Melihatmu bahagia adalah obat dari segala laraku.
- SECRET BLUE -
16. HARI BAHAGIA DENGANMU
Anggi Auristela : Alfi, kamu dimana?
Alfian Bagaskara : perpus
“Ck! Alfian! Jangan main hp terus dong. Kan tujuan gue ngajak lo ke perpus buat ngajarin gue mecahin soal ini” ujar Safira mendumel kesal. “Lagian chatingan sama siapa sih. Ganggu banget!”
Alfian menghela nafasnya. Sabar. Berdua dengan Safira membuatnya sangat tidak nyaman. Alfian sudah menebak seratus persen kalau ini hanya akal-akalan gadis itu saja. Bohong jika Safira tidak tau cara mengerjakan soal fisika yang ada di buku ulangannya. Alfian sangat mengenal Safira. Ia akui gadis itu emang cerdas. Tapi sifatnya yang kurang mengenakan.
“Soal itu udah pernah di bahas waktu lomba kemarin. Ngga mungkin lo ga tau caranya. Waktu itu aja lo paling bisa” ujar Alfian, skak. Langsung membuat Safira jadi bergerak tidak nyaman.
“Y—ya gue udah lupa. Emang salah kalau gue minta di ajarin lo lagi?” Safira justru melemparkan pertanyaan.
“Ngga salah, tapi yang salah itu lo maksa gue.” kata Alfian. Beranjak berdiri dan akan melangkah keluar dari perpustakaan.
“Al, nanti dulu” Safira mencekal tangan Alfian. Mencegah cowo itu yang akan pergi.
“Apa lagi?”
“Kedekatan lo sama Anggi, itu bener? Lo beneran deket sama Anggi?” tanya Safira, penasaran.
“Itu lo tau” jawab Alfian, singkat.
“Lo suka sama Anggi? Kalian berdua udah pacaran?” lagi, Safira melontarkan pertanyaan yang menurut Alfian terlalu mencampuri urusan orang lain.
“Itu bukan urusan lo.”
“Al, lo kenapa sih! Dari dulu selalu aja kaya gini sama gue, selalu aja bersikap cuek. Gue itu suka sama lo, Alfian! Lo emang ngga peka atau pura-pura ngga peka sih!” ungkap Safira, sedikit kesal.
“Gue tau” balas Alfian, jujur dan terlihat santai. “Tapi maaf. Lebih baik lo menjatuhkan hati lo sama laki-laki yang juga sayang sama lo” Alfian melepas paksa tangan Safira dari lengannya. Lalu berjalan keluar dari perpustakan. Meninggalkan Safira.
Safira menghentakkan kakinya kesal. Tangannya mengepal kuat. Dia tidak terima dengan ucapan Alfian yang tadi, karena secara tidak langsung cowo itu sudah menolaknya dan Safira sangat tidak terima. Catat, TIDAK TERIMA.
“Gue ngga boleh kalah sama Anggi. Dalam hal pelajaran aja gue yang paling jago. Masa dalam hal memiliki Alfian gue ngga bisa. Gue pasti bisa!” ujar Safira menyemangati dirinya sendiri.
“Gitu dong semangat. Itu baru yang namanya Safira, bestie gue yang paling serba bisa” ujar Arin, teman Safira. Cewe itu muncul dari arah belakang rak-rak buku yang ada di perpustakan.
Arindita Azizah, sabahat Safira yang berteman dari awal mereka pertama kali masuk SMA Wijaya. Kedua gadis itu banyak di gilai oleh kaum adam yang ada di smajaya karena kecantikannya. Selain cantik mereka juga berprestasi. Safira dalam bidang akademiknya dan Arin yang berprestasi dalam bidang non akademik. Lebih tepatnya dalam bidang olahraga, basket.
Di smajaya Arin menyadang gelar sebagai kapten basket putri. Yah, sama dengan Julian. Julian sebagai kapten basket putra dan Arin sebagai kapten basket putri. Dengan bakatnya yang masing-masing, sudah tidak heran lagi jika kedua gadis itu, Arin dan Safira sering di sebut dengan Perfect Girl. Tapi sikap mereka yang terkadang tidak mencerminkan sebagai murid berprestasi membuat beberapa orang menjadi sedikit tidak suka.
Safira menoleh. Tersenyum singkat pada Arin. “Gue cantik kan, Rin? Alfian pasti bisa suka kan sama gue?”
Arin mengangguk semangat. “Cantik dong. Cantik banget malah. Gue yakin kok Alfian pasti suka sama lo”
“Kalau di bandingin sama Anggi sih Anggi ga ada apa-apanya daripada lo yang super cantik dan berprestasi ini”
“Makasih, Arinnn. Lo emang sahabat gue yang paling baik bangettt” ujar Safira memeluk Arin dari samping.
“Lo juga sahabat gue yang paling baik, paling cantik, paling pinter, pokoknya yang paling-paling deh!” balas Arin kembali memuji.
