Entahlah, otak dan tubuhku memang biasa tidak sinkron.
*Krukkkk
"Sial. Apa lagi ini? Kenapa harus lapar segala!"
Baik, aku mengalah. Sebaiknya aku makan terlebih dahulu baru melanjutkan pekerjaan rumah.
Dengan sisa tenaga yang tersisa, aku pergi ke ruang makan dan mencoba membuka tutup saji. Terdapat sepiring makanan favorit ku dan juga beberapa puding untuk makanan penutup.
Seingat ku, aku tak memasak atau berbelanja pagi ini. Apa belanja ya? Mungkin saja iya. Terlalu lelah bekerja sepertinya membuatku amnesia. Tanpa berpikir panjang, aku memakan masakan di depanku dengan lahap.
"Itadakimasu..." Aku mengatakan itu secara perlahan.
Suapan demi suapan aku masukkan kedalam mulut, meresapi tiap gigitan yang seakan menyembuhkan rasa lelah karena seharian bekerja. Bahkan ketika sampai di suapan terakhir pun aku masih belum bisa melupakan rasa makanannya, sangat enak!
Berlanjut ke makanan penutup, aku mulai menyendok puding di mangkuk kecil secara perlahan dan menikmati sensasi dingin saat puding itu ada di mulutku.
"Emm! Puding ini adalah puding terenak yang pernah ku makan. Awas saja, aku tidak akan pernah membagikannya pada Mahito." Ucapku tanpa sadar.
Seketika aku terdiam.
Benar, seharusnya aku tak perlu bersusah payah untuk menyembunyikan puding itu darinya.
Karena dia tak akan pernah kembali.
Bodohnya kau, [name].
"Gochisosama."
Mengingatnya membuat selera makan ku hilang, dengan begitu aku hanya menyelesaikan pekerjaan rumah dan segera masuk ke kamar untuk tidur.
Bukannya masuk ke alam mimpi, justru bayangan si rambut biru terus menghantui ku.
Sialan, jangan membuatku menyesal telah mengusir mu dong!
Apa dia sebegitu dendamnya padaku hingga sosoknya terus menghantui ku, begitu?!
Tapi pada akhirnya mataku memberat. Berdebat dengan diri sendiri ternyata bisa menguras banyak tenaga, yasudah lah.
Aku tak melawan lagi, rasa kantuk datang dan semakin ingin membuat mataku tertutup. Sebelum benar-benar jatuh ke alam mimpi, ku dengar sayup-sayup suara seseorang,
"Gomenne. Oyasumi, [name]."
*****
"Bangun!"
"Hei! Tampar pipinya jika perempuan itu belum bangun juga!"
"Baik!"
*Plak!
Kau tersentak, rasanya mungkin seperti mimpi jatuh dari gedung tinggi.
Matamu mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk dengan menegrjap beberapa kali. Setelah pandangan mu di rasa fokus, kau mulai keheranan melihat tempat mu berada sekarang.
"Loh? Bukannya semalam masih di kamar? Lalu sekarang dimana? Dan apa-apaan semua orang berjubah hitam ini? Cosplay?" Batinmu.
"Sepertinya dia sudah sadar, apa sekarang waktunya untuk kita eksekusi?" Tanya salah satu pria berjubah.
"Tunggu sebentar, para petinggi belum memutuskan hukuman untuknya." Jawab pria berjubah lainnya.
"Kita harus segera mengeksekusinya, bagaimana jika pria klan Gojou itu tau dan menentang eksekusi ini?"
Mereka terus berdiskusi sementara dirimu bingung dengan apa yang sedang terjadi.
"Klan Gojou? Siapa? Para petinggi itu juga siapa? Dan yang paling penting kenapa aku di ikat bahkan di borgol sekaligus!"
"Apa sebaiknya kita siksa terlebih dahulu?"
"Ide bagus."
Kau tersentak. Kau berusaha melepaskan ikatan dan memberontak saat salah satu pria berjubah itu mulai mendekatimu.
Kau tidak cukup bodoh untuk hanya berdiam diri. Meski kau tidak tau tentang masalah apa yang terjadi, yang ada di otakmu saat ini hanyalah sirine peringatan bahwa kau harus menghindar dan lari.
