flashback again
"yang kemaren siapa namanya, Jo?"
Ditanya seperti itu, Jonathan sedikit malas. Bukan apa, tapi jika niat Reihan mendekati Dipta, dia hanya khawatir pada mereka berdua karena dia sendiri tahu bagaimana watak Mama Dipta.
"kenapa sih? lu mau deketin apa gimana?" Tanya Jonathan.
"yaelah nanya nama doang. Di siapa si? Dipa?" Reihan mendengus.
"Dipta namanya, anak SMP sebelah. hidupnya udah susah jangan lu bikin tambah susah ya." Bukan Jonathan, melainkan Claudio yang menjawab.
Jonathan dan Claudio, tahu betul semua yang terjadi, dari curhatan Dipta. Entah itu masalah tugas, atau sekolahnya. Bagaimana Dipta dijauhi oleh teman-temannya karena rumor menyebalkan.
"hah?"
Reihan tidak mengerti, dua temannya itu tidak menjelaskan lagi dengan spesifik.
"dia SMP Pelita kan? bukannya itu sekolah orang elit ya? mana ada hidup susah?" Reihan, dengan pola pikirnya.
"lu kira orang banyak duit tuh hidupnya ga susah?" Cebik Jonathan.
"kaga lah, kan banyak duit," sahut Reihan enteng.
"iya sih bener juga. kenapa Dipta kaya orang susah ya tapi?" Claudio ikut berpikir.
"ah bego lu berdua. ayo balik!"
Dengan masih memiliki rasa penasaran, Reihan kembali ke sekolah yang tawuran dengan sekolahnya kemarin. Tidak lupa mengenakan jaket karena jika atribut sekolahnya terlihat, bisa-bisa dia dikeroyok.
"hadeh lu mau nyariin dia diantara semut-semut yang keluar itu?? panas-panas BEGINI?!!"
Reihan tidak sendirian, bersama dengan Claudio usai memaksa anak itu agar ikut dengannya.
"ih itu orangnya!!" Seru Reihan semangat, sedetik kemudian mengubah ekspresinya, "dia beneran ga punya temen?" Bertanya heran.
"iya. kan udah gua bilang, banyak yang iri sama dia," jawab Claudio, hendak menarik Reihan untuk keluar dari persembunyian mereka.
Tapi si empu menggeleng, kembali menarik temannya agar tetap pada tempat mereka.
"GATEL, REI! GATEL!!" Kesal Claudio, pasalnya Reihan bersembunyi di semak-semak yang ada di samping jalan besar.
Banyak terkena asap kendaraan lewat, serta terik matahari siang. Panas.
"ih siapa tuh?" Reihan mengabaikan seruan Claudio, fokusnya pada seseorang yang baru saja datang menghampiri Dipta di sana.
"oh? itu kalo bukan Brion ya Farel, pokoknya Dipta cerita punya temen namanya itu. ga tau dah yang mana orangnya," jelas Claudio.
"kayanya yang Brion," ucap Reihan sok tau.
"kok lu sotoy?"
"Farel temen Taekwondo gua."
"kok lu sotoy begitu?"
"IYA NAMANYA FAREL, dia sekolah di sini juga. terus pernah cerita punya temen yang pinter abisss namanya Dipa."
"Dipta, goblok."
"santai dong!!"
Kelas 9 SMP, tinggi Reihan, Claudio, dan Dipta hampir sama. Bahkan Claudio terlihat jadi paling tinggi diantara mereka.
"Judo sama Taekwondo kalo diadu menang mana ya?" Tanya Reihan tiba-tiba setelah perdebatan tadi, dan mereka berdua diam beberapa saat.
"menang gua," balas Claudio malas, "kenapa? mau ngapain?" Kemudian bertanya curiga.
Sembari tertawa Reihan berdiri, "mau ngajak tanding. nanti kalo menang, Dipta jadi pacar gua."
alter
Reihan kalah.
Jika satu kali tubuhnya dibanting lagi, tulang punggungnya bisa retak andai saja Dipta tidak punya rasa kasihan.
"ada kesempatan lagi gak?" Tanya Reihan, tubuhnya tidak kuat bergerak untuk beberapa saat, dia sangat lelah, tapi tetap tersenyum ketika melihat wajah Dipta persis diatasnya.