Safira terkekeh. “Lo juga sama si paling-paling. Paling cantik, paling jago main basket, paling tomboy, dan masih banyak paling yang lain”
“Apa sih kita ngga jelas banget obrolannya,” Arin tertawa. “Udah yuk keluar. Bosen gue dari tadi di dalem perpus mulu”
****
Alfian berjalan santai dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana seragamnya. Tubuhnya yang bagus membuat Alfian terlihat keren walaupun hanya berjalan. Ia menghampiri Anggi yang sedang duduk di bangku tepi lapangan. Pandangan Anggi terus mengarah ke depan memperhatikan beberapa siswa yang sedang bermain bola.
Alfian duduk di sebelah Anggi. “Sendirian aja. Ngga sama temen-temen kamu”
Anggi menoleh. Terkejut dengan suara Alfian yang tiba-tiba ada di sampingnya. “Astaga, Alfi! Ngagetin deh, tau-tau udah nongol disini”
“Udah selesai urusan di perpusnya?” tanya Anggi membuka obrolan.
“Udah”
“Emang ngapain aja sih kalau ke perpus, betah banget kayaknya sama tempat itu”
“Menurutmu?”
Anggi nyengir, salah tingkah. Malu sendiri dengan ucapannya barusan. Sungguh sesuatu yang tidak perlu di pertanyakan. Sudah jelas kalau perpustakaan itu tempat untuk membaca.
“Kadang aku tuh suka heran deh sama orang-orang kaya kamu. Suka banget ngurung di perpus buat baca buku sampe berjam-jam. Emang ngga nyut-nyutan atau pusing yah kepalanya?” ujar Anggi bertanya-tanya dalam otaknya.
“Aku aja yang baca buku cuma lima belas menit atau sepuluh menit udah nyut-nyutan banget kepalanya”
“Dibiasain. Bisa karena terbiasa” kata Alfian. Pandangan matanya sudah tak lagi menatap Anggi melainkan melihat kearah depan.
“Tapi aku sering kok baca buku sampe berjam-jam bahkan bisa sampe semaleman dan ajaibnya ngga bikin pusing lagi” Anggi berujar dengan semangat.
“Baca buku apa?” Alfian kembali menoleh pada Anggi. Menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut perempuan itu.
“Buku novel hehe ..”
Alfian terpengarah mendengar jawaban dari Anggi. Terlalu gemasnya membuat Jari-jari kekar milik Alfian terangkat untuk menyentil dahi Anggi.
“Ishh, Alfian! Sakit tauuu” Anggi cemberut lucu dengan mengusap dahinya.
Alfian terkekeh. Entah kenapa, setiap bersama dengan Anggi suasana hatinya menjadi lebih baik dan mudah untuk tersenyum. Semua itu hanya karena sosok perempuan yang ada di sebelahnya. Cuma Anggi yang membuatnya terasa hidup.
“Jangan terlalu sering baca novel. Coba di selingin sama baca buku yang nantinya bisa menambah wawasan diri kamu” ujar Alfian, menasehati.
“Novel juga sering menambah wawasan kok” Anggi membela diri. “Wawasan kehaluan sama cowo fiksi misalnya” lanjutnya sambil tersenyum jahil.
“Ngga gitu juga polanya, Anggi” ujar Alfian dengan suara rendahnya.
Anggi tersenyum geli melihat raut wajah Alfian yang terlihat sedang menahan kesal.
“Iya aku paham kok. Tadi cuma becanda” ujar Anggi terkikik geli.
“Bentar lagi bakal ada tryout sama latihan ujian” ujar Alfian mengingatkan.
“Iya, cepet banget yah. Ngga kerasa udah mau lulus aja” kata Anggi. Raut wajahnya berubah menjadi sedih mengingat dirinya dan teman-temannya akan lulus.
“Sering-seringin belajar, jangan suka bolos, kalau ada tugas di kerjain” Alfian kembali mengingatkan Anggi.
Anggi menghela nafasnya pelan sambil menggerakkan kedua kakinya untuk menendang pelan batu-batu kecil yang ada di bawah kakinya.
“Buat apa kaya gitu?” ujar Anggi spontan. “lagian aku ngga bakal bisa buat ngalahin Safira”
“Buat diri kamu sendiri, Anggi” jawab Alfian dengan suara halus. “Emang kamu mau lulus dengan nilai yang tidak memuaskan?”
Anggi mengangkat pandangannya, menatap wajah Alfian yang ada di sampingnya.
“Emang dengan begitu sudah pasti bikin orang tua dan kakek nenek aku jadi sayang sama aku?” Anggi justru balik bertanya.
Alfian tersenyum. Senyum yang bikin hati Anggi tenang saat melihatnya. Seakan senyum itu bisa menghipnotis Anggi begitu saja.
“Ngga usah ngelakuin itu demi mereka. Seenggaknya demi diri kamu sendiri”
“Usaha dulu. Masalah bisa atau engganya bikin mereka sayang sama kamu itu urusan belakang, yang penting untuk diri kamu sendiri dulu” suara Alfian sangat lembut membuat Anggi lagi lagi terpesona pada manusia yang ada di sampingnya.