Sayangnya, memberontak adalah pilihan yang salah. Karena semakin banyak kau bergerak hanya akan membuat lenganmu terluka bahkan memar.
Jika ingin tau, posisimu sekarang adalah berdiri hanya dengan ujung kaki yang menyentuh lantai sementara kedua pergelangan tangan mu di tarik oleh ikatan rantai dengan arah yang berlawanan. Kerasnya tarikan membuat tubuhmu hampir tidak menyentuh lantai dan itu membuat tubuhmu pegal.
(Gua gak bisa gambar anzrot, jadi gitu aja ilustrasinya 🗿🙏)
"Akh!" kau merintih kesakitan.
"Diam dan jangan memberontak! Lagipula semua usahamu akan sia-sia, [name]-san."
"Tch, sebenarnya kalian siapa? Apa aku pernah membuat masalah dengan kalian? Dan siapa itu petinggi?"
"Jangan omongan mu! Kau tidak perlu tau siapa kami, dan kau ingin tau kesalahan mu? Kesalahan mu adalah memiliki hubungan dengan pembuat kutukan itu."
"Apa yang kalian maksud adalah Mahito?"
"Benar. Begini saja, bagaimana jika [name]-san memberitahukan dimana dia berada? Imbalannya kau akan kami lepaskan."
"Siapa yang akan percaya omong kosong itu? Mau ku beritahu atau tidak sepertinya mereka berencana untuk tetap membunuhku kan?"
"Aku tidak tau." Jawabku singkat.
"Ayolah, jujur saja. Jika kau membantu kami mungkin kau akan di bebaskan."
"Sejak awal aku memang tak bersalah tuh. Lagipula sepertinya kalian hebat, cari saja sendiri Mahito." Ucapku dengan sedikit menantang.
"Akh! Sialan, sepertinya kalian memang dendam padaku ya?" Kau kembali merintih kesakitan karena rantai semakin di naikkan.
Tapi sepertinya tak bertahan lama karena rantai akhirnya di kendurkan dan akhirnya kau terjatuh ke lantai. Dua pria berjubah memegang lenganmu erat, membuatmu terpaksa kembali berdiri.
*CTASS!
"AKH! Shhh.."
Satu cambukan di daratan pada bagian punggung mu oleh pemimpin semua pria berjubah itu.
*CTASS!
Cambukan kedua kembali di daratkan, hanya bedanya kali ini kau menggigit bibir sekuat tenaga agar tak berteriak.
*CTASS!
*CTASS!
Entah itu cambukan keberapa, kau tak menghitungnya lagi. Darah juga sudah banyak keluar dan menyebar ke berapa bagian tubuhmu seperti punggung dan seluruh lengan. Kesadaran mu pun bahkan sepertinya akan menghilang.
"Apa aku akan mati? Lemah sekali. Padahal ini belum hukuman dari para tetua sialan itu..."
"Dengar semua! Tetua telah memutuskan hukuman bagi gadis itu, hukumannya adalah pemenggalan kepala."
Semuanya bersorak senang dan mulai menyiapkan alat hukuman tersebut. Sementara dirimu? Jangankan untuk melawan, untuk membuka mata saja sulit.
Maka ketika kepalamu di tahan di alat tersebut, kau tidak memiliki harapan lagi untuk selamat. Yang ada pikiran mu sekarang hanyalah Mahito.
"Ne, Mahito. Nee-chan mu ini sebentar lagi akan menjadi arwah loh. Kau bilang jika aku menyebut nama mu kau akan datang kan? Mahito, datanglah. Apa kau tidak ingin melihat nee-chan untuk terakhir kali?"
"SEMUANYA BERSIAP! DALAM HITUNGAN KETIGA, JATUHKAN!"
"SATU!"
"Mahito? Apa belum datang?"
"DUA!"
"Haha, sepertinya kau masih marah ya? Kalau begitu, sayonara."
"TIGA! JATUHKAN SEKARANG!"
*ZRAAKK!
[TBC]
HEHE, PEACE✌️
Intinya, jangan santet watashi oke😔
[06/05/2022]