Padahal Dipta menatapnya tidak dengan wajah ramah.
"kapanpun lu mau, gua siap," sahut Dipta.
"ini ceritanya lu berdua saling suka apa gimana dah? literally GUA KAGA TAU KISAHNYA TIBA-TIBA MAU PACARAN AJA???!!!!!"
Farel heboh.
Sampai Reihan lupa, jika di tempat ini mereka tidak hanya berdua. Tapi ada Farel dan Claudio juga. Dengan orang yang tidak tahu apa-apa tentang bela diri, Claudio kagum melihat tempat asing ini.
"wih keren, gua mau dong join ini. namanya apa? Dojo?" Tanyanya.
"Dojang, anjing!" Farel berseru tidak terima.
"Dipta kalo latihan di sini?" Tanya Claudio lagi.
"gak. gua Judo, bukan Taekwondo, sekarang udah jarang sih," sahut Dipta. Memandang kembali Reihan yang masih nyaman tiduran merentangkan tangannya, "gua ga suka sama lu. tapi suka sama cara berantem lu."
"gua ga suka cara lu berantem, sukanya sama lu? gimana dong??" Celetuk Reihan.
"dapetin sabuk cokelat di Judo, kalo udah. gua jadi pacar lu." Usai mengucapkan itu, Dipta mengambil tasnya dan bergegas pulang bersama Claudio, karena dia tidak punya banyak waktu.
Menyisakan Farel, melongo melihat kisah drama yang aneh menurutnya, secara langsung.
alter
"siapa tuh, Yah?"
Reihan mendekati Ayahnya yang tengah membaca berita di koran. Penasaran ikut duduk di samping sang Ayah dan sok ikut membaca koran.
"ini dulu orang sakit, pernah bunuh orang tuanya. sekarang sukses banget, bisnisnya lancar. syukur orangnya banyak berubah," jawab Ayah.
"kok syukur, orang jahat gitu?" Komentar Reihan tidak suka.
"dia sebenernya baik, Rei. jadi jahat gara-gara sakit—"
"sama aja jahat dong!!" Potong Reihan.
"baik. dulu beliau temenan sama Bundamu, coba deh tanya. yang nyomblangin Ayah sama Bunda malah itu," cerita Ayah, lagi.
"kenapa orang tuanya dibunuh?"
"sakit, Reihan."
"oh bisa gitu ya?" Reihan di masa remaja dengan segala rasa keingintahuannya.
Sebagai Ayah yang baik pun, Ayah mengangguk dengan sabar. "namanya Edward James, waktu jaman sekolah bener-bener panutan anak-anak murid, keren deh."
Tidak tahu kenapa, Reihan jadi teringat Dipta.
"kok bisa kenal sama Ayah?" Kembali bertanya.
"sebelum masuk Pencak Silat, Ayah kan pernah ikut Judo bentaran doang. Rei tau itu kan?"
Si anak mengangguk, lagi-lagi teringat Dipta.
"ketemu di sana."
Ayah banyak menceritakan tentang orang bernama Edward J ini, membuat Reihan pun mengagumi sosoknya. Karena Ayah, seperti mendongengkan kisah penuh motivasi.
"orangnya baik banget. tapi Ayah yang nangkep dia di kasusnya?" Cebik Reihan.
"iya. beliau nyerahin diri kok," lanjut Ayah.
Semua cerita tentang Edward J dan banyaknya prestasi yang dimiliki beliau, Reihan selalu teringat Dipta. Mungkin karena sama-sama ahli di akademik dan bela diri Judo.
Bedanya hanya, Edward J memiliki banyak teman. Sementara Dipta tidak, bahkan dijauhi anak-anak sekolah.
alter
Kelas 10 awal, tadinya Reihan hanya melewati beberapa kelas setelah izin dari kamar mandi. Tapi ada satu orang di dalam salah satu kelas yang menarik perhatiannya.
dio bolot
lu kenapa kaga bilang kalo satu kelas sama dipta
lu ga nanya
atur pertemuan untuk gua dan dipta, jam istirahat nanti di atap
babi gua jadi ada hasrat pengen bakar lu hidup-hidup
habisnya geli baca chat lu
sok WATTPAD BANGET
ya udah dasar ga berguna
YEE MONYET
Jantung Dipta seakan berhenti berdetak, hampir saja badannya membentur tanah dengan sangat keras. Ketika dia sudah pasrah, rupanya Reihan masih menahan tubuhnya menggunakan kedua tangan.