Alfian mengusap rambut Anggi dengan pelan. “Yakin aja sama diri sendiri”
“Kalau aku ngga percaya sama diri sendiri, gimana?”
“Percaya sama tuhan. Tuhan jauh lebih sayang sama kamu” ujar Alfian tulus. “Termasuk aku”
Kedua alis Anggi menyatu, tidak paham. “Termasuk kamu? Maksudnya?”
Alfian terkekeh pelan. Menurutnya Anggi sudah merusak suasana. Entah emang kapasitas otak Anggi yang lemot atau justru gadis itu pura-pura tidak tahu, yang pasti Alfian sangat gemas pada perempuan ini.
“Iya, termasuk aku yang jauh lebih sayang sama kamu daripada diri aku sendiri” kata Alfian serius dan tulus. Tatapan matanya tidak pernah bohong. Terlihat jelas di netra itu seakan hanya ada nama Anggi saja.
Anggi diam. Jantungnya langsung berdetak tidak normal ketika mendengar itu. Bahkan, kedua pipinya sudah merah merona karena salting. Sial! Hanya ucapan Alfian saja sudah membuat dirinya terbang. Jangan lupakan tatapan itu yang mampu membuat hati Anggi jadi lemah.
“Kenapa? Kamu salting?” ujar Alfian sengaja menggoda Anggi.
Anggi menggeleng kaku dan gugup. “E—engga”
“Masa? Terus ini merah kenapa dong?” Alfian mencolek pipi Anggi yang masih merah.
Dengan reflek, Anggi langsung menutupi kedua pipinya menggunakan kedua tangannya.
“Ngga usah diliat. Ini cuma efek gerah doang” alibi Anggi, membuat Alfian tertawa gemas melihatnya.
“Ngga usah ditutupin. Kamu tambah cantik kalau pipinya merah gitu”
“Udah stop ngga usah gombal!” ujar Anggi tegas. Ia tidak mau kedua pipinya tambah memanas. Apalagi debaran jantungnya yang sudah menggila akibat cowo itu.
“Aku engga gombal, itu fakta. Emang kamu tambah cantik kalau lagi salting gitu”
“Alfi, stop yah!”
“Apa? Aku ngga bisa kalau disuruh berhenti buat muji dan natap kamu”
“Ishh, apaan sih!”
“Serius, Nggi. Kamu terlalu cantik dimata aku”
“ISHHH ALFIANNNN!”
****
Pelajaran sejarah di jam terakhir sungguh membuat Anggi jadi mengantuk. Harus mendengarkan guru yang menjelaskan layaknya sedang mendongeng. Apalagi di tambah dengan suasana yang sudah siang. Sangat pas membuat rasa kantuk menyerbu kedua matanya.
Bukannya mendengarkan guru yang sedang menjelaskan di depan sana, Anggi justru asik menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangan yang berada di atas meja. Gadis itu tidur dengan tenang tanpa ada rasa takut di dalam dirinya.
Berbeda dengan Anggi. Farah, teman sebangkunya menjadi ngeri saat tahu Anggi tertidur. Bagaimana tidak? Sejak tadi Bu Kinan, guru sejarahnya terus melirik kearah meja mereka. Lebih tepatnya melihat kearah Anggi yang sedang tidur. Sejak tadi Farah juga sudah mencoba membangunkan Anggi namun hasilnya nihil. Gadis itu hanya bergumam pelan lalu melanjutkan tidur lagi.
“EKHMM! Siapa yang berani tidur di jam pelajaran saya?” Bu Kinan menyorot tajam keseluruh ruangan kelas membuat nyali beberapa siswa jadi menciut.
Tatapan Bu Kinan kini mengarah ke Anggi dan murid laki-laki yang juga sama sedang tidur, yaitu Gilang. Bu Kinan beranjak berdiri, menghampiri meja Anggi serta Gilang yang bersebrangan. Beliau menarik nafasnya dalam-dalam siap untuk membangunkan kedua anak manusia yang beberda gender itu.
“GILANG, ANGGI, BANGUN!” teriak Bu Kinan menggelegar.
Anggi dan Gilang sontak menegakkan badan mereka begitu mendengar teriakkan maut dari Bu Kinan. Keduanya meringis ngeri melihat ekpresi Bu Kinan yang kini sangat menyeramkan.
“Hehe ... maaf bu tadi saya ketiduran. Beneran deh ngga sengaja” ujar Anggi tersenyum kikuk.
“HALAH ALASAN AJA!” Bu Kinan berkacak pinggang. Lalu berganti menatap Gilang garang. “KALAU KAMU? MAU IKUT ALASAN APA KAMU, HAH?”
“Kalau saya emang murni ngantuk, Bu, jadi tidur. Ngga mungkin kan kalau saya ngantuk malah makan, yang ada ntar saya tambah ngantuk, Bu” ucap Gilang sangat santai. Padahal Bu Kinan sudah menatapnya seperti singa yang ingin menerkam mangsanya.
“GILANG! KELUAR KAMU DARI KELAS SAYA”
“BERDIRI DI DEPAN TIANG BENDERA SAMPE BEL PULANG BUNYI!” perintah Bu Kinan telak, tidak ingin di bantah.
“KAMU JUGA!” Bu Kinan menunjuk ke arah Anggi.
“Saya? Saya kenapa, Bu?”
“IKUT KELUAR JUGA SAMA GILANG”
Anggi menghela napasnya pasrah. Dengan berat hati ia berjalan menyusul Gilang yang sudah keluar dari dalam kelas.
Anggi menggerutu kesal. Lagian siapa coba yang menaruh jadwal sejarah di pelajaran terakhir. Sudah siang, panas, udah gitu cara menjelaskan Bu Kinan seperti membacakan buku dongeng. Bikin ngantuk.
Baru sepuluh detik Anggi dan Gilang berdiri di depan tiang bendera, Anggi sudah melihat pergerakan Gilang yang akan pergi dari sampingnya. Spontan, Anggi menghentikan langkah Gilang untuk bertanya.
“Mau kemana lo? Hukumannya aja belum selesai”
“Pulang. Ogah gue berdiri di situ terus”
Anggi mengkerutkan keningnya. “Pulang? Mau pulang lewat mana lo, bel pulang aja belum bunyi. Pasti semua gerbang masih di tutup”
“Cari jalan lain lah. Punya otak itu buat mikir.” jawab Gilang ketus.
“Busett! Santai aja kali, Lang, ngga usah ketus gitu. Nggak ramah lo, bintang satu”
“BRISIK. Buang-buang waktu gue buat pergi aja lo!”
“Dihh, galak amat. Kalau sama Jenifer aja ngomongnya lemah lembut banget kaya kapas” kata Anggi, lagi lagi membuat niat Gilang yang akan pergi jadi tertunda.
“Itu beda.”
Setelah mengatakan itu Gilang langsung pergi. Anggi mendengus. Dasar cowo ketus! Tidak heran dengan sikap Gilang yang seperti itu. Gilang memang di kenal sebagai cowok ketus. Setiap bicara dengan lawan bicaranya pasti nadanya tidak santai. Kecuali dengan Jenifer, sang pujaan hati dan orang yang lebih tua darinya.
Kini Anggi berdiri di depan tiang bendera seorang diri sambil hormat. Sesekali gadis itu mengipasi wajahnya menggunakan telapak tangan saat dirasa wajahnya mulai berkeringat. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Anggi sebenarnya ingin kabur untuk pulang seperti Gilang. Tanpa harus menjalankan hukumannya ini. Namun Anggi tidak seberani itu.
Anggi terus berdiri di sana sampai matanya tiba-tiba menangkap kehadiran Alfian yang sedang berjalan mendekat kearahnya.
“Ayo pulang” ajak Alfian saat sudah di depan Anggi.
“Hah?”
“Ayo pulang” Alfian mengulanginya.
“Kok pulang? Kan belum bel pulang”
Alfian berdecak pelan. Ternyata perempuan yang di sayanginya ini sangat lemot.
“Kita bolos sekarang” ucap Alfian lebih jelas.
Mata Anggi melebar, tidak percaya. “Hah bolos? Kamu engga salah? Seorang Alfian Bagaskara sekarang ngajak aku bolos?”
Alfian mengangguk.
“Tadi aja waktu istirahat kamu ngomongin aku supaya jangan bolos, tapi kok sekarang malah kamu yang ngajakin aku bolos” ujar Anggi merasa aneh dengan cowo di depannya ini.
“Sekali aja. Cuma hari ini buat terakhir kalinya”
“Serius? Kamu beneran ngajak aku bolos?” tanya Anggi memastikan.
“Iya. Cuma hari ini”
“Tapi tas aku gimana? Kan masih di kelas”
“Nanti di bawain Farah. Aku udah bilang lewat chat tadi. Ayoo”
Alfian menarik lengan Anggi membawanya ke parkiran sekolah dan masuk ke dalam mobil milik Alfian. Sebenarnya Anggi merasa aneh seorang Alfian yang dikenal sangat rajin mengajaknya untuk bolos. Tapi Anggi tidak mengelak, dirinya juga sangat ingin untuk bolos sekarang dan itu adalah sebuah keberuntungan bagi Anggi.
Sebelum menjalankan mobilnya untuk keluar dari gerbang sekolah, Alfian lebih dulu menyuruh Anggi untuk jongkok di bawah dasboard mobil. Hal itu sukses membuat Anggi kembali di landa keheranan.
“Mau ngapain sih, Al?”
“Udah lakuin aja” balas Alfian lembut.
Dengan muka yang cemberut Anggi langsung menuruti perintah Alfian. Sedangkan Alfian justru terkekeh melihat ekspresi Anggi yang sangat lucu di matanya.
Alfian mulai menjalankan mobilnya menuju gerbang sekolah dengan sebelah kaca mobilnya yang di turunkan setengah. Disana ada pak satpam yang sedang duduk di depan pos menjaga gerbang sekolah.