Dulu, begitu mudah Dipta mengangkat badan Reihan yang memiliki tinggi sama dengannya. Dan hanya dengan jarak kurang dari 1 tahun, Reihan jauh bertambah tinggi.
Sekarang kebalikannya.
Bahkan bagi Reihan, tubuh Dipta kini seperti boneka kertas, sangat ringan.
"lama ga ketemu, Dipaa," sapa Reihan tanpa mengubah posisi mereka terlebih dulu.
Dipta masih diam, menunggu kalimat apa yang akan dikeluarkan oleh orang yang masih menangkap tubuhnya saat ini.
"gua udah sabuk cokelat, tempat latihan gua kaya tempat lu. tapi lu ga pernah berangkat ya?" Reihan curcol, wajahnya terlihat murung. Namun hanya sebentar, karena setelahnya dia tersenyum lebar, "berarti, lu jadi pacar gua."
Usai itu, Dipta ditarik berdiri.
"jadi pacar lu?" Alisnya menyatu, bingung.
"lu ga inget, dulu lu bilang apa?"
"inget... tapi, ini serius? maksudnya, lu suka sama gua ini serius?"
Dipta merasa, dirinya bukan orang yang tepat untuk disukai oleh seseorang.
"serius, Dipa."
"nama gua Dipta."
"serius, Dipta. mau kan?"
Beberapa saat, hingga anggukan kepala terlihat lalu sorakan riang dari orang-orang yang bersembunyi dari balik dinding keluar.
"YEEEE PACARAN!!" Farel paling heboh.
Cara Reihan dan Dipta berhubungan itu, tidak neko-neko. Kadang saat istirahat berkumpul dengan teman-teman di kantin. Atau semenjak mereka ikut ekstra sepak bola, jadi lebih sering bersama.
Namun tidak lama, karena Dipta keluar ekstra kurang dari satu semester.
"kenapa keluar?" Tanya Reihan saat pulang sekolah.
"gapapa, nanti waktu belajar jadi kurang," sahut Dipta.
Selain itu, Reihan dan Dipta juga sering pulang jika Reihan sedang tidak ada acara walaupun berbeda komplek. Terkadang berdua, atau bersama teman-teman lain.
Kelas 11 semester awal, Reihan agak melihat perubahan dari Dipta. Tadinya lelaki itu menjalani hubungan seolah mereka berdua adalah teman sejati.
Namun, entah hanya Reihan yang merasa atau bagaimana... Dipta sedikit menjauhinya.
"jangan-jangan Dipta selingkuh sama cewek itu!" Rian menuduh satu anak murid perempuan yang tengah becanda ria dengan Dipta di kelas.
Mereka bertiga, bersama Reihan dan Brion, tengah berdiri di depan kelas orang. Niatnya Reihan ingin mengajak Dipta ke kantin. Tapi mengurungkan hal itu.
"kok mereka akrab banget, ya? sejak kapan?" Sedih Reihan.
"Dipta bukan orang kaya gitu. tanyain aja dong," ucap Brion.
"takutt. ntar aja deh pulsek gua tanya."
Jam pulang sekolah, cepat-cepat Reihan menuju ke kelas tujuannya. Takut jika Dipta juga menghindarinya saat pulang sekolah. Bersyukur ketika melihat si empu masih berdiri di depan kelas.
"Diptaa!!" Panggil Reihan dengan napas tidak beraturan akibat lari.
"kenapa lari-lari? mau kemana?" Heran, Dipta menghampiri Reihan yang berjarak 3 meter dari tempatnya berdiri.
"kagak! takutnya lu pulang duluan," cibir Reihan dengan wajah ditekuk.
"hah kenapa gitu orang udah janjian juga??"
Yang lebih tinggi menggelengkan kepalanya, menggandeng tangan Dipta untuk keluar dari koridor ini. Suasana masih ramai murid pulang sekolah.
"lu kenapa deh? lagi sedih ya?" Tebak Dipta, melihat raut wajah si pacar kurang bersahabat.