“Pak, bisa tolong bukain gerbangnya? Saya sudah izin sama guru piket untuk pulang soalnya kepala saya pusing”
Pak satpam langsung menghampiri mobil Alfian. Matanya melirik sekilas kedalam mobil Alfian. “Loh, kok mas Alfian sendirian? Ngga di anterin sama kembarannya?”
Alfian menggeleng pelan. “Engga, Pak”
“Ini surat izinnya” Alfian menyerahkan surat izin yang tadi ia minta pada guru piket kedepan pak satpam.
“Bahaya loh mas Alfian lagi pusing tapi bawa mobil sendiri” Pak satpam mengingatkan, tidak ada rasa curiga sedikitpun pada murid kebanggaan di SMA Wijaya itu.
Alfian tersenyum. “Nggak papa. Saya masih bisa nyetir sendiri. Lagian jarak rumah saya dari sekolah ngga terlalu jauh jadi bisa cepet sampai”
“Beneran, Mas? Saya kok jadi khawatir soalnya muka mas Alfian juga pucet”
“Iya, saya nggak papa”
“Yaudah, hati-hati ya mas. Cepet sembuh loh”
“Makasih, pak”
Begitu Pak satpam membukakan gerbang, mobil Alfian segera melaju keluar dari pekarangan sekolah. Anggi yang menyaksikan itu jadi berdecak kagum. Gadis itu kembali bangkit dari jongkoknya dan duduk di jok samping Alfian.
“Gila, kok kamu gampang banget buat izin pulang tanpa di curigai sama sekali sama guru piket dan satpam ketat smajaya” ujar Anggi menggeleng-geleng takjub.
“Aku gak pernah bolos dan nggak pernah izin buat pulang, jadi mereka percaya”
Anggi manggut-manggut mengerti. Benar juga. Lagian siapa yang bakal mengira seorang Alfian yang di kenal rajin, berprestasi, murid kebanggaan, akan bolos sekolah. Karena biasanya seorang Alfian anti untuk bolos dan tidak pernah izin.
“Tapi kamu jangan sampe bikin kepercayaan mereka hilang loh. Solanya kalau kepercayaannya udah di khianati bakal susah buat percaya lagi” tutur Anggi, bijak.
“Engga. Kan cuma hari ini kita bolos, besok-besok jangan” jawab Alfian. “Lagian aku ngga sepenuhnya bohong. Aku emang sakit” batinnya tersenyum.
“Kita mau kemana sih?” tanya Anggi penasaran.
“Lihat aja nanti” Alfian menjawab tenang.
Kemudian keduanya sama sama diam, suasana menjadi hening. Anggi memilih untuk memandang kearah luar jendela. Melihat beberapa kendaraan yang saling melaju dengan kecepatan yang berbeda-beda. Sampai ketika mobil itu berhenti, Anggi langsung melongok ke luar jendela. Ternyata Alfian membawanya ke sebuah taman ibukota yang sangat ramai pengunjung.
Alfian keluar dari dalam mobil di ikuti oleh Anggi. Keduanya langsung berjalan berdampingan mulai memasuki area taman. Anggi tersenyum lebar melihat suasana taman yang sangat damai. Banyak pepohonan dan juga tanaman bunga yang membuat suasana menjadi asri.
“Udah pernah kesini?” tanya Alfian menoleh ke Anggi yang berdiri di sampingnya.
Anggi menggeleng. “Belum. Sebelumnya aku ngga pernah buat keluar jalan-jalan ke tempat kaya gini. Dari dulu kegiatan aku cuma sekolah terus pulang deh ngurung di rumah. Kalau pergi sama Farah, Jenifer, Mira, lebih seringnya nongkrong di cafe atau ngga ke timezone”
Alfian tersenyum mendengar cerita Anggi. Alfian ikut bahagia jika melihat Anggi senang saat ia mengajaknya kesini.
“Mau naik sepeda?”
“Emang sepedanya ada?”
Alfian mengangguk. Tanpa menjawab pertanyaan Anggi, Alfian langsung menarik lengan Anggi membawanya ke tempat penyewaan sepeda yang ada di taman itu. Alfian menyewa dua sepeda untuk ditumpaki dirinya dan Anggi. Karena sepedanya yang tidak ada boncengan di belakangnya membuat Alfian menyewa dua sepeda sekaligus.
Kini kedua anak manusia berbeda gender itu sedang mengayuh sepedanya masing-masing secera bersebelahan. Anggi berada disebelah kiri dan Alfian berada di sebelah kanan. Terkadang Alfian tersenyum ataupun tertawa ketika mendengarkan Anggi yang terus saja berceloteh di sela-sela mangayun sepedanya. Setiap ada hal yang menarik di sekitaran taman, gadis itu pasti dengan semangat akan menunjukkan kepada Alfian dengan senyum yang tak pernah pudar dari bibir mungilnya. Untuk saat ini Alfian merasa bahagia melihat Anggi yang terlihat bebas tanpa ada kesedihan di raut wajah dan di dalam matanya.
“Al, liat deh itu disana ad—” ucapan Anggi seketika terhenti saat ia menoleh ke kanan ternyata Alfian tidak ada di sampingnya.
Sontak Anggi menghentikan ayunan sepedanya dan menoleh kebelakang untuk mencari keberadaan Alfian. Detik itu juga Anggi menghela napasnya lega saat ia melihat keberadaan Alfian yang tidak jauh darinya sedang duduk diatas sepedanya. Namun kelegaan itu seketika lenyap saat di perhatikan lebih detail ternyata wajah Alfian seperti menahan rasa sekit.
Anggi buru-buru memutar balikkan sepedanya dan mendekat kearah Alfian yang sedang menatapnya dengan tatapan yang entahlah Anggi saja tidak tahu apa artinya.
“Al, kamu kenapa?” Anggi mengusap lengan Alfian penuh rasa khawatir. Pasalnya raut wajah Alfian sekarang sama persis ketika waktu itu Anggi tidak sengaja memergoki Alfian sedang kesakitan seorang diri di dalam ruang ganti futsal. Dan Anggi tidak tahu kenapa alasannya.
Melihat ada kecemasan yang tergambar jelas di wajah Anggi entah kenapa membuat rasa sakitnya semakin bertambah. Tadi saat asyik mendengarkan Anggi bercerita tiba-tiba saja tenaganya menjadi lemah dan rasa nyeri menyerang dadanya lagi. Sekuat tenaga Alfian menyalurkan rasa sakit ini pada genggaman di setang spedanya. Karena terlalu berlebihan merasa sakit membuat dirinya tidak bisa untuk bicara hanya sekedar menjawab pertanyaan Anggi.
“Al, kamu kenapa? Jangan diem aja, ayo bilang sama aku mana yang sakit?” Anggi semakin kalap saat melihat wajah Alfian jadi pucat.
Dengan sisa tenaganya Alfian tersenyum pada Anggi agar perempuan itu tidak lagi khawatir.
“Aku ngga papa” dusta Alfian. Padahal ia masih menahan rasa sakit di dadanya. Tapi Alfian mencoba munutupi itu semua.
Anggi menggeleng, tidak percaya. “Bohong!Jelas-jalas muka kamu lagi nahan sakit. Iya kan? Jujur sama aku, Al” bahkan kedua mata Anggi kini sudah berkaca-kaca.
“Engga. Aku beneran nggak papa, Anggi”
“Aku ngga percaya”
Alfian kembali tersenyum, kali ini senyumnya sangat tulus yang membuat Anggi seketika termenung.
“Coba senyum” perintah Alfian dengan nada yang sedikit lemah. Efek dari rasa sakit di dadanya yang belum usai.
“H–hah?”
“Senyum” Alfian kembali mengulangi permintaannya.
“Kenapa? Kok tiba-tiba minta aku senyum”
“Jangan nunjukin raut wajah khawatir kamu ke aku, karena itu buat aku semakin sakit, Nggi” ujar Alfian terdengar serius.
Anggi mengerjapkan matanya untuk sesaat, ia tidak tahu apa maksud dari ucapan Alfian. Sungguh! ia benci dengan kapasitas otaknya yang selalu lemot mengenai hal begini. Tetapi ia sadar akan ucapan Alfian yang semakin sakit, itu tandanya sekarang cowo itu sudah benar-benar merasakan sakit kan?
“Ayoo kita ke rumah sakit sekarang. Aku ngga mau kamu sampe kenapa-kenapa”
Ajakan Anggi mendapat kekehan kecil yang keluar dari mulut Alfian.
“Ngapain ke rumah sakit? Aku beneran gapapa”
Anggi menatap kedua mata Alfian serius, mencari sebuah kebohongan di dalam sana. Namun sialnya tidak ada. Alfian terlihat jujur saat mengatakan dirinya baik-baik saja. Bahkan raut wajahnya yang tadi kelihatan kesakitan kini entah lenyap kemana dan tergantikan dengan sebuah tawa yang membuat Anggi jadi bertanya-tanya.
“Kenapa ketawa? Ada yang lucu?”
“Engga ada”
“Yaudah ngga usah ketawa kalo gitu”
“Ya terserah aku mau ketawa apa engga”
Anggi berdecak pelan lalu menghela napasnya. “Aku serius tanya ke kamu. Kamu beneran nggapapa?”
“Hmm, aku gapapa”
“Masa sih? Padahal tadi kamu keliatan kesakitan banget gitu”
“Engga. Tadi cuma efek kecapean doang” jawab Alfian yakin. Berusaha membuat Anggi supaya tidak curiga.
“Mau lanjut naik sepeda?”