"iyaa lagi sedih."
Dipta mengganti langkahnya, menarik Reihan ke orang yang berjualan cilor. Tanpa mengucapkan apa-apa, dia membeli dua cilor lima ribuan.
Untuknya satu, dan untuk Reihan satu.
Lalu menuju ke pos satpam. Duduk di sana memakan dulu cilor mereka sebelum pulang.
"dimakan," cibir Dipta kala Reihan hanya menatap dengan wajah badmood.
"gua sedih kenapa?" Tanya Reihan tidak jelas.
"ya elu yang sedih, kenapa nanya gua?" Balik tanya Dipta.
"soalnya lu kemaren jauhin gua ampe pulang duluan biar gak bareng ama gua. terus deket ama cewek di kelas, jangan-jangan lu pacaran sama gua kepaksa ya?" Dengan intonasi yang terdengar menyedihkan, Reihan memelas.
Tidak bisa untuk Dipta tidak tersenyum. Malah tertawa kecil karena di matanya, Reihan sekarang sangat menggemaskan.
"kemaren gua pulang sama Mama, duluan gara-gara udah ditungguin? emang lu gak ada yang ngasih tau?" Balas Dipta, masih dengan tawanya.
"ga ada tuh!!" Ketus Reihan.
"oh, maaf deh kalo gitu."
Reihan mengangguk, "terus yang cewek di kelas itu siapa?" Kembali bertanya sedih.
"Maudy yang lu maksud? itu pacarnya Dio, masa ga tau?" Dipta tertawa lebar.
"Dio gak cerita apa-apa ke gua?!!"
"lu gak nanya, Reihan."
Dipta mengambil cilor si April, membuka tutupnya lalu diberikan lagi. Sebenarnya sekarang ini sangat membuang waktu, bisa dia gunakan untuk pulang lalu belajar.
Tapi Reihan sedang sedih, Dipta tidak suka itu.
"dimakan," ucapnya.
"maaf ya."
"jangan minta maaf, ayo dimakan cilornya terus pulang."
dio bolot
maudy pacar lu ya
kok tau
kan gua belum cerita
dari dipta
kenapa ga cerita sama gua
lu ga nanya
malesin
pokoknya
apaan dah bocil
LU BOCIL
TINGGIAN GUA
kenapa sih
jangan ganggu gua lagi chatan sama doi
dih najis
gua ga pernah tuh chatan sama dipta
lu tau kan nyokapnya gimana, cil
iya
"halo, cil."
"cil apaan? bocil maksud lu?" Cebik Dipta kesal.
"soalnya Dio manggil gua bocil, ya udah lu gua panggil bocil."
"sistemnya gimana deh?"
"hehe."
Menurut Reihan, Dipta itu orang yang pendiam. Kelihatan cuek, dari luarnya. Namun semua pikiran itu dia tepis ketika tidak sengaja melihat si empu keluar dari kamar mandi dengan mata sembab.
Ketika dia bertanya, Dipta hanya menjawab masalah keluarga.
"mau main ke rumah gua gak?" Akhirnya Reihan menawari.
"gak bisa, Rei. maaf ya."
Kelas 12 semester awal.
Reihan benar-benar merasa jauh dari Dipta, bukan lebay atau bagaimana, tapi gerak-gerik Dipta sangat jelas seperti menghindarinya.
Memang benar tadinya Reihan berpikir positif tentang pacarnya itu. Namun seperti sia-sia kala Mama Dipta, mendatanginya dengan wajah sengit, tidak ramah, benar-benar membuat Reihan takut saat itu.
"kamu bawa pengaruh buruk untuk Dipta. jadi saya minta tolong mulai sekarang kamu jauhi Dipta."
Hatinya sesak, padahal sejujurnya Reihan pun hampir tidak pernah meminta waktu dengan Dipta kecuali saat di lingkungan sekolah atau jika ada kerja kelompok, dia ikut.
"seburuk itu ya gua?" Ketika curhat pada Jerome.
"kaga. bertahan sebentar lagi, pasti bisa, kan mau lulus tuh," ucap Jerome, memberi semangat.
"iya... tapi udah putus gimana dong?"
"ajak balikan lah," sahutnya santai.