“Engga deh, mending yang lain aja. Aku ngga mau kamu jadi cape terus kaya tadi lagi. Soalnya bikin aku khawatir”
Balasan Anggi membuat Alfian lagi lagi tersenyum. Alfian mengusap puncak kepala Anggi dengan gemas. Anggi memang jago untuk membuatnya selalu tersenyum. Padahal kalau sama cewe lain Alfian selalu memasang wajah datar dan tidak pernah tersenyum sedikitpun kepada lawan jenis selain ibu kandungnya, bunda panti, dan terakhir Anggi.
Alfian mengembalikan sepedanya ke tempat penyewaan tadi. Lalu menggandeng tangan Anggi lembut membawanya ke salah satu bangku yang ada di taman. Setelah Anggi duduk, Alfian berdiri di belakang sandaran bangku yang sedang Anggi duduki. Cowo itu mengeluarkan sebuah kalung liontin berhuruf A kehadapan Anggi dari belakang.
“Buat kamu” ucap Alfian tepat di sebelah telinganya.
Anggi tentu saja kaget. Namun detik berikutnya ia menyunggingkan senyum tipis. Liontin yang terulur di depannya ini sangat cantik. Anggi tidak pernah berfikir sama sekali seorang Alfian akan memberinya sebuah hadiah semacam ini. Benar-benar tidak pernah terlintas sama sekali di angan-angannya. Alfian memang penuh kejutan.
“Kamu serius ngasih aku ini?” tanya Anggi mendongak ke arah Alfian yang berdiri di belakangnya.
Alfian mengangguk.
“Makasih ... Cantik banget kalungnya” ujar Anggi tersenyum senang.
“Mau aku pakein?”
“Mauuuuuu”
Alfian terkekeh. Respon Anggi sangat di luar dugaannya. Ia bahagia jika melihat Anggi senang. Alfian mulai memasangkan kalung liontin itu ke leher Anggi lalu ikut duduk di sebelah gadisnya. Eh, apa tadi? Gadisnya? Aaah, rasanya Alfian tidak pantas untuk menyebut Anggi sebagai gadisnya.
“Jaga kalung itu ya. Suatu saat kalau kamu rindu sama aku, kamu bisa liatin kalung itu sama barang-barang lainnya yang sering aku kasih ke kamu” ucap Alfian tiba-tiba menjadi serius.
Anggi mendengus. “Apa sih! Kamu udah berasa kaya mau pergi aja. Kalau misalkan rindu ya tinggal ketemu lah, gimana sih”
“Kan kita ngga tahu kedepannya kaya gimana”
“Yaudah kita jalanin aja dulu. Jangan ngomong yang aneh-aneh”
Sesaat keduanya sama-sama diam. Hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai pada akhirnya Anggi tiba-tiba menepuk bahu Alfian dengan semangat sambil menunjuk kearah penjual bakso bakar di depan sana.
“Ada bakso bakar, ayoo kita beliii” ajak Anggi hiperbola dan langsung menarik tangan Alfian untuk berdiri.
Dengan senang hati Alfian mengikuti langkah Anggi yang mendekati penjual bakso bakar. Alfian sangat paham kalau bakso bakar adalah salah satu jajanan favorit Anggi setelah nasi goreng sosis dan martabak ketan. Gadis itu begitu antusis saat memesan bakso bakar pada sang penjual. Setelah lama menunggu, Akhirnya pesanan bakso bakar milik Anggi sudah jadi.
Mereka kembali duduk di kursi plastik yang sudah di sediakan oleh penjual bakso bakar tadi. Anggi memakan baksonya dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya. Anggi juga sempat menawari Alfian namun laki-laki itu menolak dan lebih memilih untuk memperhatikkan Anggi yang sedang asyik makan.
“Ihhhhh, Alfi! Jangan ngliatin aku terusss” Anggi geram, lebih tepatnya salting saat di perhatikan terus menerus oleh cowo itu.
“Kenapa? Nggak boleh?”
“Maluuuuu” ujar Anggi sambil memutar tubuhnya untuk membelakangi Alfian.
Alfian tertawa renyah melihat tingkah Anggi. Anggi sampai kembali membalikkan badannya menghadap Alfian yang masih tertawa. Anggi mengerjap-ngerjapkan matanya polos. Benarkah yang di depannya ini Alfian? Alfian Bagaskara yang di kenal tidak memeliki ekspresi? Hari ini dan detik ini Anggi baru melihat Alfian yang tertawa bebas seperti itu. Rasanya Anggi juga ikut senang melihatnya.
Tanpa sadar Anggi ikut tersenyum tulus saat melihat Alfian tertawa. Sepertinya Alfian kelihatan bahagia sekali.
“Kenapa senyum?” tanya Alfian saat tawanya sedikit mereda.
Anggi menggeleng pelan. “Engga papa. Aku seneng aja ngelihat kamu ketawa kaya tadi. Berasa ada beban yang lepas dari badan kamu”
“Emang” Balas Alfian cepat. “Beban pikiran dan rasa khawatir aku sama kehidupan seketika lenyap saat aku lagi sama kamu”
“Bagus kalau gitu. Aku jadi bisa bikin kamu melepas beban pikiran sejenak biar otak kamu ngga terlalu berisik” ujar Anggi, masih mempertahankan senyumannya. “Seengganya kalau lagi sama aku kamu bisa bahagia. Walaupun hanya sebentar”
“Ayo pulang” ajak Alfian saat Anggi sudah selesai makan.