Dia turut ikut bersedih, atas putusnya hubungan Reihan dan adiknya. Karena sedari mereka berdua berpacaran, dapat Jerome lihat mata kebahagiaan dari Dipta.
Semakin kesini, Dipta jarang berkumpul dengan teman-teman. Mereka semua, menyadari itu. Sebenarnya bukan hanya Dipta yang berubah.
Tapi Claudio dan Brion juga.
Reihan merasa, mereka bertiga jadi lebih pendiam.
"lu kenapa putus sama Maudy?" Kevin bertanya kepo pada Claudio, usai mereka bermain sepak bola di jam istirahat ini.
"gapapa, kita masih temenan kok," balas Claudio.
"si bocil kemana? kok dari kemaren ga keliatan?"
Baro menyibakkan rambutnya yang penuh keringat. Sementara Reihan hanya menggelengkan kepala, pertanda dia tidak tahu.
"lah mau kemana lu?" Kali ini si kapten bertanya pada Brion yang tiba-tiba berdiri.
"nyari Dipta."
Reihan diam. Mungkin Claudio sedang galau karena putus dengan Maudy, tapi ada apa dengan Brion dan Dipta? Dia berpikir sendiri.
"tanyain, jangan mikir yang aneh-aneh." Suara Jonathan terdengar
Menarik atensi Reihan.
"gila ya, satu putus bisa putus semua," komentar Kevin.
"lu ga putus?" Celetuk Nicko.
"lu ngejek gua yang jomblo ini apa gimana?"
"itu cintanya bang Jaya terima dong!!"
Kevin merotasikan bola matanya, digoda oleh teman-teman seperti ini sudah menjadi makanan untuknya sehari-hari. "ntar kalo pacaran, putus juga. kaya Reihan ama Dipta tuh, parah." Mengalihkan topik.
"diem deh!" Reihan mendengus malas. Memilih pergi menyusul Dipta dan Brion.
"semalem ada kecelakaan tau. jam 7 an kalo ga salah, pas gua balik dari Dojang," celetuk Farel.
"eh iya? kecelakaan apa kok gua ga tau??" Tanya Baro heran.
"orang naik mobil sambil mabok, stres kali?"
"Dioo! ikut!!" Jonathan mengabaikan topik obrolan teman-temannya dan menyusul Claudio yang memilih pergi di tengah obrolan teman-temannya.
"pada kenapa sih?!" Justin sedari tadi diam, akhirnya bersuara. Dia hanya tidak suka situasi teman-temannya sekarang, terkesan canggung.
"pada capek kali, ntar malem kan mau tanding lagi," jawab Baro, mencoba berpikir santai.
"Dipta ga ikut tanding tuh?" Cebik Justin.
"iya, mungkin gara-gara malem kali ya? dia ga boleh nyokapnya?"
"eh belegug nyokapnya udah kaga ada, bego?"
Seketika mereka semua tersadar. Ini hari ketujuh usai pemakaman Mama Dipta yang diketahui meninggal, entah apa penyebabnya, mereka semua tidak tahu.
"anjing bisa-bisanya gua lupa."
alter
"bilang sesuatu, Brion... jangan diem terus, gua ga kuat sendirian."
Reihan tidak salah dengar. Untuk kedua kalinya dia tahu Dipta sedang menangis. Dan, ada Brion di sana. Menebak apa yang mereka berdua bicarakan.
"kalo Reihan tau, dia pasti benci banget sama gua kan? iya kan?"
Refleks Reihan menggeleng. Otaknya menyuruh masuk tapi dirinya takut.
"awas."
Tiba-tiba saja Claudio menggeser badan Reihan dengan tidak santai. Lalu masuk ke kamar mandi tanpa peduli ada dua temannya di sana.
Netra Reihan bertatapan langsung dengan Dipta. Mata sembab, hidung merah, wajahnya pun banyak bekas air mata. Sebenarnya Dipta kenapa?
"Dipta." Akhirnya memberanikan diri untuk memanggil.
Sementara itu, Brion memilih menjauh. Membiarkan Dipta berdiri menghampiri orang yang sudah berstatus sebagai mantan pacarnya.
"Rei, gua kangen berantem sama lu. bertahan sebentar lagi ya. tolong."
Ini membingungkan.