Keduanya berjalan bersama dengan tangan yang saling menyatu. Belum sampai ke tempat parkiran taman, tiba-tiba hujan turun membasahi bumi dan beberapa orang yang masih berkunjung di taman ini. Saat Alfian mengajak Anggi untuk berlari, gadis itu menolak. Anggi justru tidak melanjutkan langkahnya dan lebih memilih merasakan air hujan yang membasahi badannya.
“Kenapa berhenti?” Alfian bertanya di tengah-tengah suara air hujan yang berjatuhan. Suaranya sangat menenangkan.
Anggi tersenyum lebar. “Kita main air hujan dulu. Soalnya aku udah lama ngga ngerasain hujan-hujanan. Rasanya bikin suasana hati aku jadi tenang dan seneng”
Alfian terkekeh di balik wajahnya yang sudah basah karena terguyur air hujan. Alfian menggeleng tidak percaya saat menyaksikan cewe dengan balutan seragam sekolah yang masih menempel di badannya itu merentangkan kedua tangannya sambil mendongak keatas untuk merasakan guyuran air hujan di badannya.
Alfian inisiatif melepaskan jaket yang di kenakannya untuk di berikan kepada Anggi.
“Pake jaket aku. Baju kamu udah basah kuyup dan sedikit nerawang”
Mata Anggi seketika melebar dan reflek menyilangkan kedua tangannya kedepan dada untuk menutupi tubuhnya.
“ALFIAN KOK NGGAK BILANG DARI TADI SIH!” Anggi merampas jaket milik Alfian dan langsung memakainya.
“Nggak kelihatan kok. Cuma kelihatan warna putih doang”
“ALFIANNNN!”
Alfian tergelak. Untuk kedua kalinya laki-laki itu tertawa. Dibawah guyuran air hujan Alfian tertawa lepas bersama Anggi, sejenak melupakan masalah yang hinggap di hidupnya masing-masing.
“Anggi?”
“Iya?”
“HBD” ucap Alfian tulus dan penuh makna.
“Hah? Aku engga ulang tahun hari ini”
Alfian tersenyum. “Bukan HBD yang itu”
“Terus apa?”
“Hari Bahagia Denganmu”
Anggi tersenyum simpul mendengarnya. Kedua pipinya terasa panas saat Alfian mengatakan itu. Beruntung wajah Anggi basah terkena air hujan jadi tidak terlalu jelas kalau kedua pipinya saat ini sedang merah.
Anggi merasa bahagia saat ini. Ternyata kehadiran Secret Blue dari dulu sampai sekarang sangat berarti dalam hidupnya. Anggi bersyukur kepada tuhan yang sudah menghadiran sosok Secret Blue dalam hidupnya. Secret Blue dengan nama pemilik aslinya yaitu Alfian Bagaskara. Anggi beruntung dengan kehadirannya.
Anggi berharap Alfian akan selalu menemani hidupnya sampai kapanpun. Walaupun tanpa Anggi ketahui, seorang Alfian mempunyai rasa sakit yang membuat cowo itu tidak bisa berjanji untuk tetap bersama dengan gadis yang Alfian sayangi. Dan, Anggi tidak tahu itu adalah rasa sakit apa, Alfian pun tidak ingin untuk saat ini Anggi mengetahuinya.
*****
HAI HAI HAI
KEMBALI LAGI BERSAMA SECRET BLUE
GIMANA SAMA PART INI??
KASIH NILAI BERAPA BUAT PART INI??
MASIH SETIA NUNGGU KAN?
TIM ALFIAN ANGGI ATAU ELFIAN ANGGI??
SATU KATA BUAT ANGGI DAN ALFIAN?
.
.
AnggiAuristela
JeniferSifabella
FarahAnindira
MirandaBrigita
SafiraLovata
AlfianBagaskara
ElfianBagaskara
JulianAdityaAarav
KevinAdhlino
GalenReySurendra
💙 JANGAN LUPA VOTE 💙
Follow Instagram:
@risvailla_
Spam komen buat next part yuk 👉👈
Spam emot '💙' buat dukung cerita Secret Blue
Terimakasih yang sudah setia baca dan selalu dukung cerita aku dengan vote. Sayang kalian banyak-banyak. Mohon maaf ya kalau ceritanya banyak typo atau banyak kesalahan.
JANGAN LUPA SHARE KE TEMEN YA, BIAR TEMENNYA IKUT BACA. OKEY??
SEMANGAT BUAT HARI INI DAN BUAT BESOK.
JANGAN SELALU PESIMIS SOAL MASA DEPAN YAH.
PERCAYA AJA SAMA TUHAN. TUHAN MAHA BAIK KOK.
Bye byeeee, see you next part
Salam Sayang dari aku, Risvailla <3
.
.
TERIMAKASIH SOB 👋👋